Disusun Oleh :
Corryna Felicia (1806215894)
Larasati (1806217003)
Universitas Indonesia
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I Pendahuluan 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 5
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Culture shock dapat terjadi di berbagai lingkungan, salah satunya adalah pada
Asrama Mahasiswa UI. Dalam lingkungan Asrama mahasiswa UI terdapat
banyak mahasiswa pendatang dari berbagai daerah di Indonesia yang tentunya
membutuhkan suatu penyesuaian diri. Munculnya berbagai perbedaan seperti
perbedaan budaya, cara pandang, latar belakang, bahasa, kehidupan sosial,
pakaian dan makanan, serta kebiasaan yang berbeda-beda menjadi serangkaian
masalah yang harus dihadapi oleh mahasiswa daerah yang berada di Asrama
Mahasiswa UI. Adanya culture shock selanjutnya juga dapat mempengaruhi
kehidupan mahasiswa yang berada di lingkungan tersebut.
Penelitian ini akan terfokus pada masalah culture shock yang dihadapi oleh
mahasiswa perantau yang bertempat tinggal di Asrama Mahasiswa UI. Makalah
yang berjudul “PENGARUH CULTURE SHOCK TERHADAP KEHIDUPAN
MAHASISWA DAERAH DI ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS
INDONESIA” ini penulis pilih karena dinilai menarik dan masih jarang
dilakukan, serta nantinya diharapkan menjadi evaluasi bagi pihak-pihak yang
bersangkutan agar dapat meningkatkan pelayanannya guna mengurangi atau
memperbaiki efek dari gegar budaya di lingkungan Asrama Mahasiswa UI yang
berlokasi di Jalan Profesor Miriam Budiardjo, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Kota
Jakarta Selatan.
Berdasarkan latar belakang di atas, agar lebih terarah dan terfokus pada pokok
masalah, maka rumusan masalah yang kami tetapkan adalah sebagai berikut:
1.2.1. Apakah penyebab culture shock yang dihadapi oleh para mahasiswa
dalam menyesuaikan diri di lingkungan Asrama Mahasiswa UI?
1.2.2. Bagaimana dampak culture shock yang terjadi pada mahasiswa UI yang
bertempat tinggal di Asrama Mahasiswa UI?
1.2.3. Apakah solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya culture
4
shock yang dialami oleh mahasiswa daerah di Asrama Mahasiswa UI?
1.3.1. Untuk mengetahui penyebab culture shock yang dihadapi oleh para
mahasiswa dalam menyesuaikan diri di lingkungan Asrama Mahasiswa UI
1.3.3. Untuk mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya
culture shock yang dialami oleh mahasiswa daerah di Asrama Mahasiswa UI
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Multikulturalisme
Indonesia adalah negara yang heterogen, di dalamnya terdiri dari ras, suku,
agama, bangsa yang beragam. Selain ras dan suku bangsa, Indonesia yang sangat
luas ini juga memiliki dari ribuan pulau, terpisah oleh lautan, dan berisi flora dan
fauna yang sangat beraneka ragam. Jika dilihat dari hal tersebut saja, sudah bisa
terlihat bahwa masyarakat Indonesia juga pasti sangat beragam karena berbagai
suku bangsa dan memiliki ciri khasnya masing-masing. Dari hal tersebutlah
kemudian muncul pemahaman multikulturalisme, yaitu adalah sikap dan paham
yang menerima adanya berbagai kelompok manusia yang memiliki kultur dan
struktur yang berbeda. Jika terdapat perbedaan di dalam sebuah individu maupun
kelompok, hal tersebut bukan merupakan ancaman atas keberadaannya, dan
bukan berarti ia mau mengadopsi dan menganggap kultur pihak lain itu sama
baiknya dengan kultur etnisnya sendiri.
6
organizations, historis, customs and practices”); (Parekh, 1997)
2.2 Pluralisme
Pluralisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa orang dari ras,
agama, serta kepercayaan politik yang berbeda dapat hidup dengan damai di
masyarakat yang sama. Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka
dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa
saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama
(koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
“Culture shock adalah tekanan dan kecemasan yang dialami oleh orang-
orang ketika mereka bepergian atau pergi ke suatu sosial dan budaya yang baru”
(Odera, 2003). Istilah ini diperkenalkan untuk pertama kali di tahun 1958 untuk
mendeskripsikan kecemasan ketika seseorang bergerak ke suatu lingkungan yang
sepenuhnya baru baik dalam negerinya sendiri sampai berpindah ke negeri lain
yang di mana seseorang tersebut merasa tidak mengetahui harus berbuat apa atau
bagaimana mengerjakan segala sesuatu di lingkungan yang baru dan tidak
mengetahui apa yang tidak sesuai atau sesuai. Culture shock secara umum terjadi
di minggu awal datang ke tempat yang baru.
7
Menurut Guanipa (1998) “gejala culture shock diantaranya mengalami
kesedihan, kesepian, kesulitan untuk tidur, lebih mudah untuk marah, ada rasa
untuk tidak ingin berhubungan dengan orang lain, identitas yang pudar, berusaha
sangat gigih untuk menyerap segalanya di budaya baru, tidak adanya percaya diri,
dan rindu keluarga.”
“Gejala-gejala gangguan culture shock, seperti diungkapkan Oberg” (dalam
Hidajat, dkk., 2000) memiliki enam buah aspek yaitu:
1. Ketegangan karena adanya usaha untuk beradaptasi secara psikis.
2. Perasaan kehilangan keluarga, teman, status, dan kepemilikan.
3. Penolakan terhadap dan dari orang-orang di lingkungan yang baru.
4. Adanya kebingungan mengenai peran, harapan terhadap peran
tersebut, nilai yang dianut, perasaan dan identitas diri.
5. Tidak menyukai kenyataan adanya perbedaan bahasa, kebiasaan, nilai
atau norma dan sopan santun antara daerah asal dan daerah baru.
6. Perasaan tidak berdaya yang disebabkan oleh ketidakmampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
“Terdapat empat tingkatan ketika seseorang mengalami culture shock
yang dapat digambarkan dalam bentuk kurva U, sehingga disebut U – Curve. “
1. Fase optimistik, fase pertama yang digambarkan berada pada bagian
kiri atas dari kurva U. Fase ini terjadi ketika seseorang baru saja
berpindah dari tempat asalnya ke tempat baru dan masih berisi
kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euforia sebagai antisipasi
individu sebelum memasuki budaya baru.
2. Masalah kultural, fase kedua di mana masalah dengan lingkungan baru
mulai berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, sekolah baru,
dan lain-lain. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan
ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis dalam culture shock. Orang
menjadi bingung dan tercengang dengan sekitarnya, dan dapat menjadi
frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah,
tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.
8
3. Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai
budaya barunya. Pada tahap ini, orang secara bertahap membuat
penyesuaian dan perubahan dalam caranya menanggulangi budaya
baru.
4. Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah
mengerti elemen kunci dari budaya barunya seperti nilai-nilai, adab
khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain (Samovar, Richard
dan Edwin, 2010: 169).
9
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. “Metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”
(Sugiyono, 2013, p.13)
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data primer.
Menurut Indiantoro dan Supomo (2013: 146-147) “data primer merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, sedangkan data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara.”
Pada penelitian ini data primer akan diperoleh melalui hasil survei melalui
kuesioner yang akan disebar kepada mahasiswa luar Jabodetabek di Asrama UI.
10
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
metode survei yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Menurut Sugiyono
(2013; 199) “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan atas pernyataan tertulis yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atas pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.” Dalam penelitian ini, kuisioner yang
digunakan adalah kuisioner online yang dapat diisi melalui
https://tiny.cc/IsiGratisOVO yang kemudian disebarkan melalui chat group
penghuni Asrama Mahasiswa UI pada aplikasi LINE. Populasi pada penelitian ini
sendiri adalan Mahasiswa UI angkatan 2018 yang bertempat tinggal di Asrama
Mahasiswa UI yang diketahui melalui bagian Tata Usaha Asrama UI yaitu berjumlah
762 orang. Sedangkan jumlah sampel yang didapatkan yaitu sebanyak 120 orang.
11
BAB IV
12
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian untuk penyelesaian makalah ini dibagi menjadi dua cara, secara
online maupun offline. Pada cara online, kuesioner disebarkan melalui beberapa grup
penghuni asrama di aplikasi LINE. Calon responden diminta untuk mengklik
https://tiny.cc/IsiGratisOVO di browser kemudian mengisi kuesioner dengan
identitas dan beberapa pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
13
BAB V
Berdasarkan survei yang telah dilakukan, sejumlah 120 orang responden yang
didapatkan berasal dari fakultas yang berbeda-beda yang tersebar di 14 fakultas yang
berada di Universitas Indonesia. Berikut adalah rinciannya:
1 FK 3
14
2 FKG 1
3 FIK 8
4 FKM 10
5 FF 11
6 FMIPA 13
7 FT 9
8 FASILKOM 5
9 FH 2
1 FPsi. 4
0
1 FEB 7
1
1 FIB 17
2
1 FISIP 10
3
1 FIA 20
4
15
Jika dilihat berdasarkan asal tempat tinggal, maka tempat tinggal responden
tersebar di seluruh Indonesia mulai dari daerah Aceh hingga Papua. Namun,
mayoritas responden berasal dari pulau jawa, khususnya Jawa Tengah.
Penelitian ini menggunakan metode kuisioner yang dapat diakses melalui link
https://tiny.cc/IsiGratisOVO dan disebarkan melalui beberapa group-chat Asrama
Mahasiswa UI dengan bantuan beberapa pihak. Pertanyaan yang diajukan sebanyak
1l soal, dengan 10 soal merupakan soal dengan jawaban berjenjang antara skala 1
sampai 6 dan 1 soal lainnya berupa soal terbuka dengan jawaban singkat.
16
sulit), lalu sebanyak 27 orang (22,5%) memilih skala 3 (cukup tidak sulit) dalam
beradaptasi di lingkungan asrama, kemudian sejumlah 9 orang (7,5%) memilih skala
4 (cukup sulit), dan 6 orang (5%) memilih skala 5 (sulit), serta sebanyak 1 orang
(0,8%) menyatakan memilih skala 6 (sangat sulit) dalam beradaptasi di lingkungan
asrama. maka dapat dinyatakan bahwa mayoritas Mahasiswa UI yang bertempat
tinggal di Asrama Mahasiswa UI tidak merasa kesulitan dalam beradaptasi sehingga
indikator adanya culture shock menjadi lebih kecil karena mahasiswa mempunyai
tingkat adaptasi yang cukup baik. Sulitnya adaptasi sendiri merupakan salah satu
gejala adanya culture shock, sehingga dapat dilihat bahwa gejala culture shock
memiliki kemungkinan kecil terjadi pada mahasiswa tersebut.
Berdasarkan grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 120 orang
yang menanggapi soal tersebut, sebanyak 1 orang (0,08%) memilih skala 1
(sangat tidak nyaman), 3 orang (2,5%) memilih skala 2 (tidak nyaman), 13 orang
(10,8%) memilih skala 3 (cukup tidak nyaman), 25 orang (20,8%) memilih skala
4 (cukup nyaman), dan sebanyak 53 orang (44,2%) memilih skala 5 (nyaman),
serta sisanya sebanyak 25 orang (20,8%) memilih skala 6 (sangat nyaman). Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas mahasiswa memilih skala 5 atau
nyaman terhadap lingkungan Asrama Mahasiswa UI. Nyaman atau tidaknya
mahasiswa disini masih berkaitan dengan baiknya tingkat adaptasi, jika seseorang
mempunyai tingkat adaptasi yang baik, maka cenderung akan merasa nyaman
17
dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, adanya berbagai fasilitas yang
disediakan oleh asrama juga menjadi faktor kenyamanan yang dirasakan oleh
mahasiswa.
Dari data tersebut, dapat diamati bahwa sejumlah 120 orang responden
memiliki pendapat yang berbeda-beda dan terbagi dari skala 1 hingga 6, jawaban
antara skala 1 hingga 6 tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Jumlah
responden yang memilih skala 1 (sangat tidak takut) adalah sebanyak 22 orang
(18,3%), yang memilih skala 2 (tidak takut) adalah sebanyak 24 orang (20%),
selanjutnya yang memilih skala 3 (cukup tidak takut) yaitu sebanyak 27 orang
(22,5%), lalu sebanyak 23 orang (19,2%) memilih skala 4 (cukup takut), dan
sebanyak 13 orang (10,8%) memilih skala 5 (takut), dan yang terakhir sebanyak
11 orang (9,2%) merasa sangat takut untuk memasuki wilayah yang memiliki
budaya berbeda. Maka dapat dilihat bahwa mayoritas responden atau sebanyak 27
orang merasa tidak cukup takut dalam memasuki wilayah baru, ketakutan dalam
memasuki wilayah baru yang berbeda budaya juga merupakan salah satu gejala
adanya culture shock sehingga dapat dinyatakan bahwa gejala culture shock
terjadi di Asrama Mahasiswa UI karena tingkat ketakutan dalam memasuki
wilayah baru masih cukup besar.
18
Gambar 5.4. Hasil Penelitian Kuesioner Soal 4
Berdasarkan data yang terdapat pada grafik tersebut, dari sebanyak 120 orang
responden sebanyak 55 orang (45,8%) memilih skala 1 (sangat tidak minder), 30
orang (25%) memilih skala 2 (tidak minder), 15 orang (12,5%) memilih skala 3
(cukup tidak minder), 11 orang (9,2%) memilih skala 4 (cukup minder), lalu
sebanyak 7 orang (5,8%) memilih skala 5 (minder), dan 2 orang (1,7%) memilih
skala 6 (sangat minder). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden atau sebanyak 55 orang menyatakan sangat tidak minder dengan latar
belakang budayanya, sehingga kemungkinan untuk kehilangan jati diri menjadi
kecil, dan gejala culture shock menjadi kecil pula.
19
Dari data tersebut diperoleh sebanyak 120 responden dengan jawaban yang
berbeda-beda. Pada skala 1 (sangat tidak merasa) dipilih oleh sebanyak 41 orang
(34,2%), skala 2 (tidak merasa) dipilih oleh 35 orang (29,2%), skala 3 (cukup
tidak merasa) dipilih oleh sebanyak 30 orang (25%), skala 4 (cukup merasa)
dipilih oleh 6 orang (5%), lalu sebanyak 4 orang (3,3%) memilih skala 5
(merasa), dan sejumlah 4 orang (3,3%) memilih skala 6 (sangat merasa). Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar responden atau sekitar 41 orang
sangat tidak merasa kehilangan jati dirinya ketika memasuki lingkungan baru atau
dalam hal ini adalah lingkungan Asrama Mahasiswa UI sehingga kemungkinan
terjadinya gejala culture shock menjadi kecil.
Dari data tersebut, dapat diamati bahwa sejumlah 120 orang responden
memiliki pendapat yang berbeda-beda dan terbagi dari skala 1 hingga 6, jawaban
antara skala 1 hingga 6 tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Jumlah
responden yang memilih skala 1 (sangat tidak sulit) adalah sebanyak 33 orang
(27,5%), yang memilih skala 2 (tidak sulit) adalah sebanyak 39 orang (32,5%),
selanjutnya yang memilih skala 3 (cukup tidak sulit) yaitu sebanyak 21 orang
(17,5%), lalu sebanyak 11 orang (9,2%) memilih skala 4 (cukup sulit), dan
sebanyak 11 orang (9,2%) memilih skala 5 (sulit), dan yang terakhir sebanyak 5
orang (4,2%) merasa sangat sulit untuk berkomunikasi karena bahasa yang
berbeda. Maka dapat dilihat bahwa mayoritas responden atau sebanyak 39 orang
20
merasa tidak sulit dalam berkomunikasi karena adanya bahasa yang berbeda antar
mahasiswa, dapat disimpulkan bahwa bahasa bukanlah suatu kesulitan yang
dihadapi saat berkomunikasi di daerah Asrama Mahasiswa UI
Dari data tersebut, dapat diamati bahwa sejumlah 120 orang responden
memiliki pendapat yang berbeda-beda dan terbagi dari skala 1 hingga 6, jawaban
antara skala 1 hingga 6 tersebut tmemiliki perbedaan yang signifikan. Jumlah
responden yang memilih skala 1 (sangat tidak rindu) adalah sebanyak 2 orang
(1,7%), yang memilih skala 2 (tidak rindu) adalah sebanyak 9 orang (7,5%),
selanjutnya yang memilih skala 3 (cukup tidak rindu) yaitu sebanyak 18 orang
(15%), lalu sebanyak 21 orang (17,5%) memilih skala 4 (cukup rindu), dan
sebanyak 28 orang (23,3%) memilih skala 5 (sulit), dan yang terakhir sebanyak
42 orang (35%) merasa sangat rindu kepada keluarga dan teman-teman yang
berada di daerah. Maka dapat dilihat bahwa mayoritas responden atau sebanyak
42 orang merasa rindu kepada keluarga dan teman-teman yang berada di daerah.
Dapat disimpulkan bahwa meskipun sudah memiliki kehidupan baru di daerah
Universitas Indonesia, responden masih merasakan rindu terhadap keluarga dan
teman-teman di daerah mereka berasal.
21
Gambar 5.8 Hasil Penelitian Kuisioner Soal 8
Dari data tersebut, dapat diamati bahwa sejumlah 120 orang responden memiliki
pendapat yang berbeda-beda dan terbagi dari skala 1 hingga 6, jawaban antara skala 1
hingga 6 tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Jumlah responden yang
memilih skala 1 (sangat tidak berpengaruh) adalah sebanyak 34 orang (28,3%), yang
memilih skala 2 (tidak berpengaruh) adalah sebanyak 24 orang (20%), selanjutnya
yang memilih skala 3 (cukup tidak berpengaruh) yaitu sebanyak 28 orang (23,3%),
lalu sebanyak 24 orang (20%) memilih skala 4 (cukup berpengaruh), dan sebanyak 7
orang (5,8%) memilih skala 5 (berpengaruh), dan yang terakhir sebanyak 3 orang
(2.5%) merasa sangat berpengaruh. Maka dapat dilihat bahwa mayoritas responden
tidak merasa terpengaruh akan terjadinya perbedaan budaya yang mereka rasakan
berdampak kepada prestasi akademik.
22
Gambar 5.9 Hasil Penelitian Kuisioner Soal 9
Dari data tersebut, dapat diamati bahwa sejumlah 120 orang responden memiliki
pendapat yang berbeda-beda dan terbagi dari skala 1 hingga 6, jawaban antara skala 1
hingga 6 tersebut memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Jumlah responden yang
memilih skala 1 (sangat tidak sulit) adalah sebanyak 17 orang (14,2%), yang memilih
skala 2 (tidak sulit) adalah sebanyak 31 orang (25,8%), selanjutnya yang memilih
skala 3 (cukup tidak sulit) yaitu sebanyak 33 orang (27,5%), lalu sebanyak 20 orang
(16,7%) memilih skala 4 (cukup sulit), dan sebanyak 14 orang (11,7%) memilih skala
5 (sulit), dan yang terakhir sebanyak 5 orang (4,2%) merasa sangat sulit. Maka dapat
dilihat bahwa responden merasakan sedikit perubahan sifat dalam dirinya karena
sulitnya beradaptasi dan adanya multikulturalisme.
23
Gambar 5.10 Hasil Penelitian Kuisioner Soal 10
Dari data tersebut, dapat diamati bahwa sejumlah 120 orang responden memiliki
pendapat yang berbeda-beda dan terbagi dari skala 1 hingga 6, jawaban antara skala 1
hingga 6 tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Jumlah responden yang
memilih skala 1 (sangat tidak membantu) adalah sebanyak 12 orang (10%), yang
memilih skala 2 (tidak membantu) adalah sebanyak 8 orang (6,7%), selanjutnya yang
memilih skala 3 (cukup tidak membantu) yaitu sebanyak 16 orang (13,3%), lalu
sebanyak 17 orang (4,2%) memilih skala 4 (cukup membantu), dan sebanyak 27
orang (22,5%) memilih skala 5 (membantu), dan yang terakhir sebanyak 40 orang
(33,3%) merasa sangat membantu. Maka dapat dilihat bahwa responden merasa
paguyuban yang berasal dari daerah mereka turut membantu proses beradaptasi.
5.4. Pembahasan
24
tersebut.
25
sehingga mahasiswa dituntut untuk dapat berpikir keras untuk menyesuaikan
diri dengan perkembangan Pendidikan di tempat yang baru.
26
pekerjaan dapat mudah untuk di selesaikan.Manfaat yang kita dapat juga
banyak seperti dapat mengenal diri sendiri dan orang lain,mengubah sikap dan
perilaku,memperlancar hubungan sesama
- Olahraga bersama
- Belajar bersama
- Aktif berorganisasi
27
pekerjaan.Melalui pembelajaran ini kita menyadari bahwa perbedaan itu
kodrati untuk saling mengenal karena manusia adalah mahluk social yang
tidak dapat hidup sendiri (Bergantung pada orang lain)
28
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah kami lakukan pada beberapa mahasiswa
daerah di Asrama Mahasiswa UI, dapat disimpulkan bahwa mayoritas mereka tidak
terlalu terpengaruh dengan adanya multikultural di lingkungan Universitas Indonesia
sehingga mereka juga tidak mengalami culture shock yang berkepanjangan. Hal ini
didasarkan oleh pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner kami di mana 7 dari 10
pertanyaan yang kami berikan menunjukan indikator bahwa mahasiswa di Asrama UI
tidak mengalami hal-hal yang menyebabkan culture shock.
Dari hasil penelitian kami, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori dari
Samovar tentang empat tingkatan seseorang mengalami culture shock, mahasiswa di
Asrama UI berada di fase ketiga di mana mahasiswa sudah mulai mengerti mengenai
budaya barunya. Pada tahap ini, mahasiswa secara bertahap membuat penyesuaian
29
dan perubahan dalam caranya menanggulangi budaya baru.
6.2 Saran
30
Daftar Pustaka
Hidajat, V. dan Sodjakusumah, T.I. (2000). Hubungan Antara Culture Shock dan
Prestasi Akademis. Jurnal Psikologi Vol. 5, No. 1, 46-55.
31