MAKALAH KOLOKIUM
1. PENDAHULUAN
Negara Indonesia yang saat ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 2381 juta jiwa,
melahirkan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman budaya yang sangat majemuk. Menurut
Darmastuti (2013) ciri yang menandakan kemajemukan tersebut adalah adanya keragaman budaya
yang tercermin dari perbedaan adat istiadat, bahasa, suku, etnik (bangsa), keyakinan agama, dan
lain-lain. Tingkat keberagaman budaya ini memiliki dampak positif dan negatif. Secara umum,
dampak positifnya yakni keberagaman budaya merupakan suatu kekayaan yang dimiliki bangsa
Indonesia yang sangat bernilai, dan dapat menjadi modal untuk memajukan serta mempersatukan
bangsa apabila dapat terintegrasi dan terorganisir dengan baik. Namun di sisi lain, dampak
negatifnya dapat timbul jika keberagaman budaya ini tidak dapat terintegrasi dan terorganisir,
akhirnya dapat memicu konflik dan terjadi perpecahan bangsa. Contohnya yaitu konflik yang terjadi
di Indonesia adalah konflik antara masyarakat Madura dan Dayak pada tahun 2001, yang berawal
dari pembunuhan empat anggota keluarga Madura oleh Dayak. Oleh karena itu, mempelajari
budaya masyarakat lain dan belajar berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda budaya menjadi
suatu kebutuhan dalam proses komunikasi.
Keberagaman budaya yang terjadi di Indonesia ini juga memiliki implikasi terhadap proses
komunikasi antarbudaya. Dalam aspek komunikasi, terdapat keuntungan dan tantangan akibat
keberagaman budaya. Keuntungannya yakni dapat menjadi sarana dalam proses peningkatan
wawasan dan cara pandang seseorang diluar budaya dan lingkungannya. Di sisi lain, tantangan
yang dihadapi adalah perlunya upaya lebih untuk melakukan komunikasi antarbudaya, karena
terkadang makna pesan yang diterima oleh komunikan tidak sesuai atau tidak sama dengan makna
pesan yang dikirim oleh komunikator yang memiliki perbedaan latar belakang budaya. Kesalahan
interpretasi makna pesan tersebut dapat terjadi karena perbedaan cara pandang, bahasa, norma,
kebiasaan, persepsi dari masing-masing budaya yang dimilikinya. Contohnya hasil penelitian Alvin
Sanjaya (2013) menyatakan bahwa kesalahpahaman yang terjadi karena perbedaan kebiasaan,
ketika orang Korea Selatan mengajak orang Indonesia untuk meminum kopi dengan maksud
sebagai bentuk pertemanan, orang Indonesia tersebut malah membuatkan kopi untuk orang Korea
Selatan itu. Kesalahpahaman tersebut terjadi ketika orang Korea Selatan ingin mengajaknya pergi
keluar untuk meminum kopi sambil berbincang-bincang sebagai bentuk pendekatan pertemanan,
dimaknai oleh orang Indonesia bahwa orang Korea Selatan tersebut sedang ingin minum kopi.
Proses tersebut terjadi karena ada perbedaan kebiasaan pada budaya masing-masing. Oleh karena
itu untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman serta mencapai keberhasilan komunikasi antara
komunikator dan komunikan, maka dibutuhkan komunikasi yang efektif di dalamnya.
1Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 menurut BPS, sumber: www.bps.go.id, diakses
pada Sabtu, 3 Mei 2014 pukul 10.15 WIB
2
Hal serupa terjadi di Desa Tanjungbaru, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, di
desa ini masih banyak areal pertanian yang menjadi sumber nafkah warga terutama warga pribumi,
meskipun banyak industri yang sudah masuk kedalam desa tersebut. Berdasarkan informasi yang
penulis dapatkan dari penduduk setempat, komposisi etnik yang mengisi desa tersebut sangat
beragam karena banyak penduduk pendatang dari berbagai daerah yang memiliki etnik masing-
masing, seperti Etnik Batak, Jawa, Sunda, dan Madura. Hal tersebut dapat terjadi karena tujuan
para pendatang yang ingin bekerja di pabrik industri yang berada di Kecamatan Cikarang Timur.
Penulis juga mendapat informasi dari salah seorang penduduk yang menyatakan bahwa di Desa
Tanjungbaru sering terjadi kesalahpahaman dalam proses komunikasi. Penyebab kesalahpahaman
tersebut sangat beragam, antara lain sering terjadi perbedaan paham antar pendatang dengan
pribumi (Etnik Sunda) maupun dengan sesama pendatang.
Menurut Gudykunst dan Kim (1997), terdapat empat filter konseptual yang dapat
mempengaruhi proses komunikasi dengan orang lain dan dikategorikan ke dalam: Pertama, faktor-
faktor budaya (cultural influences on the process) yang menjelaskan mengenai kemiripan dan
perbedaan suatu budaya dengan budaya lainnya; Kedua, faktor-faktor sosiobudaya (sosiocultural
influences on the process) yaitu merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses penataan
sosial, dan berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi
konsisten dengan berjalannya waktu; Ketiga, faktor-faktor psikobudaya (psychocultural influences
on the process) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi proses penataan pribadi; Keempat, faktor-
faktor lingkungan (environmental influences on the process) faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan yang dapat mempengaruhi persepsi, emosi, sikap, tingkah laku, dan perasaan kita.
Dari temuan dan konsep yang dikemukakan oleh Gudykunst dan Kim (1997) mengenai faktor
yang mempengaruhi proses komunikasi, penulis mengasumsikan faktor tersebut sebagai suatu
hambatan yang terjadi pada proses komunikasi. Untuk mengatasi terjadinya hambatan tersebut,
diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Seperti yang dikemukakan Gudykunst dan Kim (1997)
bahwa komunikasi yang efektif bertujuan untuk meminimalisir kesalahpahaman yang ditandai
dengan lahirnya kesamaan makna pesan atas pesan yang telah disampaikan oleh komunikator dan
yang diterima oleh komunikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
hambatan komunikasi terhadap efektivitas komunikasi antarbudaya di Desa Tanjungbaru,
Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi.
2. PENDEKATAN TEORETIS
Komunikasi Antarbudaya
Indonesia memiliki banyak budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Interaksi
antar masyarakat tidak dapat dihindari dari proses sosial dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi
antarbudaya pun menjadi suatu instrumen penting di dalamnya, mengingat beragamnya budaya
yang terdapat di Indonesia. Untuk itu diperlukan definisi yang jelas mengenai komunikasi
antarbudaya, Gudykunst dan Kim (1997) mengungkapkan “intercultural communication is a
transactional, symbolic process involving the attribution of meaning between people from different
cultures” (komunikasi antarbudaya adalah proses transaksional, simbolik yang melibatkan
pemberian makna antara orang-orang dari budaya yang berbeda. Sihabudin (2013) mengatakan
bahwa Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi bila pengirim pesan merupakan
anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. Devito
(2009) mengatakan “intercultural communication refers to communication between persons who
have different cultural, beliefs, values, of ways of behaving.” (komunikasi antar budaya merujuk
kepada komunikasi antara orang-orang yang memiliki perbedaan budaya, kepercayaan, nilai dan
cara berperilaku). Tubbs dan Moss (2008) yang mengatakan “Intercultural communication as
communication between members of different cultures” (komunikasi antara orang-orang yang
berbeda budaya). Darmastuti (2013) mengungkapkan komunikasi antarbudaya merupakan proses
pengalihan pesan uyang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang
keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.
Tujuan dari komunikasi antarbudaya terbagi atas empat. Tujuan pertama yakni komunikasi
antarbudaya digunakan untuk memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik
komunikasi antara individu yang memiliki perbedaan latar belakang budaya. Tujuan yang kedua
adalah agar dapat terjalinnya komunikasi antara orang yang berbeda budaya. Tujuan ketiga yakni
mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam komunikasi antara orang yang memiliki
perbedaan latar belakang budaya. Keempat, membantu mengatasi masalah komunikasi yang
disebabkan oleh perbedaan budaya. Darmastuti (2013) mengemukakan beberapa asumsi yang
mendasari komunikasi antarbudaya antara lain, sebagai makhluk sosial setiap individu akan
berkomunikasi dengan individu lainnya. Latar belakang budaya yang dimiliki setiap individu akan
mempengaruhi individu tersebut dalam berkomunikasi. Perbedaan latar belakang budaya ini akan
mempengaruhi perbedaan antara komunikator dan komunikan. Perbedaan latar belakang budaya
juga akan menimbulkan ketidakpastian dalam proses komunikasi antara komunikator dengan
komunikan, sehingga pemahaman terhadap budaya lain menjadi satu hal yang penting dalam
membangun komunikasi yang efektif.
Memahami budaya masyarakat lain merupakan satu hal yang sangat penting dalam
membangun komunikasi yang efektif, hal ini yang menjadikan komunikasi antarbudaya memiliki
4
fungsi yang penting. Menurut Darmastuti (2013), fungsi komunikasi antarbudaya ada dua, yaitu
fungsi pribadi yang didapatkan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang yang berasal dari
budaya yang berbeda. Fungsi tersebut digunakan untuk menyatakan identitas sosial, menyatakan
integrasi sosial, menambah pengetahuan, dan melepaskan diri sebagai jalan keluar. Fungsi kedua
adalah sebagai fungsi sosial yang didapatkan oleh seseorang sebagai makhluk sosial yang
berinteraksi dengan orang lain dalam kaitannya dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi tersebut
digunakan sebagai fungsi pengawasan, menjembatani perbedaan budaya, sosialisasi nilai, dan
fungsi menghibur.
Dalam proses komunikasi yang terjadi antarbudaya, dalam prosesnya tidak akan dapat
berjalan tanpa hambatan. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing budaya kerap
menjadi hambatan dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan, yang dapat menjadi pemicu
munculnya konflik antarbudaya. Merujuk pada buku Communicating with Strangers: An Approach to
Intercultural Communication yang di tulis oleh Gudykunst dan Kim (1997), penyandian pesan dan
penyandian balik pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual
yang dikategorikan kedalam faktor-faktor budaya (cultural influences on the process), sosiobudaya
(sosiocultural influences on the process), psikobudaya (psychocultural influences on the process)
dan faktor lingkungan (environtmental influences on the process).
1. Faktor budaya (cultural), menjelaskan mengenai kemiripan dan perbedaan suatu budaya
dengan budaya lainnya. Persamaan dan perbedaan budaya tersebut dapat dikenali dan
dijelaskan melalui dimensi variabilitas budaya, misalnya individualisme-kolektivisme yang dapat
dilihat dari segi nilai, norma, cara pandang, aturan, kemampuan tingkah laku, budaya konteks
rendah dan konteks tinggi, power distance (jarak kekuasaan), maskulinitas-femininitas,
penghindaran ketidakpastian, afektif (emosi)-netralitas afektif. Contohnya: Ketika kita harus
memilih mau peduli dengan individu atau dengan kelompok.
2. Faktor sosiobudaya merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses penataan sosial,
dan berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi
konsisten dengan berjalannya waktu yang dapat dilihat dari keanggotaan dalam kelompok sosial
(membership dan reference group; ingroup dan outgroup), identitas sosial (identitas etnik,
asimilasi dan pluralism, perilaku identitas etnik, simbol etnik, bahasa identitas etnik, label etnik),
identitas gender, identitas usia, identitas kelas sosial, identitas peran.
Contohnya: Jika kita menjadi ketua dalam suatu organisasi, tentunya konsep diri dan ekspektasi
diri kita sangat tinggi.
3. Faktor psikobudaya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penataan pribadi,
penataan pribadi ini adalah proses yang memberi stabilitas pada proses psikologis yaitu kita
dapat melihat faktor psikologi dapat mempengaruhi ekspektasi, tafsiran dan prediksi yang kita
atas perilaku orang lain dalam berkomunikasi dengan orang lain yang dapat dilihat dari
stereotype, etnosentrisme, xenophobia (ketakutan akan orang asing), prasangka etnik, seksime.
Contohnya: Etnosentrisme (menafsirkan perilaku orang lain dengan pemikiran diri sendiri dan
ingin orang lain berlaku sama seperti kita).
4. Faktor lingkungan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi
persepsi, emosi, sikap, tingkah laku, dan perasaan kita. Misalnya lingkungan fisik seperti lokasi
geografis, iklim, situasi arsitektural, persepsi atas lingkungan tersebut mempengaruhi cara kita
menafsirkan rangsangan yang datang dan prediksi yang kita buat mengenai perilaku orang lain
karena orang lain mungkin mempunyai presepsi dan orientasi yang berbeda terhadap
lingkungan, mereka mungkin menafsirkan perilaku dengan cara yang berbeda dalam situasi
yang sama.
Contohnya: Cara berbicara orang Sumatra berbeda dengan orang Jawa, orang Sumatra
cenderung berbicara dengan volume suara yang lebih keras dibanding orang Jawa, sehingga
terkadang dipersepsikan bahwa orang Sumatra suka marah. Suara orang Sumatra ini terbentuk
karena letak rumah di Pulau Sumatra relative tidak terlalu padat seperti di Pulau Jawa.
Efektivitas Komunikasi
Manusia berkomunikasi dalam kesehariannya dengan cara menyandi dan menyandi balik
pesan. Dalam proses komunikasi, hal yang mutlak diperhatikan adalah tingkat keefektifan
komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif apabila makna yang ada pada sumber pesan sama
dengan makna yang ditangkap oleh penerima pesan. Devito (2009) mengatakan bahwa “it’s
impossible to communicate effectively without being aware of how culture influences human
communication” (tidak mungkin untuk dapat berkomunikasi secara efektif tanpa menyadari
bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi manusia. Selain itu pernyataan Devito diperkuat oleh
Gudykunst dan Kim (1997) yang mengatakan “effective communication involves minimizing
misunderstanding.” (Komunikasi yang efektif akan terjadi apabila kesalahpahaman dapat
diminimalisasi.) Menurut Triandis dalam Gudykunst dan Kim (1997) menyatakan “effectiveness
involves making isomorphic attribution (implies being similar; attribution involve assigning a quality
or characteristic to something)” (komunikasi antarbudaya akan efektif apabila dalam komunikasi
tersebut dapat menciptakan apa yang disebut dengan isomorphic attribution, yaitu penetapan
kualitas atau karakteristik terhadap sesuatu supaya menjadi sama). Menurut Cahyana dan Suyanto
(1996), Komunikasi dapat dikatakan efektif ketika penerima melakukan tindakan sesuai dengan
makna yang diinginkan oleh pengirim. Menurut Suranto (2011) komunikasi dikatakan efektif apabila
pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti
6
dengan sebuah perbuatan secara sukarela oleh penerima pesan dan meningkatkan kualitas
hubungan antar pribadi dan tidak ada hambatan dalam hal itu.
Spitzberg dan Cupach (1984) dalam Gudykunst dan Kim (1997) memisahkan tiga komponen
kompetensi yang berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi antarbudaya tersebut menjadi:
1. Faktor motivasi, yaitu sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan komunikasi
yang efektif dengan orang lain, faktor motivasi ini terbagi menjadi:
a. Kebutuhan untuk dapat meramalkan tingkah laku orang lain, yaitu melihat perilaku
individu lain sebagai sesuatu yang dapat diprediksi
b. Kebutuhan untuk menghindari kecemasan, yaitu dengan mengendalikan tingkat
kecemasan pada saat berkomunikasi dengan individu yang berasal dari etnis lain
c. Kebutuhan mempertahankan identitas diri, yaitu dengan memperlihatkan atau
menunjukkan identitas budaya sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain.
d. Kecenderungan untuk mendekat atau menjauh. Maksud dari faktor motivasi tersebut
adalah ketika berinteraksi dengan orang yang berasal dari etnis lain, individu cenderung
mendekat agar dianggap sebagai orang baik dan tidak berprasangka buruk. Namun pada
sisi lain, ada kecenderungan untuk menjauh, karena terdapat rasa khawatir ketika
individu melakukan interaksi dengan etnis lain, dan semisal pada kelanjutannya gagal,
maka akan sulit untuk keluar dari situasi tersebut.
2. Faktor pengetahuan, yaitu faktor yang menyangkut kesadaran tentang apa yang dibutuhkan
untuk berkomunikasi secara tepat dan efektif. Faktor pengetahuan ini dibagi menjadi:
a. Pengetahuan mendapatkan informasi, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai orang yang berasal dari etnis lain. Cara-cara untuk
mengumpulkan informasi adalah dengan strategi pasif dengan cara mengamati
lingkungan, aktif dengan cara mencari informasi, dan interaktif dengan cara mengajukan
pertanyaan langsung misalnya berdiskusi dengan orang tersebut.
b. Pengetahuan tentang perbedaan antar etnis. Perbedaan-perbedaan yang membuat kita
sadar bahwa masing-masing etnis memiliki karakteristik tersendiri, misalnya sikap
etnosentrisme, prasangka, gender, dan stereotype.
c. Pengetahuan tentang persamaan individu, yaitu mengidentifikasi ciri-ciri yang membuat
kedua budaya yang sedang berinteraksi merasakan ssuatu kesaamaan diantara
keduanya.
d. Pengetahuan tentang interpretasi alternatif, yaitu berupa kemampuan yang dapat
mengenali berbagai cara dalam menginterpretasikan pesan kita terhadap orang lain dan
kemampuan untuk mengenali interpretasi orang lain terhadap kita.
3. Faktor keterampilan, yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk berkomunikasi secara efektif
agar mendapatkan kesamaan makna dengan etnis lain, serta dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan dan ketidakpastian partisipan dalam proses komunikasi
antarbudaya. Faktor ini dibagi menjadi:
a. Keterampilan untuk sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi, yaitu berusaha
semaksimal mungkin untuk menggunakan dua sudut pandang ketika berkomunikasi,
yakni dari sudut pandang sendiri dan sudut pandang orang lain. Hal ini bertujuan untuk
mencapai kesepahaman bersama.
b. Kemampuan untuk menoleransi ambiguitas, yaitu kemampuan untuk mengendalikan
suatu situasi dalam proses interaksi walaupun banyak informasi yang dibutuhkan untuk
berinteraksi secara efektif tidak diketahui oleh kedua kedua etnis yang terlibat.
c. Keterampilan untuk menenangkan diri, yaitu dengan cara menanggulangi distorsi kognitif
yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang lain.
d. Kemampuan untuk berempati, yaitu suatu kemampuan untuk mendengarkan orang lain
yang berasal dari etnis berbeda secara cermat, saling memahami perasaan masing-
masing, saling peka terhadap satu sama lain, dan memahami kondisi satu sama lain.
e. Keterampilan untuk mengadaptasikan perilaku, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan
perilaku dengan kondisi lingkungan, nilai dan norma yang berlaku di lingkungan tersebut.
f. Kemampuan untuk memberi prediksi dan penjelasan yang akurat, yaitu kemampuan
dalam memprediksi dan memberikan penjelasan tentang perilaku orang lain secara
akurat.
7
Kim dan Gudykunts (1997) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif tersebut bertujuan
untuk mengurangi kesalahpahaman, rasa cemas, dan khawatir dari orang lain yang menjadi lawan
bicara dalam proses komunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat terjadi ketika seseorang
tidak memahami pesan lawan bicaranya, dan akhirnya dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan
saat berkomunikasi.
Hambatan komunikasi merujuk pada atas empat filter konseptual Gudykunst dan Kim (1997)
yang terdiri dari hambatan budaya (individualisme-kolektivisme), hambatan sosiobudaya
(keanggotaan dalam kelompok sosial, identitas sosial, dan role relationship), hambatan psikobudaya
(stereotype, etnosentrisme, prasangka), hambatan lingkungan yang dilihat dari lingkungan fisik,
lingkungan psikologi, situasi (setting), situational norms and rules. Keempat filter konseptual tersebut
dapat mempengaruhi proses komunikasi antarbudaya untuk mencapai efektivitas komunikasi yang
terjadi dengan tolak ukur motivasi, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk lebih jelasnya, berikut
penulis menyajikan gambaran kerangka analisis yang telah dirumuskan:
Sosiobudaya
(sociocultural) (X2)
- Keanggotaan dalam
kelompok sosial
- Identitas sosial Efektivitas komunikasi
- Role relationship (Y)
- Tingkat Motivasi
Psikobudaya - Tingkat Pengetahuan
(psychocultural) (X3) - Tingkat Keterampilan
- Tingkat Stereotype
- Tingkat Etnosentrisme
- Tingkat Prasangka
Lingkungan (environment)
- Lingkungan fisik
- Lingkungan psikologi
- Situasi (setting)
- Situational norm and rules
Keterangan: mempengaruhi
2. Sosiobudaya: Skor yang diperoleh dari jawaban responden mengenai identifikasi dirinya
dalam kelompok sosial. Dimensi ini dapat dinilai dari indikator keanggotaan dalam kelompok,
identitas sosial, dan role relationship. Variabel ini diukur dengan skala nominal.
a. Keanggotaan dalam kelompok sosial: kemampuan individu untuk menyadari identitas
dirinya dalam kelompok sosial
Parameternya menggunakan
Individu tersebut merupakan salah satu anggota dalam suatu kelompok sosial
(membership groups).
Individu melihat suatu kelompok sebagai acuan (reference group).
Individu bekerja sama dalam kelompok dengan menjaga kenyamanan tanpa meminta
imbalan (ingroup).
Individu dari suatu kelompok bersedia untuk bekerja sama dengan kelompok lain dan
meminta imbalan dalam rangka bekerja sama (outgroup).
b. Identitas sosial: Konsep diri seseorang yang muncul dari pengetahuannya mengenai nilai
dan aturan dalam kelompok sosialnya.
Parameternya dengan menggunakan
Sejauh mana seseorang dapat mengklasifikasikan dirinya kedalam karakteristik
identitas sosial berdasarkan budaya, etnik, gender, kelas sosial, dan kelompok umur
9
c. Role relationship: suatu hubungan antar peran yang berfungsi untuk mengetahui apa yang
diharapkan oleh peran lain terhadap peran yang dimiliki seseorang terhadap kelompok
sosial, hubungan peran dapat dilihat ari identitas peran atau role identities.
Parameternya dengan menggunakan
Sejauh mana seseorang dapat menyadari dan menyesuaikan perilakunya sesuai
dengan perannya yang diharapkan oleh peran lainnya dalam kelompok sosial
3. Psikobudaya: Skor yang diperoleh dari sikap individu mengenai proses penataan pribadi dalam
komunikasi antarbudaya dengan indikator yang terdiri dari stereotype, etnosentrisme dan
prasangka.
a. Stereotype: Representasi dari pikiran seseorang tentang kelompok lain berupa sikap yang
dapat mempengaruhi perasaan orang tersebut terhadap kelompok lain tersebut.
Parameternya dengan menggunakan
Seseorang mudah mengidentifikasi karakteristik orang lain seperti etnisitas
Seseorang menilai/mengasumsikan anggota dalam kelompok stereotype memiliki
kesamaan karakter satu sama lain dan berbeda dengan kelompok lainnya
Seseorang memberi sikap atau penilaian pada suatu kelompok berdasarkan atribut
yang dimiliki oleh anggota kelompok tersebut
b. Etnosentrisme: Kecenderungan seseorang berupa sikap untuk mengidentifikasikan dirinya
dan mengevaluasi kelompok lain sesuai dengan standar yang berlaku kelompok seseorang
tersebut
Parameternya dengan menggunakan
Seseorang merasa kelompok sosialnya lebih superior dari kelompok orang lain
Seseorang menginterpretasikan tingkah laku orang lain sesuai dengan standar tingkah
laku yang berada dalam budayanya
c. Prasangka: Emosi sosial atau sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok lain yang
didasari keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut
Parameternya dengan menggunakan
Seseorang memiliki kecenderungan berpikir negatif atas apa yang dilakukan kelompok
sosial lain atau seorang anggota dalam kelompok sosial tersebut
Seseorang mengekspresikan prasangka mereka terhadap kelompok lain dan
melakukan tindakan diskriminatif
Adanya perubahan yang dirasakan seseorang setelah menilai negatif atau
berprasangka terhadap kelompok lain
Munculnya rasa frustrasi dan konflik karena adanya kompetisi, kecemburuan sosial,
norma, penilaian yang terlalu ekstrim
Variabel ini diukur dengan skala interval. Penetapan skor yakni:
- Sangat tidak setuju (STS) : skor 1
- Tidak setuju (TS) : skor 2
- Setuju (S) : skor 3
- Sangat setuju (SS) : skor 4
4. Lingkungan: skor yang diperoleh dari respon individu berupa sikap, persepsi, emosi, tingkah
laku, dan perasaan akibat perbedaan keadaan lingkungan, yang didapat dari indikator
lingkungan fisik, situasi, situasional norm and rules, lingkungan psikologi
a. Lingkungan fisik: keadaan alam secara fisik yang dapat mempengaruhi bagaimana emosi
dan sikap kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti letak geografis dan iklim, dan
arsitektur lanskap.
Parameternya dengan menggunakan
10
5. Efektivitas komunikasi: skor yang diperoleh dari tiga kompetensi yang dapat mempengaruhi
komunikasi yang efektif, yaitu motivasi, pengetahuan, dan keterampilan berkomunikasi dengan
orang lain.
a. Motivasi: Sesuatu yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan proses komunikasi
dengan orang lain.
Parameternya dengan menggunakan
11
Seseorang melakukan prediksi tentang tingkah laku orang lain, dapat dilihat dari gerak
tubuh, ekspresi wajah ketika sedang berinteraksi dan melakukan komunikasi
Seseorang menghindari kecemasan (perasaan tegang, khawatir, atau takut tentang apa
yang mungkin terjadi ketika berinteraksi) dengan cara mengendalikan tingkat
kecemasan pada saat berinteraksi dengan individu dari etnis lain
Seseorang mempertahankan identitas diri, yaitu memperlihatkan atau menunjukkan
identitas budaya sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain. Identitas yang
dimunculkan dapat berupa gaya bicara yang berupa nada bicara (lantang atau lembut)
dan gerak tubuh (gerakan tangan, gerakan kepala)
Seseorang memiliki kecenderungan untuk mendekat atau menjauh, yaitu cenderung
mendekat agar dianggap sebagai orang baik dimana dia tidak punya prasangka buruk
terhadap lawan bicaranya. Di sisi lain, ada kecenderungan untuk menjauh karena ada
rasa khawatir gagal dalam bertukar informasi
b. Pengetahuan: Sesuatu hal yang menyangkut kesadaran tentang apa yang dibutuhkan untuk
berkomunikasi secara efektif.
Parameternya dengan menggunakan
Seseorang mengumpulkan atau mendapatkan informasi, yaitu cara-cara yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai cara-cara berkomunikasi dengan orang lain
yang berbeda etnik. Cara-cara untuk mengumpulkan informasi adalah dengan strategi
pasif (mengamati), aktif (mencari informasi dengan bertanya pada orang lain, internet,
atau membaca buku), dan interaktif (mengobrol atau berdiskusi)
Terdapat perbedaan antar etnis, yaitu ciri-ciri yang membuat kedua etnis berbeda.
Perbedaan di sini adalah perbedaan kultural berupa kebiasaan dalam berinteraksi
meliputi jarak interpersonal dan gerak tubuh (gerakan tangan dan gerakan kepala)
Terdapat persamaan individu, yaitu identifikasi ciri-ciri yang membuat seseorang dari
etnis yang berbeda merasakan persamaan. Persamaan diukur dari ciri fisik berupa warna
kulit dan tinggi badan
Seseorang mampu melakukan interpretasi alternatif, yaitu kemampuan
mendeskripsikan, interpretasi, dan mengevaluasi tentang apa yang disampaikan atau
dilakukan orang lain ketika berinteraksi Hal yang diinterpretasikan yaitu jarak
interpersonal ketika berkomunikasi
c. Keterampilan, yaitu sarana yang dibutuhkan untuk berkomunikasi serta berkaitan langsung
untuk mengurangi kecemasan dan ketidaktentuan dalam proses komunikasi antarbudaya.
Parameternya dengan menggunakan
Seseorang memiliki keterampilan berupa kesadaran dan berhati-hati ketika
berkomunikasi, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan dua sudut
pandang ketika berkomunikasi agar pesan dengan jelas dan mendengarkan dengan
cermat perkataan orang lain. Dua sudut pandang yang digunakan yaitu sudut pandang
sendiri dan sudut pandang orang lain.
Seseorang melakukan oleransi terhadap ambiguitas, yaitu kemampuan untuk
mengendalikan situasi dalam proses interaksi walaupun banyak informasi yang
dibutuhkan untuk berinteraksi tidak diketahui oleh kedua pihak. Informasi yang
dibutuhkan meliputi penggunaan bahasa lokal dan pilihan kata yang digunakan.
Seseorang memiliki kemampuan dalam hal menenangkan diri berupa mengendalikan
rasa khawatir yang timbul jika pesan yang diberikan lawan bicara tidak dapat dimengerti,
dan mengendalikan rasa kaku ketika berbicara denga orang lain yang berbeda budaya.
Kemampuan ini bertujuan untuk menanggulangi distorsi kognitif yang dirasakan ketika
berinteraksi dengan orang lain.
12
3. PENDEKATAN LAPANGAN
Untuk memperoleh responden, maka terlebih dahulu ditentukan kerangka percontohan (sampling
frame) berupa daftar nama pasangan pertemanan di Desa Tanjungbaru, Kecamatan Cikarang
Timur, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
probability sampling berupa simple random sampling, yakni sampel yang diambil sedemikian rupa
sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi 1989). Alasan penggunaan metode ini
karena populasinya homogen, yakni keseluruhan merupakan petani yang berada dalam satu daerah
yang sama (tidak tersebar secara geografis). Jumlah sampel yang digunakan sebanyak lima puluh
pasang pertemanan dengan usia berkisar 17-45 tahun. Responden diwawancarai sesuai dengan
kuesioner yang telah disusun (Lampiran 2).
Data kuantitatif berupa data primer terlebih dahulu diolah dan ditabulasikan, kemudian
disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang yang digunakan untuk menganalisis hasil
data kuantitatif yang diperoleh untuk mengetahui keterkaitan antara hambatan komunikasi dengan
efektivitas komunikasi antarbudaya. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer
dengan software (perangkat lunak) bernama statistical for social science (SPSS) versi 20 for
windows. Uji korelasi Rank Kendall Tau dengan nilai alpha 5% yang menuntut kedua variabel diukur
sekurang-kurangnya dalam skala ordinal untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, dan
uji chi-square dengan nilai alpha 5% untuk data nominal (Apabila dari 2 variabel, ada 1 variabel
dengan skala ominal maka dilakukan uji chi square dengan merujuk bahwa harus digunakan uji
pada derajat yang terendah) bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruhnya. Penyimpulan hasil
penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. Seluruh hasil
penelitian dituliskan dalam rancangan skripsi (Lampiran 3).
15
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2010. Jakarta (ID): BPS
Cahyana YY, Suyanto B. 1996. Kajian komunikasi dan seluk-beluknya.Surabaya (ID): Airlangga
University Press. 215 hal.
Darmastuti R. 2013. Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta (ID): Mata Padi
Pressindo. 296 hal.
Devito JA. 2009. Human communication: The basic course. Edisi ke-11. New York (US): Pearson
Education
Gudykunst WB, Kim YY. 1997. Communicating with Strangers: An Approach to Interculture
Communication. Edisi ke-3. New York (US): McGraw-Hill. 444 hal.
Martin JN, Nakayama TK. 2014. Experiencing intercultural communication: An introduction. Edisi ke-
5. Singapore (SG): McGraw-Hill
Sanjaya A. 2013. Hambatan komunikasi antarbudaya antara staf marketing dengan penghuni
berkewarganegaraan Australia dan Korea Selatan di Apartemen X. J E-Komunikasi [Internet].
[dikutip 20 Februari 2014]; 1(3): 252-263. Dapat diunduh dari:
http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/ilmu-komunikasi/article/view/939/839
Samovar LA, Porter RE, McDaniel ER. 2010. Komunikasi lintas budaya. Edisi ke-7. (Alih bahasa
dari bahasa Inggris oleh Sidabalok IM). Jakarta (ID): Salemba Humanika. 493 hal. [Judul asli:
Communication between cultures]
Sihabudin A. 2013. Komunikasi antarbudaya: Satu perspektif multidimensi. Jakarta (ID): Bumi
Aksara. 162 hal.
Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES
Suranto. 2011. Komunikasi interpersonal.Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. 174 hal.
Tubbs S, Moss S. 2008. Human communication. New York (US): McGraw-Hill
16
Lampiran 1. Peta Desa Tanjungbaru, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa
Barat.
17
Lampiran 2. Kuesioner
KUESIONER
PENGARUH HAMBATAN KOMUNIKASI TERHADAP EFEKTIVITAS
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(Kasus: Efektivitas Komunikasi Antarbudaya Di Desa Tanjungbaru Kecamatan Cikarang
Timur Kabupaten Bekasi)
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dari
responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh:
Nama/NRP : Lingga Detia Ananda/I34110114
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat/Fakultas Ekologi Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan Anda untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner ini secara jujur, jelas,
dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk keperluan akademik. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : L/P
3. Usia :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
6. Status kependudukan : 1. Pribumi
2. Pendatang
7. No. HP/Telp :
8. Pendidikan terakhir : 1. Tidak Sekolah
2. SD/Madrasah Ibtidaiyah
3. SMP/ Madrasah Tsanawiyah
4. SMA/ Madrasah Aliyah
5. Perguruan Tinggi
Berikut beberapa pernyataan yang berkaitan dengan hambatan budaya. Pilih jawaban dengan jujur
dan benar di setiap pertanyaan dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang tersedia.
No. Pernyataan Skor Jawaban
Pertanyaan Penelitian :
1. Berapa banyak jumlah penduduk Desa Tanjungbaru saat ini?
2. Bagaimana perkembangan kondisi kependudukan di Desa Tanjungbaru hingga sekarang?
3. Berapa jumlah penduduk pendatang?
4. Berapa jumlah penduduk pribumi?
5. Berasal dari suku mana saja penduduk pendatang?
6. Suku apa yang mendominasi komposisi penduduk Desa Tanjungbaru?
7. Bagaimana perbandingan jumlah penduduk dari berbagai suku?
8. Bagaimana proses datangnya penduduk luar Desa Tanjungbaru?
9. Sudah berapa lama Bapak/Ibu tinggal disini?
10. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi pejabat desa ini (khusus untuk pejabat desa)?
11. Bagaimana keadaan hubungan sosial yang ada di Desa Tanjungbaru?
B. Hambatan-hambatan Komunikasi
(Untuk semua warga desa yang ada saat ini di wilayah Desa Tanjungbaru, Kecamatan Cikarang
Timur, Kabupaten Bekasi)
Hari/ tanggal wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan :
Pertanyaan Penelitian :
1. Berapa lama bapak/ibu tinggal di desa ini?
2. Bagaimana hubungan pertemanan bapak/ibu dengan warga yang berbeda suku?
3. Apakah bapak/ibu pernah mengalami masalah dengan warga di desa ini yang berbeda suku?
Jika ya masalah apa?
4. Apakah bapak/ibu bagian dari masyarakat pendatang?
5. Bagaimana sikap bapak/ibu terhadap warga lain di desa ini yang mempunyai budaya yang
berbeda?
6. Bahasa apakah yang sering digunakan sehari-hari diantara warga desa ini?
7. Apakah bapak/ibu mengerti bahasa yang digunakan setiap hari di desa ini?
8. Apakah bapak/ibu mempunyai kelompok suku tertentu di desa ini?
9. Apakah bapak/ibu merasa paling baik budayanya diantara budaya yang ada di desa ini?
10. Bagaimana sikap bapak/ibu terhadap warga yang berprilaku kurang baik di desa ini?
11. Apakah bapak/ibu selalu mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan orang lain?
12. Apakah bapak/ibu mearasa senasib dan sepenanggungan dengan suku yang sama dengan
bapak/ibu?
13. Apakah bapak/ibu merasa nyaman berada di lingkungan desa ini? Jika tidak apa alasannya?
14. Apakah bapak/ibu merasa menjadi orang yang dibutuhkan warga dalam kehidupan sehari-hari?
28
15. Bagaimana bapak/ibu menyikapinya jika ada masalah antarbudaya di desa ini?
16. Adakah suku lain yang bapa/ibu tidak sukai di desa ini? Jika ada apa alasannya?
17. Dengan beragam suku dan budaya di desa ini, apakah mengganggu kenyamanan bapak/ibu?
18. Apakah ada kendala apabila bapak/ibu berkomunikasi dengan beda suku? Jika ya, kendalanya
apa?
19. Apakah sikap bapak/ibu menghadapi orang yang selalu menggunakan bahasanya saat
berkomunikasi sementara bapak/ibu tidak mengerti?
C. Efektivitas Komunikasi
(Untuk semua warga desa yang ada saat ini di wilayah Desa Tanjungbaru, Kecamatan Cikarang
Timur, Kabupaten Bekasi)
Hari/ tanggal wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan :
Pertanyaan Penelitian :
1. Apakah bapak/ibu bisa mengetahui karakter/sifat orang-orang dari suku/budaya tertentu?
2. Apakah bapak/ibu menunjukkan identitas budaya sendiri saat berkomunikasi dengan orang
lain?
3. Apakah bapak/ibu suka mengalah jika ada orang yang emosinya tidak terkendali?
4. Bagaimana sikap bapak.ibu jika lawan bicara anda menggunakan bahasa yang sulit dimengerti?
5. Apa yang bapak/ibu lakukan untuk menambah pengetahuan ?
6. Apakah bapak/ibu aktif dalam kegiatan di desa ini?
7. Apakah bapak/ibu merasakan ada persamaan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari
walaupun berbeda budaya?
8. Apa yang dilakukan bapak/ibu jika ada orang yang bertengkar karena ada kesalahpahaman
dalam berkomunikasi?
9. Apakah bapak/ibu sering mengobrol dan berdiskusi dengan warga?
10. Manakah yang lebih nyaman, berkomunikasi dengan sesama suku atau dengan suku lain?
11. Apakah bapak/ibu aktif berkelompok dengan sesama suku/budaya bapak/ ibu?
12. Apakah bapak/ibu sering menghindar jika ada orang yang meminta informasi karena bapak/ibu
tidak mengetahuinya?
13. Apakah bapak/ibu sering bertanya kepada orang lain jika ada informasi yang ingin diketahui?
14. Apakah bapak/ibu suka ngotot untuk mempertahankan pendapatnya?
15. Apakah bapak/ibu mempunyai keterampilan dalam membujuk orang?
16. Apakah bapak/ibu mempunyai dapat menyesuaikan diri dengan orang yang mempunya budaya
yang berbeda?
17. Jika ada orang yang berkomunikasi dengan bapak/ibu tidak menyenangkan bagaimana cara
menyikapinya?
18. Apakah ada suku/budaya tertentu yang tidak disukai saat melakukan komunikasi dengan
bapak/ibu, apa alasannya?
19. Apakah bapak/ibu suka memberikan penjelasan kepada orang yang meminta kejelasan pada
bapak/ibu?
20. Apakah bapak/ibu suka tertarik dengan pembicaraan orang lain?
1. PENDAHULUAN
29