DISUSUN OLEH :
BAMBANG RENALDY
NIM : 050046491
Contohnya adalah di Indonesia terkenal dengan ciri khas budaya musiknya yaitu dangdut,
sedangkan di belahan Negara barat mengenal musik DJ, kebudayaan ini tak jarang menjadi bercampur dan
menciptakan kebudayaan musik baru, yaitu musik dangdut yang di DJ kan, atau lebih dikenal dengan musik
remix. Ini menunjukkan multikulturalisme yang berkembang melampaui batas-batas Negara sendiri dan
muncul akibat era globalisasi.
Sumber:
Parsudi Suparlan. Hubungan Antar Suku Bangsa. YPKIK. 2004. Hlm. 123.
Fajar Ridwan Wijaya. Globalisasi dalam Konsep Multikultularisme dalam Kebudayaan Indonesia. Makalah
studi. 2022 Universitas Terbuka.
Stereotip ini muncul tidak hanya berdasarkan prasangka, namun banyak yang muncul akibat suatu
pengalaman, baik pengalaman diri sendiri atau secara pribadi, pengalaman orang lain yang telah mengalami,
ataupun pengalaman yang didapat dari media massa. Pengalaman ini muncul setelah berinteraksi dengan
orang yang berbeda etnik, berinteraksi dengan anggota ras, etnik, agama, atau kelompok sosial yang
berbeda. Streotip dapat berbentuk positif maupun negatif. Streotip yang ditujukan pada sekelompok orang
sebagai orang malas, jahat, kasar dan bodoh merupakan bentuk stereotip negatif. Akan tetapi terdapat juga
stereotip dalam bentuk positif, yakni pandangan pelajar dari Asia yang berkelakuan baik, pekerja keras, dan
pandai.
Contoh stereotip adalah banyaknya anggapan bahwa orang Minang itu pelit, orang Madura dan
Batak itu kasar, orang Jawa itu pemalas, atau orang Tionghoa itu licik. Selain itu berdasarkan penelitian yang
dilakukan Chelsea Makikama, Ferry VIA Koagow, dan Grace Jane Waleleng dalam jurnalnya yang berjudul
“Stereotip Mahasiswa Etnik Minahasa Dalam Berkomunikasi Dengan Mahasiswa Etnik Sangihe” dapat
disimpulkan bahwa adanya stereotip dari mahasiswa Etnik Minahasa terhadap Mahasiswa Etnik Sangihe,
yaitu munculnya Stereotip positif seperti Etnik Sanghie menggunakan bahasa daerah, memiliki ciri khas
dialek dan logat yang unik, memiliki jargon-jargon, dan berkata terus terang. Sedangkan stereotip negatif
adalah etnik Sangihe memiliki intonasi nada yang terdengar kasar dan sering menggunakan kata makian.
Ini menunjukkan dua stereotip sekaligus baik berupa stereotip positif maupun negative. Hal ini menunjukkan
contoh dari stereotip itu sendiri.
Sumber :
Chelsea Makikama, Ferry VIA Koagow, Grace Jane Waleleng. “Stereotip Mahasiswa Etnik Minahasa Dalam
Berkomunikasi Dengan Mahasiswa Etnik Sangihe” dalam Jurnal Acta Diurna Komunikasi (2021) Hlm 1-10.
Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Amanda Rosetia, dkk. “Stereotip Dan Dampaknya Ditengah Kehidupan Sosial Masyarakat” dalam Jurnal E-
ISSN: 2714-8599. Volume 2 Nomor 1 (2020) hlm. 135-145. Universitas Internasional Batam.
3. Jelaskan arti kesetaraan menurut Bikhu Parekh, berikan contohnya!
Menurut Bhiku Parekh kesetaraan dititikberatkan pada manusia sebagai makhluk kultural. Manusia
memiliki beberapa kemampuan dan kebutuhan yang sama, tetapi perbedaan kultural yang dimiliki,
membentuk suatu kebutuhan manusia secara berbeda-beda dan dapat membentuk kebutuhan baru.
Menurut Bikhu Parekh, kesetaraan adalah prinsip yang mengakui dan menghormati nilai-nilai, hak-hak, dan
martabat setiap individu dalam masyarakat. Kesetaraan ini melibatkan pengakuan terhadap perbedaan yang
ada di antara individu-individu tersebut, baik dalam hal ras, agama, gender, atau latar belakang sosial-
ekonomi.
1. Kesetaraan rasial: Mengakui bahwa semua ras memiliki hak yang sama untuk dihormati dan diperlakukan
secara adil. Contohnya adalah kebijakan anti-diskriminasi yang melarang perlakuan yang tidak adil
berdasarkan ras.
2. Kesetaraan gender: Mengakui bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan kesempatan, perlakuan, dan penghargaan yang adil. Contohnya adalah kebijakan
penghapusan kesenjangan gaji antara laki-laki dan perempuan.
3. Kesetaraan agama: Mengakui bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih dan menjalankan
agama mereka tanpa diskriminasi. Contohnya adalah kebijakan perlindungan kebebasan beragama yang
melindungi hak setiap individu untuk beribadah sesuai dengan keyakinan mereka.
Sumber:
Sumber referensi: Parekh, B. 2000. Rethinking multiculturalism: Cultural diversity and political theory.
Harvard University Press.
Hertati Suandi, dkk. 2022. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.