Anda di halaman 1dari 37

TRADISI TIRAKATAN MALEM PITULASAN DUSUN NGARIBOYO

KABUPATEN NGAWI DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS XI

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

NORA SEPTIANI

K4216051

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Maret 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia.


Pendidikan dapat memperkaya pengetahuan dan pengalaman, sehingga
manusia dapat membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang tidak
baik, oleh karena itu manusia akan mudah dalam mengontrol diri ketika
bersikap. Pendidikan sangat penting untuk membentuk karakter yang baik,
pribadi yang bermoral dan berorientasi maju. Mengingat begitu
pentingnya pendidikan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka
pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan agar dapat menciptakan
generasi yang berprestasi.

Pendidikan yang bermutu dapat ditunjang dengan kualitas bahan ajar


yang digunakan. Pendidikan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan
kurikulum yang telah ditetapkan dan berlaku pada saat itu. Kurikulum
berisi kompetensi inti, kompetensi dasar, materi dan juga alokasi waktu
pembelajaran. Kurikulum yang sedang berlaku pada saat ini adalah
kurikulum 2013 atau biasa disebut K13. Kurikulum yang berlaku pada
masing-masing daerah di Indonesia tidak sama, pada hal ini termasuk
materi yang diajarkan, di kelas yang sama namun beda daerah, materi yang
diperoleh siswa tersebut otomatis berbeda. Misalnya saja materi tentang
kebudayaan, antara Jawa Timur dan Jawa Tengah penerapannya sudah
berbeda, di Jawa Timur materi tentang kebudayaan terdapat pada
pembelajaran SMA kelas XI, sedangkan di Jawa Tengah materi tentang
kebudayaan terdapat pada pembelajaran SMP kelas IX.

Berdasarkan observasi terhadap beberapa buku pelajaran di Jawa


Timur dan Jawa Tengah mengenai materi kebudayaan, sejauh ini masih
banyak materi yang diambil berdasarkan cerita yang telah dibukukan dan
telah tersampaikan dari orang pertama hingga selanjutnya. Artinya belum
ada variasi bahan ajar mengenai materi kebudayaan yang benar-benar
bersumber dari daerah masing-masing, atau bahkan tentang peristiwa
budaya yang menjadi ciri khas daerah tersebut, sehingga dapat dikatakan
cerita yang merupakan wujud kebudayaan setempat belum tereksplorasi,
dimana cerita tersebut bisa jadi memiliki bentuk-bentuk kekarifan lokal
yang penting untuk diketahui para generasi muda.

Berdasarkan wawancara dengan guru Bahasa Jawa di salah satu SMA


di Jawa Timur, sebagian besar guru belum mengeksplor peristiwa budaya
daerah setempat ke dalam pembelajaran. Seperti pada pembelajaran SMA
kelas XI di Jawa Timur khususnya Kompetensi Dasar (KD) 3.2
mengidentifikasi, memahami, menganalisis peristiwa budaya daerah sesuai
dengan karakteristik, guru belum memanfaatkan peristiwa budaya yang
terjadi di daerah tersebut ke dalam pembelajaran, jadi guru cenderung
hanya terfokus pada buku pelajaran yang menjadi pedoman dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Akibat dari hal tersebut
adalah kurangnya pemahaman siswa tentang persitiwa budaya di daerah
masing-masing. Oleh karena itu mengeksplor peristiwa budaya di daerah
masing-masing sebenarnya sangat perlu, selain membuat siswa dapat
mengenal lebih jauh peristiwa tersebut, setidaknya siswa juga termotivasi
untuk senantiasa melestarikan peristiwa budaya tersebut.

Pada kesempatan ini penulis akan mengadakan penelitian tentang


salah satu upacara adat di Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo, Kecamatan
Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Upacara adat tersebut yaitu
sebuah prosesi di malam hari menjelang Hari Ulang Tahun Republik
Indonesia (HUT RI). Masyarakat sering menyebutnya sebagai tirakatan
malem pitulasan. Alasan penulis mengkaji upacara adat jelang HUT RI,
karena hanya Dusun Ngariboyo yang rutin menyelenggarakan tradisi
tersebut di setiap tahunnya. Setiap rumah membawa beberapa bungkus
makanan dengan menu sesuai kemampuan masing-masing, namun bagi
warga yang sekiranya tidak mampu tidak wajib membawa makanan
tersebut. Selain itu terdapat beberapa makanan sebagai sesajen untuk
melengkapi prosesi tersebut. Tradisi tersebut diselenggarakan di halaman
balai Desa Manisharjo dengan melibatkan seluruh warga Dusun
Ngariboyo, utamanya para sesepuh untuk memimpin jalannya upacara adat
tirakatan jelang HUT RI. Namun dibalik rutinnya pelaksanaan tradisi
tersebut, ternyata sebagian masyarakat, khususnya para pemuda banyak
yang belum mengerti makna tradisi tirakatan jelang HUT RI. Hal tersebut
seperti yang dikatakan oleh beberapa informan ketika penulis melakukan
wawancara awal terhadap beberapa pemuda di Dusun Ngariboyo. Selain
hal itu, mengingat perlunya variasi bahan ajar sebagai materi ketika
kegiatan belajar mengajar di kelas juga menjadi alasan penulis dalam
mengkaji tradisi tirakatan jelang HUT RI, sebab materi yang berkualitas
dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta hasil eksplorasi
terhadap nudaya setempat juga menjadi hal penting untuk meningkatan
mutu pendidikan. Oleh karena itu, hasil penelitian mengenai tradisi jelang
HUT RI diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan ajar SMA di Jawa
Timur. Dengan adanya penerapan hasil penelitian ini sebagai bahan ajar
diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman siswa
mengenai sebuah tradisi tirakatan jelang HUT RI serta diharapkan siswa
termotivasi untuk senantiasa melestarikannya. Selain itu hasil penelitian
ini diharapkan mampu menambah pemahaman masyarakat Dusun
Ngariboyo, khusuunya para pemuda agar mengerti makna sesungguhnya
dari sebuah tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun. Selain itu
diharapkan kedepannya para pemuda tetap meneruskan tradisi tersebut
agar tetap terjaga keberadaannya sehingga tidak punah.

Pada kesempatan sebelumnya, penelitian yang serupa telah dilakukan


oleh Zunly Nadia di Yogyakarta pada tahun 2017 yang berjudul Tradisi
Tirakatan Bagi MasyarakatSantri Yogyakarta. Beda penelitian yang
dilakukan oleh penulis dengan penelitian sebelumnya adalah yang pertama
terletak pada pendekatan yang dilakukan. Pada penelitian seelumnya
penelitian dilakukan dengan pendekatan sejarah, sedangkan pada
penelitian yang dilakukan penulis pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan antropologi budaya. Perbedaan yang kedua terletak pada
tempat yang diteliti. Pada penelitian sebelumnya penelitian dilakukan di
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan penelitian yang
akan dilakukan penulis yaitu di Ngawi, Jawa Timur. Antara masyarakat
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur memiliki cara pandang yang
berbeda terhadap suatu tradisi sekalipun tradisi yang sama, sebab cara
hidup setiap masing-masing kelompok masyarakat atau bahkan masing-
masing individu sangat berbeda (Widagdho, 2015:238). Hal serupa seperti
yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002:329) bahwa di Jawa
terdapat variasi maupun perbedaan yang bersifat lokal dalam berbagai
unsur kebudayaan. Perbedaan yang ketiga adalah terletak pada keterkaitan
penelitian dalam dunia pendidikan. Pada penelitian sebelumnya hasil
penelitian tidak direlevansikan dengan pembelajaran di sekolah, sedangkan
penelitian yang dilakukan penulis hasilnya akan direlevansikan dengan
pembelajaran di sekolah, dalam hal ini adalah penerapan hasil penelitan
terhadap materi ajar di sekolah, sehingga hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai bahan ajar di sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat


diambil beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana langkah-langkah tradisi tirakatan menjelang Hari Ulang
Tahun Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau melem pitulasan di
Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut pandang antropologi
budaya?
2. Apa makna filosofis dari setiap langkah dalam tradisi tirakatan
menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau
melem pitulasan di Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut
pandang antropologi budaya?
3. Bagaimana relevansi pengkajian tradisi tirakatan menjelang Hari Ulang
Tahun Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau melem pitulasan di
Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut pandang antropologi
budaya terhadap bahan ajar di Sekolah Menengah Atas?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui langkah-langkah tradisi tirakatan menjelang Hari Ulang
Tahun Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau melem pitulasan di
Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut pandang antropologi
budaya.
2. Mengetahui makna filosofis dari setiap langkah dalam ttradisi tirakatan
menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau
melem pitulasan di Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut
pandang antropologi budaya.
3. Mengetahui relevansi pengkajian tradisi tirakatan menjelang Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau melem pitulasan
di Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut pandang antropologi
budaya terhadap bahan ajar di Sekolah Menengah Atas.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat
teoretis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai ururt-urutan atau langkah tradisi tirakatan jelang HUT RI
dan yang paling mendasar adalah makna yang sesungguhnya dari
tradisi tersebut, sebab banyak diantara masyarakat yang memandang
negatif tradisi tersebut.
2. Manafaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Dapat menambah pengetahuan menegnai makna tradisi yang
sesungguhnya.
2) Dengan pengetahuan tersebut, dapat memotivasi untuk
senantiasa melestarikan apa yang telah menjadi tradisi, agar
tetap berlangsung hingga masa yang akan datang.
b. Bagi Pembaca
1) Dapat menambah wawasan mengenai bagaimana tradisi bancaan
itu dan makna sesungguhnya dari tradisi bancaan itu sendiri.
2) Dapat meluruskan anggapan negative tentang tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitulasan).
3) Dapat termotivasi untuk senantiasa melestarikan tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitlasan) agar keberadaanya tetap terjaga
dari generasi ke generasi.
c. Bagi Guru
1) Dapat mengembangkan pengetahuan menganai tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitlasan).
2) Dapat menambah motivasi dalam pelestarian kebudayaan Jawa,
sebab tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitlasan)
merupakan salah satu wujud kebudayaan Jawa.
3) Menambah referensi untuk bahan ajar di Sekolah Menengah
Atas di Jawa Timur yakni kompetensi dasar tentang peristiwa
budaya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Tradisi
Hidup bermasyarakat memang tak lepas dari tradisi, terlebih
masyarakat yang hidup dimasa lampau. Sebagian kehidupan mereka
akan melekat pada tradisi. Berbicara mengenai tradisi, Syarifuddin
(2018:22) menyatakan:
Kata tradisi berasal dari Bahasa Latin “traditio”, kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah
dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan,
waktu, atau agama yang sama.
Hal yang paling mendasar dari pengertian tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik secara tertulis
maupun lisan, sebagai upaya untuk menghindari kepunahan
(Syarifuddin, 2018:22).
Tidak hanya terbatas pada pengertian-pengertian di atas, Daud dkk
(2018:169) juga memberikan pendapat mengenai tradisi. Mereka
menyatakan bahwa:
Tradisi adalah sesuatu yang diwariskan tidak berarti harus di
terima, dihargai, diasmilasi atau disimpan sampai mati. Tradisi
merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah
berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun
dimulai dari nenek moyang.
Berbicara mengenai tradisi tentu saja terdapat ruang lingkup atau
wujud dari tradisi. Sendra, I Made dkk (2013:8) memberikan batasan
tradisi yaitu berupa kepercayaan dan adat istiadat. Tradisi dapat berupa
kepercayaan atau keyakinan dan perangkat dari suatu sistem
kepercayaan masyarakat. Tidak hanya itu, tradisi juga dapat berupa
adat-istiadat seperti tata cara atau langkah-langkah dalam melaksanakan
suesuatu beserta perangkat atau paeralatan yang dibutuhkan dalam
mengerjakan sesuatu yang sudah turun-temurun keberadannya
Berdasarkan beberapa pengertian tradisi seperti yang telah
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa tardisi merupakan sesuatu
baik berupa keyakinan, adat-istiadat atau tata cara melakukan suatu hal
yang telah dilakukan secara turun-temurun sejak nenek moyang yang
hendaknya kita jaga terutama apabila kita tidak dapat menerimanya.
2. Pengertian Upacara Adat
Sebelum masuk pada pembahasan perihal upacara adat, perlu kita
ketahui bahwa upacara tak hanya terbatas pada upacara-upacara dalam
lingkup pendidikan maupun lembaga pemerintahan. Upacara sendiri
dibedakan menjadi dua yaitu upacara umum dan upacara khusus. Daud
dkk (2018:170) menyatakan bahwa:
Upacara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh banyak
orang di instansi kantor pemerintah untuk memperingati sesuatu
atau karena diadakan acara tertentu. Upacara khusus adalah
upacara yang dilaksanakan secara khusus tanpa membutukan
kehadiran pejabat dan memiliki tata urutan upacara yang tidak
harus lengkap.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa upacara
adat termasuk ke dalam kategori upacara khusus. Dikatakan demikian
karena pelaksanaannya tidak berbentuk formal. Tidak berlangsung di
suatu tempat formal dan tidak membutuhkan kehadiran pejabat.
Berkaitan dengan hal upacara Sendra (2013:8) juga memberikan
definisi bahwa “Upacara merupakan peristiwa-peristiwa resmi, atau
keagamaan yang meliputi tingkah laku yang bersifat tradisi atau bersifat
formal.” Dengan demikian upacara yang meliputi tingkah laku yang
bersifat tradisi dapat dikatakan sebagai upacara tradisional.
Upacara tradisional ternyata juga memiliki fungsi tersendiri bagi
masyarakat. Upacara tradisional dapat digunakan sebagai alat
pemersatu masyarakat dimana komunikasi berperan dalam
pembentukannnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Chalid dkk
(1985:1) dimana upacara tradisional merupakan alat komunikasi antar
manusia maupun penghubung antar dunia nyata dan dunia gaib dengan
menggunakan simbol-simbol, yang mana simbol tersebut muncul
berdasarkan nilai dan cara atau sudut pandang manusia dalam
bermasyarakat.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa pada hakikatnya upacara tradisional
merupakan upacara adat karena di dalam upacara tradisional
mengandung unsur adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
3. Hakikat Upacara Adat di Jawa
Upacara adat di Indonesia antar masing-masing daerah sangatlah
beragam. Hal tersebut tergantung pada cara pandang dan cara hidup,
serta penyesuaian terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya
di Jawa yang kaya akan upacara-upacara khas daerah. Pada dasarnya
pelaksanaan upacara tersebut berdasarkan keperluan masyarakat.
Sebagian upacara adat di Jawa juga dilaksanakan berdasarkan
faktor alam. Misalnya sebagai wujud syukur terhadap alam atau wujud
kirim doa untuk keseimbanagn alam, sebagai contohnya adalah upacara
Labuhan Parangkusumo yang merupakan tradisi Kraton Yogyakarta
yang diselenggarakan pada tanggal 30 Rejeb dalam penanggalan Jawa
setiap tahunnya. Upacara tersebut sekaligus merupakan bentuk kirim
doa untuk keseimbangan alam tepatnya untuk gunung Merapi yang
sering kali meletus. Tidak hanya itu, upacara adat di Jawa juga
dilaksanakan sebagai wujud syukur, seperti misalnya wujud syukur
terhadap panen, wujud syukur terhadap kesehatan hewan peliharaan,
wujud syukur terhadap rejeki, baik berupa kesehatan ataupun yang
lainnya.
Upacara adat sebagai wujud syukur terhadap panen contohnya
adalah pada upacara Larung Sesaji Gunung Kelud tepatnya di Kediri
Jawa Timur. Upacara tersebut merupakan bentuk upaya kirim doa
terhadap Tuhan agar diberikan pertanian yang subur dan makmur.
Contoh upacara adat sebagai wujud syukur atas nikmat yang
diberikan Tuhan yaitu upacara adat Mangku Kucing di Desa Purworejo
Kabupaten Pacitan. Upacara adat tersebut sudah ada sejak tahung 1954
dan masih berlangsung hingga saat ini, tepatnya ketika terjadi kemarau
panjang, sebab pada dasarnya upacara Mangku Kucing merupakan
upacara yang dijadikan sebagai media penyampaian doa meminta
hujan. Alasan keberlangsungan upacra adat Mangku Kucing yaitu untuk
menjaga tradisi yang telah turun temurun tersebut.
Selain itu ada juga upacara adat Ngalungi Sapi di Desa Sekarsari,
Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang. Upacara tersebut
berlangsung secara turun temuruh, sehingga telah menjadi tradisi
masyarakat setempat. tradisi Ngalungi Sapi merupakan upaya sebagai
wujud syukur masyarakat setempat atas rezeki yang berupa kesehatan
hewan ternak khusunya sapi dan keberhasilah petani dalam mengolah
lahan, dalam hal tersebut khusunya hasil panen padi.
Sampai saat ini juga masih banyak dijumpai upacara adat di Jawa
yang pelaksanaannya berdasarkan kematian salah satu anggota
keluarga, misalnya selametan kematian yang masih berlangsung di
Desa Jaweng Kabupaten Boyolali. Upacara kematian yang masih sering
dilaksanakan yaitu Surtanah (upacara setelah pemakaman), nelung dina
(upacara setelah tiga hari meninggal), pitung ndinteni (uacara setelah
tujuh hari meninggal), ngawandasa ndinten (upacara setelah empat
puluh hari meninggal), nyatus (upacara setelah seratus hari meninggal),
mendhak pisan (peringatan satu tahun meninggal), mendha kaping kalih
(peringatan setelah dua tahun meinggal), dan nyewu (upacara
peringatan setelah tiga tahun meninggal).Upacara tersebut merupakan
upaya kirim doa untuk anggota keluarga yang sudah meninggal dengan
dihadiri banyak orang, baik tetangga maupun saudara. Wujud kirim doa
tersebut biasanya berupa tahlilan.
Tidak hanya pada peringatan kematian seseorang, di Jawa juga
melaksanakan upacara adat sebagai wujud syukur atas kelahiran bayi,
misalnya seperti yang masih berlangsung di Pati, Jawa Tengah.
Masyarakat Pati hingga saat ini masih melaksanakan tardisi mitoni.
Mitoni sendiri yaitu peringatan tujuh bulanan bagi wanita yang sedang
mengandung, salah satu tujuan dari pelaksanaan tradisi tersebut adalah
untuk mendidik anak sejak dalam kandungan dan juga untuk
mendoakan calon bayi agar kelak dapat tumbuh menjadi anak yang
berbakti, menjadi pribadi yang baik dan terjauh dari mara bahaya. Hal
tersebut seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Ulya pada tahun
2018 di Pati, Jawa Tengah.
Jadi pada dasarnya pelaksanaan upacara adat, khusunya upacara
adat di Jawa sangat fleksibel, sesuai kepentingan masyarakat.
Berdasarkan contoh-contoh upacara adat di Jawa seperti yang telah
diuraikan pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa salah satu ciri khas upacara adat di Jawa yaitu dalam setiap
pelaksanaannya dihadiri oleh orang banyak dan merupakan upaya kirim
doa sesuai kepentingan atau tujuan masing-masing yang mana
mayoritas masyarakat menggunakan sesajen sebagai medianya.
Mengenai sesajen sebagai media kirim doa pada mayoritas pelaksanaan
upacara adat di Jawa sejalan dengan pendapat Anam dalam
penelitiannya yang berjudul “Sesaji sebagai Titik Temu Budaya Islam
Jawa Perspektif Masyarakat Desa Ngebong Kecamatan Pakel
Kabupaten Tulungagung” pada tahun 2017.
4. Hakikat Tradisi Tirakatan
Kata tirakatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mempunyai arti menahan hawa nafsu seperti berpuasa atau juga bisa
diartikan mengasingkan diri ke tempat yang sunyi dan juga dapat
diartikan melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu. Tirakatan dilakukan
berdasarkan kebutuhan dan tujuan masing-masing individu.
Dalam hal menahan hawa nafsu biasanya dilaksanakan karena
menginginkan suatu hal yang sedang dibutuhkan dalam kehidupan.
Agar hal tersebut terkabul atau terealisasi dalam hidupnya, oleh karena
itu manusia tersebut harus bertirakat dengan cara menahan hawa nafsu,
wujud dari menahan hawa nafsu tersebut biasanya dengan berpuasa
dengan harapan apa yang diminta akan terkabul.
Dalam hal mengasingkan diri ke tempat yang sunyi, hal ini
biasanya juga dilakukan untuk tujuan mendapatkan sesuatu atau hal
yang diinginkan, biasanya keinginan tersebut merupakan keinginan
yang besar, sehingga butuh usaha yang besar untuk mendapatkannya,
oleh karena itu bertirakat mengasingkan diri adalah usahanya.
Dalam hal melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu, hal ini
biasanya berbentuk suatu kegiatan, misalnya saja dalam hal
memperingati hari ulang tahun Republik Indonesia (HUT RI). Untuk
memperingati HUT RI, setiap malam jelang HUT RI atau tepatnya
malam tujuh belas Agustus masyarakat melaksanakan suatu kegiatan
tirakatan dengan berbagai rangakaian atau tahapan dan juga
perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan tersebut.
5. Hakikat Malem Pitulasan
Malem Pitulasan adalah salah satu bagian dari upacara adat di
Jawa yang dilaksanakan untuk memperingati Hari Ulang Tahun
Republik Indonesia (HUT RI). Tradisi ini masih berlangsung di Jawa,
biarpun tidak semua daerah di Jawa masih aktif menyelenggarakan.
Misalnya saja seperti di Kabupaten Ngawi yang terdiri dari beberapa
kecamatan. Dari beberapa kecamatan tersebut sebenarnya masih ada
beberapa yang masih menyelenggarakan tradisi ini, walaupun dari
beberapa desa yang ada di masing-masing kecamatan tersebut bisa
dihitung mana yang masih melaksanakan tradisi tersebut. Hal ini seperti
yang terjadi di Desa Manisharjo, walaupun terdiri dari beberapa dusun,
namun yang masih aktif menyelenggarkan tradisi hanyalah masyarakat
Dusun Ngariboyo.
6. Hakikat Antropologi Budaya
a. Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata anthropos
yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Mahjunir (1967:25)
memberikan definisi mengenai antropologi yakni suatu ilmu yang studi
sasarannya berupa manusia dan kebudayaan. Antropologi adalah suatu
ilmu yang mengkaji sifat-sifat manusia, Ihromi (2013:ix) menyatakan
bahwa tidak hanya sifat-sifat manusia yang menjadi kajian antropologi,
melainkan tentang siapa diri (manusia), tentang manusia lain yang
berbeda dengan dirinya. Dengan adanya perbedaan tersebut akan
berpengaruh terhadap cara mereka berinteraksi dengan manusia lain.
Perbedaan cara berinteraksi tersebut akan membentuk suatu pola yang
berwujud kebudayaan dalam masyarakat, sehingga dengan adanya hal
tersebutlah yang membuat kebudayaan dalam masyarakat sangat
melimpah dan beragam.
b. Pengertian Antropologi Budaya
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa antropologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia dan
kebudayaannya. Menurut Warsito (2015:12) antropologi budaya adalah
ilmu yang mempelajari manusia dari segi budayanya. Kebudayaan
terdiri atas bahasa, ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan,
agama, kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan,
larangan-larangan (Ihromi, 2013:7).
Berdasarkan pengertian di atas mengenai apa yang dimaksud
tentang antropologi budaya, pada kesempatan ini penulis akan mengkaji
tentang salah satu upacara adat di Jawa Timur, yaitu tradisi tirakatan
jelang HUT RI atau malem pitulasan di Dusun Ngariboyo, Desa
Manisharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi dengan
menggunakan pendekatan antropologi budaya.
Pada kesempatan sebelumnya, Verulitasari dan Cahyono telah
melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan antropologi
budaya pada tahun 2016 di Aceh. Hasil penelitian tersebut dimuat
dalam jurnal yang berjudul “Nilai Budaya dalam Pertunjukan Rapai
Geleng Mencerminkan Identitas Budaya Aceh”. Penelitian tersebut
berhasil mengungkap nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
pertunjukan Rapai Geleng.
c. Ruang Lingkup Antropologi Budaya
Seiring majunya perkembangan ilmu pengetahuan, antropologi
budaya termasuk salah satu bidang ilmu yang semakin hari semakin
mengalami perkembangan dalam penerapan suatu disiplin ilmu.
Antropologi budaya berkembang menjadi tiga cabang dalam kajiannya.
Ketiga cabang tersebut seperti yang dikemukakan oleh Al Sedais dalam
Kompasiana Beyond Blogging yaitu sebagai berikut:
1) Arkeologi
Arkeologi merupakan salah satu cabang ilmu antropologi
budaya. Siregar berpendapat, “Arkeologi merupakan ilmu yang
mempelajari masa lampau melalui benda yang ditinggalkannya”
(2019:200). Sejalan dengan hal tersebut Ma’aruf (2018:13) juga
menyatakan bahwa ilmu arkeologi itu mempelajari tentang
kebudayaan yang berupa peninggalan yang berwujud benda.
Peninggalan yang berwujud benda dalam hal ini seperti bangunan
yang dahulu digunakan untuk kepentingan hidup atau alat-alat yang
digunakan untuk perlengkapan sehari-hari. Berkaitan dengan
arkeologi, Saputra (2016:1) menyatakan bahwa dalam mengkaji
peninggalan kebudayaan masa lampau tersebut dapat melalui kajian
sistematis yang berupa penemuan, dokumentasi, analisis, dan
interpretasi data berupa artepak contohnya budaya bendawi, kapak
dan bangunan candi. Jadi arkeologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang benda peninggalan manusia di masa lalu yang
dapat dikaji secara sistematis misalnya melalui penemuan
dokumentasi analisis dan interpretasi data.
2) Antropologi Linguistik
Antropologi linguistik merupakan salah satu cabang ilmu
antropologi budaya. Mengenai hal tersebut Astrea memusatkan
pengkajian ilmu antropologi linguistik pada penyebaran bahasa
manusia di seluruh dunia (2017:52). Sejalan dengan hal tersebut,
Suci (2017:5) menambahkan bahwa antropologi linguistik itu
mempelajari asal mula timbulnya bahasa dan variasi bahasa dalam
kurun waktu yang sangat lama, bahkan hingga berabad-abad serta
juga mempelajari peran bahasa dalam masyarakat yang
mempengaruhi cara berkomunikasi manusia sesuai dengan budaya
yang berkembang dalam lingkungannya. Selanjutnya Perangin-angin
dan Sibarani berpendapat bahwa antropologi linguistik terbagi
menjadi tiga, yaitu 1) perfomansi, adalah kemampuan berbahasa
manusia yang ditunjukkan melalui perkataan, 2) indeks, adalah tanda
atau simbol yang digunakan sebagai penunjuk sesuatu dengan
konvensi atau sesuai dengan kesepakatan dan persetujuan
masyarakat, 3) partisipasi, merujuk pada entitas yang terlibat dalam
bahasa, entitas yang terlibat disini adalah unsur kemasyarakatan,
kolektivitas, dan interaktif yang akan membentuk suatu budaya
(2016:65).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antropologi
linguistik merupakan studi tentang bagaimana timbulnya bahasa dan
variasinya, serta bagaimana peran bahasa dalam masyarakat sesuai
kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
Antropologi linguistik terbagi menjadi tiga bidang yaitu perfomansi,
indeks, dan partisipasi.
3) Etnologi
Berbicara mengenai etnologi Murtono dan Ahsin (2019:218)
menyatakan pendapatnya sebagai berikut:
Etnologi perupakan ilmu tentang unsur atau masalah
kebudayaan suku bangsa dan masyarakat pendidikan suatu
daerah di seluruh dunia secara komparatif dengan tujuan
mendapatkan pengertian tentang sejarah dan proses evolusi serta
penyebaran kebudayaan umat manusian di muka bumi.
Berbicara mengenai etnologi Nur Susanti (2019:4-5) juga
berpendapat bahwa etnologi membahas tentang bangsa, suku bangsa
dan kebudayaannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa etnologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang kebudayaan bangsa
maupun suku bangsa dalam suatu masyarakat.

7. Hakikat Bahan Ajar


a. Pengertian Bahan Ajar
Menurut Djamarah, S.B dan Zain A (2010:44) bahan ajar
merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran,
sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan
disampaikan kepada anak didik. Komponen-komponen tersebut bisa
berupa informasi, alat maupun teks yang akan digunakan guru dalam
menyampaikan materi kepada peserta didik (Majid ,2008:173). Selain
itu Hamdani (2011:120) juga mengemukakan pendapatnya mengenai
bahan ajar yaitu segala bentuk bahan atau materi yang disusun secara
sistematis yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga tercipta lingkungan
atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Oleh karena hal
tersebut, seorang guru atau instruktor harus bisa membangun suasana
kelas yang menyenangkan agar peserta didik tidak merasa bosan,
tertarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran, dengan demikian
tujuan pembelajaran akan tercapai dalam artian materi akan dapat
tersampaikan dengan baik dan materi tersebut dapat diserap peserta
didik (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008:171).
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli mengenai bahan ajar
seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar merupakan alat, bahan maupun materi yang diperlukan guru
untuk melakukan pembelajaran di kelas. Alat, bahan, dan materi yang
dikemas secara sistematis akan menghasilkan bahan ajar yang
berkualitas, sehingga akan berdampak baik pada proses pembelajaran.
b. Fungsi Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas memiliki fungsi sebagai berikut, seperti yang
telah dijabarkan oleh Hamdani (2011:121) yaitu:
1) Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua kativitasnya
dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi
kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.
2) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya
dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi
kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya.
3) Alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran
Berdasarkan fungsi bahan ajar yang telah dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam hal ini guru memiliki peran penting dalam
pembentukan bahan ajar yang berkualitas. Bahan ajar yang berkualitas
tidak hanya berdampak pada kelancaran ketika proses belajar menagajar
di kelas, namun juga berdampak pada guru sendiri dalam menyiapkan
bekal dan kesiapan yang baik untuk menyampaikan materi kepada
siswa.
c. Jenis Bahan Ajar
Bahan ajar paling tidak terdiri dari empat jenis seperti yang
dikemukakan Majid (2008:174) antara lain sebagai berikut:
1) Bahan cetak (printed) antara lain seperti handout, buku, modul,
lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar,
model/maket.
2) Bahan ajar dengar (audio) antara lain seperti kaset, radio, piringan
hitam, dan compact disk audio.
3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) antara lain seperti video
compact disk, film.
4) Bahan ajar inetraktif (interactive teaching material) antara lain
seperti compact disk interaktif.
d. Tujuan Bahan Ajar
Tujuan dari penyusunan bahan ajar menurut Hamdani (2011:122)
adalah sebagai berikut:
1) Membantu sisiwa dalam mempelajari sesuatu. Segala sesuatu yang
didapat dalam sumber belajar, kemudian disusun dalam bentuk
bahan ajar. Hal ini membuka wacana dan wahana baru bagi siswa
karena materi ajar yang disampaikan adalah sesuatu yang baru dan
menarik.
2) Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar. Pilihan bahan ajar
yang dimaksud tidak hanya terpaku oleh satu sumber, melainkan dari
berbagai sumber belajar yang dapat dijadikan suatu acuan dalam
penyusunan bahan ajar.
3) Memudahkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru sebagai
fasilitator dalam kegiatan pembelajaran akan lebih mudah karena
bahan ajar disusun sendiri dan disampaikan dengan cara yang
bervariatif.
4) Agar pembelajaran menjadi lebih menarik. Dengan berbagai jenis
bahan ajar yang bervariatif diharapkan kegiatan pembelajaran tidak
monoton, hanya terpaku oleh satu sumber buku, atau di dalam kelas.
8. Pembelajaran Peristiwa Budaya di SMA
Peristiwa budaya merupakan salah satu wujud kebudayaan.
Kebudayaan di Indonesia sangat kaya dan beragam, antara daerah satu
dan daerah lainnya memiliki kebudayaan yang berbeda. Kebudayaan di
Indonesia sebagian besar berlangsung hingga menjadi sebuah
tradisi,yang mana pelaksanaannya berjalan secara rutin. Tentu saja hal
tersebut harus dijaga dan dilestarikan. Wujud pelestariannya dapat
melalui pembelajaran di sekolah. Sehubungan dengan penelitian yang
akan dilakukan di Jawa Timur, maka pada kesempatan ini peneliti akan
mengaitkan wujud pelestarian budaya melalui pembelajaran di Jawa
Timur yang mengacu pada Kurikulum 2013 dalam muatan lokal Bahasa
Jawa. Muatan lokal Bahasa Jawa tentang kebudayaan dan tradisi
tercantum pada pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA)
tepatnya kelas XI semester gasal dalam materi mengenai analisis
peristiwa budaya daerah sesuai karakteristik. Penjelasan mengenai hal
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar dan Indikator untuk SMA kelas XI
semester gasal.

Kompetensi Dasar Indikator


1.4 Mensyukuri anugerah Tuhan 1.4.1 Berdoa sebelum dan
akan keberadaan bahasa daerah dan sesudah melakukan kegiatan.
menggunakannya sebagai sarana 1.4.2 Memberikan salam pada
komunikasi dalam mengolah, saat dan akhir pelajaran
menalar, dan menyajikan informasi 1.4.3 Berkomunikasi
lisan dan tulisan untuk berbagai menggunakan bahasan daerah.
keperluan.
2.4 Memiliki perilaku peduli, cinta 2.4.1 Melibatkan diri dalam
tanah air, dan semangat berbagai kegaiatan upacara adat.
kebangsaan atas karya budaya yang 2.4.2 Melestarikan budaya
penuh makna. daerah.
3.2 Mengidentifikasi, memahami, 3.2.1 Menyebutkan macam-
dan menganalisis peristiwa budaya macam budaya daerah.
daerah sesuai karakteristiknya. 3.2.2 Menyebutkan contoh
budaya daerah yang berupa
kegiatan upacara adat setempat.
3.2.4 Menganalisis struktur
kegiatan upacara adat sesuai
karakteristik.
3.2.5 Menjelaskan pesan moral
dalam upacara adat.
4.2 Menanggapi peristiwa budaya 4.2.1 Memberi tanggapan tentang
daerah sesuai dengan peristiwa budaya.
karakteristiknya. 4.2.2 Menceritakan kembali
kegiatan upacara adat.
4.2.3 Mengomentari kegiatan
upacara adat.
4.2.4 Menulis laporan tentang
kegiatan upacra adat.
4.2.5 Mendemonstrasikan salah
satu kegiatan upacara adat.
4.2.6 Mengunggah laporan
kegiatan upacara adat ke internet.

B. Kerangka Berpikir
Pada dasarnya kerangka berpikir merupakan gambaran peneliti dalam
mengkaji sebuah masalah sebagai objek kajian peneliti. Pada kesempatan
ini peneliti akan mengkaji sebuah tradisi yaitu tradisi tirakatan malem
pitulasan di Dusun Ngariboyo yang di dalamnya termasuk tata cara
pelaksanaan dan makna dari setiap prosesi tersebut. Dengan pengkajian
terhadap tiga komponen tersebut diharapkan dapat mengungkap makna
yang sesungguhnya dari sebuah tradisi tirakatan malem pitulasan. Setelah
itu barulah peneliti berupaya mencari informasi apakah pengkajian
terhadap tradisi tersebut memiliki relevansi sebagai bahan ajar di Sekolah
Menengah Atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah
ini.
Materi Ajar Seblumnya
menggunakan Apa?

Tradisi Tirakatan Malem Pitulasan Dusun Ngariboyo


Kabupaten Ngawi dan Relevansinya sebagai Bahan
Ajar di Sekolah Menengah Atas Kelas XI

Langkah-langkah tradisi Makna filosofis dari setiap


tirakatan jelang HUT RI langkah tradisi tirakatan
(malem pitulasan) jelang HUT RI (malem
pitulasan)

Relevansi sebagai
bahan ajar di SMA

Tabel 2.2 Kerangka Berpikir dalam Penelitian tentang Tradisi Tirakatan jelang
HUT RI di Dusun Ngariboyo
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat merupakan hal utama dimana penelitian akan dilakukan.
Dalam penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian di dusun
Ngariboyo, desa Manisharjo, kecamatan Ngrambe, kabupaten Ngawi.
Observasi dilakukan pada 16 Agustus 2019, tepatnya pada malam hari
menejlang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI).
Penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap
pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Tahap dan Waktu Penelitian
Jenis Tahun 2019-2020
N Kegiatan Bulan
o. Ag Se O No De Ja Fe M Ap M Ju
st pt kt v s n b ar rl ei ni
1. Observasi
2. Pengajuan
Judul
3. Penyusun
an
Proposal
4. Pembuata
n
perizinan
penelitian
5. Pengump
ulan data
dan
analisis
data
6. Penyusun
an laporan
B. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian menurut Raco (2010:2-3) merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dimulai dengan penentuan
topik, pengumpulan data dan menganalisis data, sehingga nantinya
diperoleh suatu pemahaman dan penegrtian atas topik, gejala atau isu
tertentu. Metode yang digunakan peneliti yaitu metode penelitian
kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistik dan juga sering disebut juga sebagai metode etnografi.
Dikatakan metode penelitian naturalistik dikarenakan penelitian hanya
dilakukan pada keadaan yang benar-benar alami. Dikatakan metode
penelitian etnografi karena pada mulanya metode ini banyak digunakan
untuk bidang penelitian antropologi budaya (Sugiyono,2014:1). Cara
berpikir dalam metode kualitatif yakni cara berpikir induktif. Dalam cara
berpikir induktif, hal yang pertama dilakukan peneliti adalah melakukan
pengamatan terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang ada. Setelah
dilakukan pengamatan, barulah peneliti menyimpulkan hasil pengamatan
tersebut (Alfianika, 2018:11).
Pendekatan kualitatif menurut Rukajat (2018:6) merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada
kesempatan kali ini peneliti akan menggunakan pendekatan observasi.
Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah observasi atau
pengamatan terhadap setiap prosedur atau tata cara tradsi tirakatan jelang
HUT RI atau malem pitulasan.
C. Data dan Sumber Data
Etnografi meruapakan jenis penelitian dalam antropologi budaya.
Menurut Ihromi (2013:75) etnografi merupakan deskripsi dan analisis
tentang suatu masyarakat yang didasarkan pada penelitian lapangan,
menyajikan data-data yang bersifat hakiki untuk semua penelitian
antropologi budaya.
Etnografi adalah metodologi yang didasarkan pada pengamatan
langsung (Wijaya, 2018:2). Dengan begitu peneliti perlu mencatat dialog
subjek yang terlibat sebagai data penelitian, peneliti perlu menganalisis
dokumen yang diperoleh, selain itu peneliti juga perlu untuk bertanya
kepada informan maupun orang lain untuk memperkuat hasil penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peristiwa
Peristiwa dalam penelitian ini adalah peristiwa tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitulasan) yang terdapat di Dusun Ngariboyo,
Desa Manisharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi.
2. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah sesepuh Dusun Ngariboyo
untuk mengetahui bagaimana langkah dan makna tradisi tirakatan
jelang HUT RI dan juga guru SMA guna menanyakan relevansi kajian
ini dalam pembelajaran.
3. Dokumentasi
Dokumentasi di sini adalah foto dan rekaman berlangsungnya
tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulasan) yang terdapat di
Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo, Kecamatan Ngrambe, Kbaupaten
Ngawi dan juga rekaman hasil wawancara dengan sesepuh Dusun
Ngariboyo dimana dalam penelitian ini berperan sebagai informan.
D. Teknik Pengambilan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Rumusan masalah yang pertama yaitu bagaimana langkah-langkah
tradisi tirakatan menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia
(HUT RI) atau melem pitulasan di Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo
dari sudut pandang antropologi budaya. Teknik sampling untuk
rumusan masalah tersebut yaitu time sampling dan snowball sampling.
Cara yang pertama ditempuh dengan cara observasi secara langsung,
peneliti melakukan penelitian pada malam tanggal enam belas Agustus
tahun 2019. Cara yang kedua yaitu dengan bertanya kepada beberapa
informan, informan disini adalah beberapa sesepuh di Dusun
Ngariboyo.
2. Rumusan masalah yang kedua yaitu makna filosofis dari setiap
langkah dalam tradisi tirakatan menjelang Hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Indonesia (HUT RI) atau melem pitulasan di Dusun
Ngariboyo, Desa Manisharjo dari sudut pandang antropologi budaya.
Teknik sampling untuk rumusan masalah tersebut yakni snowball
sampling. Cara yang diambil yaitu dengan wawancara terhadap
beberapa informan, informan yang dimaksud adalah bebrapa sesepuh
di Dusun Ngariboyo.
3. Rumusan masalah yang ketiga yakni relevansi pengkajian tradisi
tradisi tirakatan menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia
(HUT RI) atau melem pitulasan di Dusun Ngariboyo sebagai bahan
ajar di SMA. Teknik sampling yang digunakan yakni snowball
sampling, dengan cara bertanya kepada beberapa guru Bahasa Jawa
SMA, sehingga akan diperoleh keterangan yang kuat mengenai
relevansi pengkajian tradisi tersebut.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah suatu cara bagaimana sebuah data
diperoleh. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi yang digunakan peneliti adalah observasi terus terang.
Sebab peneliti menyatakan secara terus terang sejak awal atau sebelum
peristiwa yang akan diobservasi berlangsung mengenai tujuan peneliti
kepada perangkat, sesepuh desa dan juga kepada sebagian masyarakat
yang berperan dalam keberlangsungan tradisi tirakatan jelang HUT RI
atau malem pitulasan (Sugiyono, 2014:66). Observasi dalam penelitian
ini adalah observasi terhadap bagaimana langkah-langkah tradisi
tirakatan jelang HUT RI atau malem pitulasan di Dusun Ngariboyo.
2. Wawancara
Wawancara yang digunakan peneliti yakni jenis wawancara tak
berstruktur, dimana peneliti memberikan pertanyaan secara garis besar
dan tidak membawa pedoman wawancara secara sistematis, dengan
begitu informanpun bebas menyampaiakn jawaban terkait pertanyaan
tanpa ada batasan sebab peneliti belum menyiapkan alternatif jawaban
(Sugiyono, 2014:74). Wawancara dilakukan kepada informan yakni
sesepuh Dusun Ngariboyo untuk memastikan makna filosofis dari
setiap langkah tradisi tirakatan jelang HUT RI atau malem pitulasan.
Wawancara juga dilakukan kepada informan yakni guru dan siswa
untuk mengetahui relevansi pengkajian tradisi tersebut sebagai bahan
ajar di SMA. Wawancara ditempuh dengan disertai catatan penulis
secara garis besar dan juga rekaman untuk membantu peneliti dalam
mengingat hasil wawancara berupa data yang telah diperoleh.
3. Analisis Dokumen
Dokumen dalam penelitian ini ada tiga. Yang pertama adalah
rekaman jalannya tardisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulalsan)
di Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo, Kecamatan Ngrambe,
Kabupaten Ngawi. Rekaman tersebut dibutuhkan untuk membantu
peneliti dalam mentranskrip setiap kalimat dari setiap prosesi, dengan
begitu diharapkan dapat membantu peneliti untuk menganalisis makna
tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulasan) secara mandiri.
Yang ke dua adalah rekaman hasil wawancara peneliti dengan sesepuh
Dusun Ngariboyo (informan) untuk mempermudah peneliti dalam
menganalisis data yang diperoleh. Yang ke tiga adalah foto setiap
prosesi tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulasan) di Dusun
Ngariboyo.
F. Teknik Uji Validitas Data
Teknik uji validitas data dilakukan untuk mengecek atau
memastikan kebenaran data. Dalam penelitian ini teknik uji validitas data
yang digunakan peneliti adalah triangulasi sumber data. Dimana data
yang telah peneliti dapatkan dari hasil observasi dan wawancara terhadap
informan pertama,dicek dengan cara wawancara dengan informan kedua,
ketiga, dan keempat (Sugiyono, 2014:84). Pada penelitian ini, yang
pertama peneliti lakukan adalah wawancara terhadap pembawa acara
ketika tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulasan) berlangsung.
Alasan pemilihan informaan tersebut karena beliau merupakan tokoh
kejawen yang sering berkontribusi ketika ada kegiatan budaya. Kemudian
hasil wawancara tersebut dicek pada informan ke dua ke tiga dan ke
empat. Informan yang ke dua yaitu sesepuh dusun, beliau merupakan
salah satu tokoh kejawen yang sering ngreog ketika ada kegiatan budaya
dan salah satunya termasuk ketika tirakatan jelang HUT RI (malem
pitulasan). Setelah itu, data yang diperoleh dari wawancara dengan
informan pertama di cek pada informan ke tiga. Informan yang ke tiga
dalam penelitian ini adalah sesepuh desa yang dipandang paham akan
seluk beluk kegiatan budaya yang berlangsung di Dusun Ngariboyo.
Kemudian yang terahir, data yang diperoleh dari wawancara dengan
informan pertama dicek pada infoman ke empat. Informan ke empat
dalam penelitian ini adalah modin yang merupakan tokoh desa yang
dipandang mengerti akan kegiatan budaya yang berlangsung di desa,
sebab dalam kegiatan apapun modin sering berperan dalam
keberlangsungannya, dalam hal tersebut termasuk ketika tradisi jelang
HUT RI (malem pitulasan). Dalam kegiatan tersebut modin berperan
sebagai pemimpin doa, sehingga peneliti berpikir bahwa modin paham
akan makna dari kegiatan tersebut, dan hal itulah yang menjadi alasan
peneliti dalam memilih modin sebagai informan yang ke empat dalam
penelitian ini.
G. Teknik Analisis Data (domain, taksonomi, komponensial)
Pada kesempatan ini peneliti menggunakan teknik analisis data
model Spradley. Terdapat empat tahapan analisis data yang dilakukan
dalam analisis data model Spradley seperti yang dikutip oleh Sugiyono.
Empat tahapan analisis data tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Analisis Domain
Analisis domain merupakan tahap awal dalam penelitian kualitatif.
Analisis domain bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara umum
mengenai objek yang akan diteliti. Suatu domain merupakan kategori
budaya yang terdiri atas tiga elemen yakni: cover term (nama suatu
domain budaya), included terms (nama-nama yang lebih rinci yang
terdapat dalam suatu kategori), dan semantic relationship (hubungan
semantik antar kategori) (Sugiyono, 2014:103).
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan analisis terhadap setiap
prosesi yang merupakan bagian dari langkah-langkah tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitulasan) di Dusun Ngariboyo. Salah satunya
adalah pembukaan (included terms). Pembukaan merupakan salah satu
bagian dari (semantic relationship) prosesi tradisi tirakatan jelang
HUT RI (malem pitulasan) di Dusun Ngariboyo (cover term).
2. Analisis Taksonomi
Setelah peneliti menemukan domain-domain atau kategori dari
objek yang akan diteliti, selanjutnya peneliti melakukan analisis
taksonomi. Analisis taksonomi merupakan analisis secara lebih rinci
terhadap data yang telah diperoleh berdasarkan domain yang telah
diketahui atau ditetapkan pada tahap analisis sebelumnya
(Sugiyono,2014:110).
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan analisis yang lebih
mendalam mengenai setiap langkah atau prosesi dari tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitulasan) di Dusun Ngariboyo. Peneliti juga
akan menguraikan ucapan dari masing-masing prosesi.
3. Analisis Komponensial
Setelah melakukan analisis domain dan analisis taksonomi,
selanjutnya peneliti melakukan analisis komponensial. Dalam analisis
komponensial, peneliti melakukan analisis pada domain-domain yang
telah ditemukan atau yang telah ditetapkan pada tahapan analisis yang
sebelumnya (Sugiyono, 2014:114).
Pada tahap ini peneliti akan melakukan analisis makna dari setiap
prosesi tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulasan) di Dusun
Ngariboyo. Analisis makna dilakukan berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa informan. Pada tahap ini peneliti akan menjabarkan
secara menyeluruh apa makna dari setiap prosesi tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitulasan) di Dusun Ngariboyo.
4. Analisis Tema Budaya
Analisis tema atau discovering cultural themes, pada dasarnya
merupakan suatu upaya untuk menemukan titik terang atau kejelasan
dari apa yang sebenarnya dicari. Jadi pada tahap ini merupakan tahap
dimana ditemukan suatu penghubung yang berupa hasil dari analisis
domain, analisis taksonomi, dan analisis komponensial.
Pada tahap ini peneliti akan melakukan analisis terhadap makna
sesungguhnya dari tradisi tirakatan jelang HUT RI (malem pitulasan)
di Dusun Ngariboyo. Peneliti melakukan analisis tersebut berdasarkan
hasil wawancara dengan beberapa informan.
Setelah mengeahui makna sesungguhnya dari tradisi tirakatan
jelang HUT RI (malem pitulasan) di Dusun Ngariboyo, selanjutnya
peneliti merelevansikan hal tersebut dengan bahan ajar di Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Jawa Timur. Tahap ini dilakukan dengan
wawancara terhadap guru bahasa Jawa dan beberapa siswa di SMA
Negeri 1 Ngrambe.
H. Prosedur Penelitian

1. Pendahuluan
Pada tahap ini kegiatan yang peneliti lakukan pertama kali yaitu
penyusunan judul, ketika judul sudah disusun selanjutnya judul
dikonsultasikan kepada pembimbing. Ketika judul sudah disetujui
pembimbing, peneliti segera menyusun proposal. Setelah proposal
selesai peneliti segera konsultasi kepada pembimbing.
2. Pengembangan Instrumen
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu menetapkan
instrumen penelitian yang meliputi tujuan penelitian, sumber data
penelitian, teknik sampling, teknik pengumpulan data, teknik uji
validitas data, dan teknik analisis data yang akan digunakan oleh
peneliti dalam melakukan penelitian. Kemudian melakukan seminar
proposal.
3. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti melakukan observasi secara langsung di
Dusun Ngariboyo, Desa Manisharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten
Ngawi. Peneliti mengamati makanan apa saja yang tersaji saat bancaan
dan bagaimana langkah-langkah bancaan. Peneliti juga melakukan
wawancara terhadap sesepuh desa berkaitan dengan makanan yang
tersaji saat bancaan, makna filosofis dari setiap makanan tersebut dan
langkah-langkah bancaan termasuk di dalamnya kata atau doa yang
dilantunkan. Peneliti juga melakukan wawancara dengan guru terkait
relevansi kajian terhadap tradisi bancaan sebagai bahan ajar di SMP.
4. Penulisan Laporan
Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan apa yang telah diobservasi,
apa yang telah ditanyakan kepada informan. Pendeskripsian tersebut
dituangkan dalam wujud kata-kata. Pendeskripsian ditulis secara
menyeluruh, tidak ada yang dihilangkan, tidak ada yang dikurangi, apa
adanya seperti apa yang telah diperoleh dari observasi dan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadani, I.K., Amri,S., & Elisah,T. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah


Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Al, S. M. Kompasiana Beyond Blogging. Diperoleh pada 30 April 2020, dari

https://www.kompasiana.com/daishg/56fe814da123bd2d091a9db5/ruang
-lingkup-antropologi-dan-pentingnya-antropologi?page=all
Alfianika, N. (2018). Buku ajar metode penelitian pengajaran bahasa
Indonesia. Deepublish.
Anam, A. K. (2017). SESAJI SEBAGAI TITIK TEMU BUDAYA ISLAM
JAWA PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA NGEBONG
KECAMATAN PAKEL KABUPATEN TULUNGAGUNG. Diperoleh
pada 29 April 2020, dari
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6270/
Astrea, K. (2017). HIPOTESIS SAPIR-WHORF DALAM PROSES
TOPONIMI KABUPATEN TUBAN (KAJIAN ANTROPOLOGI
LINGUISTIK). Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(1), 49-56. Diperoleh
pada 8 Mei 2020, dari
http://jurnal.appibastra.or.id/index.php/bastra/article/view/100
Baal, J. Van. (1988). Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya
(Hingga Dekade 1970). Jakarta: Gramedia.
Cathrin, S. (2017). Tinjauan Filsafat Kebudayaan Terhadap Upacara Adat
Bersih-Desa Di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur. Jurnal Filsafat, 27(1), 30-64. Diperoleh pada 18 Maret 2020,
dari
Chalid, S.H, dkk. (1985). Upacara Tradisional dalam Kaitannya dengan
Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Sulawesi Tengah. Sulawesi
Tengah: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Daud, W., Arifin, S., & Dahlan, D. (2018). ANALISIS TUTURAN TRADISI
UPACARA LADUNG BIO’SUKU DAYAK KENYAH LEPO’TAU DI
DESA NAWANG BARU KECAMATAN KAYAN HULU
KABUPATEN MALINAU: KAJIAN FOLKLOR. Ilmu Budaya (Jurnal
Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya), 2(2), 167-174.
Djamarah, S.B & Zain,A. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Fatimah, R., Arum, P. D. A., Ratnasari, T. A., & Dewi, S. (2019). Nilai-Nilai
Pancasila Dalam Budaya Larung Sesaji Gunung Kelud Sebagai Harapan
Untuk Menciptakan Pertanian Gemah Ripah Loh Jinawi Di Kediri Jawa
Timur. Studi Budaya Nusantara, 3(2), 109-116.
GANJAR NUGRAHA, M. O. C. H. A. M. A. D., & Irianto, D. (2018).
KELAYAKAN MEDIA MINIATUR PONDASI DAN PERANGKAT
PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN KONSTRUKSI
BANGUNAN KELAS X TGB DI SMK. Jurnal Kajian Pendidikan
Teknik Bangunan, 2(2/JKPTB/18).
Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Diperoleh pada 15 April 2020, dari
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6270/
Ihromi, T.O. (Ed). (2013). Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Iskandarwassid & Sunendar,D. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Diperoleh pada 20 Maret 2020, dari
journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/22841
Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2002). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusuma, C. N. I. A. N. (2019). Grebeg Maulud sebagai Upacara Labuhan
Gunung Merapi di Yogyakarta.
Mahjunir. (1967). Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan Kebudajaan.
Jakarta: Bharata.
Majid,A. (2008). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ma'ruf, A. (2018). Wayang golek sebagai warisan budaya Islam Sunda
perspektif arkeologis: studi protoype, pakem, karakteristik dan ketokohan
(Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/15704
Muliani, M., Khaeruman, K., & Dewi, C. A. (2019). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) Berorientasi
Green Chemistry Untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa Pada Materi
Asam Basa. Hydrogen: Jurnal Kependidikan Kimia, 7(1), 37-45.
Murtono, M., & Ahsin, M. N. (2019). PENGEMBANGAN MODEL
PEMBELAJARAN ETNOLINGUISTIK BERBASIS NILAI-NILAI
ISLAM NUSANTARA UNTUK MAHASISWA PGSD. Refleksi
Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 9(2). Diperoleh pada 10 Mei
2020, dari
https://jurnal.umk.ac.id/index.php/RE/article/view/3197
Nadia, Z. (2017). Tradisi Tirakatan Bagi Masyarakat Santri Yogyakarta:
Studi atas Tradisi Malam Tirakatan dalam Rangka Tujuh Belas Agustus
pada Masyarakat Kauman dan Mlangi Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Citra
Ilmu, 13(25), 61-76. Diperoleh pada 10 Mei 2020, dari
http://ejournal.stainutmg.ac.id/index.php/JICI/article/view/16
NUR SUSANTI, S. U. R. U. R. I. (2019). Tradhisi Kebo-Keboan ing Desa
Alasmalang lan Tradhisi Keboan ing Desa Aliyan Kabupaten
Banyuwangi. BARADHA, 7(2).
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/baradha/article/view/
28507
Patilima, H. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Perangin-angin, A. B., & Sibarani, R. (2018). Teori Duranti dalam Tradisi
Mengket Rumah Mbaru pada Masyarakat Karo. Jurnal Penelitian
Pendidikan Sosial Humaniora, 1(2), 115-122. Diperoleh pada 10 Mei
2020, dari
http://www.umnaw.ac.id/jurnal/index.php/pendidikan/article/download/
57/50
Pradanta, S. W., Sudardi, B., & Subiyantoro, S. (2015). KAJIAN NILAI-
NILAI BUDAYA JAWA DALAM TRADISI BANCAAAN WETON DI
KOTA SURAKARTA (Sebuah Kajian Simbolisme dalam Budaya Jawa).
LINGUA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 12(2), 155-172.
Purwatiningsih, A. P., Adinugraha, H. H., & Anas, A. (2018). Peran Tingkat
Pendidikan dan Keikutsertaan Kajian Fiqih pada Praktik Filantropi. Al-
Urban: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, 2(1), 24-31.
Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Grasindo.
Rukajat, Ajat. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif. Deepublish:
Yogyakarta.
Ruswanto, W. (2014). Pengantar Antropologi. Diperoleh pada 30 April 2020,
dari
http://repository.ut.ac.id/4295/2/ISIP4210-TM.pdf
Saputra, M. D. T. (2016). Peta Digital Situs-Situs Arkeologi di Daerah
Yogyakarta (Doctoral dissertation, UII). Diperoleh pada 10 Mei 2020,
dari
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/3783
Sari, D. A. A. (2017). Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten
Boyolali. Haluan Sastra Budaya, 1(2), 147-161.
Sawitri, S. (2017). PAKET MENU MAKANAN KEMBUL BUJANA
(BANCAAN) DI ERA GLOBALISASI SEBAGAI SARANA
PELESTARIAN KULINER PENDIDIKAN KARAKTER. Jurnal
Bahtera-Jurnal Pendidikan Bahasa Sastra dan Budaya, 4(8).
Sendra, I Made, dkk. (2013. Fungsi dan Makna Upacara Ngusaba Gede
Lanang Kapat di Desa Adat Trunyan Kecamatan Kintamani Kbupaten
Bangli. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
SENI, F. P. B. D. BAHAN AJAR ANTROPOLOGI. Diperoleh pada 30 April
2020, dari

http://file.upi.edu/Direktori/FPSD/JUR._PEND._SENI_RUPA/19650111
1994121-TASWADI/BAHAN_AJAR.pdf
Sholikhah, U. N., & Mardikantoro, H. B. (2020). Satuan-Satuan Lingual
Dalam Tradisi Ngalungi Di Desa Sekarsari Kecamatan Sumber
Kabupaten Rembang. Jurnal Sastra Indonesia, 9(1), 28-37.
Siregar, S. M. (2019). PARADIGMA DALAM ILMU ARKEOLOGI.
ISTORIA: Jurnal Pendidikan dan Sejarah, 15(2). Diperoleh pada 8 Mei
2020, dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/istoria/article/view/26781
Suci, A. P. (2017). POLA BERTUTUR ANAK KEPADA ORANG TUA
(Studi Antropologi Linguistik Pada IV Keluarga Minangkabau di Kota
Solok) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas). Diperoleh pada 10
Mei 2020, dari
http://scholar.unand.ac.id/28088/
Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Syarifuddin, D. (2018). PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF
NILAI DAYA TARIK WISATA. Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure,
15(1), 19-32.
Tri, M., Khoiriyah, H., & Ag, M. (2017). NILAI-NILAI KESALEHAN
SOSIAL DALAM TRADISI SUMUR KAWAK DI MASYARAKAT
DUSUN JETAK TANI DUYUNGAN SIDOHARJO SRAGEN
(Doctoral dissertation, IAIN Surakarta).
Typo Online. (2016). Diperoleh pada 8 Mei 2020, dari
https://typoonline.com/kbbi/tirakatan
Ulya, I. (2018). Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni: Studi Tradisi
Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati, Jawa
Tengah. Edukasia Islamika, 116-130. Diperoleh pada 29 April 2020, dari
Urwatun, N. (2018). Pemanfaatan Barang Bekas sebagai Bahan Ajar (APE)
untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa pada Mata Pelajaran IPA Materi
Pengelompokan Hewan Berdasarkan Makanan. Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo.
Van Peursen, C. A., van Peursen, C. A., & Hartoko, D. (2000). Strategi
kebudayaan. Kanisius.
Verulitasari, E., & Cahyono, A. (2016). Nilai Budaya Dalam Pertunjukan
Rapai Geleng Mencerminkan Identitas Budaya Aceh. Catharsis, 5(1), 41-
47. Diperoleh pada 8 Mei 2020, dari
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/13118
Wardani, T. S. (2017). Upacara Adat Mantu Kucing di Desa Purworejo
Kabupaten Pacitan (Makna Simbolis dan Potensinya Sebagai Sumber
Pembelajaran Sejarah). AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN
PEMBELAJARANNYA, 7(01).
Warsito. (2015). Antropologi Budaya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Widagdho, D. (2015). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Wijaya, H. (2018). Analisis Data Kualitatif Model Spradley (Etnografi).
Wiranata, I. G. A., & SH, M. (2011). Antropologi Budaya. Citra Aditya

Anda mungkin juga menyukai