ABSTRACT
PENDAHULUAN
3
menggunakan buku teks. Buku teks digunakan untuk membantu mencapai
kompetensi pembelajaran yang sudah ditetapkan. Buku tersebut dikhususkan
untuk mahasiswa BIPA yang akan mendalami pendidikan Pascasarjana sehingga
aspek keterampilan menulis lebih ditekankan dalam buku tersebut (Setiawan et
al, 2018). Walaupun lebih difokuskan untuk mengembangkan keterampilan
menulis, tetapi ketiga keterampilan berbahasa lainnya, yaitu menyimak,
berbicara, dan membaca juga tetap dimasukkan di dalamnya. Hal tersebut
tentunya tidak bisa dilepaskan dari inti pembelajaran bahasa yaitu empat ranah
tersebut meskipun di setiap kegiatan pasti ada keterampilan berbahasa yang
ditonjolkan. Materi mengenai unsur-unsur budaya Jawa juga dimasukkan dalam
buku teks tersebut seperti upacara adat, seni, kuliner, tempat wisata, dan yang
lainnya. Pengintegrasian unsur-unsur budaya Jawa dalam buku teks pembelajaran
BIPA dimaksudkan untuk membuat materi pembelajaran lebih menarik dan
membuat para mahasiswa BIPA lebih tertarik belajar serta mengenal Indonesia
tidak hanya dari aspek bahasa (Rostini & Aminah, 2019; Saddhono, 2016).
Pengintegrasian budaya lokal atau Jawa dalam pembelajaran BIPA dapat
juga digunakan sebagai pengantar bagi mahasiswa asing dalam meningkatkan
komunikasi dan mengenal budaya Indonesia dalam program BIPA di universitas
yang berlatar belakang budaya dan bahasa Jawa. Sebuah pembelajaran bahasa,
khususnya bahasa Jawa memerlukan bentuk yang sistematis dan terencana
dengan baik sehingga memudahkan bagi mahasiswa asing untuk menerima
materi dengan optimal. Bahan ajar yang dilengkapi dengan rekaman berupa
peristiwa dan fenomena budaya Jawa dalam pembelajaran BIPA perlu diberikan
sebagai bekal pengetahuan awal mahasiswa asing. Selain itu, buku pegangan
bagi mahasiswa asing juga diperlukan sebagai sarana utama dalam pembelajaran
(Nurlina, 2017; Saddhono, 2018).
Pemilihan budaya Jawa dalam bahan pembelajaran BIPA dikarenakan
kebudayaan Jawa mempunyai banyak kearifan budaya yang khas, unik, dan ada
perbedaan dari satu daerah dengan daerah yang lain. Kajian ini membahas
kebudayaan Jawa oleh karena mempunyai keunikan untuk diteliti dan dijadilan
materi ajar yang dikaitan dengan pengajaran bahasa Jawa untuk mahasiswa asing
(Saddhono, 2017). Fenomena tersebut akan mempengaruhi penyesuaian diri
mahasiswa asing ketika beraktivitas bersama masyarakat Jawa, khususnya di
Kota Yogyakarta dan Surakarta. Kebudayaan Jawa seperti hanya budaya etnik
lainnya akan berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan peradaban (Smith –
Hefner, 2009).
Penentuan kebudayaan Jawa dalam materi ajar BIPA tentunya dikaitkan
dengan ketertarikan mahasiswa asing terhadap budaya dan tradisi dalam
masyarakat Jawa. Budaya Jawa sebagai bagian dari kebudayaan Nusantara yang
dimiliki bangsa Indonesia menunjukkan keberagaman budaya masyarakat Jawa
yang ada di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
4
Kekayaan budaya Jawa inilah yang menjadi daya tarik mahasiswa asing untuk
belajar mengenai budaya dan masyarakat Jawa. Dengan fenomena tersebut maka
kebudayaan Jawa dijadikan materi ajar dalam BIPA sangatlah tepat dan dapat
membantu dalam pemahaan bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing. Dengan
mempelajari budaya Jawa maka diharapkan akan dapat memudahkan mahasiswa
beradaptasi dan bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan mempelajari budaya
Jawa maka mereka akan mendapat orientasi budaya baru yang berbeda dengan
budaya mereka yang asli. Orientasi budaya baru ini secara tidak langsung dapat
mengubah cara mereka dalam bersosialisasi karena sudah terpengaruh dengan
pengetahuan budaya mereka yang baru (Rui & Wang, 2015: 406). Masing-
masing budaya tentu memiliki ciri khas yang membentuk pola sosial dan karakter
suatu individu. Berpindahnya tempat atau domisili ke tempat yang memiliki latar
budaya berbeda membuat terjadinya proses percampuran budaya. Di satu sisi,
individu tetap mempertahankan budaya lama yang telah membentuk pribadi dan
karakternya (Greenfield, 2016: 90). Akan tetapi, di sisi lain mereka harus belajar
dan mengikuti pola budaya yang baru untuk dapat bisa bersosialisasi dengan
mudah di lingkungan yang baru. Hal inilah fokus kajian tulisan ini.
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berfokus pada adaptasi sosial dan budaya mahasiswa asing dalam
program BIPA yang sedang menempuh studi di beberapa Universitas yang
memiliki latar belakang budaya Jawa. Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
secara rinci mengenai pola adaptasi sosial dan budaya mahasiswa asing dalam
Program BIPA setelah mendapat materi mengenai budaya Jawa. Melalui
pemilihan jenis penelitian ini, peneliti berhasil mengungkap berbagai informasi
kualitatif secara deskriptif dan penuh nuansa penggambaran secara cermat sifat-
sifat suatu hal, gejala, keadaan, atau fenomena dengan analisis dan interpretasi
data secara mendalam (Glaser & Strauss, 2017). Barkhuizen (2019) menjelaskan
bahwa semua hal yang berupa sistem tanda merupakan hal yang esensial dan
tidak patut diremehkan. Oleh karena itu semua hal dalam kajian ini berpengaruh
dan berkaitan antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, penelitian jenis ini
8
mengedepankan kekomprehensifan semua komponen dalam jenis penelitian ini.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan etnografi. Studi etnografi memiliki
fungsi khusus untuk menggambarkan dan menafsirkan budaya, kelompok sosial,
atau sistem. Studi etnografi memiliki kekhasan yang berfokus pada aktivitas,
kepercayaan, bahasa, ritual, dan cara hidup dari budaya (Fatchan, 2015). Seting
dan lokasi penelitian dilakukan pada beberapa perguruan tinggi di Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Yogyakarta yang menyelenggarakan program BIPA. Sumber
data diperoleh dari dokumen dan informan. Dokumen yang dikaji berkaitan
dengan aktivitas mahasiswa asing dalam program BIPA dalam beradaptasi di
lingkungan budaya Jawa. Dokumen tersebut meliputi video kegiatan
pembelajaran outing class yang diselenggarakan di pusat-pusat budaya Jawa
seperti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pura Mangkunegaran,
Keraton Kasultanan Yogyakarta, dan Pura Pakualaman. Informasi juga didukung
dari beberapa buku teks dan bahan ajar yang memiliki muatan budaya Jawa dan
digunakan dalam pembelajaran BIPA. Informan yang dijadikan sumber data
adalah mahasiswa dan pengajar program BIPA.
9
Negeri P/35 L/12
Semarang L/32 23-32
(Jawa P/40
Tengah)
5 Universitas 4 dosen P/44 28 orang P/12
Gadjah Mada L/52 L/16
(Yogyakarta) P/30 21-38
P/29
6 Universitas 3 dosen P/30 22 orang P/10
Negeri P/28 L/12
Yogyakarta P/48 21-28
(Yogyakarta)
Keterangan:
P : Perempuan
L : Laki-laki
10
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2014: 330).
Dalam penelitian ini digunakan teori triangulasi, metode triangulasi, dan review
informan.
HASIL
Tabel 2
Tahapan Adaptasi Sosial dan Budaya Mahasiswa Asing di Lokasi Penelitian
No Tahapan Aktivitas
12
1 Tahap Perencanaan Mahasiswa asing mempersiapakan dokumen,
menpelajari kosa kata dan percakapan sederhana
bahasa Indonesia mempelajari budaya dan adat
istiadat Indonesia, khususnya kota tujuan dari
internet, media lainnya, serta teman/ saudara
yang pernah tinggal di Indonesia, les bahasa
Inggris untuk memudahkan komunikasi,
2 Tahap Mahasiswa asing merasa sangat senang karena
Honeymoon/Bulan Madu menemukan hal baru dan dapat bericara dengan
bahasa Indonesia langsung dengan
masyarakatnya. Lebih semangat belajar budaya
Indonesia karena kekayaan dan beragamnya
budaya Indonesia
3 Tahap Frustasi Mahasiswa asing merasa kesal dan frustrasi
karena perbedaan budaya yang mereka temukan
di Indonesia yang berkaitan dengan pergaulan
dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapula yang merasa sendiri karena tidak bisa
bergaul.
Tahap Readjustment/ Mahasiswa asing mulai menerima budaya
Penyesuaian Ulang Indonesia yang tidak sesuai dengan budayanya
dengan menjelaskan budaya yang dimilikinya.
Mereka juga mulai bergaul dengan komunitas
dan masyarakat.
Tahap Resolusi Mahasiswa asing bisa melakukan partisipasi
penuh yang berarti nyaman dengan budaya Jawa
dan Akomodasi yang berarti berusajha
menyesuaikan budaya yang ada.
Sumber: Hasil diolah oleh Peneliti (2020)
Aktivitas keseharian mahasiswa asing tentu tidak akan lepas dari materi ajar yang
diberikan di kelas dalam Program BIPA. Materi ajar yang diberikan kepada mahasiswa
asing di 6 lokasi penelitian dapat dirangkum dalam 15 topik besar. Di dalam setiap materi
banyak hal yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang
dilakukan maka dapat dipaparkan adaptasi sosial dan budaya mahasiswa asing yang
dikaitkan dengan materi ajar pada program BIPA.
Tabel 3
Topik Materi Ajar yang Dikaitkan dengan Adaptasi Lingkungan
dalam Implementasinya di 6 Lokasi Penelitian
Pada materi yang ada setidaknya ada 5 kegiatan yang hampir semua
lokasi penelitian terdapat aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa asing yaitu (1)
Keluargaku, (2) Lingkunganku, (3) Adat Istiadat, (4) Kesenian, (5) Kuliner, dan
(6) Pariwisata. Hal yang paling menonjol bentuk adaptasi sosial dan budaya
mahasiswa asing adalah dalam implementasi lingkunganku. Mahasiswa asing di
Kota Surakarta contohnya yang menempuh studi di UNS dan ISI Surakarta
banyak disisipi dengan menggunakan bahasa Jawa dalam berinteraksi dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya dan di lingkungan kampus. Di dalam
bergaul dengan lingkungan tempat tinggal mahasiswa asing juga harus
menyesuaikan diri dengan kebiasaan di lingkungan tersebut. Mahasiswa yang
studi di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta dalam
keseharian mereka ikut berpartisipasi dalam roda malam atau siskampling dan
kerja bakti di lingkungannya. Aktivitas sosial inilah yang kemudian mendekatkan
hubungan antara mahasiswa asing dan masyarakat sekitar. Hal yang sama juga
terjadi di daerah lainnya, Semarang, Surabaya, Malang, dan Surakarta.
Berdasarkan pengamatan, wawancara, dan observasi yang dilakukan,
bentuk adaptasi sosial dan budaya Jawa adalah dalam kehidupan keseharian.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia tentunya keseharian
berpengaruh pada mahasiswa asing. Mahasiswa asing pada umumnya bangun
tidur di atas pukul 08.00 dan kebiasaan ini berubah secara perlahan ketika tinggal
di Indonesia. Kebiasaan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa bangun pagi
adalah pada waktu subuh. Keadaan ini perlahan berpengaruh terhadap kebiasaan
mahasiswa asing ketika bangun tidur. Haal yang sama adalah ketika perkuliahan
14
dimulai pagi hari pukul 07.30 hampir mahasiswa asing tidak dapat tepat waktu
untuk mengikuti perkuliahan. Kebiasaan terlambat ini perlahan mulai berubah
dan mereka dapat mengikuti kebiasaan masyarakat sekitarnya yang mulai
beraktivitas ketika waktu subuh.
Hal lainnya yang harus dilakukan mahasiswa asing ketika beradaptasi
dengan lingkungannya adalah berkaitan dengan makanan atau kuliner.
Mahasiswa asing harus membiasakan dengan masakan lokal yang ditemuinya
tiap hari. Misalnya di daerah lingkungan kampus maka mahasiswa asing harus
terbiasa dengan makan nasi sayur, nasi goreng, dan masakan khas sekitar kampus
lainnya. Mahasiswa asing juga harus beradaptasi dengan rasa masakan yang ada
di daerah tersebut. Misalnya daerah Surakarta, Semarang, dan Yogyakarta yang
terkenal manis atau Malang dan Surabaya yang terkenal asin pedas. Pada
awalnya, mahasiswa asing akan bermasalah dengan rasa makanan yang ada di
Indonesia, terutama Jawa karena yang berbeda dengan asal negara masing-
masing. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan keadaan maka mahasiswa
asing harus beradaptasi dengan rasa makanan lokal. Selain menyesuaiak rasa
makanan tersebut, mahasiswa asing juga harus menyesuaikan diri waktu makan
dan suasana ketika makan, dan cara makannya. Sebagai contoh waktu makan
adalah ketika sarapan, mahasiswa harus makan di waktu yang menurut mereka
terlalu pagi dan bukan kebiasaan mereka. Suasana makan yang ramai dan
bersama-sana juga menjadi hal yang baru bagi mahasiswa asing, apalagi ada
tradisi Kenduri dan Bancaan dalam budaya Jawa. Cara makan dengan tangan
juga menjadi kebiasaan baru bagi mahasiswa asing. Pada umumnya mahasiswa
asing ketika makan menggunakan sendok atau alat makan yang lain. Jadi, ketika
di Indonesia mau tidak mau mereka harus mengubah kebiasaan mereka berkaitan
dengan cara makan ini.
Proses adaptasi sosial dan budaya mahasiswa asing seperti terpapar di
atas dapat dikatakan berasal dari faktor eksternal, yaitu faktor yang muncul di
luar diri mahasiswa asing. Adapun faktor internal dari mahasiwa asing juga ada
berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mahasiswa asing. Pada
umumnya mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia dalam Program BIPA
memilih 6 perguruan tinggi yang ada di Pulau Jawa tersebut karena mereka
tertarik dengan budaya dan adat istiadat di Jawa. Ada yang tertarik dengan Candi
Borobudur, Nasi Gudeg, Tari Ramayana, Keraton dan lain-lainnya. Hal inilah
yang menjadi faktor internal dari mahasiswa asing dalam melakukan adaptasi
sosial budaya di Jawa. Mahasiswa asing ini dengan rela akan mengikuti peraturan
yang ada dalam masyarakat karena keinginan sendiri dari awal.
Program BIPA seperti telah dipaparkan di atas semakin diminati oleh
dunia internasional. Oleh karenanya, diperlukan adanya terobosan baru mengenai
pembelajaran BIPA di perguruan tinggi. Salah satunya yang telah ada di 6 lokasi
penelitian adalah dengan memasukkan unsur-unsur budaya lokal (Jawa) ke dalam
15
materi ajar, dalam konteks ini adalah unsur-unsur budaya Jawa. Berbicara
mengenai unsur-unsur dari suatu kebudayaan. Koentjaraningrat (2004: 2)
menjelaskan bahwa terdapat minimal tujuh komponen dalam suatu kebudayaan.
Pertama, sistem religi dan upacara adat keagamaan (aspek spiritualisme). Kedua,
sistem organisasi kemasyarakatan yang mencakup tatanan struktural masyarakat
dalam suatu kebudayaan. Ketiga, sistem pengetahuan atau aspek keilmuan yang
mencakup pengetahuan tentang seluk beluk, sejarah, dan pengetahuan lain yang
berkaitan dengan kearifan lokal. Keempat, bahasa dan sastra yaitu bahasa
digunakan sebagai sarana komunikasi dan karya sastra merupakan media
ekspresi dari suatu masyarakat budaya. Kelima, kesenian (baik yang berbentuk
barang maupun kemasan pementasan). Keenam, sistem mata pencaharian hidup
yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Unsur budaya terakhir
adalah sistem teknologi dan peralatan yang terdiri dari produk yang
mencerminkan suatu ciri khas dari suatu budaya.
Dalam pembelajaran BIPA, keanekaragaman latar belakang mahasiswa
asing perlu diperhatikan. Walaupun pada esensinya, tujuan program BIPA adalah
untuk mengembangkan kemampuan bahasa para mahasiswa asing. Melalui
program ini diharapkan para mahasiswa asing dapat lebih komunikatif dalam
berinteraksi dengan bahasa Indonesia dan mampu menerapkan di dalam aktivitas
kesehariannya sehingga mampu bergaul dengan masyarakat sekitar. Oleh karena
itu diperlukan pemilihan materi pembelajaran yang spesifik dan detail secara
saintifik integratif. Aktualisasi materi ini dapat diterapkan pada penggunaan
pendekatan scientific-integrative, yakni dengan memadukan budaya Jawa dalam
bahan ajar pembelajaran secara integratif kepada mahasiswa asing program BIPA
yang dilakukan dengan terjun langsung ke dalam masyarakat dan praktik dalam
kehidupan sehari-hari seperti yang ada di UNS melalui Program UNS Goes to
Village atau Unnes dengan Kampung Budaya Unnes .
Pengembangan materi pembelajaran perlu mempertimbangkan aspek
keterkaitan media dan materi pembelajaran. Apalagi materi tersebut terintegrasi
dengan dengan budaya yang menjadikan media pembelajaran tersebut berbasis
budaya, yang dalam hal ini budaya Jawa. Pengintegrasian tersebut meliputi pada
konten yang sarat dengan kehidupan keseharian yang berorientasi pada khazanah
budaya Jawa yang lekat dengan masyarakatnya (Adelaar, 2011; Jan, 2011).
Materi pembelajaran seperti ini dalam juga disebut sebagai pembelajaran
multikultural dan interkultural yang mampu memberikan informasi secara
komprehensif mengenai linguistik maupun budaya. Sehingga, di akhir
pembelajaran, mahasiswa tidak hanya menguasai bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa saja tetapi dapat memperoleh pengetahuan yang komprehensif mengenai
budaya yang melatarbelakangi bahasa tersebut seperti yang ada di Jawa Tengah
pada Program BIPA UNS dan Unnes.
16
Selain itu, budaya Jawa dianggap potensial untuk dijadikan materi
pembelajaran BIPA karena dalam budaya Jawa terdapat persebaran budaya yang
beraneka ragam dan masing-masing daerah memiliki kekayaan dan ciri khas
tersendiri (Kadarisman, 2017: 12). Ciri khas masing-masing daerah tersebut
dianggap mampu mewakili kultur budaya masyarakatnya. Adapun beberapa
contoh budaya Jawa yang potensial untuk dijadikan materi ajar program BIPA
adalah sebagai berikut. Pertama, di bidang kesenian, daerah-daerah di wilayah
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta memiliki kesenian khas yang
berbeda-beda. Misalnya, tari gambyong dari Jawa Tengah, tari Reog Ponorogo,
Tari Remo dari Surabaya, Ketoprak dari Yogyakarta dan Surakarta, Ludruk dari
Jawa Timur dan masih banyak yang lainnya. Kedua, di bidang bangunan
peninggalan bersejarah, seperti Keraton Surakarta dan Lawang Sewu di
Semarang, Keraton Kasultanan Yogyakarta dan beberapa candi seperti Candir
Ratu Boko, Candi Kalasan, dan bangunan taman sari di Yogyakarta, serta
bangunan peninggalan sejarah Kerajaan Hindu di Jawa Timur yang hingga
sekarang masih eksis di kalangan masyarakat Jawa Timur. Ketiga, di bidang
makanan khas, Jawa Tengah memiliki Bandeng Presto di Semarang dan Sego
Liwet di Solo, Jawa Timur memiliki Rawon dan Pecel Madiun, dan Yogyakarta
terkenal dengan Gudeg Yogya. Terakhir dari segi bahasa, masing-masing
provinsi memiliki ciri khas tersendiri, Yogyakarta dan Solo dengan bahasa
bagongan, Kebumen, Tegal, dan Purwokerto dengan dialek ngapak-nya, Jawa
Timur juga memiliki dialek Basa Suroboyo-an, dialek osing Banyuwangi-nan,
dan dialek bahasa Madura. Beberapa contoh konkret tersebut merupakan
gambaran budaya yang terdapat di masing-masing daerah dan sangat berpotensi
untuk dijadikan materi ajar bagi mahasiswa asing Program BIPA.
Pembelajaran mengenai bahasa dan budaya Jawa diawali dengan
mengajak para mahasiswa untuk mengamati video berupa peristiwa dengan
nuansa budaya Jawa. Misalnya, mengenai beberapa upacara adat sekaten di
Keraton Surakarta maupun di Yogyakarta dengan segala aktivitasnya. Mulai dari
persiapan, piranti atau alat yang digunakan, prosesi dan pelaksanaannya sampai
pada kegiatan penutupan. Selanjutnya, sesi tanya jawab diberikan kepada
mahasiswa oleh pengajar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seputar video budaya
Jawa yang telah disaksikan tadi. Mahasiswa yang aktif bertanya secara tidak
langsung mereka mengasah kemampuan bahasanya untuk dapat berkomunikasi
dengan dosen atau pengajar program BIPA. Walaupun masih terdapat kesalahan.
Seperti diungkapkan oleh Yahya dan Saddhono (2018) kesalahan berbahasa yang
dilakukan oleh mahasiswa asing Program BIPA adalah suatu hal yang wajar
sebagai salah satu usaha pemerolehan bahasa kedua. Faktor penyebab kesalahan
berbahasa mahasiswa asing Program BIPA disebabkan oleh dua faktor, yakni
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: (a) rendahnya
motivasi, (b) perbedaan potensi, (c) kedekatan rumpun bahasa. Adapun faktor
17
eksternal yang meliputi: (a) pembelajaran yang belum sempurna, (b) masa belajar
yang singkat. Selain mengasah kemampuan berbahasa, kegiatan bertanya dalam
pembelajaran BIPA digunakan untuk mengembangkan keterampilan berbicara
dan untuk mengasah kemampuan menalar.
Aktivitas berikutnya adalah memberikan kesempatan mahasiswa untuk
mencoba praktik secara terbimbing. Mahasiswa dipersilakan untuk
mempraktikkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
dengan bahasa Indonesia. Pengajar membimbing mereka dalam hal berbicara
dengan bahasa Indonesia terlebih dahulu sehingga para mahasiswa asing
mendapatkan pengalaman empiris sehingga menjadi bekal mereka untuk
berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Strategi yang
digunakan untuk mengajarkan keterampilan ini dengan memberikan kesempatan
mereka menyaksikan video tentang budaya Jawa dari pengajar. Selanjutnya
mahasiswa diberikan pertanyaan berkaitan dengan video tersebut. Pada akhir
sesi, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mendeskripsikan video tentang
budaya Jawa yang telah disaksikan secara lisan dengan bahasa sendiri. Pengajar
tentu memberikan dukungan kepada mahasiswa asing yang masih kesulitan
dalam memilih kosakata bahasa Indonesia. Setelah itu, diadakan sesi evaluasi
dengan memberikan tanggapan atas penampilan para mahasiswa asing tersebut.
Pembelajaran dengan pendekatan seperti ini tentu dilakukan secara intensif
sehingga tercapai keoptimalan para mahasiswa asing dalam menguasai bahasa
Indonesia beserta budaya Jawa.
19
Perubahan sosial yang lain adalah pada perubahan cara berpakaian.
Masyarakat Jawa umumnya dalam bepakaian sangatlah sopan dan tertutup. Hal
tersebut berbeda dengan budaya yang ada di wilayah Eropa dan beberapa negera
di Amerika yang cenderung membebaskan cara berpakaian mahasiswanya ketika
sedang di kampus atau di sekolah (Levin, 2010). Pada saat awal pembelajaran
BIPA masih ditemukan beberapa mahasiswa yang berpakaian terbuka ketika
sedang mengikuti pelajaran. Akan tetapi, setelah diberikan pengarahan dan
penjelasan oleh pengajar mereka mengubah cara berpakaiannya dengan
menggunakan pakaian yang tertutup ketika sedang berada di kelas. Hal ini
menunjukkan bahwa adaptasi budaya dalam ranah gaya berbusana sehingga
individu cenderung menyesuaikan cara berpakaian dengan masyarakat dan
budayanya (Simone & Moris, 2017: 226; Anne & Ileana, 2015). Sama seperti
mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di luar negeri mereka
menggunakan pakaian tebal ketika turun salju di musim dingin. Perubahan cara
berpakaian ini secara tidak langsung juga mempengaruhi orientasi budaya
mahasiswa asing program BIPA di Indonesia. Itulah fenomena perubahan yang
terjadi apabila seseorang harus beradaptasi dengan lingkungan baru (Leberman &
Martin, 2004; Hynie, et.al, 2011)
Program BIPA diselenggarakan oleh beberapa universitas di Indonesia
yang memiliki mahasiswa asing. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu
prasyarat mahasiswa asing dapat melanjutkan studi di Indonesia. Program BIPA
tidak hanya mengajarkan materi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa
saja, tetapi juga mengajarkan mengenai pengetahuan unsur budaya lokal, dalam
hal ini budaya Jawa. Unsur-unsur budaya Jawa sangat potensial dijadikan materi
ajar BIPA program karena memiliki keberagaman dan ciri khas di masing-
masing daerah. Keberagaman tersebut dilihat dari segi kesenian, benda
peninggalan sejarah, makanan khas, dan dialek bahasa yang digunakan.
Pengintegrasian unsur-unsur budaya Jawa dalam pengajaran BIPA memberikan
oritentasi budaya yang baru kepada mahasiswa asing, yang bisa jadi berbeda
dengan budaya di negara asalnya. Oleh karenanya, mahasiswa asing dituntut
dapat beradaptasi dengan budaya Jawa untuk dapat bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar. Adaptasi budaya ini juga mengubah pola budaya dan sosial
dari para mahasiswa asing (Neumann & Banghart, 2001). Pola perubahan yang
tampak dapat dilihat ketika mereka bersosialisasi dengan masyarakat, bahasa
yang digunakan, serta pada pola pakaian yang disesuaikan dengan budaya
masyarakat Jawa.
IMPLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
Adelaar, A. (2011). Javanese –ake and – akan: A Short History. Journal of Oceanic
Linguistics. 50(2), 338-350.
Anindita, A., & Woelandari, N. (2020). Praktik komunikasi antarbudaya pada mahasiswa
ekspatriat dalam program Bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA). Jurnal
Pustaka Komunikasi. 3(1), 24-36. https://doi.org/10.32509/pustakom.v3i1.966
Arwansyah, Y. B., Suwandi, S., & Widodo, S. T. (2017, June). Revitalisasi peran budaya
lokal dalam materi pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA).
In Proceedings Education And Language International Conference (Vol. 1, No.
1).
Aulia, H. R. (2019). Urgensi peran kebudayaan lokal dalam pengajaran Bahasa Indonesia
bagi penutur asing (BIPA) untuk mahasiswa asing. National Seminar of PBI
(English Language Education) 168-172.
Barkhuizen, G. (Ed.). (2019). Qualitative research topics in language teacher education.
New York: Routledge.
Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York: Free
Press.
Bergiel, B. J., Bergiel, E. B. & Balsmeier, P.W. (2008). Nature of virtual teams: A
summary of their advantages and disadvantages. Management Research News.
31(2), 99–110. https://doi.org/10.1108/01409170810846821
Faizin, F. (2018). Literasi budaya lokal untuk meminimalisir gegar budaya pemelajar
BIPA. SENASBASA, 2(2), 116-124.
Faizin, F., & Isnaini, M. (2020). Fenomenologi gegar budaya pemelajar BIPA asal negara
Afrika Selatan di Malang. JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia). 5(1), 27-33. http://dx.doi.org/10.26737/jp-bsi.v5i1.1600
Fatchan, A. (2015). Metode penelitian kualitatif (pendekatan etnografi dan
etnometodologi untuk penelitian ilmu-ilmu sosial). Yogyakarta: Ombak.
Fauziah, S. (2015). Faktor sosiokultural dalam pemakaian bahasa. Zawiyah: Jurnal
Pemikiran Islam. 1(1), 154-174.
Glaser, B. G., & Strauss, A. L. (2017). Discovery of grounded theory: Strategies for
qualitative research. New York: Routledge.
21
Gloriani, Y. (2017). Konservasi dan revitalisasi bahasa sebagai salah satu upaya
internasionalisasi bahasa Indonesia. Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 11(2), 1-11. https://doi.org/10.25134/fjpbsi.v11i2.717
Greenfield, P. M. (2016). Social change, cultural evolution, and human development.
Current Opinion in Psychology, 8, 84-92.
https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2015.10.012
Guarte, J. M., & Barrios, E. B. (2006). Estimation under purposive sampling.
Communications in Statistics-Simulation and Computation, 35(2), 277-284.
https://doi.org/10.1080/03610910600591610
Hermoyo, R. P., & Suher, M. (2017). Peranan budaya lokal dalam materi ajar Bahasa
Indonesia bagi penutur asing (BIPA). ELSE (Elementary School Education
Journal): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 1(2b), 120-126.
http://dx.doi.org/10.30651/else.v1i2b.1060
Hynie, M., Jensen, K. & Johnny, M. (2011). Student internships bridge research to real
world problems. Education & Training, 53(1), 45–56.
https://doi.org/10.1108/00400911111102351
Jan, J. M. (2011). Malay Javanese migrant in Malaysia: contesting or creating identity.
Amsterdam University Press, 163-172.
Kadarisman, A. E. (2017). Local wisdom with universal appeal: dynamics of Indonesian
culture in asian context. KnE Social Sciences, 1(3), 8-18.
https://doi.org/10.18502/kss.v1i3.720
Kim, Young Yun. (2001). Becoming Intercultural: An Integrative Communication
Theory and Cross-Cultural Adaptation. USA: Sage Publication.
Kobayashi, Y. (2013). Europe versus Asia: Foreign language education other than
English in Japan’s higher education. Higher Education, 66(3), 269-281.
https://doi.org/10.1007/s10734-012-9603-7
Koentjoroningrat. (2004). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kurjenoja, A.K. & Hernández, I.A. (2015). Cultural processes, social change and new
horizons in education. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 174, 3405-
3412. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.1011
Lee, K.S. & Chen, W. (2017). A long shadow: Cultural capital, techno-capital and
networking skills of college students. Computers in Human Behavior. 70, 67-73.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.12.030
Leberman, S. I. & Martin, A. J. (2004). Enhancing transfer of learning through post-
course reflection. Journal of Adventure Education and Outdoor Learning. 4(2):
173–184. https://doi.org/10.1080/14729670485200521
Lestari, J., & Paramita, S. (2019). Hambatan komunikasi dan gegar budaya warga Korea
Selatan yang tinggal di Indonesia. Koneksi. 3(1), 148-151.
http://dx.doi.org/10.24912/kn.v3i1.6158
Levin, E., Pocknee, C. & Pretto, G. (2010). The challenges in establishing an internship
program: Policy, expectations and workloads: International conference on work
integrated learning. Hong Kong: University-Industry Collaboration for Real
Life Education, pp. 1–14.
22
Mareza, L., & Nugroho, A. (2016). Minoritas ditengah mayoritas (Strategi adaptasi sosial
budaya mahasiswa asing dan mahasiswa luar jawa di UMP).
SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Dan Humaniora, 2(2), 27-34.
http://dx.doi.org/10.30738/sosio.v2i2.549
Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Neumann, B. R. & Banghart, S. (2001). Industry-university ‘consulternships’ and
implementation guide. International Joumal Education Management. 15(1), 7–
11. https://doi.org/10.1108/09513540110380596
Nurlina, L. (2017, October). Indonesian speaking learning material development based on
central java cultural values for foreign students. 4th Asia Pacific Education
Conference (AECON 2017). Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/aecon-
17.2017.29
Putri, I. E. (2019). Adaptasi komunikasi interkultural mahasiswa asing di Kota Makassar.
KAREBA: Jurnal Ilmu Komunikasi. 7(2), 329-338.
http://dx.doi.org/10.31947/kareba.v7i2.8563
Rahyono, F. X. (2009). Kearifan budaya dalam kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Ramdhani, N. (2012). Adaptasi Bahasa dan budaya dari skala kepribadian big five. Jurnal
Psikologi. 39(2), 189-205. http://dx.doi.org/10.22146/jpsi.6986
Rohandi, R. (2017). Teaching and learning science: students’perspective. International
Journal of Indonesian Education and Teaching (IJIET), 1(1), 16-31. http://dx
doi.org/10.24071/ijiet.2017.010103
Rohimah, D. F. (2018). Internasionalisasi bahasa Indonesia dan internalisasi budaya
Indonesia melalui Bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). An-Nas, 2(2),
199-212. https://doi.org/10.36840/an-nas.v2i2.104
Rostini, D., & Aminah, A. (2019). Proses pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis
manajemen kelas bagi penutur asing (BIPA) program darmasiswa (Penelitian
kualitatif deskriptif program BIPA darmasiswa di upt balai bahasa UPI). Media
Nusantara, 16(1), 91-100.
Rui, J. R., & Wang, H. (2015). Social network sites and international students’ cross-
cultural adaptation. Computers in Human Behavior, 49, 400-411.
http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2015.03.041
Saddhono, K. (2007). Bahasa etnik pendatang di ranah pendidikan kajian
sosiolinguistikmasyarakat madura di kota surakarta. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. 13(66), 469-487. http://dx.doi.org/10.24832/jpnk.v13i66.362
Saddhono, K. (2016). Teaching Indonesian as foreign language in Indonesia: Impact of
professional managerial on process and student outcomes. 6th International
Conference on Educational, Management, Administration and Leadership.
Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/icemal-16.2016.54
Saddhono, K. (2016). Teaching Indonesian as foreign language: development of
instructional materials based Javanese culture with scientific-thematic approach.
Proceeding of the International Conference on Teacher Training and Education
(Vol. 2, No. 1, pp. 583-593).
23
Saddhono, K. (2017). Manajemen kelas multikultural dalam pembelajaran Bahasa
Indonresia bagi Penutur Asing (BIPA) di Indonesia. Conference on Language
and Language Teaching (pp. 561-567).
Saddhono, K. (2018). Cultural elements in the Indonesian textbooks as a foreign
language (BIPA) in Indonesia. KnE Social Sciences, 126-134.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i9.2619
Saddhono, K. (2018, March). Cultural and social change of foreign students in Indonesia:
The influence of Javanese culture in teaching Indonesian to speakers of other
languages (TISOL). In IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science (Vol. 126, No. 1, p. 012091). IOP Publishing.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/126/1/012091
Saddhono, K., & Wahyono, H. (2019b, December). Learning vocabularies using
multimedia-based Teaching Indonesian to Speakers of Other Languages
(TISOL). In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1339, No. 1, p.
012108). IOP Publishing. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1339/1/012108
Saddhono, K., Hasibuan, A., & Bakhtiar, M. I. (2019a, November). Facebook as a
learning media in tisol (teaching Indonesian to speakers of other languages)
learning to support the independency of foreign students in Indonesia. In
Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1254, No. 1, p. 012061). IOP
Publishing. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1254/1/012061
Sandel, T. L. (2014). “Oh, I’m here!”: Social media’s impact on the cross-cultural
adaptation of students studying abroad. Journal of Intercultural Communication
Research, 43(1), 1-29. https://doi.org/10.1080/17475759.2013.865662
Setiawan, A. M. N., Andayani, A., & Saddhono, K. (2017). The use of writing learning
media for BIPA students to understand local culture. Komposisi: Jurnal
Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Seni, 18(1), 66-79.
https://doi.org/10.24036/komposisi.v18i1.7730
Simone Sarti, Moris Triventi. (2017).The role of social and cognitive factors in
individual gambling: An empirical study on college students. Social Science
Research, 62, 219-237. https://doi.org/10.1016/j.ssresearch.2016.08.009
Siroj, M. B. (2015). Pengembangan model integratif bahan ajar bahasa indonesia ranah
sosial budaya berbasis ict bagi penutur asing tingkat menengah. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(2), 74-84.
https://doi.org/10.15294/jpbsi.v4i2.11305
Smith‐Hefner, N. J. (2009). Language shift, gender, and ideologies of modernity in
Central Java, Indonesia. Journal of Linguistic Anthropology. 19(1), 57-77.
https://doi.org/10.1111/j.1548-1395.2009.01019.x
Suyitno, I. (2007). Pengembangan bahan ajar Bahasa Indonesia untuk penutur asing
(BIPA) berdasarkan hasil analisis kebutuhan belajar. Wacana, 9(1), 62-78.
https://doi.org/10.17510/24076899-00901005
Yahya, M., & Saddhono Foreign language, K. (2018). Studi kesalahan penulisan kalimat
dalam karangan pelajar Bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA).
Dialektika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. 5(1), 1-20.https://doi.org/10.15408/dialektika.v5i1.6295
24
Zhao, A., Guo, Y., & Dynia, J. (2013). Reading anxiety: Chinese as a foreign language in
the United States. The Modern Language Journal, 97(3), 764-778.
https://doi.org/10.1111/j.1540-4781.2013.12032.x
25