Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK MULTIKULTURALISME BUDAYA DALAM

PERGAULAN MAHASISWA DI IAIN BATUSANGKAR


Azizul Maryati1), Andika Guruh Saputra2), dan Wilda Fathia3)
1)
IAIN Batusangkar
E-mail: azizul.maryati@gmail.com
2)
IAIN Batusangkar
E-mail: andikaguruhsaputra96@gmail.com
3)
IAIN Batusangkar
E-mail: wildafathia@iainbatusangkar.ac.id

Abstract: Student association is a broad association because it is


motivated by the cultural diversity of each student. This cultural
diversity is often associated with multiculturalism. Therefore, the
purpose of this study is to determine what are the impacts of cultural
multiculturalism in student association at IAIN Batusangkar. The
method used is a qualitative method with a literature and
phenomenological study approach which is analyzed using content
analysis techniques. The results of this study indicate that the impact of
multiculturalism in student association is as a means of unifying the
diversity that exists in students and maintaining that diversity so that it
does not become a divider between students.

Keyword: Multiculturalism, Student, Culture

Abstrak: Himpunan mahasiswa merupakan perkumpulan yang luas


karena dilatarbelakangi oleh keragaman budaya masing-masing
mahasiswa. Keragaman budaya ini sering dikaitkan dengan
multikulturalisme. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apa saja dampak multikulturalisme budaya pada
himpunan mahasiswa IAIN Batusangkar. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan
fenomenologis yang dianalisis menggunakan teknik analisis isi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dampak multikulturalisme dalam
pergaulan mahasiswa adalah sebagai sarana pemersatu kebhinekaan
yang ada pada diri mahasiswa dan menjaga keberagaman tersebut agar
tidak menjadi pemisah antar mahasiswa.

Kata Kunci: Multikulturalisme, Mahasiswa, Budaya

PENDAHULUAN
Pergaulan mahasiswa adalah kontak langsung antar mahasiswa yang satu dan
mahasiswa lainnya. Pergaulan mahasiswa merupakan pergaulan yang luas karena
latarbelakang keberagaman budaya dari setiap mahasiswa. Seperti yang terjadi di IAIN
Batusangkar. Mahasiswa dari tersebut berasal dari berbagai daerah di Sematera, seperti
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan bahkan dari Jawa. Keberagaman asal

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 675


daerah itu sudah pasti membawa keberagaman budaya juga. Keberagaman budaya ini
disebut dengan multikultural.
Multikultural adalah ciri khas dari negara indoensia yang memiliki beragam
kebudayaan. Di dalam pendidikan, multikulturalisme diajarkan melalui pendidikan
multikultural seperti halnya sudah ada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan
multikultural tersebut. Menurut Isnarni Moeis (2014) (dalam Alzana dan Harmawati,
2021), pendidikan multikultural adalah usaha yang dilakukan dengan membekali peserta
didik dengan ilmu pengetahuan, sikap, serta keterampilan untuk menghargai budaya
mereka, budaya nasional, dan antar budaya lain. Jadi ketika peserta didik bertemu dengan
keberagaman di lapangan, mereka akan mengetahui cara untuk bertindak dan bagaimana
menyingkapi keberagaman tersebut.
Sebagai siswa yang belum menempuh pendidikan multikultural secara resmi,
sebenarnya secara tidak langsung, kita sudah pernah mempelajarinya didalam
pembelajaran Pancasila atau dalam pembelajaran PPKN di sekolah. Karena di dalam
Pancasila sendiri sudah memuat tentang multikulturalisme tepatnya dalam sila kedua
yang berbunyi ‘Kemanusiaan yang adil dan beradap’. Didalam sila kedua ini, Pancasila
mengakui bahwa Indonesia mempunyai berbagai kebudayaan dan harus dilakukan secara
adil. Tidak ada perbedaan ras, agama, budaya dalam pemerintahan Indonesia. Hal ini
sudah ditanamkan pada siswa bahkan semenjak Pendidikan sekolah dasar.
Walaupun sudah dibekali dengan pengetahuan tentang multikulturalisme,
generasi muda masih kerap mengalami culture shock di daerah barunya. Seperti yang
dikatakan Roy Mundeza dalam jurnalnya (2021) bahwasanya “Individual often feel
anxiety of social differences when they move or go to a new location. He/She will have a
sense of alienation from others to him/her.” Menurut Mundeza, seseorang akan sering
merasa cemas ketika dia tinggal di tempat baru yang memiliki perbedaan faktor sosial
dengan tempat tinggal asalnya. Mereka cenderung merasa terasingkan dari lingkungan
karena perbedaan kebiasaan dan hal lainnya. Hal itu terjadi karena ia masih belum
terbiasa dengan lingkungan barunya. Mereka juga cenderung terkejut dengan budaya baru
di tempat tinggal baru mereka yang berbeda dengan budaya asli ibu mereka.
Oleh karena itu, pengaruh multikulturalisme tersebut sangat menarik untuk
dibahas. Dalam penelitian ini, pengaruh multikulturalisme dalam pergaulan mahasiswa
akan dilakukan di IAIN Batusangkar dengan penelitian yang difokuskan pada mahasiswa
jurusan Tadris Bahasa Inggris kelas 1A. Penilitian ini akan membahas bagaimana
mahasiswa jurusan Tadris Bahasa Inggris di IAIN Batusangkar yang berasal dari luar
provinsi Sumatera Barat menghadapi pergaulan dengan budaya asli di Batusangkar yang
berbeda dengan budaya asli mereka. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian
menyangkut hal ini dengan tujuan untuk mengetahui apa saja dampak dari
multikulturalisme budaya terhadap pergaulan mahasiswa IAIN Batusangkar khususnya
pada mahasiswa jurusan Tadris Bahasa inggris tahun 2021. Hal yang akan menjadi fokus
penelitian pada penulisan artikel ini adalah mengetahui seluk beluk multikulturalisme
budaya, bagaimana pergaulan mahasiswa, dan apa saja dampak dari multikulturalisme ini
dalam pergaulan mahasiswa di kelas 1A Tadris Bahasa Inggris di IAIN Batusangkar.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975), metode penelitian kualitatif adalah sebuah metode
penelitian yang akan menghasilkan data yang deskriptif berupa kata kata tertulis dari
orang-orang dan prilaku yang diamati. Objek dari metode ini adalah individu secara
holistic (utuh), bukan dengan membagi individu ke dalam variable atau hipotesis, tetapi
mengamati dan memandang secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang utuh ( dalam

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 676


Farida Nugnarahani, 2014 : 8 ). Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan studi
literatur dengan sumber yang berasal dari artikel, makalah, skripsi, disertasi, dan juga
buku. Penulis mengumpulkan artikel-artikel dan juga sumber lain yang terkait dengan
penelitian ini untuk kemudian diambil dan dijadikan referensi atau dasar penelitian sesuai
dengan kebutuhan penelitian ini. Selain studi literatur, penelitian ini juga memakai
pendekatan fenomenologis yaitu dengan memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi
atau apa saja kejadian yang tampak. Selanjutnya, semua data dikumpulkan dan dianalisis
dengan teknik analisis konten yaitu menganalisis dukumen yang telah ada untuk
kemudian menjadi dasar penyelesaian masalah dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Multikulturalisme
1. Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme bukanlah hal yang baru di Indonesia. Indonesia yang
terkenal dengan keberagaman budaya menjadikan Indonesia menjunjung tinggi
multikulturalisme. Multikulturalisme didefenisikan secara umum sebagai
sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok budaya dapat hidup
berdampingan secara damai dengan saling menghormati antar budaya (Ayu
Dewi, 2021). Multikulturalisme yang menyatukan keberagaman yang ada. Oleh
karena itu, multikulturalisme sangat penting di daerah kita yang terdiri dari
berbagai keberagaman.
Multikulturalisme bisa menjadi pemersatu budaya, tapi di sisi lain
multikulturalisme malah bisa menjadi pemecah bangsa. Seperti halnya yang
sebutkan oleh Kelly (2015) bahwasanya keberagaman kebudayaan merupakan
suatu kekayaan yang dapat ditonjolkan dan menjadi ciri khas. Namun hal ini
juga menjadi konflik yang menjadi sumber perpecahan apabila keragaman itu
tidak dikelola dengan baik. Salah satu hal yang menjadi masalah dalam
multikulturalisme adalah egosentrik. Ketika mulai ada perasaan mengagungkan
diri sendiri atau golongan tertentu, maka multikulturalisme akan terancam.
Maka hal itu harus diantisipasi dengan adanya multikulturalisme.
2. Jenis-Jenis Multikulturalisme
Jenis-jenis multikulturalisme menurut Sari dan Siregar (2021) membagi
multikulturalisme menjadi 5 bagian, yaitu :
1. Multikulturalisme Isolasionis, yaitu masyarakat yang kelompok
kulturalnya menjalankan hidup secara otonom, dalam artian mereka
menjalankan hidup dengan budayanya masing-masing dan interaksi yang
tercipta hanya interaksi yang minimal satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat dengan kultur dominan
membuat penyesuaian atau akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan
kultur kaum minoritas dan juga memberikan kebebasan kepada kaum
minoritas untuk mengembangkan budayanya.
3. Multikulturalisme otonomis, berada pada masyarakat plural yang kultur
kaum utamanya berusaha mewujudkan kesetaraan antar budaya sehingga
seluruh kelompok masyarakat bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme interaktif, masyarakat plural membentuk penciptaan
kolektif yang mencerminkan perspektif-perspektif khas mereka.
5. Multikulturalisme kosmopolitan, yang masyarakat pluralnya berusaha
menghapus batas-batas kultural sehingga menciptakan masyarakat yang
tidak terikat pada budaya tertentu.
3. Sejarah Singkat Multikulturalisme di Indonesia

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 677


Multikulturalisme muncul di Indoensia pada saat Sumpah Pemuda.
Pada saat Sumpah Pemuda, semua pemuda di Indonesia dari Sabang sampai
Merauke memutuskan untuk bersatu karena mereka menyadari bahwa
perjuangan kedaerahan tidak bisa mengusir penjajah dari Nusantara. Akhirnya
mereka mengumpulkan pemuda-pemuda dari berbagai daerah dengan latar
belakang budaya, agama, ras, atau suku yang berbeda, namun mereka menerima
perbedaan itu dan terus bersatu. Disitulah muncul multikulturalisme yang
menerima semua kebudayaan yang ada, kemudian disatukan dalam satu
kesatuan. Hal ini juga disebutkan oleh Sujanto (2009) (dalam Lestari, 2021)
bahwasanya kesadaran akan dibutuhkannya persatuan dari keberagaman di
Indonesia itu terwujud kedalam ‘Soempah Pemoeda’ tahun 1928. Kemudian
setelah proklamasi kemerdekaan, saat seluruh Nusantara bersatu, ditetapkanlah
Pancasila sebagai dasar negara dan lahirnya Sesanti Bhineka Tunggal Ika yang
keduanya memuat paham tentang multikulturalisme. Dan khusus Bhineka
Tunggal Ika adalah ciri khas indoesia sebagai sebuah negara multikultural. Hal
ini juga dijelaskan oleh Lestari (2021) bahwa Bhineka Tunggal Ika sebagai
kunci dan pemersatu keragaman bangsa merupakan ciri persatuan bangsa
Indonesia sebagai negara multikultural.
4. Pendidikan Multikultural
Multikulturalisme sangat berkaitan dengan pendidikan multikultural.
Hal ini dikarenakan pengenalan terhadap multikulturalisme bisa dilakukan
melalui pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural sendiri adalah
pendidikan yang khusus untuk mengakui dan menghormati perbedaan budaya.
Pendidikan multikulturalisme merupakan sebuah pendidikan yang membahas
tentang bagaimana cara menanggapi keberagaman kebudayaan yang ada di
masyarakat (Alzana dan Harmawati, 2021). Menurut Isnarni Moeis (2014)
(dalam Alzana dan Harmawati, 2021), pendidikan multikulturalisme adalah
upaya untuk membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, sikap yang
harus ditunjukkan, dan keterampilan untuk menghormati kebudayaan mereka,
budaya nasional, dan antar budaya. Sudah ada beberapa sekolah yang mulai
menerapkan pendidikan multikultural secara resmi. Namun tanpa kita sadari,
sedari dulu, pendidikan multikultural sudah diajarkan secara tidak langsung
dalam pendidikan Pancasila yang diajarkan dalam mata pelajaran PPKN.
Pancasila sudah memuat tentang multikulturalisme, tepatnya pada sila kedua.
Sila ‘Kemanusian yang adil dan beradap’ adalah penggambaran dari
multikulturalisme. Sila tersebut mengakui keberagaman kebudayaan di
Indonesia dan harus diposisikan sama rata secara adil. Tidak ada perbedaan
diantar setiap suku, ras, agama, ataupun budaya. Dan semenjak dulu, di sekolah
dasar sudah diajarkan Pancasila serta nilai-nilainya. Salah satunya yaitu nilai
toleransi terhadap keberagaman yang ada di Indonesia sudah ditananamkan
semanjak kecil dan selalu dipupuk sampai sekarang di setiap pembelajaran
PPKN. Oleh karena itulah, Mahasiswa yang sudah menempuh pembelajaran
sekolah selama 12 tahun, sudah pasti memiliki pengetahuan tentang
multikulturalisme. Pendidikan Pancasila sebagai pendidikan multikultural
mendorong generasi muda bangsa untuk peduli dengan lingkungan sekitar
dimanapun dia berada dan mampu berpartisipasi dalam masyarakat dan menjadi
manusia beradab sesuai dengan sila ke 2 dalam Pancasila (Alzana dan
Harmawati, 2021).

B. Pergaulan Mahasiswa

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 678


1. Pergaulan
Pergaulan adalah kontak langsung antara individu yang satu dengan
individu lainnya (Kiawati, 2021). Pergaulan bisa terjadi atas berbagai faktor
seperti usia, pengalaman, pengetahuan, lingkungan dan lain sebagainya. Sebagai
makhluk sosial, kita pasti akan melakukan kontak langsung dengan manusia
lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Aristiteles bahwa
manusia sebagai makhluk sosial tak akan pernah lepas dari yang namanya
kebersamaan dengan manusia lain. Hal itu tidak bisa dihindari karena kita hidup
di tengah-tengah masyarakat. Karena ini jugalah kita bisa berinteraksi dengan
manusia lainnya.
Sedangkan didalam islam, pergaulan dikaitkan dengan toleransi, karena
ketika suatu pergaulan terjadi, pasti terdapat toleransi didalamnya. Baik itu
toleransi menyangkut budaya, agama, lingkungan, perbedaan status sosial, dan
lain-lain. Pergaulan adalah salah satu cara untuk berinteraksi dengan alam
sekitar. Bergaul dengan orang lain adalah fitrah manusia yang memerlukan
orang lain dalam kehidupannya (Agustiawan, 2019:58-59). Tidak ada satupun
manusia yang bisa hidup sendiri. Kita diciptakan dengan kelebihan dan
kekurangan yang berbeda-beda dengan salah satu tujuannya adalah untuk saling
melengkapi. Kekurangan di salah satu manusia dilengkapi oleh kelebihan
manusia lainnya. Begitupun sebaliknya, kelebihan orang lain pasti diperlukan
juga untuk menutupi kekurangan orang lain. Oleh karena itu pergaulan sangat
diperlukan bagi kita manusia.
Pergaulan juga terbagi 2, yaitu pergaulan sehat atau posistif dan
pergaulan yang tidak sehat atau pergaulan negatif. Pergaulan sehat terjadi pada
saat antar individu yang berinteraksi menghasilkan suatu nilai positif. Pergaulan
ini bisa dicontohkan dalam bentuk kerjasama dalam dalam melakukan hal hal
yang berbau positif. Menurut Kiawati (2021), ada beberapa hal yang bisa
dilakukan untuk mendapatkan pergaulan positif dengan mencari teman dengan
tipe berikut, seperti :
1. Teman yang rajin beribadah agar kita bisa ikut rajin beribadah. Walaupun
ini tidak menjamin kita untuk menjadi rajin beribadah, setidaknya hal ini
lebih baik daripada kita berteman dengan teman yang sama-sama pemalas
karena itu akan membuat kita berjalan ditempat dan tidak berkembang.
2. Orang yang mempunya nilai lebih. Biasanya seseorang yang memiliki nilai
lebih memiliki cakupan pergaulan yang lebih luas karena ia dikenal di
suatu lingkungan. Dengan begitu, kita juga ikut terbawa dan memiliki
kenalan baru.
3. Orang yang suka berorganisasi. Dari organisasi, kita bisa belajar menjadi
seorang pemimpin, belajar mengolah suatu kegiatan, bisa bertukar fikiran
karena sering berdiskusi, melatih berfikir kritis karena sering dihadapkan
pada permasalahan yang harus mempunyai solusi dan lain-lain.
4. Teman yang bisa berbisnis agar kita juga bisa belajar berbisnis dengannya.
Belajar marketing, belajar untuk berani promosi dan lain-lain.
5. Mencari teman yang berbeda tipe agar bisa menambah pengalaman dalam
menghadapi tipe-tipe orang yang berbeda-beda yang nantinya pasti akan
sangat dibutuhkan di masa depan.
Dengan adanya teman teman seperti itu dalam pergaulan kita, maka
dengan sendirinya pergaulan yang kita lakukan membawa dampak positif bagi
kita maupun orang lain.

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 679


Pergaulan yang tidak sehat terjadi ketika pergaulan itu menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dan merugikan bagi individu yang melakukan
pergaulan itu sendiri serta lingkungan di sekitarnya. Hal ini bisa terjadi akibat
beberapa faktor seperti tidak maksimalnya peran orang tua, konflik sosial dalam
keluarga ataupun masyarakat, tidak adanya pondasi yang kuat dalam diri
individu tersebut yang bisa membentengi dirinya dari pergaulan yang tidak
sehat (Maulana, 2020). Contoh dari pergaulan yang tidak sehat ini seperti
pergaulan bebas yang bisa mengarah kepada penyalahgunaan narkoba, seks
bebas, hura-hura, dan lain sebagainya.
Untuk membangun pergaulan yang baik, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan menurut Agustiawan (2019).
1. Akhlak. Akhlak merupakan cerminan diri secara utuh dari apa yang ada di
dalam hati. Akhlak sepadan dengan budi pekerti dan moral.
2. Adil, maksud adil didalam pergaulan adalah memberikan hak kepada yang
berhak tanpa memihak dan membeda-bedakan. Jadi semuanya harus
diberlakukan sama tanpa perbedaan antara yang satu dan yang lainnya jika
memang itu hak mereka.
3. Amanah. Didalam pergaulan, amanah juga harus dijaga karena amanah
harus di tepati. Dengan begitu, di dalam pergaulan tidak ada yang merasa
dikhianati ataupun dicurangi serta akan timbul rasa aman dalam pergaulan.
4. Jujur. Membuat seseorang menjadi pribadi yang dapat dipercaya dalam
pergaulan.
5. Takwa akan membentengi diri dari perbuatan yang tidak baik.
6. Menjaga hati akan menjaga kita dari perbuatan Riya’ dan dengki atau
hasad yang akan berpengaruh buruk dalam pergaulan.
7. Menjaga lisan. Lisan merupakan salah satu kunci dalam pergaulan.
Komunikasi yang terjadi harus sesuai dengan situasi pergaulan. Salah
menggunakan lisan akan berdampak buruk pada pergaulan itu sendiri
2. Pergaulan Mahasiswa
Pergaulan mahasiswa tidak jauh beda dengan apa yang sudah dijelaskan
di atas. Karena pada dasarnya konsep pergaulannya masih sama. Cuma yang
membedakan hanyalah individu yang terlibat didalam pergaulannya. Pergaulan
mahasiswa adalah pergaulan yang terjadi dalam lingkungan mahasiswa.
Menurut Rahayu dan Panday (tt), Mahasiswa adalah seseorang pelajar di
perguruan tinggi setelah menamati sekolah dan memenuhi wajib belajar selama
12 tahun. Sarwono (2007) berpendapat bahwa mahasiswa adalah orang yang
sudah terdaftar di suatu perguruan tinggi secara resmi dengan batas usia sekitar
18-30 tahun.
Mahasiswa memiliki makna yang lebih luas dari seorang yang terdaftar
di perguruan tinggi. Mahasiswa terdiri dari kata maha yang berarti “ter” dan
siswa yang berarti pelajar. Jadi mahasiswa adalah seseorang terpelajar yang
memiliki pikiran yang beredukasi tinggi, serta dapat mengaplikasikan dan
berkreatifitas dalam bidang yang dipelajarinya masing masing (Qomarudin,
2021). Hal yang membedakan mahasiswa dengan orang biasa adalah
pikirannya. Mahasiswa sudah dibekali dengan ilmu-ilmu yang tidak bisa
didapatkan dari luar perguruan tinggi. Mahasiswa juga memiliki kemapuan
analisis yang tinggi terhadap suatu masalah sehingga bisa mencari solusi dari
permasalahan tersebut dengan baik, yang tentu saja berbeda dengan orang biasa
yang tidak dibekali dengan ilmu-ilmu tertentu. Mahasiswa berfikir secara luas,
bukan lagi terpaku pada satu point tertentu. Mereka bisa memikirkan sesuatu

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 680


dengan perspektif yang berbeda dengan perspektif yang biasa dipakai orang
pada umumnya. Sehingga hasil pemikiran mahasiswa kerap dikagumi
masyarakat.
Sebagai orang yang terpelajar, kebanyakan Mahasiswa sudah bisa
menciptakan pergaulan positif sendiri karena mereka sudah punya ilmu tentang
pergaulan negative. Kebanyakan mahasiswa saling berlomba untuk masuk ke
organisasi, mereka suka membuat kelompok kelompok belajar agar lebih
memudahkan dalam memahami pembelajaran, memulai bisnis kecil-kecilan
Bersama teman teman, dan lain lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Kiawati
untuk membuat pergaulan positif. Secara tersendirinya, Mahasiswa sudah
menerapkan hal hal yang harus diperhatikan dalam membuat pergaulan yang
baik.

C. Pergaulan dan Multikulturalisme di IAIN Batusangkar


IAIN Batusangkar adalah salah satu universitas PTKIN favorit di pulau
Sumatera, bahkan IAIN Batusangkar juga dikenal di daerah lainnya di luar pulau
Sumatera. IAIN Batusangkar pada awalnya merupakan bagian dari Fakultas
Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yang pada saat itu dikenal dengan sebutan
Fakultas Tarbiyah Imam Bonjol Batusangkar. Selama 26 tahun, Fakultas Tarbiyah
IAIN Imam Bonjol Batusangkar berada dibawah naungan IAIN Imam Bonjol
Padang yang kemudian bisa berdiri sendiri dengan nama Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Batusangkar pada tahun 1997. Kemudian pada tahun 2015,
STAIN Batusangkar berganti nama menjadi IAIN Batusangkar.
Pada saat ini, IAIN Batusangkar terdiri dari 4 fakultas yang mana
fakultasnya itu adalah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) dengan 11
jurusan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syariah (FEBI) dengan 3 jurusan, Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) dengan 7 jurusan, dan Fakultas Syariah
(FASYA) dengan 3 jurusan. Disamping itu, IAIN Batusangkar juga sudah memiliki
program Pasca Sarjana yang memiliki 6 program studi. Banyaknya jurusan yang
ditawarkan di IAIN Batusangkar membuat IAIN Batusangkar menjadi salah satu
perguruan tinggi pilihan, Oleh karena itu, banyak pelajar dari setiap daerah di pulau
Sumatera, bahkan diluar pulau Sumatera, yang memilih untuk melanjutkan studinya
di IAIN Batusangkar.
Asal daerah yang berbeda tersebut membuat IAIN Batusangkar menjadi
sebuah wadah Multikulturalisme budaya. Pergaulan yang terjadi di dalam perguruan
tinggi ini diwarnai dengan adanya budaya beragam. Adanya berbagai Bahasa daerah
yang dibawa dari daerah masing masing dan dipertemukan di perguruan tinggi ini.
Belum lagi kebiasaan dan adat dari berbagai daerah yang dibawa oleh para
mahasiswa IAIN Batusangkar.
Bagi mahasiswa yang berasal dari Sumatera Barat, mereka akan berhadapan
dengan kondisi lingkungan di IAIN Batusangkar. Yang awalnya mereka
berkomunikasi dengan Bahasa daerah mereka masing-masing, sekarang dihadapkan
dengan Bahasa Minang yang merupakan Bahasa yang dipakai di daerah
Batusangkar. Yang lingkungan kehidupannya dulu begini, sekarang harus
menghadapi lingkungan kehidupan baru di IAIN Batusangkar. Belum lagi kebiasaan
dan juga norma atau adat di daerah Batusangkar yang harus mereka pahami. Jadi,
pergaulan di IAIN Batusangkar sangat beragam karena pergaulan disini didasari
dengan multikulturalisme budaya.

D. Hubungan Multikulturalisme dengan Pergaulan Mahasiswa

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 681


Seperti yang kita tahu bahwasanya Multikulturalisme adalah suatu paham
yang menyatukan keberagaman yang ada. Multikultur yang ada di suatu lingkungan
dijaga keberagamannya dengan adanya multikulturalisme sehingga keberagaman itu
tidak membuat perpecahan. Pengetahuan tentang multikulturalisme ini atau yang
biasa dikenal dengan pendidikan multikultural sudah diajarkan semenjak sekolah
dasar. Walaupun tidak dengan mata pelajaran khusus, tapi pendidikan multikultural
ini sudah diajarkan secara tidak langsung didalam pembelajaran Pancasila yang kita
dapat dari pembelajaran PPKN. Secara tidak langsung, sekolah sudah membekali
para mahasiswa dengan pendidikan multikultural.
Mahasiswa memiliki pergaulan yang lebih luas daripada siswa sekolah
umum biasa karena banyak mahasiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda
disatukan dalam satu perguruan tinggi. Ketika latar belakang budaya yang berbeda
ini berada dalam satu lingkungan, maka akan tercipta keberagaman budaya di
lingkungan tersebut. Multikulturalisme berfungsi untuk menjaga keberagaman itu
agar bisa menjadi suatu persatuan, bukan perpecahan.
Menurut pengamatan penulis di kelas 1A jurusan Tadris Bahasa Inggris
IAIN Batusangkar, keberagaman budaya dari berbagai daerah berbeda tidak
membuat mahasiswa kelas tersebut mengalami culture shock sama sekali.
Keberagaman ini malah membuat mahasiswa penasaran dengan budaya antar satu
sama lain. Dari studi literatur yang sudah penulis lakukan, ternyata hal ini bisa
terjadi karena setiap mahasiswa sudah punya bekal masing-masing dengan
pengetahuan multikultural sehingga keberagaman tidak membuat mereka terkejut
atau merasa terasingkan. Sebaliknya, mereka ingin bertanya lebih jauh tentang
budaya budaya yang pernah mereka pelajari pada saat sekolah. Multikulturalisme
yang sudah ditanamkan kedalam diri mahasiswa membantu mereka dalam
menciptakan pergaulan yang baik.

SIMPULAN
Dari penjelasan diatas, hasil studi literatur yang sudah penulis lakukan
mengungkapkan bahwa dampak multikulturalisme dalam pergaulan mahasiswa adalah
sebagai pemersatu dari keberagaman yang ada pada mahasiswa. Multikulturalisme juga
menjaga agar keberagaman tidak menjadi pemecah diantara mahasiswa.
Multikulturalisme yang kita tahu dari penjelasan diatas adalah suatu keyakinan yang
menyatakan bahwa keragaman bisa hidup damai dan berdampingan. Keyakinan inilah
yang membuat mahasiswa bisa hidup damai walaupun dengan budaya yang berbeda-
beda. Keberagaman budaya mahasiswa malah membuat pergaulan mahasiswa menjadi
lebih luas dan berwarna. Hal ini dikarenakan pergaulan mereka diwarnai oleh beragam
budaya yang berbeda. Adanya berbagai Bahasa daerah yang dibawa dari daerah masing-
masing. Belum lagi kebiasaan dan adat dari berbagai daerah yang dibawa oleh para
mahasiswa IAIN Batusangkar. Pergaulan dengan multikulturalisme ini bisa menambah
pengetahuan mahasiswa mengenai kebudayaan yang ada. Pergaulan dengan budaya yang
berbeda ini malah membuat mereka lebih tertarik antara satu sama lain.
Ternyata di lapangan, perbedaan budaya tidak membuat mahasiswa mengalami
culture shock karena para mahasiswa sudah punya bekal pengetahuan tentang
multikulturalisme yang diberikan semenjak sekolah dasar. Pendidikan multikultural
membuat mereka sudah paham dengan perbedaan yang ada diantara mereka. Pendidikan
multikultur ini juga yang menyebabkan mahasiswa mudah bergaul dengan mahasiswa
lainnya. Pengetahuan ini juga membantu para mahasiswa untuk beradaptasi dengan
lingkungan barunya.

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 682


DAFTAR RUJUKAN
Nugrahani, F. (2014). Metode Penelitian dalam Penelitian Bahasa.
Alzanaa, A. W., & Harmawati, Y. (2021). Pendidikan Pancasila sebagai pendidikan
multikultural. Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 9(1), 51-57.
Mundeza, R. S. (2021). Process of Student Adaptation of Culture Shock. Journal La
Sociale, 2(2), 26-31.
Sari, I. K., & Siregar, N. (2021). Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Islam. Hikmah, 18(2), 108-118.
Kecerdasan Interpersonal dan Kecerdasan Intrapersonal dengan Sikap Multikultural pada
Mahasiswa Malang. Jurnal Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas
Yudharta Pasuruan, 3(1), 39-59.
Qomarudin, A. (2021). Hilangnya Kesadaran Diri Mahasiswa untuk
Kuliah. PENSA, 3(1), 1-13.
Lestari, G. (2016). Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia Di Tengah
Kehidupan SARA. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan, 28(1).
Kiawati, K., & Th, A. P. M. (2021). Pergaulan Menurut Amsal 17: 17 Sebagai Makhluk
Sosial Dalam Kebersamaan. FILADELFIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristen, 2(2), 219-235.
Maulana, G. R. (2020). Mengatasi Pergaulan Bebas Dikalangan Masyarakat
Ilmiah. PINISI: Journal of Teacher Professional, 1(1).
Rahayu, A. D., & Panday, R. Korelasi Antara Unit Kegiatan Mahasiswa (Ukm) Terhadap
Pengembangan Diri Mahasiswa Di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
ISLAM, E. P. D. (2019). Konsep Pergaulan Dalam Surat Az-Zuhkruf Ayat 67 Dan Ali-
Imron Ayat 118 Dalam Tafsir Al-Misbah Dan Relevansinya Dengan.
DEWI, D. A. T. (2021, October 31). Multikulturalisme Membangkitkan Persatuan Dan
Kesatuan NkrI. https://doi.org/10.31219/osf.io/gzk3bKelly, E. (2015).

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 683

Anda mungkin juga menyukai