ABSTRAK
Kajian ini menunjukkan bahwa keberadaan budaya dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA)
memiliki peran penting. Selain digunakan untuk memperkaya bahan ajar dalam pembelajaran BIPA, konten budaya
mampu memperkenalkan identitas budaya Indonesia ke ranah internasional, baik lokal maupun nasional. Muatan
budaya dalam pembelajaran BIPA juga merupakan salah satu langkah strategis yang dapat diterapkan sebagai strategi
menghadapi MEA. Melalui pembelajaran BIPA berbasis budaya, diharapkan mahasiswa asing yang belajar bahasa
Indonesia lebih dekat dan mengenal multikulturalisme di Indonesia.
PENDAHULUAN
Jika kita ingin membahas hubungan antara bahasa dan budaya, kita harus
memiliki pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan budaya. Goodenough
(1957: 167, diambil dari Wardhaugh, 2002: 219) menjelaskan budaya dalam
kaitannya dengan tanggung jawab anggotanya. Ia menyatakan bahwa budaya
masyarakat terdiri dari apa saja yang dimiliki masyarakat dalam segala
aktivitasnya dengan diterima oleh anggotanya, termasuk dalam berinteraksi
dan berperan dalam masyarakat.
Brown (dalam Supardo, 1988: 29) menyatakan bahwa bahasa memiliki
hubungan yang erat dengan kebudayaan. Budaya merupakan bagian integral
dari interaksi antara bahasa dan pikiran. Pola budaya, adat istiadat, dan cara
hidup manusia diekspresikan dalam bahasa. Sudut pandang tertentu tentang
dunia diekspresikan dalam bahasa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
Aslinda dan Syafyahya (2010:11) bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh
budaya, segala sesuatu yang ada dalam budaya akan tercermin dalam bahasa.
Sementara itu, Chaer dan Agustina (2004:165) menyatakan bahwa hubungan
antara bahasa dan budaya merupakan hubungan subordinat, dimana bahasa
berada di bawah ruang lingkup budaya. Namun, ini bukan satu-satunya konsep
utama, karena ada pendapat lain yang menyatakan bahwa bahasa dan budaya
memiliki hubungan koordinatif, yaitu sama atau sama tinggi.
Dimensi Antarbudaya
Buku teks adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam
pengajaran bahasa asing. Buku teks diproduksi oleh penerbit komersial,
kementerian pendidikan, dan lembaga. Mereka biasanya datang dengan bahan
pendukung, seperti buku guru, buku kerja siswa, buku bacaan, materi visual
(kartu grafis atau flash), dan materi video atau audio (McGrath, 2013). Dari
buku teks, siswa dapat belajar tentang budaya bahasa target dan guru dapat
mengeksplorasi tema budaya. Untuk memeriksa konten budaya, sebagian besar
studi telah mengambil orientasi kritis dan melihat representasi budaya sebagai
bukti dalam materi tekstual dan visual dari buku teks, baik sebagai menyajikan
budaya bahasa target, budaya sumber peserta didik, atau menawarkan budaya
internasional. orientasi budaya yang dibangun di atas banyak konteks dan
sumber daya (Pasquarelie, 2018). Instrumen pembelajaran muatan budaya
dalam buku ajar telah dikembangkan oleh Lee (2009) yaitu daftar tema
pembelajaran antar budaya. Menurut Weninger dan Kiss (2013), buku teks
menyediakan sumber pembelajaran budaya yang potensial. Kegiatan dalam
buku teks harus menjadi unit ujian ketika mempelajari potensi budaya bahan
ajar bahasa. Dengan kata lain, teks, gambar, dan tugas yang membentuk suatu
kegiatan harus diperlakukan bersama karena memfasilitasi pembelajaran dan
menciptakan peluang bagi pesan budaya untuk mengemuka dalam pelajaran.
Selain mempelajari kompetensi lintas budaya melalui buku teks, siswa dapat
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk mengalami sendiri budaya sasaran.
Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembelajaran kompetensi
antarbudaya misalnya pertukaran pelajar, karya wisata, kelas tari, kelas
memasak, dll. Menurut Reva (2012), siswa yang mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler diuntungkan dalam pembelajaran kompetensi bahasa dan
antarbudaya. Dalam pembelajaran bahasa, siswa mengaku mendapatkan
kemajuan yang signifikan dalam penguasaan kosa kata dan peningkatan
pelafalan. Dalam pembelajaran kompetensi antar budaya, mereka mendapatkan
lebih banyak pengetahuan tentang budaya sasaran. Selain itu, siswa merasa
lebih termotivasi untuk belajar bahasa asing. Penelitian serupa juga dilakukan
oleh Liu (2016) yang meneliti manfaat kegiatan ekstrakurikuler bagi siswa
EFL. Pertama, siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler mendapatkan
lebih banyak teman dari berbagai latar belakang. Kedua, siswa dapat berlatih
menggunakan bahasa Inggris dalam komunikasi kehidupan nyata. Ketiga,
mereka mendapatkan lebih banyak apresiasi terhadap budaya asal mereka.
Keempat, mereka memperoleh persepsi positif tentang komunikasi antar
budaya. Kelima, mereka mendapatkan lebih banyak kesadaran antar budaya.
KESIMPULAN
Pembelajaran BIPA berbasis budaya dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain dengan mengenalkan budaya fisik dan non fisik. Pembelajaran
BIPA berbasis budaya fisik, misalnya dengan mengambil muatan objek wisata
dan objek yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu. Sedangkan budaya
fisik seperti nyanyian atau tradisi daerah tertentu. Muatan budaya ini tentunya
dapat dimasukkan dalam bahan ajar dalam pembelajaran BIPA untuk
membantu pembelajar asing menguasai keterampilan berbahasa yang
diinginkan.
SARAN
REFERENSI