Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS RISIKO PAJANAN DEBU (TOTAL

SUSPENDED PARTICULATE) DI UNIT PACKER PT. X


Dust (Total Suspended Particulate) Exposure Risk Assessment in Unit Packer PT. X

Siswati dan Khuliyah Candraning Diyanah


Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
k.c.diyanah@fkm.unair.ac.id

Abstrak: Debu (Total Suspended Particulate) merupakan salah satu jenis pencemar udara yang sering ditemukan.
Pajanan debu pada waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
menganalisis risiko pajanan debu di Unit Packer PT X. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Variabel yang diteliti yaitu identifi kasi bahaya
debu, analisis dosis-respons, analisis pajanan, dan karakteristik risiko. Konsentrasi debu rata-rata di Unit Packer
sebesar 7,01 mg/m3 sehingga masih di bawah NAB (Nilai Ambang Batas) yang telah ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Intake terbesar yang diterima individu yaitu pada Unit Packer 1 yaitu
0,621 mg/kg/hari dan RQ > 1 yang artinya populasi berisiko terhadap efek non karsinogenik dalam 30 tahun
mendatang. Selain itu, adanya debu di tempat kerja dapat menimbulkan efek ketidaknyamanan dalam bekerja dan
apabila terhirup dalam waktu yang lama juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan tenaga kerja.
Sehingga tetap perlu dikendalikan sebagai upaya preventif yaitu dengan pengendalian sumber seperti perawatan
pada alat penyaring debu, mengurangi jumlah pajanan yaitu dengan memakai alat pelindung diri (APD) berupa
respirator (masker anti debu), dan mengurangi durasi pajanan debu seperti rotasi karyawan ke unit kerja lain.

Kata kunci: analisis risiko, debu, unit packer

Abstract: Dust (Total Suspended Particulate) is one type of air pollutant that often found. Dust exposure in long time
can cause health problems. The purpose of this study is to analyze the risk of dust exposure in the Unit Packer PT X.
This research is descriptive using Environmental Health Risk Assessment (EHRA). The variables were dust hazard
identifi cation, dose-response analysis, exposure analysis, and risk characteristics. The average dust concentration in
Packer Unit 7.01 mg/m3 so it was below the TLV (Threshold Limit Value) of the Health Minister Decree of The
Republic of Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 concerning Requirements and Environmental Health Offi ce
Work Industry. Intake received the largest individual that is on Packer Unit 1 is 0.621 mg/kg/day and RQ > 1, which
means the population is has a risk for non-carcinogenic effects in the next 30 years. In addition, the presence of dust
in the workplace can cause effects inconvenience in work and when inhaled for a long time can also be a negative
impact on the health of the workforce. So that, it needed to control as a preventive measure such as maintain the fi
lters dust, reduce the number exposure by wearing personal protective equipment (PPE) such as respirators (anti-
dust masker), and reducing the duration of dust exposure such as employee work rotation to other unit.

Keywords: risk assessment, dust, unit packer

PENDAHULUAN untuk memenuhi kebutuhan pembangunan


infrastruktur di indonesia yang berperan untuk
Indonesia merupakan tempat tujuan investasi
memasok kebutuhan konstruksi dan akselerasi
industri semen yang banyak menarik perhatian
pembangunan industri lainnya. Permintaan
pihak domestik maupun asing. Hal tersebut
semen yang semakin meningkat didukung oleh
disebabkan karena indonesia mempunyai
perkembangan bisnis properti, seperti hotel,
kekayaan batu kapur dan tanah liat yang sangat
apartemen dan perumahan. Selain itu,
melimpah sebagai bahan baku utama pembuatan
pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan
semen serta didukung oleh adanya batu bara
program Masterplan Percepatan dan Perluasan
sebagai pasokan sumber energi yang mudah
Pembangunan Ekonomi (MP3EI), Unit
didapatkan. Industri semen merupakan salah
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua
satu industri yang menjadi penunjang utama
Barat (UP4B),

100
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate)
101
serta pembangunan rumah rakyat dan seribu hari dan faktor penyerta yang potensial seperti
tower (Kemenperin, 2017). usia, gender dan kebiasaan merokok (Anes dkk,
Namun, perlu diketahui bahwa 2015).
perkembangan dan kemajuan industri ini juga Suma’mur (2009) mengelompokkan partikel
membawa dampak negatif baik terhadap debu menjadi debu organik (alamiah seperti fosil,
lingkungan maupun tenaga kerja. Salah satu bakteri, jamur, virus, sayuran, binatang dan
bahan atau zat sisa yang dihasilkan dari industri sintetis seperti plastik dan reagen) dan debu
semen antara lain yaitu debu. Debu merupakan anorganik (silika bebas, silika, dan metal). Pada
salah satu bahan pencemar udara sehingga jenis debu tersebut juga dipengaruhi oleh daya
dapat mengakibatkan pencemaran di lingkungan larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya
tempat kerja. Selain itu, debu juga dapat larut dan sifat kimiawi yang dimiliki debu tersebut
mengakibatkan dampak negatif bagi tenaga kerja menimbulkan kemampuan mengendapnya di
yaitu gangguan pernapasan. Gangguan paru juga akan berbeda pula. Demikian juga
pernapasan timbul sebagai akibat dari pajanan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan
bahan pencemar udara atau emisi yang berbeda pula.
dihasilkan selama proses produksi seperti debu. Adapun jenis debu industri yang berasal dari
Debu merupakan partikel padat yang ditimbulkan pembakaran arang, batu, semen, keramik, besi,
akibat dari proses alam maupun hasil dari proses penghancuran logam, batu, asbes dan silika.
mekanis seperti pemotongan (cutting), pukulan, Jenis debu tersebut merupakan debu yang
pemecahan (breaking), penghancuran (crushing), berukuran 3-10 mikron akan masuk melalui
peledakan, penghalusan (grindling), penggilingan saluran pernapasan dan mengendap di paru.
(drilling), pengayakan (shaking), pengepakan, Efek lama pajanan debu ini dapat menyebabkan
pengemasan, pengantongan dan lainnya yang paralysis cilia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar
timbul dari benda atau bahan baik organik mukus. Keadaan ini dapat mengakibatkan saluran
maupun anorganik (Suma’mur, 2009). pernapasan rentan terhadap infeksi dan timbulnya
Sedangkan menurut Sarudji (2010), debu gejala batuk menahun yang produktif (Yunus,
atau yang biasanya disebut dengan partikulat 1991).
merupakan sebagian besar dari komposisi emisi Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa polutan
polutan yang berasal dari berbagai macam yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah
sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik partikel, dikuti dengan NO2, SO2, hidrokarbon,
semen, dan pembuangan sampah terbuka. dan CO (yang paling rendah toksisitasnya).
Sumber debu (partikulat) dapat berasal dari Partikulat bersama polutan lain seperti ozon dan
udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat sulfur dioksida akan menimbulkan gangguan
aktivitas manusia yang tertiup angin. kesehatan yang berupa penurunan faal paru,
Debu total merupakan debu yang terdiri dari sedangkan partikulat saja tidak menimbulkan
campuran berbagai elemen dan senyawa lain gangguan faal paru pada orang normal. Debu
dengan berbagai ukuran partikel, mulai dari (Total Suspended Particulate) yang terdapat di
ukuran yang terkecil sampai dengan ukuran 100 udara akan masuk pada tubuh manusia melalui
mikron. Debu yang terdapat di lingkungan kerja inhalasi dan sebagian akan masuk ke dalam
berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan paru, mengendap di alveoli dan dapat
pada hidung dan tenggorokan yang dapat menurunkan fungsi kerja paru. Sirait (2010)
mengakibatkan selesma dan infeksi lain. Faktor menyatakan bahwa timbulnya gangguan faal
yang dapat memengaruhi timbulnya penyakit dan paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu
gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh yang tinggi, tapi juga dipengaruhi oleh beberapa
pajanan debu adalah faktor debu dan faktor faktor lain seperti karakteristik dari individu itu
individu. Faktor debu yang meliputi ukuran sendiri.
partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat Adapun efek lain dari udara pada lingkungan
kimiawi, serta lama pajanan. Faktor individu kerja sering tercemar oleh adanya faktor kimia
seperti mekanisme pertahanan paru, anatomi yaitu partikel dalam bentuk gas, uap, debu dan
dan fi siologi saluran pernapasan serta faktor lainnya dapat mengurangi produktivitas kerja
imunologi. Adapun hal yang harus serta dapat mengakibatkan gangguan saluran
dipertimbangkan dalam melakukan penilaian pernapasan ataupun fungsi paru (Suma’mur,
pajanan agen risiko terhadap manusia antara lain 2009).
sumber pajanan, lamanya pajanan, pajanan dari Data International Labour Organization
sumber lain, pola aktivitas sehari (2013) menyebutkan bahwa penyakit saluran
pernapasan
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
102

merupakan penyakit urutan ketiga setelah menyebabkan kematian yang diakibatkan oleh
penyakit kanker dan kecelakaan yang dapat pekerjaan yaitu sebesar 21%. Untuk penyakit
kanker menempati urutan pertama dengan Hasil dari pengantongan semen, baik dalam
persentase sebesar 34%, kecelakaan sebesar bentuk kantong semen ukuran standar atau 40
25%, penyakit kardiovaskular sebesar 15% dan kg, jumbo pack, maupun bentuk curah
faktor lain sebesar 5%. didistribusikan melalui angkutan laut dan
Menurut Wiguna (2006), menyatakan bahwa angkutan darat. Dari kegiatan yang ada di Unit
partikulat yang berasal dari tungku industri Packer tersebut dapat diketahui bahwa di Unit
pengolahan menjadi penyumbang terbesar yaitu Packer mempunyai faktor bahaya yang dapat
51,27%. Sedangkan kegiatan industri semen mengganggu kesehatan karyawannya karena
berkontribusi terhadap total emisi partikulat dan konsentrasi debu total yang dihasilkan di Unit
menyumbang 5% pada emisi CO2 global. Selain Packer PT X rata-rata lebih tinggi jika
itu, pada industri semen dalam proses dibandingkan dengan konsentrasi debu yang ada
produksinya banyak menghasilkan partikulat yang di unit lainnya.
mengandung silika, ferro, dan timbal. Keadaan Berdasarkan uraian masalah di atas maka
yang berbeda ini juga dapat memberikan risiko rumusan masalah dari penelitian ini adalah
kesehatan yang berbeda juga pada tubuh bagaimana risiko pajanan debu di Unit Packer
manusia (Zeleke dkk, 2010). PT X. Sedangkan tujuan penelitian ini untuk
PT X merupakan salah satu industri terbesar menganalisis risiko pajanan debu di Unit Packer
di Indonesia yang bergerak dalam bidang PT X.
produksi berbagai jenis semen. Dalam proses
produksinya, industri semen melibatkan tenaga
manusia dan lingkungan tempat kerja. METODE PENELITIAN
Industri semen berpotensi menimbulkan Penelitian ini dilakukan di Unit Packer PT X
kontaminasi atau pencemaran di udara berupa pada bulan September 2016. Penelitian ini
debu. Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri termasuk jenis penelitian observasional. Data
semen terdiri dari debu yang dihasilkan pada yang digunakan yaitu data sekunder yang
saat pengadaan bahan baku, selama proses meliputi data laporan hasil pengukuran
pembakaran dan pengangkutan produk jadi ke lingkungan kerja seksi pemantauan lingkungan
luar pabrik termasuk pengantongannya. Adapun Triwulan III Tahun 2016 di Unit Packer PT X.
salah satu unit yang mempunyai kadar Pengukuran konsentrasi debu yang ada di
konsentrasi debu tinggi jika dibandingkan dengan Unit Packer PT X dilakukan pada saat produksi
unit lain yaitu Unit Packer. sedang berlangsung sehingga diasumsikan hasil
Unit Packer PT X merupakan tempat untuk pengukuran dapat mewakili pajanan terdapap
melakukan proses produksi pada tahap karyawan saat bekerja. Pengukuran dilakukan
pengantongan semen. Dimana proses menggunakan alat High Volume Dust Sampler
pengantongan dimulai dari pengeluaran produk (HVDS) dengan Filter Silica Glass.
semen yang tersimpan di dalam silo semen Teknik analisis data menggunakan metode
sampai dengan masuknya semen ke bin yang Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
kemudian langsung ditransportasikan ke Unit yaitu metode yang biasa digunakan untuk
Packer untuk dilakukan pengantongan memperkirakan besarnya risiko yang akan
menggunakan mesin rotary packer. diterima oleh pekerja di Unit Packer PT X akibat
Proses pengisian semen ke sak semen pajanan debu yang dihasilkan saat produksi.
dilakukan menggunakan bantuan tekanan udara. Adapun jenis ARKL yang digunakan adalah
Sehingga sak semen yang masuk pada bagian ARKL meja karena sumber data yang digunakan
injeksi semen, akan secara otomatis terisi oleh merupakan data sekunder hasil pengukuran
semen melalui lubang yang terdapat pada sudut konsentrasi debu di Unit Packer Triwulan III PT
kantong. Apabila terisi penuh, lubang kantong X.
tersebut akan menutup dengan sendirinya, Metode ARKL ini bukan merupakan kajian
setelah itu sak semen dilempar ke belt conveyor epidemiologi untuk mencari hubungan tingkat
menuju ke belt weight untuk ditimbang. Setelah pencemaran udara dengan gangguan kesehatan.
itu, sak semen melewati belt conveyor menuju Namun, hanya untuk memperkirakan secara
mesin kualitatif besarnya risiko kesehatan pada populasi
detector untuk diperiksa dan menuju ke truk untuk terpajan debu. Adapun rumus untuk menghitung
didistribusikan. jumlah asupan agen risiko yang masuk melalui
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate)
103

jalur inhalasi (intake) dan RQ (Risk Quotient)


Ink = C * R * te * fe * Dt
sesuai dengan rumus Kemenkes (2012) yaitu
sebagai berikut: (Wb* tavg )

Keterangan:
Ink : Intake (asupan), jumlah risk agent yang Konsentrasi debu (Total Suspended
masuk (mg/kg/hr) Partikulat) Trimester III Tahun 2016 di Unit
C : Konsentrasi risk agent, (mg/m3) untuk Packer PT X
medium udara, (mg/L) untuk air minum, Berdasarkan data dokumen seksi
(mg/kg) untuk makanan/ pangan pemantauan lingkungan trimester III Tahun 2016
R Laju (rate) asupan untuk udara (dewasa: 20 dapat diketahui bahwa konsentrasi debu (Total
m3/hari atau 0,83 m3/jam, anak-anak: Suspended Particulate) di lingkungan kerja Unit
12 m3/hari atau 0,5 m3/jam) Packer PT X seperti pada Tabel 1.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
te : waktu pajanan harian (24 jam/hari untuk Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/
pajanan pada pemukiman, 8 jam/hari
SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
untuk pajanan pada tempat kerja)
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, dapat
fe : Frekuensi pajanan tahunan (Pajanan pada dilihat bahwa hasil pengukuran pada empat lokasi
pemukiman: 350 hari/tahun) dan pengukuran tidak ada yang melebihi NAB yaitu
(Pajanan pada lingkungan kerja: 250 dengan nilai rata-rata konsentrasi debu pada
hari/ tahun)
Unit Packer sebesar 7,01 mg/m3. Walaupun
Dt : Durasi pajanan, real time atau proyeksi untuk konsentrasi debu (Total Suspended Particulate)
residensial (pemukiman/pajanan ini masih berada di bawah NAB yang telah
seusia hidup), dewasa: 30 tahun, anak ditetapkan, tetapi estimasi risiko akibat pajanan
anak: 6 tahun
debu (Total Suspended Particulate) dapat terjadi
Wb : Berat badan, dewasa 70 kg/55 kg ( 70 kg karena adanya perbedaan karakteristik
untuk Eropa dari US-EPA 1990, 55 kg responden dan pola pajanan.
untuk Asia dari Nukman, et al. 2005)
Analisis Risiko Pajanan Debu
tavg : Periode waktu rata-rata, 30 tahun x 365
hari/tahun (non karsinogen) atau 70 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
tahun x 365 hari/tahun (karsinogen) (ARKL) merupakan suatu model kajian untuk
Sedangkan untuk menghitung karakteristik mendeskripsikan, memahami, dan memprediksi
risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk kondisi dan karakteristik lingkungan yang
Quotient (RQ atau Tingkat Risiko) untuk efek non mempunyai potensi atau dapat menimbulkan
karsinogenik dihitung dengan rumus: risiko kesehatan manusia. ARKL bertujuan untuk
memberikan dan menyediakan informasi secara
RQ = Ink
RfC Tabel 1.
nilai numerik RQ tidak melebihi 1 (Rahman dkk, Hasil Pengukuran Kadar Debu di Unit Packer PT
X Triwulan III Tahun 2016
2008).
Keputusan Menteri
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan: Lokasi Konsentrasi Debu Kesehatan RI No.
Pengukuran (mgr/m3) 1405/MENKES/SK/ XI/2002
RQ : Risk Quotient

Ink : Intake (asupan) non karsinogenik RfC : Reference Packer 1 7,51 10 mg/m3 Packer 2 7,40 10
Consentration ( untuk pajanan melalui inhalasi). mg/m3 Packer 3 6,25 10 mg/m3 Packer 4 6,88

Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu 10 mg/m3 Rata-rata 7,01 10 mg/m3
dikendalikan jika RQ > 1. Jika RQ < 1, risiko tidak Sumber: Dokumen seksi pemantauan lingkungan
perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan Triwulan III 2016 di PT X.
agar
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
104

lengkap dan pemegang kebijakan khususnya merupakan salah satu metode atau cara untuk
kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan melakukan pendekatan dalam mencermati
untuk proses dalam mengambil kebijakan besarnya potensi bahaya risiko. Pelaksanaan
(Kemenkes, 2012). ARKL dimulai dengan melakukan identifi kasi
Berdasarkan Kepmenkes No.876/MENKES/ permasalahan lingkungan yang telah dikenal dan
SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis melibatkan pihak yang berkewajiban dalam
Dampak Kesehatan Lingkungan mendeskripsikan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan berhubungan dengan permasalahan lingkungan
yang bersangkutan. Analisis Risiko Kesehatan pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan
Lingkungan (ARKL) biasanya berhubungan penyakit yang disebabkan oleh adanya partikel
dengan masalah lingkungan yang terjadi pada debu yang masuk dan mengendap di paru.
saat ini atau di masa yang telah lalu. Penyakit pneumokoniosis banyak jenisnya,
International Program on Chemical Safety tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk
(IPCS) Risk Assessment Terminology dalam atau terhisap ke dalam paru. Beberapa jenis
panduan atau petunjuk teknis Analisis Risiko penyakit pneumokoniosis yang banyak dijumpai
Kesehatan Lingkungan (ARKL) Dirjen PP dan PL di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis,
tahun 2011 mendefinisikan Analisis Risiko bisinosis, antrakosis, dan beriliosis (Wardhana,
Kesehatan Lingkungan (ARKL) sebagai suatu 2004).
proses yang bertujuan untuk menghitung atau PT X dalam proses produksinya
memperkirakan risiko pada kesehatan manusia, menggunakan bahan baku utama berupa batu
termasuk juga identifikasi pada keberadaan kapur 81%, tanah liat 9%, pasir silika 9% dan
faktor ketidakpastian, penelusuran pada pajanan pasir besi 1%. Data hasil pengukuran
tertentu, memperhitungkan karakteristik yang menunjukkan bahwa konsentrasi debu (Total
melekat pada agent yang menjadi perhatian dan Suspended Particulate) di Unit Packer PT X pada
karakteristik dari sasaran yang spesifi k. empat lokasi pengukuran masih di bawah NAB
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan namun apabila debu tersebut terhirup setiap hari
penilaian risiko banyak hal yang bersifat tidak dapat menimbulkan gangguan pernapasan.
pasti, namun penilaian risiko perlu dilakukan Karena sumber pajanan debu pada Unit Packer
untuk menyediakan informasi mengenai selain dari proses pengantongan juga berasal
identifikasi bahaya dan membedakan antara dari lingkungan luar seperti emisi gas kendaraan
faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan bermotor yang keluar masuk Unit Packer untuk
dan bahayanya terhadap kesehatan manusia mengangkut semen yang siap didistribusikan.
serta kelestarian lingkungan, menganalisis risiko Sebagian besar debu yang ada di lingkungan
saat ini dan memperkirakan perubahan yang kerja tempat pengukuran ditimbulkan oleh
mungkin terjadi akibat paparan faktor risiko aktivitas proses pengantongan yang berupa debu
tersebut. Sehingga dengan adanya analisis risiko semen. Menurut Suma’mur (2009) debu semen
tersebut dapat digunakan sebagai informasi te jenis termasuk dalam jenis debu anorganik
untuk melakukan tindakan pencegahan golongan silika. Pajanan debu silika dalam waktu
(Kepmenkes, 2001). yang lama dapat berisiko menderita penyakit
Menurut Rahman dkk (2008) risiko berada di silikosis.
antara pasti tidak terjadi dan pasti terjadi (0 <
risiko < 1). Analisis risiko terbagi menjadi empat Analisis Dosis Respon
langkah yaitu (a) identifi kasi bahaya (hazard Analisis dosis respons merupakan tahap
identifi cation), (b) analisis dosis-respons (dose yang digunakan untuk menentukan hubungan
response assessment), (c) analisis pemajanan antara besarnya dosis atau level pajanan bahan
(exposure assessment) dan (d) karakterisasi kimia dengan terjadinya efek yang merugikan
risiko (risk characterization). bagi kesehatan manusia. Dimana tahap ini
merupakan tahapan untuk menetapkan kualitas
Identifi kasi Bahaya toksisitas agen risiko mempunyai potensi
Debu (Total Suspended Particulate) memiliki menimbulkan efek yang dapat merugikan
risiko kesehatan non karsinogenik yaitu dapat kesehatan pada populasi yang berisiko.
menyebabkan gangguan pernapasan khususnya Adapun toksisitas agen risiko dinyatakan
dalam dosis referensi. Untuk pajanan inhalasi
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate)
105

yang bersifat non karsinogenik dinyatakan merupakan dosis mutlak dari suatu agen risiko ,
dengan Reference Concentration (RfC). Dosis namun hanya dosis referensi. Jika dosis yang
referensi tersebut digunakan untuk diterima oleh populasi manusia melebihi RfC
memperkirakan jumlah paparan setiap harinya maka peluang untuk terjadinya risiko kesehatan
pada populasi manusia yang dapat diterima menjadi lebih besar.
tanpa menimbulkan efek berbahaya selama Nilai RfC debu (TSP) pada penelitian ini
masa hidupnya. dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja/minggu.
Untuk toksisitas dari debu (Total Suspended Penetapan jam kerja yang ada di PT X juga telah
Particulate) yang merupakan salah satu agen sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun
risiko dengan efek non karsinogenik inhalasi 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga hasil
maka dosis respons dinyatakan dengan perhitungan analisis pajanan untuk pada pekerja
Reference Concentration (RfC). Nilai RfC bukan yaitu sebagai berikut:
55 kg * 365 hr * 30 th
Ink TSP Packer 1= C * R * te * fe * Dt (Wb *
tavg )
= 373.998
= 7,51 602.250 = 0,621 mg/kg/hari
mg

m3 * 0,83 mg
m3 * 8 jam * 250 hr * 30 th Ink TSP Packer 2= C * R * te * fe * Dt (Wb
* tavg )
menggunakan nilai dosis Analisis Risiko Kesehatan m3 * 0,83
referensi dari studi Lingkungan yang = 7,40 mg
mg
m3 * 8 jam * 250 hr * 30 th

dilakukan oleh Rahman dkk, (2008) yaitu sebesar


0,020 mg/kg/hari karena nilai RfC debu (TSP) dalam = 368.520
daftar IRIS belum tersedia. 602.250 = 0,612 mg/kg/hari

Analisis Pajanan Ink TSP Packer 3= C * R * te * fe * Dt (Wb *


Analisis pajanan (exposure assessment) tavg )
55 kg * 365 hr * 30 th
merupakan penilaian untuk mengenali jalur m3 * 0,83
6,25
kontak yang bertujuan pajanan agen risiko agar =
mg
mg
m3 * 8 jam * 250 hr * 30 th

dapat menghitung jumlah asupan atau intake yang


diterima pada populasi berisiko (Rahman, 2007) = 311.250
Penentuan analisis pajanan dilakukan dengan 602.250 = 0,517 mg/kg/hari
menghitung jumlah asupan agen risiko yang masuk
tubuh melalui inhalasi. Intake dinyatakan Ink TSP Packer 4= C * R * te * fe * Dt (Wb *
55 kg * 365 hr * 30 th tavg )
sebagai jumlah pajanan badan per hari. Intake mg
= 6,88 m3 * 8 jam * 250 hr * 30 th
yang diterima oleh mg
individu per kilogram berat m3* 0,83
pajanan dihitung secara lifetime. Pajanan lifetime
= 342.624
yaitu durasi pajanan yang dihitung seumur hidup.
Pajanan lifetime yang digunakan adalah durasi 602.250 = 0,569 mg/kg/hari
pajanan standart (Dt) 30 tahun yaitu nilai standart
waktu yang diperkirakan efek non karsinogenik
Berdasarkan data hasil perhitungan pada
termanifestasi pada manusia.
Tabel 2, dapat diketahui bahwa Intake lifetime
Konsentrasi debu yang digunakan adalah
terbesar yang diterima individu yaitu pada Unit
konsentrasi debu yang terukur pada setiap titik
Packer 1 yaitu dengan besar intake 0,621
pengukuran di Unit Packer yaitu mulai dari Unit
mg/kg/hari sedangkan Intake lifetime terkecil yaitu
Packer 1, 2, 3, dan 4 seperti yang terlihat pada
pada Unit Packer 3 sebesar 0,517mg/kg/hari.
Tabel 1. Laju inhalasi (R) yang digunakan adalah
Sedangkan intake rata-rata yang diterima di Unit
laju inhalasi standart orang dewasa pada usia
Packer sebesar 0,579 mg/kg/hari.
21–61 tahun yaitu 0,83 m 3/jam. Berat badan yang Intake ini belum tentu sama dengan intake
digunakan adalah berat badan dewasa 70 kg atau yang diterima oleh individu sebenarnya. Intake
55 kg (70 kg untuk Eropa dari US-EPA 1990, 55 yang diterima bisa saja lebih kecil atau lebih
kg untuk Asia) dari Nukman (2005). besar karena pengukuran konsentrasi debu yang
Lama pajanan didapatkan berdasarkan masuk ke dalam tubuh tidak menggunakan
perhitungan sistem shift yang berlaku atau yang Personal Dust Sampler (PDS). Pengukuran
telah ditetapkan perusahaan yaitu 8 jam/hari dengan PDS lebih
55 kg * 365 hr * 30 th
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
106

Tabel 2. Tabel 3.
Hasil Perhitungan Intake Risk Debu yang Masuk ke Hasil Perhitungan RQ (Risk Quotient) di Unit Packer PT
dalam Tubuh di Unit Packer PT X tahun 2016 X Triwulan III Tahun 2016

Lokasi Konsentrasi Debu (mg/m3) Intake Lokasi RQ (Risk Quotient)


Kriteria RQ (Risk Quotient)
Packer 1 7,51 0,621 Packer 2 7,40 0,612
= 0,569 mg/kg/hari
Packer 3 6,25 0,517 Packer 4 6,88 0,569
Rata-rata 7,01 0,579 0,020 mg/kg/hari = 28,45
Packer 1 31,05 Tidak Aman Packer 2 30,60
Tidak Aman Packer 3 25,85 Tidak Aman
dapat menggambarkan kadar konsentrasi debu Packer 4 28,45 Tidak Aman
yang dihirup oleh manusia atau responden setiap
waktunya berdasarkan pola aktivitas individu
masing-masing. Tabel 3, menunjukkan bahwa agen risiko
debu (Total Suspended Particulate) yang terdapat
Karakterisasi Risiko di udara pada semua lokasi pengukuran di Unit
Karakterisasi risiko merupakan suatu upaya Packer PT X mempunyai nilai RQ>1 yang berarti
yang dilakukan untuk mengetahui apakah bahwa pajanan debu (TSP) yang terhirup oleh
populasi yang terpajan berisiko terhadap agen pekerja di Unit Packer PT X dengan berat badan
risiko yang masuk ke dalam tubuh yang 55 kg, waktu pajanan 8 jam/hari selama 250 hari/
dinyatakan dengan RQ (Risk Quotient). tahun tidak aman atau berisiko terhadap efek non
Perhitungan RQ dilakukan dengan cara karsinogenik dalam 30 tahun mendatang selama
menggabungkan nilai yang didapatkan pada masih bekerja di Unit Packer PT X.
analisis pajanan atau intake dan dosis respons. Menurut Rahman (2005), faktor individu
Tingkat risiko non karsinogenik didapat melalui merupakan variabel penting yang sangat
hasil pembagian asupan harian melalui inhalasi memengaruhi besarnya suatu agen risiko yang
dengan nilai dosis respons yang dikenal dengan diterima individu adalah karakteristik responden
istilah Reference Concentration (RfC). Adapun dan pola pajanan. Karakteristik responden seperti
perhitungan RQ (Risk Quotient) adalah berikut: berat badan, semakin besar berat badan individu
maka semakin kecil dosis internal yang diterima.
RQ TSP Unit Packer 1 = Ink Begitu pula dengan usia, usia memengaruhi daya
RfC tahan tubuh terhadap pajanan zat toksik atau
bahan kimia. Sehingga semakin tinggi usia maka
= 0,621 mg/kg/hari daya tahan tubuh akan semakin berkurang (Meo
dkk, 2013).
0,020 mg/kg/hari = 31,05
Pada penelitian Salim (2012) yang
RQ TSP Unit Packer 2 = Ink menyatakan bahwa besarnya intake atau asupan
RfC dipengaruhi oleh nilai konsentrasi bahan kimia,
laju asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan
= 0,612 mg/kg/hari sehingga jika semakin besar nilai tersebut maka
jumlah agen risiko yang masuk ke dalam tubuh
0,020 mg/kg/hari = 30,60
juga semakin besar. Hal ini sejalan dengan
RQ TSP Unit Packer 3 = Ink penelitian Saputro (2015) yaitu besarnya asupan
RfC mempunyai nilai berbanding lurus dengan
besarnya nilai konsentrasi agen risiko, waktu
= 0,517 mg/kg/hari pajanan, durasi pajanan dan frekuensi pajanan.
Sedangkan asupan mempunyai nilai berbanding
0,020 mg/kg/hari = 25,85
terbalik dengan berat badan dan durasi pajanan.
RQ TSP Unit Packer 4 = Ink Hal serupa juga diungkapkan oleh Rahman dkk
RfC (2008) bahwa semakin sering dan lamanya
individu berada pada lingkungan yang tercemar
atau berpolusi maka akan semakin besar pula
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate)
107

jumlah agen risiko yang masuk ke dalam tubuh Berdasarkan penelitian Yulaekah (2007),
dan risiko untuk terjadi efek gangguan kesehatan menyebutkan bahwa pajanan debu berhubungan
semakin besar pula. Pada penelitian dengan kejadian gangguan fungsi kesehatan
Deviandhoko, dkk (2012) menyatakan bahwa terutama pada paru. Hasil penelitian
ada hubungan yang bermakna antara membuktikan nilai α= 0,02 yang berarti terdapat
konsentrasi debu di udara dengan kejadian hubungan yang signifi kan antara pajanan debu
fungsi paru meskipun konsentrasi debu masih di yang terhirup atau yang masuk ke tubuh
bawah NAB, yaitu sebanyak 24,4% responden terhadap terjadinya gangguan fungsi paru.
mempunyai gangguan fungsi paru meskipun Sedangkan nilai OR= 5,833 yang berarti pajanan
kadar debu masih di bawah Nilai Ambang Batas. debu yang masuk ke dalam tubuh atau terhirup
oleh pekerja mempunyai risiko 6 kali lebih besar dengan cara mengubah nilai faktor pajanan
mengalami gangguan fungsi paru. Pada sehingga jumlah asupan yang masuk ke dalam
penelitian Khairiah (2012), membuktikan bahwa tubuh lebih kecil atau minimal sama dengan
ada hubungan antara konsentrasi debu di dosis referensi toksisitasnya (Rahman, 2007).
pemukiman warga sekitar pabrik semen di desa Berdasarkan hasil perhitungan risiko non
kuala indah dengan timbulnya penyakit atau karsinogenik pajanan debu (Total Suspended
keluhan kesehatan. Sebanyak 19 responden dari Particulate) pada pekerja di Unit Packer PT X
56 responden mengalami keluhan kesehatan. dengan RQ yang tercantum dalam Tabel 3,
Dengan keluhan kesehatan terbanyak yang dengan tingkat pencemaran seperti saat diukur
dialami oleh responden berupa iritasi kulit (Pengukuran Triwulan III Tahun 2016) risiko
sebesar 73,7%. Sedangkan menurut penelitian kesehatan disemua lokasi Unit Packer tidak aman
Anes, dkk (2015) menunjukkan bahwa adanya atau berisiko non karsinogenik untuk 30 tahun
hubungan yang signifi kan antara pajanan debu mendatang. Sehingga pengendalian risiko untuk
dan kejadian gangguan fungsi paru dengan nilai melindungi pekerja dari risiko kesehatan tersebut
ρ=0,023. Sedangkan Nilai OR= 8,444 yang sangat perlu dilakukan sebagai upaya preventif.
artinya debu semen memiliki risiko 8,444 kali Beberapa pengendalian risiko yang mungkin
mengalami gangguan fungsi paru jika dilakukan untuk mengurangi risiko non
dibandingkan dengan responden yang tidak atau karsinogenik pajanan debu (TSP) pada pekerja
jarang terpajan oleh debu semen. di Unit Packer PT X yaitu mengurangi konsentrasi
Pada penelitian Simanjuntak, dkk (2015) debu, mengurangi waktu pajanan dan
menunjukkan bahwa ada hubungan signifi kan mengurangi frekuensi pajanan. Adapun
antara pajanan kadar debu dengan kejadian perhitungannya seperti berikut:
pneumokoniosis pada pekerja pengumpul semen
Konsentrasi Aman Debu
di unit pengantongan semen PT. Tonasa Line
Kota Bitung dengan nilai odds ratio (OR) sebesar
7,2 yang artinya pekerja yang terpajan dengan CTSP aman = RfC * Wb * tavg
kadar debu tinggi (> 3 mg/m3) mempunyai risiko R * te * fe * Dt
terjadi pneumokoniosis sebesar 7,2 kali lebih besar
dibandingkan dengan pekerja yang terpajan dengan = 0,020 mg/kg/hari * 55 kg * 30 th * 365 hr
0,83 mg
kadar debu rendah (≤ 3 mg/m3). Namun, selain
* 8 hr * 250 * 30 th
pajanan debu ada beberapa faktor lain 3
m

yang bisa menjadi faktor penyerta sehingga dapat


memengaruhi timbulnya gangguan kesehatan = 12045
atau penyakit yang diakibatkan oleh pajanan 49800
debu antara lain seperti usia, jenis kelamin, = 0,242 mg/m3
perilaku, gaya hidup, faktor imunologi individu
dan sebagainya. Dari perhitungan angka diatas dapat
diketahui bahwa konsentrasi debu (TSP) di
Manajemen Risiko seluruh Unit Packer dengan nilai seperti pada
Tabel 1. Walaupun masih di bawah standar NAB
Manajemen risiko adalah pilihan yang
yang telah ditentukan. Namun, konsentrasi
dilakukan untuk memperkecil dampak pajanan
tersebut harus dilakukan pengurangan
suatu agen risiko terhadap kesehatan pekerja
konsentrasi debu TSP
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
108

yang aman maksimal sebesar 0,242 mg/m3 untuk m3


* 0,83 mg
durasi pajanan 30 tahun ke depan selama * 250 hr * 30 th
pekerja masih bekerja di Unit Packer PT X. m3

Dengan asumsi bahwa frekuensi pajanan hari


kerja tetap 250 hari pertahun dan waktu pajanan = 12045
juga tetap 8 jam per hari. 43637,25
= 0,276 jam/hari
Waktu Pajanan Aman
Dari perhitungan dengan menggunakan
te aman = RfC * Wb * tavg konsentrasi debu rata-rata di Unit Packer sebesar
C * R * fe * Dt 7,01 mg/m3 didapatkan hasil 0,276 jam yang
artinya bahwa seorang pekerja di Unit Packer PT
X dengan berat badan 55 kg yang terpajan debu
= 0,020 mg/kg/hari * 55 kg * 30 th * 365 hr
7,01 mg akan aman untuk 30 tahun mendatang jika waktu
pajanan setiap harinya sebesar 0,276 jam/hari tahun.
atau sekitar 16 menit. Adapun pengendalian risiko yang bisa
dilakukan dari hasil analisis diatas adalah dengan
Durasi Pajanan Aman
mengurangi kadar konsentrasi debu yaitu
sebesar 0,242 mg/kg/hari yang diasumsikan
Dt aman= RfC * Wb * tavg pada pengukuran dengan PDS (Personal Dust
C * R * te * fe Sampler) dan durasi pajanan aman yaitu 1 tahun
sehingga bisa diterapkan dengan rotasi pekerja
jika sudah bekerja di Unit Packer PT X selama 1
= 0,020 mg/kg/hari * 55 kg * 30 th * 365 hr
7,01 mg tahun. Mengingat untuk hasil perhitungan waktu
* 0,83 mg pajanan aman yaitu sekitar 16 menit/hari dan
frekuensi pajanan aman yaitu 9 hari/tahun maka
3
m

* 8 jam * 250 hr hal tersebut tidak memungkinkan dapat dilakukan


m3
oleh pihak perusahaan.
= 12045 Dalam hal ini PT X telah melakukan
49800 beberapa pengendalian yaitu dengan memasang
= 1,035 tahun alat penangkap partikulat sebelum partikulat
keluar ke udara bebas agar sesuai dengan Nilai
Dari perhitungan diatas dapat diketahui Ambang Batas (NAB) yang telah ditentukan yaitu
bahwa seorang dengan berat badan 55 kg yang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
terpajan debu setiap hari selama 8 jam dengan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/
konsentrasi debu 7,01 mg/m3 maka durasi XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
pajanan aman adalah 1 tahun. Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, NAB
untuk debu semen yaitu sebesar 10 (mg/m 3).
Frekuensi Pajanan Aman
Alat penangkap partikulat yang digunakan adalah
Bag House Filter (BHF), dan Electrostatic
fe aman = RfC * Wb * tavg Presipitator (EP). Karena setiap proses produksi
C * R * te * Dt yang dilakukan di PT X akan mengeluarkan hasil
sampingan utama berupa partikulat atau debu.
= 0,020 mg/kg/hari * 55 kg * 30 th * 365 hr Partikulat ini dapat menjadi pencemar yang
7,01 mg berbahaya apabila tidak dikendalikan dengan
3
* 0,83 mg baik.
m

* 8 jam * 30 th Adapun upaya lain terkait pengelolaan yang


m3 telah dilakukan PT X di Unit Packer yaitu dengan
meminimalisasi ceceran semen pada alat
= 12045 transport product (conveyor dan bucket elevator).
1396,392 Penerapan Standart Operational Prosedur (SOP)
= 8,625 hari/tahun pada setiap unit operasi dan mengoptimalkan
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa kinerja peralatan dalam mengendalikan emisi
seorang pekerja dengan berat badan 55 kg seperti cyclone, bag house fi lter.
terpajan debu setiap hari selama 8 jam dengan Alat penangkap debu tersebut dipasang pada
setiap titik transport proses produksi sehingga
konsentrasi 7,01 mg/m3 maka frekuensi pajanan
peralatan tersebut dapat mengumpulkan debu
aman untuk 30 tahun mendatang adalah 9 hari/
yang kemudian debu hasil tangkapan tersebut
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate)
109

akan diproses kembali sebagai material produksi. preventif sebagian besar PT sudah melakukan
Melakukan pelatihan kepada operator tentang pengendalian tersebut. Sehingga upaya
K3, in house keeping, SOP unit operasi maupun pengendalian tersebut lebih ditingkatkan lagi.
kondisi emergency. Melakukan rotasi pekerja ke Cara lain untuk meminimalkan tingkat pajanan
unit lain. Penerapan peralatan K3 di lokasi pabrik tersebut dengan segera meninggalkan lokasi
khususnya di lokasi packer. kerja jika pekerjaan sudah selesai.
Komunikasi risiko dilakukan sebagai tindak
lanjut dari pelaksanaan ARKL yang berperan
KESIMPULAN DAN SARAN
untuk menginformasikan kepada pekerja secara
transparan dan bertanggung jawab tentang Hasil analisis risiko dari pajanan debu di
proses dan hasil karakteristik risiko serta pilihan semua lokasi pengukuran menunjukkan bahwa
manajemen risiko kepada pihak yang relevan. besaran risiko kesehatan RQ > 1. Selain itu,
Adapun pilihan manajemen risiko sebagai upaya adanya partikel debu di tempat kerja dapat
memberikan efek ketidaknyamanan dalam Indonesia, Universitas Diponegoro Vol. 11 No. 2
bekerja. Adapun pajanan debu dalam waktu Oktober 2012.
Fardiaz, S. (1992). Polusi air dan udara. Jakarta:
yang lama dapat memberikan pengaruh negatif
Kasinus.
terhadap kesehatan tenaga kerja dan lebih International Labour Organization. (2013). Press
meningkatkan program yang sudah ada sehingga release international labour Organization diakses dari
upaya pengendalian sebagai upaya preventif http:// www.ilo.org/global/about-the-ilo/media-centre/
lebih maksimal. press-release/ WCMS_211627/lang-en/index.htm.
Kemenkes RI. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan
Upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/
dengan pengendalian sumber seperti VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
pemeliharaan dan perawatan pada alat Dampak Kesehatan Lingkungan. Jakarta.
penyaring debu, Melakukan monitoring dan alat Kemenkes RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan
pengendalian emisi secara rutin agar sistem Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
penyaringan yang dilakukan dapat berjalan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
dengan baik dan mengontrol emisi partikulat pada Industri. Jakarta.
standar yang telah ditetapkan. Mengurangi jumlah Kemenkes RI. (2012). Kementerian Kesehatan
pajanan yaitu dengan memakai Alat Pelindung Direktorat Jenderal PP dan PL. 2012. Pedoman
diri (APD) yang berupa respirator (masker anti Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Jakarta.
Kemenperin RI. (2017). Industri semen fokus pasar
debu), serta melakukan pengendalian secara domestik. http://www.kemenperin.go.id/
administratif dengan cara mengurangi waktu dan artikel/10042/industri-semen-fokus-pasardomestik.
frekuensi pajanan debu seperti rotasi karyawan Khairiah. (2012). Analisis konsentrasi debu dan
ke unit kerja lain. keluhan pada masyarakat di sekitar pabrik semen
di desa kuala indah kecamatan sei suka
Sebaiknya PT X melakukan sosialisasi
kabupaten batu bara. Skripsi. Medan: Universitas
mengenai bahaya dan dampak pajanan debu Sumatra Utara yang diakses dari
(Total Suspended Particulate) kepada pekerja. http://repository.usu.ac.id/
Selain itu, meningkatkan kesadaran karyawan bitstream/123456789/35251/7/Cover.pdf.
akan pentingnya memakai APD (Alat Pelindung Meo, S.A., Al-Dress, A.M., Masri, A.A., Al Rouq, F.,
Diri) yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, and Azeem, M.A. (2013). Effect of duration of
exposure to cement dust on respiratory function of
serta melakukan perpindahan atau rotasi non smoking cement mill workers. International
karyawan jika sudah bekerja di Unit Packer Journal of Environmental Research and Public
selama 1 tahun sehingga dapat mengurangi Health, Volume 10, pp. 390–398. Diakses dari
waktu pajanan. https://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC3564149/.
Nukman, A., Rahman, A., Warouw, S., Setiadi, M. I.,
DAFTAR PUSTAKA Akib, C.R. (2005). Analisis dan manajemen risiko
kesehatan pencemaran udara: studi kasus di
Anes, N.I., Umboh, J.L., dan Kawatu, P.T. (2015). sembilan kota besar padat transportasi. Jurnal
Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Ekologi Kesehatan. Vol. 2: 270–289.
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja di PT. Rahman, A. (2005). Prinsip-prinsip dasar, metode,
Tonasa Line Kota Bitung. Jurnal Ilmu Kesehatan tehnik dan prosedur analisis risiko kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado , lingkungan. Depok: Fakultas Kesehatan
Vol. 5, No. 3 Juli 2015. Masyarakat Universitas Indonesia.
Deviandhoko, Endah, N., dan Nurjazuli. (2012). Faktor Rahman, A. (2007). Analisis risiko secara kuantitatif,
Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan makalah seminar Depok: Fakultas Kesehatan
Fungsi Paru pada Pekerja Pengelasan di Kota Masyarakat Universitas Indonesia.
Pontianak. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
110

Rahman, A., Nukman, A., Setyadi., Akib, C.R., Sofwan, Pertama, Bandung: CV Karya Putra.
Jarot. (2008). Analisis Risiko Kesehatan Simanjuntak, M.L., Pinontoan, O.R., Pangemanan,
Lingkungan Pertambangan Batu Kapur di J.M., (2015). Hubungan antara kadar debu, masa
Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara dan kerja, penggunaan masker dan merokok dengan
Tulungagung. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. kejadian pneumokoniosis pada pekerja pengumpul
1. semen di unit pengantongan semen PT Tonasa
Republik Indonesia. (2003). Undang-undang No. 13 Line Kota
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Setkab Bitung. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
RI. Salim, R.N. (2012). Analisis Risiko Kesehatan Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol. 5, No. 2b
Pajanan Benzena pada Karyawan di SPBU “X” April 2015. Sirait, M. (2010). Hubungan Karakteristik
Pancoramas Depok Tahun 2011. Skripsi. Depok: Karyawan dengan Faal Paru di Kilang Padi Kecamatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Porsea. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Indonesia. Saputro, N.I.R. (2015). Analisis Risiko Suma’mur, P.K. (2009). Hygiene Perusahaan dan
Kesehatan dengan Parameter Udara Lingkungan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung. Wardhana,
Kerja dan Gangguan Faal Paru pada Pekerja (Studi W.A., (2004). Dampak pencemaran lingkungan (Edisi
Kasus di Bagian Plant N2O PT Aneka Gas Industri Revisi), Yogyakarta: Andi Offset.
Region V Jawa Timur. Skripsi. Jember: Universitas Wiguna, O. (2006). Jakarta Kota Polusi Menggugat
Jember. Hak Atas Udara Bersih. Jakarta: LP3ES Indonesia.
Sarudji, D. (2010). Kesehatan Lingkungan, Cetakan Yulaekah, S. (2007). Paparan Debu Terhirup dan
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu
Kapur. Thesis. Magister Kesehatan Lingkungan
Program Pascasarjana. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Yunus, F. (1991). Diagnosa penyakit paru kerja.
Cermin Dunia Kedokteran No. 70: 18–23.
Zeleke K.Z. (2010). Cement Dust Exposure and Acute
Lung Function: A Cross Shift Study. bmc pulmonary
medicine, diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/20398255.

Anda mungkin juga menyukai