Bandung (Polban)
USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk menempuh seminar usulan penelitian Program Studi
Antropologi
Disusun Oleh :
Gita Junita BR Sagala
170510150006
Salah satu kota yang menjadi incaran para pelajar dari berbagai penjuru
tanah air adalah Bandung. Hampir setiap tahun universitas yang tersebar di
Bandung dipenuhi oleh pelajar yang berasal dari luar kota, luar provinsi, bahkan
luar negeri dengan tujuan untuk menuntut ilmu, salah satunya adalah Politeknik
Negeri Bandung (Polban).
1
sama yaitu pendidikan yang bermutu dan layak. Hal ini dibuktikan karena Polban
masuk ke dalam 100 perguruan tinggi terbaik yang ada di Indonesia pada tahun
20171, sehingga banyak mahasiswa perantau dari berbagai latar belakang budaya
yang berbeda datang untuk menuntut ilmu di kampus tersebut, salah satu
mahasiswa perantau etnik Batak Toba yang berasal dari Sumatera Utara.
1
Menristekdikti Umumkan Klasterisasi Perguruan Tinggi Tahun 2017.
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/2017/08/17/menristekdikti-umumkan-klasterisasi-
perguruan-tinggi-tahun-2017/ . Diakses pada 20 Agutus 2018.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.web.id/batak. diakses pada 20 Agustus 2018.
2
memiliki suara keras dan cenderung kasar, memiliki rasa percaya diri yang tinggi,
mengeluarkan kritikan pedas dengan tujuan membangun orang lain dan bersikap
secara spontan dengan orang lain (Mudrikah, 2017:34-35). Sehingga salah satu
cara agar mereka dapat bertahan di Polban adalah dengan beradaptasi. Adaptasi
memiliki arti yaitu penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan, tidak hanya
lingkungan secara fisik melainkan lingkungan sosial karena setiap orang
membutuhkan satu dengan lainnya, maka harus menyesuaikan nilai dan norma
yang berlaku dalam lingkungan baru tersebut (Mareza dan Nugroho, 2016:28).
Selain perbedaan karakteristik, mahasiswa etnik Batak Toba harus juga
beradaptasi dengan perbedaan di dalam lingkungan fisik seperti cuaca, suhu dan
lingkungan sosial budaya seperti berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Apalagi,
budaya juga melihat bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi,
tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, teknologi dan
sebagainya. (Mulyana dan Rakhmat, 2010:18).
3
lingkungan sekitarnya walaupun hanya dalam jangka pendek, atau dirinya yang
berubah menyesuaikan lingkungan tempatnya hidup pada saat itu.
Penelitian lainnya yang serupa pernah dilakukan oleh oleh Faradita Prayusti
pada tahun 2017 dengan menggunakan metode kualitatif. Faradita menulis tesis
dengan judul “Adaptasi Mahasiswa Indonesia dalam Gegar Budaya di Fukuoka
Jepang: Studi Kasus Mahasiswa Indonesia di Universitas Kyushu”. Penelitian
4
Faradita membahas mengenai bagaimana para mahasiswa Indonesia beradaptasi
dalam menghadapi gegar budaya selama di Fukuoka. Hasil penelitiannya
menjelaskan bahwa adaptasi komunikasi menjadi cara bagi mahasiswa Indonesia
untuk menghadapi gegar budaya selama berada di Fukuoka, Jepang. Mahasiswa
Indonesia berkomunikasi dengan orang-orang Jepang untuk meningkatkan
kompetensi komunikasi mereka. Serta keadaan lingkungan yang terbuka dan
memiliki teloransi, membuat para mahasiswa merasa diterima dengan baik
sehingga komunikasi antara mahasiswa dengan masyarakat Jepang berjalan baik.
5
1.3 Tujuan Penelitian
1. Secara teoritis manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Menambah pengetahuan atau wawasan untuk pembaca, khususnya
bagi kajian Antropologi Sosial mengenai adaptasi yang dilakukan oleh
mahasiswa rantau etnik Batak Toba.
b. Dapat dijadikan bahan acuan di bidang penelitian sejenis apabila akan
dilakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan adaptasi.
2. Secara praktis manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Dapat memberikan informasi kepada mahasiswa yang akan merantau
agar dapat beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dari
lingkungan tempat asalnya.
1.5.1 Adaptasi
6
membentuk keluarga dan keturunan; dan siap menghadapi segala perubahan yang
terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Keseluruhan proses pertahanan
diri itu, disebut sebagai proses adaptasi (Nopianti, dkk. 2018). Adaptasi adalah
proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu maupun kelompok terhadap
perubahan yang terjadi pada norma, kondisi maupun lingkungan. Proses dari
adaptasi ini akan menghasilkan sebuah tindakan yang dilakukan secara terus
menerus hingga menjadi suatu kebiasaan bagi individu maupun kelompok untuk
bertahan hidup dalam lingkungannya (Putra, 2017).
Adaptasi proses merupakan proses adaptasi yang dibagi menjadi dua level,
yaitu individu dan kelompok. Individu mengarah pada kemampuan seseorang
untuk mengatasi hambatan dalam suatu lingkungan alam. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan sumber daya dianggap sebagai alat pemuas kebutuhan. Sedangkan
pada kelompok, adaptasi dikatakan sebagai suatu cara yang digunakan untuk
mempertahankan hidup (survival). Pada dasarnya, individu-individu akan hidup
bersama dalam suatu lingkungan sosial, oleh sebab itu, antar individu harus dapat
mempertahankan hidup dengan melakukan pemecahan permasalahan bersama di
dalam lingkungan sosial. Hal ini karena masalah yang timbul tidak selamanya
dapat dipecahkan oleh individu, akan tetapi dalam penyelesaian masalah selalu
membutuhkan orang lain
7
sebagai cara untuk menyiasati suatu perubahan yang terdapat di lingkungan
sekitar. Hal tersebut dilakukan karena melalui perubahan yang terjadi dalam
lingkungan maupun keadaan sekitar membutuhkan suatu solusi untuk mengatasi
hambatan tersebut, karena cara yang digunakan oleh organisme (individu-
kelompok) pada umumnya tidak dapat lepas dari masalah yang mendasari,
walaupun perubahan-perubahan tersebut tidak menimbulkan suatu hal yang buruk
(negatif), akan tetapi organisme (individu-kelompok) perlu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang ada dengan melakukan pemeriksaan agar dapat
berada pada posisi yang tepat, sehingga dapat mempertahankan hidup.
8
keseimbangan positif dengan kondisi latar belakang perantau.
1. Honeymoon
Tahap honeymoon adalah masa dimana seseorang masih memiliki
semangat dan rasa penasaran dengan suasana baru yang akan
dihadapinya. Perantau tersebut mungkin akan tetap merasa asing,
merindukan rumah dan merasa sendiri, tetapi masih terlena dengan
keramahan pendudukan lokal terhadap pendatang.
2. Frustration
Tahap frustration adalah tahap dimana rasa semangat dan penasaran
tersebut berubah menjadi frustasi, menyebalkan dan tidak mampu
berbuat apa-apa karena realita yang sebenernya tidak sesuai dengan
9
ekspektasi yang dipikirkan sejak awal.
3. Readjustment
Tahap readjustment ialah tahap penyesuaian kembali, dimana seseorang
mulai untuk mengembangkan berbagai cara untuk bisa beradaptasi
dengan keadaan lingkungan yang ada.
4. Resolution
Sepanjang berjalannya waktu, seseorang kemudian akan mencapai
empat kemungkinan di tahap resolution ini, yaitu: (1) full participation,
dimana individu mencapai titik nyaman dan berhasil membina hubungan
dan menerima kebudayaan baru tersebut, (2) accommodation, dimana
individu dapat menerima tetapi dengan berbagai catatatan tertentu yang
tidak dapat ditolerir, (3) fight, dimana individu tidak merasa nyaman
tetapi berusaha menjalaninya sampai kembali ke daerah asalnya dengan
berbagai cara dan (4) flight, dimana perantau secara fisik dan psikologi
menghindari kontak untuk lari dari situasi yang membuat dirinya tidak
nyaman.
10
pribadi, paparan budaya lain dan karakteristik pribadi, akan
mempengaruhi proses adaptasi budaya.
d. Interaksi dengan intergroup.
Sering melakukan interaksi antara individu dengan daerah asalnya akan
berpengaruh pada proses adaptasi terhadap budaya baru.
1.5.2 Mahasiswa
3
Kamus Besar Bahasa Indoensia. https://kbbi.web.id/. Diakses pada 27 September 2018.
11
1.5.2.1 Mahasiswa Rantau
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.web.id/. Diakses pada 27 September 2018.
12
1.5.3 Suku Bangsa Batak Toba
Salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia ada suku bangsa Batak.
Suku bangsa Batak mendiami daerah pergunungan Sumatera Utara, mulai dari
perbatasan Daerah Istimewa Aceh di utara sampai ke perbatasan dengan suku
Riau dan Sumatera Barat di selatan. Suku bangsa Batak terdiri dari beberapa sub
suku bangsa yaitu:
13
di dalam masyarakat Batak yaitu hula-hula, boru dan dongan sabutuha. Suku
bangsa batak Mandailing, Simalungun, Dairi dan Karo memiliki sebutan lain
dalam tiga golongan fungsional di Dalihan Na Tolu. Dalam Batak Mandailing ada
mora, kahanggi dan anak boru; Batak Simalungun ada tondong, sanina dan anak
boru; Batak Dairi ada kula-kula, sabeltek dan berru; Batak Karo ada kalimbubu,
sembuyak dan anak beru. Hula-hula adalah pihak yang memberikan pengantin
perempuan, boru adalah suami anak perempuan dan anak-anaknya, orang tua
suaminya dan dongan sabutuha suaminya dan dongan sabutuha kelompok yang
lahir dari perut yang sama atau disebut dengan orang-orang yang semarga
(Tambunan, 1982: 114-116).
1. Hula-hula
Hula-hula digambarkan sebagai keluarga pihak mempelai wanita. Hula-
hula adalah panggilan kepada saudara laki-laki istri kita, saudara laki-laki ibu
yang melahirkan kita, saudara laki-laki dari ibu yang melahirkan ayah kita,
saudara laki-laki dari ibu yang melahirkan ayah kakek kita. Selain yang disebut
diatas, saudara laki-laki dari ibu yang melahirkan istri kita, saudara laki-laki dari
istri saudara kita laki-laki, dan orang tua dari istri anak kita adalah juga sebagai
hula-hula (Simbolin, 2017:29).
2. Dongan Sabutuha
Dongan Sabutuha atau dongan tubu disebut dengan orang yang lahir dari
perut yang sama dalam arti luas adalah orang-orang yang semarga. Sifat-sifat
dongan sabutuha adalah sekata dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan adat
dan kehidupan sehari-hari. Sebagai orang yang memiliki marga yang sama,
mereka sepererasaan, sepenanggungan sebagai saudara kandung. (Tambunan,
1982:114).
14
3. Boru
Boru adalah anak perempuan. Boru adalah kebalikan dari hula-hula. Boru
adalah suami anak perempuan suhut dan suami anak perempuan dongan tubunya.
Anak dari anak perempuan suhut yang sudah berkeluarga yang dikenal dengan
sebutan bere juga termasuk dalam tergolong boru di sebuah acara adat (Simbolon,
2017:30-31).
15
anaknya. Hal tersebut dilandasi oleh nilai-nilai utama orang Batak Toba yaitu
hagabeon “keturunan”, hamoraon “upaya mencari kekayaan”, dan hasangapon
“kehormatan dan kemuliaan” (Harahap dan Siahaan, 1987).
16
ahu” yang dimana motto tersebut mengartikan bahwa anak adalah harta yang
paling berharga, sehingga para orangtua suku bangsa Batak Toba berlomba-lomba
untuk menyekolahkan anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi. Sehingga tidak asing jika banyak mahasiswa suku bangsa Batak Toba
merantau ke berbagai daerah di Indonesia termasuk menuntut ilmu di Politeknik
Negeri Bandung (Polban).
Saat mahasiswa etnik Batak Toba menuntut ilmu di Polban yang dimana
lingkungan di perguruan tersebut berbeda dengan daerah tempat asalnya,
mahasiswa Batak Toba dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan
setempat agar dapat bertahan dan menuntut ilmu di Polban. Lingkungan yang
dimaksud tidak hanya berupa lingkungan fisik (cuaca, suhu dan sebagainya)
melainkan juga lingkungan sosial dan budaya (berinteraksi dengan masyarakat
sekitar, bahasa, makanan, nilai dan norma). Adaptasi budaya ini dipengaruhi oleh
karakteristik yang dimiliki oleh mahasiswa Batak Toba sehingga penelitian ini
bermaksud untuk menelusuri bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru dibekali karakteristik yang mereka miliki.
17
Skema kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Karakteristik mahasiswa
Batak Toba
Frustration
Melakukan Adaptasi
Readjustment
Resolution
Faktor Faktor
Penghambat Pendukung
18
1.7.1 Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data di dalam
metode kualitatif dimana akan dilakukan tanya jawab antara peneliti
dengan informan atau mahasiswa rantau etnik Batak Toba sebagai
obyek penelitian. Alat bantu yang digunakan dalam wawancara ialah
berupa alat rekam, buku kecil untuk mencatat hal-hal penting yang
diberikan oleh informan. Wawancara ditunjukan kepada kategori
informan yang telah ditetapkan yaitu mahasiswa rantau etnik Batak
Toba yang berstatus mahasiswa aktif di Polban dan belum pernah
datang ke Jawa Barat, guna memperoleh data secara lebih mendalam
yaitu dalam rangka mengetahui bagaimana proses adaptasi budaya
pada mahasiswa rantau etnik Batak Toba agar dapat bertahan di
lingkungan Polban.
b. Observasi
Observasi dilakukan agar peneliti dapat melihat fenomena secara
langsung di lapangan serta menyesuaikan atas informasi yang telah
didapat dari hasil wawancara dengan informan. Penelitian ini
menggunakan observasi non-partisipasi, dimana peneliti tidak
mengambil bagian secara langsung dalam situasi yang akan
diobservasi, namun hanya berperan sebagai penonton yang bertugas
melihat kejadian-kejadian yang akan diteliti. untuk mengamati
kegiatan mahasiswa rantau etnik Batak Toba sehari-hari di Polban.
Observasi dilakukan untuk melihat empat bagian adaptasi yaitu dalam
Honeymoon, Frustration, Readjustment dan Resolution; dan melihat
faktor penghambat dan pendukung dalam proses adaptasi mahasiswa
etnik Batak Toba.
c. Studi Literatur
Studi literatur akan menjadi sumber data sekunder dalam penelitian ini,
terutama jurnal, buku dan skripsi mengenai adaptasi budaya di
19
Indonesia ataupun internasional. Studi literatur ini dilakukan oleh
peneliti sebelum dan sesudah melakukan penelitian.
d. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengabadikan peristiwa yang ada
dilapangan. Dokumentasi juga digunakan untuk mendapatkan data
sekunder, baik berupa gambar atau video di lokasi penelitian.
Unit analisis dalam penelitian ini berfokus pada mahasiswa rantau etnik
Batak Toba yang berkuliah di Politeknik Negeri Bandung (Polban). Kriteria
informan adalah:
20
Daftar Pustaka
Adiarta, I., Sunu, I., & Sanjaya, D. (2013). Arah Kebijakan Pengembangan
Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Penanaman Nilai
Karakter Bangsa di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Volume 1, Nomor 5.
Arnik, Rayi Inkang. (2017). Analisis Komunikasi Antar Budaya pada Film
Ngenest. Depok: Universitas Indonesia.
Bennet, W. John. (2005). The Ecological Transsition Cultural Antrhropology And
Human Adaption. Washingtin University at st Louis.
Gunawan, Imam. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Harahap dan Siahaan. (1987). Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak. Jakarta:
Sanggar Willem Iskander.
Hartaji, D. A. (2012). Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah
Dengan Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma.
Indryanto, R. (2016). Adaptasi Sosial Etnis Jawa Pada Masyarakat Di Kelurahan
Sumpang Binangae, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.
Intan dan Handayani. (2017). Stereotipe Penuturan Bahasa Sunda Pembelajaran
Bahasa Perancis: Suatu Kajian Fonologis Dan Interkultural. Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran.
Irfan, M. (2017). Merantau dan Problematikanya. Kendari: Universitas Halu
Oleo.
Irnawati. 2008. Pemberdayaan Kearifan Lokal Melalui Pendekatan Psikologis
Ulayat Untuk Pembangunan Bangsa. Universitas Sumatera Utara.
Iswara, Andriana Noro. (2012). Komunikasi Antar Budaya Di Kalangan
Mahasiswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kumalasari dan Ahyani. (2012). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Penyesuaian Diri Remaja di Panti Asuhan. Jurna Psikologi: Pitutur
Volume 1, Nomor 1.
Kusnandar, Agus. (2017). Pola Komunikasi Mahasiswa Asing di Pesma
Internasional Kh. Mas Mansyur Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lingga dan Tuapattinaja. (2012). Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau. Jurnal
Predicara Volume 1, Nomor 2.
Manik, Mangari. (2015). Sosialisasi Nilai Adat Dalihan Na Tolu pada Remaja
Batak di Punguan Silau Raja Pekanbaru. Jom Fisip Volume 2 Nomor 1.
Mareza dan Nugroho. (2016). Minoritas Ditengah Mayoritas (Strategi Adaptasi
Sosial Budaya Mahasiswa Asing dan Mahasiswa Luar Jawa di Ump).
Jurnal Ilmiah LPPM UST Yogyakarta Volume 2, Nomor 2.
Muchtar, K., Koswara, I., & Setiaman, A. (2016). Komunikasi Antar Budaya
Dalam Perspektif Antropologi. Jurnal Manajemen Komunikasi Volume 1,
Nomor 1.
Mudrikah. (2017). Regulasi Emosi Ditinjau dari Suku Batak Toba dan Suku Jawa.
Medan: Universitas Medan Area.
Mulyana dan Rakhmat. (2010). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Murjainah. (2016). Kemampuan Mahasiswa Pendidikan Geografi Melalui
Penugasan Pembuatan Blog Pada Mata Kuliah Teknologi Informasi dan
Komunikasi Semester Gasal Tahun Ajaran 2015/2016. Jurnal
Swarnabhumi Volume 1, Nomor 1.
Nauly dan Fransisca. (2015). Identitas Budaya Pada Mahasiswa Batak Toba yang
Kuliah di Medan. Jurnal Psikologi Ulayat Volume 2, Nomor 1.
Nopianti, R., Melinda, T., & Harahap, J. (2018). Strategi Adaptasi Masyarakat
Terdampak Pembangunan Waduk Jatigede di Dusun Cipondoh Desa
Pawenang Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang. Patanjala
Volume 10, Nomor 1.
Papilaya dan Husiselan. (2016). Identifikasi Gaya Belajar Mahasiswa. Jurnal
Psikologi Undip Volume 15, Nomor 1.
Pradipta, D. M. (2018). Integritas Akademik Pada Mahasiswa: Studi Kasus di
Perguruan Tinggi Swasta X Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Prayusti, Faradita. (2017). Adaptasi Mahasiswa Indonesia Dalam Menghadapi
Gegar Budaya di Fukuoka Jepang: Studi Kasus Mahasiswa Indonesia di
Universitas Kyushu. Jakarta: The London School Of Public Relations.
Putra, R. E. (2017). Strategi Adaptasi Masyarakat yang Bekerja di Kawasan
Wisata Panorama. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Saraswati, Indiena. (2016). Gambaran Kebahagiaan Mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran Dengan Latar Belakang Budaya Batak,
Jawa, Minang, Dan Sunda. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Simatupang, Oktolina, Lubis, Lusiana, Wijaya, Haris. (2015). Gaya
Berkomunikasi dan Adaptasi Budaya Mahasiswa Batak Asal Sumatera
Utara di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Simanjuntak, Antonius. (2009). Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak
Toba: Bagian Sejarah Batak. Edisi revisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Simbolon, Eric Evonsus. (2017). Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum
Perkawinan Adat Batak Toba. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Sinaga, M. S. (2012). Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Tambunan. (1982). Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan
Kebudayaannya. Bandung: Tarsito.
Wahyunita, Malinda Eka. (2018). Adaptasi Mahasisa Perantau Asal
Minangkabau Berdasarkan Gender. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Winata, A. (2014). Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam Mencapai Prestasi
Akademik. Universitas Bengkulu.