Anda di halaman 1dari 14

“Peran komunikasi antar budaya dalam membangun iklim komunikasi harmonis di kalangan

mahasiswa multi cultural public relation universitas mercubuana menteng jakarta”

Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Besar 2 sebagai Syarat Kelulusan Mata Kuliah komunikasi
antar budaya yang di ampu oleh :

DRS. NONO SUNGKONO, MM

Disusun oleh:

Ana Komala Sintia D 44218120052

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

2021
Abstrak

Makalah ini mengenai bagaimana dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa dalam
menjaga harmonisasi. Mahasiswa disini adalah mahasiswa universitas mercubuana . Penelitian ini
memfokuskan untuk mengetahui bagaimana dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan
mahasiswa univrsitas mercubuana , apa saja yang menjadi hambatan-hambatannya serta upaya apa
yang dapat dilakukan dalam menjaga harmonisasi di kalangan mahasiswa universitas mercubuana
tersebut. Setelah melakukan penelitian terhadap 96 orang mahasiswa yang menjadi responden,
peneliti mendapati bahwa mahasiswa universitas mercubuana sudah cukup baik menjalani kehidupan
antarbudaya dan menjaga hubungan harmonis dengan teman yang berbeda budaya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya sangat penting dipahami di tengah lingkungan yang
memiliki berbagai suku bangsa yang berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda seperti di
Indonesia, terkhusus di lingkungan kampus .
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang multikultural. Multikulturalisme adalah gejala pada
seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu
kebudayaan (KBBI online). Multikulturalisme yang dimiliki bangsa Indonesia ini merupakan satu
faktor yang tidak dapat dihindari. Keberagaman tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam
kegiatan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Sementara itu banyak penelitian yang menggambarkan dinamika komunikasi antarbudaya dalam
beberapa konteks yang berbeda-beda. Seperti halnya bahasa, budaya yang berbeda, gaya hidup yang
berbeda, makanan hingga pada hambatan-hambatan yang mereka alami ketika berbeda budaya dengan
orang lain di sekitarnya. Hal tersebut pastinya pernah dihadapi oleh hampir semua orang tanpa
terkecuali, dan cara menghadapi situasi seperti ini pastinya berbeda pada diri satu individu dengan
individu lainnya.

Komunikasi Antarbudaya merupakan bentuk kegiatan yang berkaitan erat dengan bagaimana
aktivitas kebudayaan dan komunikasi saling berkaitan. Komunikasi mempengaruhi aktivitas
kebudayaan dan aktivitas kebudayaan dapat berjalan dengan baik melalui komunikasi. Komunikasi
antarbudaya memiliki beberapa prinsip yang penting untuk dipahami ketika kita berkomunikasi
dengan orang lain. Tiga prinsip penting dalam komunikasi antarbudaya yang dikemukakan oleh
Sarbaugh (Tubbs dan Moss, 2005:240) , yaitu: 1). Sistem sandi bersama, 2). Kepercayaan dan
perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi, 3). Tingkat mengetahui dan
menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Prinsip komunikasi antarbudaya tersebut menjelaskan
apa-apa saja yang menjadi dasar ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya. Dengan
memahami prinsip-prinsip tersebut, akan menjelaskan hal apa saja yang dapat menjadi hambatan
ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dan apa sebabnya. Ketika kita memahami
prinsip tersebut, maka kita akan lebih memahami bagaimanakah komunikasi antarbudaya itu dan apa
yang dapat dilakukan supaya komunikasi antarbudaya berjalan dengan baik (efektif).

Sebagai mahasiswa yang berkuliah di kampus mercubuana , banyak melihat bagaimana hidup
berinteraksi dengan teman yang berbeda budaya. Banyak yang mengalami kesalahpahaman ketika
berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Hal tersebut akhirnya tertarik untuk meneliti Komunikasi
antarbudaya dari aspek dinamika dalam kaitannya dengan menjaga harmonisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan tersebut, peneliti merumuskan permasalahan
adalah:

1. “Bagaimanakah Dinamika Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa Mercubuana


Jurusan public Relation dalam Menjaga Harmonisasi?”

2. “Apa saja hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang terjadi di kalangan


mahasiswa Public Relation ?”

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa Public


Relation.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang terjadi di kalangan


mahasiswa Public Relation .
BAB II
SISTEMATIKA PENULISAN

2.1 Kerangka Konsep

BAB I: Pendahuluan

Bab ini peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II: Sistematika Penulisan

Bab ini peneliti menguraikan kerangka konsep, rujukan teori yang di ambil dari jurnal
nasional dan internasional.

BAB III: Pembahasan

Bab ini peneliti menguraikan tentang seluruh pembahasan dari makalah mulai dari rumusan
sampai dengan tujuan makalah ini dibuat.

BAB IV: Kesimpulan & Saran

Bab ini peneliti akan memberikan kesimpulan serta saran terkait dari seluruh isi dari makalah.
2.2 Jurnal Nasional Ilmu Komunikasi 2012

Komunikasi antar budaya di kalangan mahasiswa ( studi tentang komunikasi antar budaya di
kalangan mahasiswa etnis batak dengan mahasiswa etnis jawa di universitas sebelas maret
surakarta )

Etnis Batak merupakan salah satu etnis yang ada di Indonesia. Sebagai salah satu etnis yang
memiliki kebiasaan merantau terbesar dibandingkan etnis yang lain di Indonesia. Berada di tengah
masyarakat global, mahasiswa etnis Batak tetap mempertahankan adat istiadat dan kebiasaan mereka
di daerah tempat mereka merantau. Memadukan dua etnis yang berbeda latar belakang budaya yakni
etnis Batak dan etnis Jawa dalam menjalankan kehidupan bersama di Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Tujuan penelitian ini diantaranya adalah:

(a) mengetahui bentuk hambatan dalam komunikasi antar budaya melalui interaksi antar etnis yakni
mahasiswa keturunan etnis Batak Universitas Sebelas Maret Surakarta. (b) mengetahui hambatan apa
sajakah yang muncul dalam komunikasi antarbudaya mahasiswa etnik Batak dengan mahasiswa etnik
Jawa di Universitas Sebelas Maret (c) peran komunikasi antar budaya dalam menciptakan efektivitas
komunikasi antar budaya dikalangan mahasiswa keturunan etnik Batak dan etnik Jawa di Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan lama penelitian selama satu bulan.
Informan diantaranya adalah mahasiswa etnis Batak ada di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Informan ini ditentukan berdasarkan purposive sample, atau sample bertujuan dengan menggunakan
jenis snowball atau chain sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara,observai dan
analisis dokumen. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman,
sedangkan keabsahan data diuji melalui trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan (a) Terdapat beberapa hambatan yang muncul di dalam proses komunikasi
antarbudaya di kalangan mahasiswa etnis Batak yang ada di Universitas Sebelas Maret Surakarta
sendiri seperti stereotipe, diskriminasi, jarak sosial (social distance), keterasingan (alienasi culture),
dan ketidakpastian (uncertainty) / kecemasan (anxiety) yang dialami oleh mahasiswa etnis Batak.
Hambatan yang muncul disebabkan adanya image yang melekat pada orang Batak yakni galak dan
kasar sehingga mempengaruhi komunikasi antarbudaya mereka dengan mahasiswa yang berbeda etnis
dengan mereka seperti banyak yang segan bahkan takut karena mereka dianggap kasar dan galak oleh
teman-teman yang berbeda etnis dengan mereka (b) peran dari komunikasi antarbudaya dalam
efektivitas komunikasi antarbudaya diantara mahasiswa etnik Batak dengan mahasiswa etnik Jawa
yang ada di Universitas Sebelas Maret Surakarta sangatlah penting terutama dalam mengatasi adanya
hambatan serta perbedaan latar belkang budaya yang ada. Dalam kenyataan sosial yang terjadi
dikalangan mahasiswa etnik Batak di Universitas Sebelas Maret Surakarta mereka tidak dapat
dikatakan berinteraksi sosial jika tidak melakukan komunikasi.Adanya toleransi dan kemampuan
mahasiswa etnik Batak untuk menyesuaikan kebudayaan pribadinya dengan kebudayaan yang sedang
dihadapinya meskipun kebudayaan yang mereka hadapi sanglah berbeda dengan kebudayaan yang
mereka miliki.

2.3 Jurnal Nasional Penelitian Lubis (2012)

“Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan”

komunikasi antarbudaya mempengaruhi pandangan dunia etnis Tionghoa dan pribumi di kota
Medan. Tiga elemen pandangan dunia yang diteliti meliputi agama atau kepercayaan, nilai-nilai dan
perilaku, yang merupakan bagian dari teori persepsi budaya menurut Larry A.Samovar, Richard
E.Porter dan Edwin R.McDaniel. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan
fenomenologi yang bertujuan melihat berbagai situasi atau realitas sosial yang berlaku terhadap etnis
Tionghoa dan pribumi di kota Medan. Penelitian menggunakan wawancara mendalam terhadap
sejumlah informan etnis Tionghoa dan pribumi. Selain itu, pemerhatian dan analisis kepustakaan yang
berhubungan dengan penelitian ini. Analisis data ditulis dalam bentuk naratif induktif. Hasil penting
penelitian menunjukkan bahwa agama atau kepercayaan merupakan satu yang hak dan tidak dapat
dipaksa. Namun melalui perkawinan antara etnis Tionghoa dan pribumi maka terjadinya perpindahan
agama kepada Islam dan Kristen sehingga pandangan keagamaanpun berubah. Selain itu, komunikasi
antarbudaya dapat mengubah cara pandang terhadap nilai-nilai budaya Tionghoa dan Pribumi di kota
Medan. Dengan demikian mendorong perilaku individu menjadi positif dan sekaligus pandangan
dunianya.

2.4 Jurnal international

“Study of the relationship between intercultural sensitivity and intercultural communication


competence among international postgraduate students: A case study at University Malaysia
Pahang”

In the ever-growing multicultural environments, interactions with people from different


cultural backgrounds could be the essential part of personal and professional lives of all individuals.
Intercultural sensitivity and intercultural communication competence as the main attributes of
intercultural communication help individuals to conduct successful interactions with different people.
Intercultural sensitivity belongs to the personal perception and inspiration of individuals towards
cultural differences, and intercultural communication competence refers to skills and abilities that
enable individuals to conduct proper interactions in diversified environments. It means that
intercultural sensitivity helps individuals to initiate interactions with different people, and their
intercultural communication competence helps them to have proper and continuing interactions.
Based on the results from this study, the improvement of intercultural sensitivity and intercultural
communication competence among people from different social and cultural backgrounds could
enable them to perform proper and effective interactions and to establish helpful relationships to
connect different cultures and societies.

2.5 jurnal international

“Intercultural Communication Competence: a study about the Intercultural Sensitivity of


university students based on their education and international experiences”

Globalisation refers to not only the transferring of goods and services but also people,
knowledge, technology, business and even cultures. These triggers of globalisation add new concepts
to the literature one of which is Intercultural Communication Competence (ICC). Education is one of
the key factors in the way to ICC. This study aims to analyse the Intercultural Sensitivity (IS) levels
of university students and the contribution of education and intercultural experience on the formation
of ICC. Findings of the study have revealed that students’ respect for different cultures improves with
the level of engagement in international interactions.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Dinamika Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi yang berlangsung di antara individu yang berbeda latar belakang budaya mengalami
banyak hambatan yang disadari atau tidak disadari, sehingga terlihat adanya dinamika antara peserta
yang berkomunikasi tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan dalam
dinamika komunikasi antarbudaya (Lubis, 2012:45-52), yaitu:

1. Komunikasi Bersifat Dinamis


Komunikasi bersifat dinamis maksudnya ialah komunikasi merupakan aktivitas orang-orang yang
berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi dan mengalami perubahan pola-pola, pesan
dan saluran.
2. Komunikasi Bersifat Interaktif
Komunikasi tidak hanya melibatkan 2 atau 3 orang, melainkan melibatkan beberapa kelompok,
organisasi, publik maupun massa.
3. Komunikasi Bersifat Irreversibel
Komunikasi bersifat irreversibel maksudnya pesan tidak dapat ditarik kembali setelah
disampaikan. Sekali penerima telah dipengaruhi oleh pesan pertama, pengaruh dari pesan
tersebut tidak dapat ditarik kembali meskipun dilakukan koreksi melalui penyampaian pesan
yang baru.
4. Komunikasi Selalu Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial
Faktor lingkungan fisik dianggap mempengaruhi proses komunikasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh konteks sosial menjadi sangat dominan dalam kehidupan
paternalistik dan tradisional seperti Jawa dan Asia pada umumnya. Konteks sosial ini agak
melemah ketika berada dalam masyarakat egaliter dan demokrasi yang tinggi seperti Amerika
Serikat.

3.2 Harmonisasi dalam Komunikasi Antarbudaya

Secara sederhana, kata Harmonisasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tercapai
keselarasan dan kedamaian tanpa ada perselisihan dan ketidaksepahaman. Sebuah tatanan masyarakat
sangat memerlukan sebuah harmonisasi struktur, baik struktur norma maupun struktur lembaga. Dua
hal yang menjadi kata kunci adalah faktor suprastruktur dan infrastruktur. DeVito mengemukakan
beberapa faktor yang menjadi penentu efektivitas komunikasi antarpribadi (Liliweri, 2001:173-174),
yakni:
1. Keterbukaan. Secara ringkas, keterbukaan ialah: 1). Sikap seorang komunikator yang
membuka semua informasi pribadinya kepada komunikan dan menerima semua informasi
yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi, 2). Kemauan
seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari
komunikan, dan 3). Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang
komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suatu situasi tertentu
2. Sikap Empati. Sikap empati ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan
memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri, jadi ia berpikir, berasa, berbuat
terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, berasa, dan berbuat terhadap dirinya sendiri.
3. Perasaan Positif. Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya,
komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari
ancaman, tidak dikritik dan tertantang).
4. Memberikan Dukungan. Memberikan dukungn ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami
komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang.
5. Memelihara Keseimbangan. Memelihara keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara
komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa, dan
bertindak.

Teori Komunikasi antarbudaya dikaitkan dengan pengertiannya menunjukkan bahwa di lingkungan


Mahasiswa Public Relation telah berlangsung komunikasi antarbudaya diantara para mahasiswa. Hal
ini dibuktikan dengan adanya komunikasi yang berlangsung di antara para mahasiswa yang datang
dari latarbelakang budaya yang berbeda. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sarbaugh (Tubss dan
Moss, 2005:240), bahwa ada tiga prinsip penting dalam komuniksi antarbudaya, yaitu:

1). Sistem sandi bersama

2). Kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi

3). Tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain.

Ketiga prinsip komunikasi antarbudaya di atas, penting dipahami agar komunikasi yang
berlangsung di antara individu yang berbeda budaya dapat berjalan dengan efektif. Lubis (2012)
menyatakan ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam rangka mencapai efektivitas
komunikasi antarbudaya tersebut, antara lain: 1). Komunikasi bersifat dinamis, 2). Komunikasi
bersifat interaktif, 3). Komunikasi bersifat irreversibel, dan 4). Komunikasi berlangsung dalam
konteks fisik dan sosial. Karakteristik-karakteristik ini, ketika dikaitkan dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa para mahasiswa berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Tidak mungkin
mereka tidak menjalin komunikasi satu dengan yang lain. Untuk itu, mereka lebih menyesuaikan
pola-pola pesan dan salurannya agar dapat tetap berkomunikasi, seperti lebih membuka diri kepada
mahasiswa lain dan tidak memandang budayanya yang paling baik dibandingkan budaya orang lain.

Mahasiswa, ketika berkomunikasi satu dengan yang lain lebih banyak berkomunikasi dalam
jumlah yang kecil yaitu sekitar 3-5 orang. Meskipun demikian, ada juga responden yang
berkomunikasi dalam kelompok yang lebih besar maupun lebih kecil. Ketika seorang mahasiswa
berkomunikasi dengan 7 mahasiswa lainnya, tidak mungkin tidak pernah terjadi kesalahan baik dalam
pengucapan maupun dalam sikap sehingga ia akan meralat perkataan maupun sikapnya tersebut agar
terlihat lebih baik. Namun, apa yang pertama kali diucapkan dan sikap yang pertama kali
ditunjukkanlah yang lebih melekat pada komunikan. Hal inilah yang sering menimbulkan
kesalahpahaman ketika mahasiswa berkomunikasi dengan mahasiswa lain sehingga dapat
menimbulkan suasana yang canggung.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa lebih banyak berkomunikasi di
lingkungan kampus seperti ruang kuliah, taman kampus, kantin dan lingkungan kampus lainnya.
Namun, tempat yang paling sering mereka gunakan untuk berkomunikasi adalah ruangan kuliah. Hal
ini disebabkan karena di ruangan kuliahlah mereka paling sering bertemu. Jadi, dapat dikatakan
bahwa mahasiswa berkomunikasi sesuai dengan lingkungan sosialnya.

Komunikasi antarbudaya sangat erat kaitannya dengan komunikasi antarpribadi. Ketika


seorang individu melakukan komunikasi antarbudaya, maka dia juga telah melakukan komunikasi
antarpribadi. Oleh karena itu, faktor penentu efektivitas komunikasi antarbudaya sama dengan faktor
penentu efektivitas komunikasi antarpribadi. Menurut DeVito (1978), faktor-faktor yang menjadi
penentu efektivitas komunikasi antarpribadi dalam kaitannya menjaga harmonisasi, yaitu: 1).
Keterbukaan, 2). Sikap empati, 3). Perasaan positif, 4). Memberikan dukungan, dan 5). Menjaga
keseimbangan. Keterkaitan antara faktor-faktor tersebut dengan hasil penelitian ditunjukkan sebagai
berikut.

Mahasiswa sudah bersikap terbuka akan informasi yang dibagikan maupun yang diterima,
bereaksi jujur terhadap informasi yang disampaikan komunikan, dan memikirkn bahwa apa yang
dinyatakannya merupakan tanggungjawabnya kepada komunikan pada situasi tertentu, sehingga
komunikasi yang terjalin sudah cukup efektif dan tingkat ketidakpastian pun sudah berkurang.
Mahasiswa juga sudah mampu menerima dan memahami orang lain seperti menerima dirinya sendiri.
Mahasiswa sudah mampu untuk bersikap terbuka, sehingga tidak sulit bagi mereka menumbuhkan
sikap empati terhadap mahasiswa lain yang berbeda budaya dengannya. Hal ini dikarenakan ia lebih
mampu memahami komunikan.

Perasaan positif terbukti mampu mempengaruhi keadaan yang harmonis dalam penelitian ini.
Ketika seorang mahasiswa merasa situasi yang melibatkan dirinya dan temannya yang berbeda
budaya sangat mendukung dimana tidak ada perasaan terancam, tidak dikritik dan tertantang , maka
akan semakin mudah baginya untuk berkomunikasi dengan temannya tersebut. Situasi terbebas dari
ancaman, tidak dikritik ataupun ditantang ini telah dicapai oleh para mahasiswa sehingga komunikasi
yang berlangsung dapat berjalan dengan baik. Selain itu, ketika kesempatan dalam berpikir, berasa,
dan bertindak seimbang, maka komunikasi dapat berjalan dengan adil sehingga meminimalisir
kemungkinan untuk kesan negatif komunikator terhadap komunikan sehinga suasananya dapat
harmonis. Hal ini telah terlihat dari jawaban responden yang menyatakan bahwa kesempatan mereka
dalam berpikir, berasa, dan bertindak sudah cukup seimbang.

Dari penelitian yang dilakukan peneliti untuk melihat hubungan antara tingkat keterbukaan
terhadap kepahaman akan informasi yang disampaikan, dilihat adanya hubungan yang cukup
signifikan. Dimana peneliti mendapati 8 bahwa tingkat keterbukaan seorang mahasiswa ketika
berkomunikasi dengan mahasiswa lain yang berbeda budaya sangat mempengaruhi tingkat
kepahaman akan informasi yang disampaikan. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan untuk
melihat hubungan penggunaan bahasa daerah terhadap tingkat kesalahpahaman, terlihat juga memiliki
keterkaitan. Dimana dapat dilihat ketika mahasiswa sebagai komunikator jarang menggunakan bahasa
daerahnya dalam berkomunikasi dengan mahasiswa lain, maka akan jarang terjadi kesalahpahaman.

Jadi, semakin sedikit mahasiswa menggunakan bahasa daerah maka akan semakin kecil
kemungkinannya terjadi kesalahpahaman. Dari uraian yang telah dijelaskan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa dinamika komunikasi antarbudaya yang terlihat di kalangan mahasiswa Public
Relation sudah berjalan cukup baik (harmonis). Hal ini dapat dilihat dari kecilnya tingkat
kesalahpahaman yang terjadi ketika berkomunikasi dengan mahasiswa yang berbeda budaya, selain
itu para mahasiswa juga sudah berbaur dengan mahasiswa yang berbeda budaya dengannya serta
menjalin hubungan yang harmonis.
BAB IV

PENUTUP DAN SARAN

Dari hasil pembahasan makalah yang telah di dapatkan, peneliti menyimpulkan bahwa:

1. Komunikasi antarbudaya sangat penting dipahami di tengah lingkungan yang memiliki berbagai
suku bangsa yang berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda seperti di Indonesia, terkhusus
di lingkungan kampus mahasiswa Public Relation.

2. Komunikasi antarbudaya yang terjalin di lingkungan mahasiswa Public Relation sudah cukup
harmonis

3. Sudah jarang terjadi kesalahpahaman yang dapat menghambat proses komunikasi di antara
mahasiswa yang berbeda

4. Ketika mahasiswa mampu untuk bersikap terbuka dan jujur ketika berkomunikasi dengan
mahasiswa lain yang berbeda budaya, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk mencapai hubungan
yang lebih baik

Adapun saran-saran yang ingin di sampaikan, adalah:

1. Agar para mahasiswa diajarkan lebih dalam mengenai komunikasi antarbudaya karena hal tersebut
sangat penting dipahami mahasiswa agar mereka mengerti bagaimana cara untuk berinteraksi dengan
teman-temannya dari suku bangsa yang berbeda dengan dirinya.

2. Akan lebih baik jika ada sebuah wadah kelompok bagi mahasiswa di kampus yang mengkhususkan
tujuannya untuk belajar dan bertukar kebudayaan dengan teman dari suku bangsa yang berbeda-beda.
Daftar Pustaka

Iswari, Andriana Noro dan Pawito. 2012. Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa ( Studi
tentang Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa Etnis Batak dengan Mahasiswa etnis Jawa
di Universitas Sebelas Maret Surakarta ).

Lubis , Lusiana Andriani 2012. Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota
Medan.

Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss. 2005. Human Communicatian: Konteks Konteks Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumber lain

KBBI Online. Pengertian Multikulturalisme https://kbbi.web.id/multikulturalisme

Anda mungkin juga menyukai