Anda di halaman 1dari 5

A.

Landasan Kultural Pendidikan


Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota
masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989
Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan
dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi
penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk,
ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses
pendidikan itu berlangsung

Landasan Kultural

Landasan kultural adalah pengembangan pendidikan Pancasila didasarkan atas nilai-nilai yang
diagungkan, dan karenanya disepakati dalam kehidupan nasional. Pancasila merupakan salah satu
pencerminan budaya bangsa, sehingga harus diwariskan ke generasi penerus.

Secara kultural unsur-unsur Pancasila terdapat pada adat istiadat, tulisan, bahasa, slogan, kesenian,
kepercayaan, agama, dan kebudayaan Indonesia secara umum. Pendidikan Pancasila memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila yang telah dan terus disepakati tersebut. Kebudayaan
nasional sebagai landasan sistem pendidikan nasional

B.kebudayaan nasional sebagai landasan sistem pendidikan


nasional (Sindiknas)
Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan

budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya
menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa,

sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang
bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar.

Dalam istilah inggris, budaya adalah culture, yang berasal dari bahasa latin corele
yang berarti ‘mengolah’, ‘mengerjakan’. Hal ini berarti bahwa budaya merupakan
aktivitas manusia (Sutarno, 2008:1-4). Menurut Margared Mead (dalam Sutarno,
2008:1-4), “budaya merupakan perilaku yang dipelajari dari sebuah masyarakat
atau kelompok”. Koentjaraningrat (dalam Sutarno, 2008:1-4) memberi arti
kebudayaan dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, budaya merupakan
kesenian, sedangkan dalam arti luas kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya yang dihasilkan manusia melalui proses pembiasaan dengan belajar serta
seluruh hasil budi dan karyanya.
Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat berwujud :

 Gagasan(wujudideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak yaitu
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
pemikiran masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam
bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-
buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
 Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial, yang terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati, serta
didokumentasikan.
 Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh, wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.

Koentjaraningrat (dalam Sutarno, 2008:1-6) merumuskan unsur-unsur kebudayaan


adalah sebagai berikut.
1.                  Sistem religi dan upacara keagamaan
2.                  Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3.                  Sistem pengetahuan
4.                 Bahasa
5.                 Kesenian
6.                 Sistem mata pencaharian hidup
7.                  Sistem teknologi dan peralatan

Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait
dengan pendidikan, utamanya belajar

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Tanpa proses pendidikan tidak

mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang.

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pendidikan berasal dari kata dasar didik
yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:204 ).
Upaya memanusiakan mannusia melalui pendidikan diselenggarakan sesuai dengan pandangan
hidup sosial budaya setiap masyarakat

Pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia haruslah di kembangkan secara
dinamis sesuai dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan indonesia dengan asas Bhineka
Tunggal Ika.

Tujuan dari suatu proses pendidikan adalah untuk mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik,
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dalam proses pendidikan maka diperlukan alat

pendukung, alat pendukung dalam hal ini adalah kurikulum pembelajaran sebagi

suatu landasan di dalam proses pembelajaran disetiap sekolah

Kurikulum adalah semua pengalaman,kegiatan, dan pengetahuan murid di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau guru. Kurikulum sebagai suatu landasan di dalam proses pembelajaran

disekolah yang berisikan rencana yang ingin dicapai dalam proses belajar

mengajar. jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan sesuai dengan Sisdiknas

No. 20 Tahun 2003 yaitu pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab, dan

mengacu pada filsafat pendidikan yang bersifat perenialisme yang berpusat pada

pelestarian dan pengembangan budaya

     

Sumber:

http://agungsuharyanto.blog.uma.ac.id › 2017/04

SUMBER RUJUKAN: 
Anshoriy, Nasruddin. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan: Kesadaran
Ilmiah Berbasis Multikulturalisme.  Yogyakarta: LKiS.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta  Balai Pustaka.
Haryanto. Tanpa Tahun. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar
Dewantoro (Online),
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/PENDIDIKAN
%20KARAKTER%20MENURUT%20KI%20HAJAR%20DEWANTORO.pdf ,
diakes pada 3 Oktober 2013).
Irhandayaningtyas, Ana. 2012. Kajian Filosofis terhadap Multikulturalisme
Indonesia, (Online),
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/3988/3664 diakses
pada 5 Oktober 2013).
Kusumohamidjojo, Budiono. 2000. Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia: Suatu
Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Gramedia.
Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multi Kultural. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Munawar dan Mujiono. 2012. Landasan Kependidikan (Makalah). Semarang:
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Omrod, Jeanne, Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Terjemahan oleh Amitya Kumara. 2008. Jakarta: Erlangga.
Race, Richard. 2011. Multiculturalism and Education. London: Continuum
International Publishing Group.
Rohimin, Saodah. T, dan Salam. A. Tanpa tahun. Hakikat Pendidikan (Makalah).
Bandung: Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang
Multikultural. Makalah disajikan dalam Sesi Pleno I pada Simposium
Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-3: ‘Membangun Kembali
“Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat Multikultural’,
Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 16–19 Juli 2002. Dalam Antropologi
Indonesia (Online),
(http://anthropology.fisip.ui.ac.id/httpdocs/jurnal/2002/69/10brt3psu69.pdf),
diakses 5 Oktober 2013.
Suparmi. 2012. Pembelajaran Kooperatif dalam Pendidikan Multikultural. Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, (Online), 1 (1): 108-118,
(http://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/download/1055/857), diakses 5
Oktober 2013.
Sutarno. 2008. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Terra, Luke & Bromley, Patricia. 2011. The Globalization of Multicultural
Education in Social Science Textbooks: Cross-national Analyses, 1950-2010.  ,
(Online) (http://www.patriciabromley.com/TerraBromleyNAME.pdf diakses pada
10 Desember 2011).
Tilaar, H.A.R.. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai