Abstrak: Debu (Total Suspended Particulate) merupakan salah satu jenis pencemar udara yang sering ditemukan.
Pajanan debu pada waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
menganalisis risiko pajanan debu di Unit Packer PT X. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Variabel yang diteliti yaitu identifikasi bahaya
debu, analisis dosis-respons, analisis pajanan, dan karakteristik risiko. Konsentrasi debu rata-rata di Unit Packer
sebesar 7,01 mg/m3 sehingga masih di bawah NAB (Nilai Ambang Batas) yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri. Intake terbesar yang diterima individu yaitu pada Unit Packer 1 yaitu 0,621 mg/kg/hari
dan RQ > 1 yang artinya populasi berisiko terhadap efek non karsinogenik dalam 30 tahun mendatang. Selain itu,
adanya debu di tempat kerja dapat menimbulkan efek ketidaknyamanan dalam bekerja dan apabila terhirup dalam
waktu yang lama juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan tenaga kerja. Sehingga tetap perlu
dikendalikan sebagai upaya preventif yaitu dengan pengendalian sumber seperti perawatan pada alat penyaring
debu, mengurangi jumlah pajanan yaitu dengan memakai alat pelindung diri (APD) berupa respirator (masker anti
debu), dan mengurangi durasi pajanan debu seperti rotasi karyawan ke unit kerja lain.
Abstract: Dust (Total Suspended Particulate) is one type of air pollutant that often found. Dust exposure in long
time can cause health problems. The purpose of this study is to analyze the risk of dust exposure in the Unit
Packer PT X. This research is descriptive using Environmental Health Risk Assessment (EHRA). The variables were
dust hazard identification, dose-response analysis, exposure analysis, and risk characteristics. The average dust
concentration in Packer Unit 7.01 mg/m3 so it was below the TLV (Threshold Limit Value) of the Health Minister
Decree of The Republic of Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 concerning Requirements and Environmental
Health Office Work Industry. Intake received the largest individual that is on Packer Unit 1 is 0.621 mg/kg/day and
RQ > 1, which means the population is has a risk for non-carcinogenic effects in the next 30 years. In addition,
the presence of dust in the workplace can cause effects inconvenience in work and when inhaled for a long time
can also be a negative impact on the health of the workforce. So that, it needed to control as a preventive measure
such as maintain the filters dust, reduce the number exposure by wearing personal protective equipment (PPE) such
as respirators (anti-dust masker), and reducing the duration of dust exposure such as employee work rotation to
other unit.
100
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended 101
Particulate)
serta pembangunan rumah rakyat dan seribu hari dan faktor penyerta yang potensial seperti
tower (Kemenperin, 2017). usia, gender dan kebiasaan merokok (Anes dkk,
Namun, perlu diketahui bahwa perkembangan 2015).
dan kemajuan industri ini juga membawa Suma’mur (2009) mengelompokkan partikel
dampak negatif baik terhadap lingkungan debu menjadi debu organik (alamiah seperti
maupun tenaga kerja. Salah satu bahan atau fosil, bakteri, jamur, virus, sayuran, binatang dan
zat sisa yang dihasilkan dari industri semen sintetis seperti plastik dan reagen) dan debu
antara lain yaitu debu. Debu merupakan salah anorganik (silika bebas, silika, dan metal). Pada
satu bahan pencemar udara sehingga dapat jenis debu tersebut juga dipengaruhi oleh daya
mengakibatkan pencemaran di lingkungan tempat larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya
kerja. Selain itu, debu juga dapat mengakibatkan larut dan sifat kimiawi yang dimiliki debu
dampak negatif bagi tenaga kerja yaitu tersebut menimbulkan kemampuan
gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan mengendapnya di paru juga akan berbeda pula.
timbul sebagai akibat dari pajanan bahan Demikian juga tingkat kerusakan yang
pencemar udara atau emisi yang dihasilkan ditimbulkannya juga akan berbeda pula.
selama proses produksi seperti debu. Debu Adapun jenis debu industri yang berasal
merupakan partikel padat yang ditimbulkan dari pembakaran arang, batu, semen, keramik,
akibat dari proses alam maupun hasil dari proses besi, penghancuran logam, batu, asbes dan
mekanis seperti pemotongan (cutting), pukulan, silika. Jenis debu tersebut merupakan debu
pemecahan (breaking), penghancuran yang berukuran 3-10 mikron akan masuk melalui
(crushing), peledakan, penghalusan (grindling), saluran pernapasan dan mengendap di paru.
penggilingan (drilling), pengayakan (shaking), Efek lama pajanan debu ini dapat menyebabkan
pengepakan, pengemasan, pengantongan dan paralysis cilia, hipersekresi dan hipertrofi
lainnya yang timbul dari benda atau bahan kelenjar mukus. Keadaan ini dapat
baik organik maupun anorganik (Suma’mur, mengakibatkan saluran pernapasan rentan
2009). terhadap infeksi dan timbulnya gejala batuk
Sedangkan menurut Sarudji (2010), debu menahun yang produktif (Yunus, 1991).
atau yang biasanya disebut dengan partikulat
Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa polutan
merupakan sebagian besar dari komposisi emisi
yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah
polutan yang berasal dari berbagai macam
partikel, dikuti dengan NO2, SO2, hidrokarbon,
sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik
dan
semen, dan pembuangan sampah terbuka.
CO (yang paling rendah toksisitasnya). Partikulat
Sumber debu (partikulat) dapat berasal dari
bersama polutan lain seperti ozon dan sulfur
udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat
dioksida akan menimbulkan gangguan kesehatan
aktivitas manusia yang tertiup angin.
yang berupa penurunan faal paru, sedangkan
Debu total merupakan debu yang terdiri
partikulat saja tidak menimbulkan gangguan faal
dari campuran berbagai elemen dan senyawa
paru pada orang normal. Debu (Total Suspended
lain dengan berbagai ukuran partikel, mulai dari
Particulate) yang terdapat di udara akan masuk
ukuran yang terkecil sampai dengan ukuran 100
pada tubuh manusia melalui inhalasi dan sebagian
mikron. Debu yang terdapat di lingkungan kerja
akan masuk ke dalam paru, mengendap di
berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
alveoli dan dapat menurunkan fungsi kerja paru.
pada hidung dan tenggorokan yang dapat
Sirait (2010) menyatakan bahwa timbulnya
mengakibatkan selesma dan infeksi lain.
gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh
Faktor yang dapat memengaruhi timbulnya
kadar debu yang tinggi, tapi juga dipengaruhi
penyakit dan gangguan pernapasan yang
oleh beberapa faktor lain seperti karakteristik
diakibatkan oleh pajanan debu adalah faktor
dari individu itu sendiri.
debu dan faktor individu. Faktor debu yang
Adapun efek lain dari udara pada lingkungan
meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi,
kerja sering tercemar oleh adanya faktor kimia
daya larut dan sifat kimiawi, serta lama
yaitu partikel dalam bentuk gas, uap, debu dan
pajanan. Faktor individu seperti mekanisme
lainnya dapat mengurangi produktivitas kerja
pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran
serta dapat mengakibatkan gangguan saluran
pernapasan serta faktor imunologi. Adapun hal pernapasan ataupun fungsi paru (Suma’mur,
yang harus dipertimbangkan dalam melakukan 2009).
penilaian pajanan agen risiko terhadap manusia Data International Labour Organization (2013)
antara lain sumber pajanan, lamanya pajanan, menyebutkan bahwa penyakit saluran pernapasan
pajanan dari sumber lain, pola aktivitas sehari-
102 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–
110
merupakan penyakit urutan ketiga setelah detector untuk diperiksa dan menuju ke truk
penyakit kanker dan kecelakaan yang dapat untuk didistribusikan.
menyebabkan kematian yang diakibatkan oleh Hasil dari pengantongan semen, baik dalam
pekerjaan yaitu sebesar 21%. Untuk penyakit bentuk kantong semen ukuran standar atau 40 kg,
kanker menempati urutan pertama dengan jumbo pack, maupun bentuk curah
persentase sebesar 34%, kecelakaan sebesar didistribusikan melalui angkutan laut dan
25%, penyakit kardiovaskular sebesar 15% dan angkutan darat. Dari kegiatan yang ada di Unit
faktor lain sebesar 5%. Packer tersebut dapat diketahui bahwa di Unit
Menurut Wiguna (2006), menyatakan bahwa Packer mempunyai faktor bahaya yang dapat
partikulat yang berasal dari tungku industri mengganggu kesehatan karyawannya karena
pengolahan menjadi penyumbang terbesar yaitu konsentrasi debu total yang dihasilkan di Unit
51,27%. Sedangkan kegiatan industri semen Packer PT X rata-rata lebih tinggi jika
berkontribusi terhadap total emisi partikulat dibandingkan dengan konsentrasi debu yang ada
dan menyumbang 5% pada emisi CO2 global. di unit lainnya.
Selain itu, pada industri semen dalam proses Berdasarkan uraian masalah di atas maka
produksinya banyak menghasilkan partikulat yang rumusan masalah dari penelitian ini adalah
mengandung silika, ferro, dan timbal. Keadaan bagaimana risiko pajanan debu di Unit Packer PT
yang berbeda ini juga dapat memberikan risiko X. Sedangkan tujuan penelitian ini untuk
kesehatan yang berbeda juga pada tubuh menganalisis risiko pajanan debu di Unit Packer
manusia (Zeleke dkk, 2010). PT X.
PT X merupakan salah satu industri terbesar
di Indonesia yang bergerak dalam bidang
produksi berbagai jenis semen. Dalam proses METODE PENELITIAN
produksinya, industri semen melibatkan tenaga Penelitian ini dilakukan di Unit Packer PT
manusia dan lingkungan tempat kerja. X pada bulan September 2016. Penelitian ini
Industri semen berpotensi menimbulkan termasuk jenis penelitian observasional. Data
kontaminasi atau pencemaran di udara berupa yang digunakan yaitu data sekunder yang
debu. Debu yang dihasilkan oleh kegiatan meliputi data laporan hasil pengukuran
industri semen terdiri dari debu yang dihasilkan lingkungan kerja seksi pemantauan lingkungan
pada saat pengadaan bahan baku, selama Triwulan III Tahun 2016 di Unit Packer PT X.
proses pembakaran dan pengangkutan produk Pengukuran konsentrasi debu yang ada di
jadi ke luar pabrik termasuk pengantongannya. Unit Packer PT X dilakukan pada saat produksi
Adapun salah satu unit yang mempunyai kadar sedang berlangsung sehingga diasumsikan hasil
konsentrasi debu tinggi jika dibandingkan dengan pengukuran dapat mewakili pajanan terdapap
unit lain yaitu Unit Packer. karyawan saat bekerja. Pengukuran dilakukan
Unit Packer PT X merupakan tempat menggunakan alat High Volume Dust Sampler
untuk melakukan proses produksi pada (HVDS) dengan Filter Silica Glass.
tahap pengantongan semen. Dimana proses Teknik analisis data menggunakan metode
pengantongan dimulai dari pengeluaran Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
produk semen yang tersimpan di dalam silo yaitu metode yang biasa digunakan untuk
semen sampai dengan masuknya semen ke memperkirakan besarnya risiko yang akan diterima
bin yang kemudian langsung ditransportasikan oleh pekerja di Unit Packer PT X akibat pajanan
ke Unit Packer untuk dilakukan pengantongan debu yang dihasilkan saat produksi. Adapun jenis
menggunakan mesin rotary packer. ARKL yang digunakan adalah ARKL meja karena
Proses pengisian semen ke sak semen sumber data yang digunakan merupakan data
dilakukan menggunakan bantuan tekanan udara. sekunder hasil pengukuran konsentrasi debu di
Sehingga sak semen yang masuk pada bagian Unit Packer Triwulan III PT X.
injeksi semen, akan secara otomatis terisi oleh Metode ARKL ini bukan merupakan kajian
semen melalui lubang yang terdapat pada sudut epidemiologi untuk mencari hubungan tingkat
kantong. Apabila terisi penuh, lubang kantong pencemaran udara dengan gangguan kesehatan.
tersebut akan menutup dengan sendirinya, setelah Namun, hanya untuk memperkirakan secara
itu sak semen dilempar ke belt conveyor menuju kualitatif besarnya risiko kesehatan pada
ke belt weight untuk ditimbang. Setelah itu, sak populasi terpajan debu. Adapun rumus untuk
semen melewati belt conveyor menuju mesin menghitung jumlah asupan agen risiko yang
masuk melalui
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended 103
Particulate)
jalur inhalasi (intake) dan RQ (Risk Quotient) nilai numerik RQ tidak melebihi 1 (Rahman dkk,
sesuai dengan rumus Kemenkes (2012) yaitu 2008).
sebagai berikut:
lengkap dan pemegang kebijakan khususnya response assessment), (c) analisis pemajanan
kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan (exposure assessment) dan (d) karakterisasi
untuk proses dalam mengambil kebijakan risiko (risk characterization).
(Kemenkes, 2012).
Berdasarkan Kepmenkes No.876/MENKES/ Identifikasi Bahaya
SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Debu (Total Suspended Particulate)
Dampak Kesehatan Lingkungan mendeskripsikan
memiliki risiko kesehatan non karsinogenik
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan
yaitu dapat menyebabkan gangguan
salah satu metode atau cara untuk melakukan
pernapasan khususnya pneumokoniosis.
pendekatan dalam mencermati besarnya potensi
Pneumokoniosis merupakan penyakit yang
bahaya risiko. Pelaksanaan ARKL dimulai dengan
disebabkan oleh adanya partikel debu yang
melakukan identifikasi permasalahan lingkungan
masuk dan mengendap di paru. Penyakit
yang telah dikenal dan melibatkan pihak yang
pneumokoniosis banyak jenisnya,
berkewajiban dalam penetapan risiko pada
tergantung dari jenis partikel (debu) yang
kesehatan manusia yang berhubungan dengan
masuk atau terhisap ke dalam paru.
permasalahan lingkungan yang bersangkutan.
Beberapa jenis penyakit pneumokoniosis yang
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
banyak dijumpai di daerah yang memiliki
biasanya berhubungan dengan masalah
banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu
lingkungan yang terjadi pada saat ini atau di
silikosis, asbestosis, bisinosis, antrakosis, dan
masa yang telah lalu.
beriliosis (Wardhana, 2004).
International Program on Chemical Safety
PT X dalam pro se s p r od u ksi n ya
(IPCS) Risk Assessment Terminology dalam
menggunakan bahan baku utama berupa batu
panduan atau petunjuk teknis Analisis Risiko
kapur 81%, tanah liat 9%, pasir silika 9% dan
Kesehatan Lingkungan (ARKL) Dirjen PP dan
pasir besi 1%. Data hasil pengukuran
PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menunjukkan bahwa konsentrasi debu (Total
tahun 2011 mendefinisikan Analisis Risiko
Suspended Particulate) di Unit Packer PT X
Kesehatan Lingkungan (ARKL) sebagai suatu
pada empat lokasi pengukuran masih di bawah
proses yang bertujuan untuk menghitung atau
NAB namun apabila debu tersebut terhirup
memperkirakan risiko pada kesehatan manusia,
setiap hari dapat menimbulkan gangguan
termasuk juga identifikasi pada keberadaan
pernapasan. Karena sumber pajanan debu pada
faktor ketidakpastian, penelusuran pada pajanan
Unit Packer selain dari proses pengantongan
tertentu, memperhitungkan karakteristik yang
juga berasal dari lingkungan luar seperti emisi
melekat pada agent yang menjadi perhatian dan
gas kendaraan bermotor yang keluar masuk Unit
karakteristik dari sasaran yang spesifik.
Packer untuk mengangkut semen yang siap
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan
didistribusikan.
penilaian risiko banyak hal yang bersifat tidak
Sebagian besar debu yang ada di
pasti, namun penilaian risiko perlu dilakukan
lingkungan kerja tempat pengukuran ditimbulkan
untuk menyediakan informasi mengenai
oleh aktivitas proses pengantongan yang
identifikasi bahaya dan membedakan antara
berupa debu semen. Menurut Suma’mur
faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan
(2009) debu semen te jenis termasuk dalam
dan bahayanya terhadap kesehatan manusia
jenis debu anorganik golongan silika. Pajanan
serta kelestarian lingkungan, menganalisis
debu silika dalam waktu yang lama dapat
risiko saat ini dan memperkirakan perubahan
berisiko menderita penyakit silikosis.
yang mungkin terjadi akibat paparan faktor
risiko tersebut. Sehingga dengan adanya Analisis Dosis Respon
analisis risiko tersebut dapat digunakan
Analisis dosis respons merupakan tahap
sebagai informasi untuk melakukan tindakan
yang digunakan untuk menentukan hubungan
pencegahan (Kepmenkes, 2001).
antara besarnya dosis atau level pajanan bahan
Menurut Rahman dkk (2008) risiko berada
kimia dengan terjadinya efek yang merugikan bagi
di antara pasti tidak terjadi dan pasti terjadi
kesehatan manusia. Dimana tahap ini merupakan
(0 < risiko < 1). Analisis risiko terbagi menjadi
tahapan untuk menetapkan kualitas toksisitas
empat langkah yaitu (a) identifikasi bahaya
agen risiko mempunyai potensi menimbulkan efek
(hazard identification), (b) analisis dosis-respons
yang dapat merugikan kesehatan pada populasi
(dose-
yang berisiko.
Adapun toksisitas agen risiko dinyatakan
dalam dosis referensi. Untuk pajanan inhalasi
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended 105
Particulate)
yang bersifat non karsinogenik dinyatakan dengan dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja/minggu.
Reference Concentration (RfC). Dosis referensi Penetapan jam kerja yang ada di PT X juga telah
tersebut digunakan untuk memperkirakan sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003
jumlah paparan setiap harinya pada populasi tentang Ketenagakerjaan. Sehingga hasil
manusia yang dapat diterima tanpa perhitungan analisis pajanan untuk pada pekerja
menimbulkan efek berbahaya selama masa yaitu sebagai berikut:
hidupnya.
C * R * te * fe * Dt
Untuk toksisitas dari debu (Total Suspended
Particulate) yang merupakan salah satu agen Ink TSP Packer
(W * tavg )
risiko dengan efek non karsinogenik inhalasi maka 1=
b
dosis respons dinyatakan dengan Reference mg mg
Concentration (RfC). Nilai RfC bukan merupakan 7,51 m3 * 0,83 m * 8 jam * 250 hr * 30 th
3
= 55 kg * 365 hr * 30 th
dosis mutlak dari suatu agen risiko , namun hanya
dosis referensi. Jika dosis yang diterima oleh 373.998 = 0,621 mg/kg/hari
populasi manusia melebihi RfC maka peluang = 602.250
untuk terjadinya risiko kesehatan menjadi lebih C * R * te * fe * Dt
besar. Ink TSP Packer
(Wb * tavg )
Nilai RfC debu (TSP) pada penelitian ini 2=
mg mg
menggunakan nilai dosis referensi dari studi
7,40 m3 * 0,83 m * 8 jam * 250 hr * 30 th
3
Analisis Pajanan C * R * te * fe * Dt
In TSP Packer 3=
Analisis pajanan (exposure assessment)
k (Wb * tavg )
merupakan penilaian kontak yang bertujuan mg mg
mg mg
= 55 kg * 365 hr * 30 th
342.624
= = 0,569 mg/kg/hari
602.250
Tabel 2.
Tabel 3.
Hasil Perhitungan Intake Risk Debu yang Masuk ke
Hasil Perhitungan RQ (Risk Quotient) di Unit Packer PT
dalam Tubuh di Unit Packer PT X tahun 2016
X Triwulan III Tahun 2016
Konsentrasi Debu
Lokasi RQ Kriteria RQ
Intake Lokasi
(mg/m3) (Risk Quotient) (Risk Quotient)
Packer 1 7,51 0,621 Packer 1 31,05 Tidak Aman
Packer 2 7,40 0,612 Packer 2 30,60 Tidak Aman
Packer 3 6,25 0,517 Packer 3 25,85 Tidak Aman
Packer 4 6,88 0,569 Packer 4 28,45 Tidak Aman
Rata-rata 7,01 0,579
jumlah agen risiko yang masuk ke dalam tubuh yang bisa menjadi faktor penyerta sehingga
dan risiko untuk terjadi efek gangguan dapat memengaruhi timbulnya gangguan
kesehatan semakin besar pula. Pada penelitian kesehatan atau penyakit yang diakibatkan oleh
Deviandhoko, dkk (2012) menyatakan bahwa ada pajanan debu antara lain seperti usia, jenis
hubungan yang bermakna antara konsentrasi kelamin, perilaku, gaya hidup, faktor imunologi
debu di udara dengan kejadian fungsi paru individu dan sebagainya.
meskipun konsentrasi debu masih di bawah NAB,
yaitu sebanyak 24,4% responden mempunyai Manajemen Risiko
gangguan fungsi paru meskipun kadar debu
Manajemen risiko adalah pilihan yang
masih di bawah Nilai Ambang Batas.
dilakukan untuk memperkecil dampak pajanan
Berdasarkan penelitian Yulaekah (2007),
suatu agen risiko terhadap kesehatan pekerja
menyebutkan bahwa pajanan debu berhubungan
dengan cara mengubah nilai faktor pajanan
dengan kejadian gangguan fungsi kesehatan
sehingga jumlah asupan yang masuk ke dalam
terutama pada paru. Hasil penelitian
tubuh lebih kecil atau minimal sama dengan
membuktikan nilai = 0,02 yang berarti
dosis referensi toksisitasnya (Rahman, 2007).
terdapat hubungan yang signifikan antara
Berdasarkan hasil perhitungan risiko non
pajanan debu yang terhirup atau yang masuk ke
karsinogenik pajanan debu (Total Suspended
tubuh terhadap terjadinya gangguan fungsi
Particulate) pada pekerja di Unit Packer PT X
paru. Sedangkan nilai OR= 5,833 yang berarti
dengan RQ yang tercantum dalam Tabel 3,
pajanan debu yang masuk ke dalam tubuh
dengan tingkat pencemaran seperti saat diukur
atau terhirup oleh pekerja mempunyai risiko 6
(Pengukuran Triwulan III Tahun 2016) risiko
kali lebih besar mengalami gangguan fungsi
kesehatan disemua lokasi Unit Packer tidak
paru. Pada penelitian Khairiah (2012),
aman atau berisiko non karsinogenik untuk 30
membuktikan bahwa ada hubungan antara
tahun mendatang. Sehingga pengendalian risiko
konsentrasi debu di pemukiman warga sekitar
untuk melindungi pekerja dari risiko kesehatan
pabrik semen di desa kuala indah dengan
tersebut sangat perlu dilakukan sebagai upaya
timbulnya penyakit atau keluhan kesehatan.
preventif.
Sebanyak 19 responden dari 56 responden
Beberapa pengendalian risiko yang
mengalami keluhan kesehatan. Dengan keluhan
mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko non
kesehatan terbanyak yang dialami oleh responden
karsinogenik pajanan debu (TSP) pada pekerja
berupa iritasi kulit sebesar 73,7%. Sedangkan
di Unit Packer PT X yaitu mengurangi konsentrasi
menurut penelitian Anes, dkk (2015)
debu, mengurangi waktu pajanan dan mengurangi
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
frekuensi pajanan. Adapun perhitungannya seperti
signifikan antara pajanan debu dan kejadian
berikut:
gangguan fungsi paru dengan nilai ρ=0,023.
Sedangkan Nilai OR= 8,444 yang artinya debu Konsentrasi Aman Debu
semen memiliki risiko 8,444 kali mengalami
gangguan fungsi paru jika dibandingkan dengan RfC * Wb * tavg
responden yang tidak atau jarang terpajan oleh C TSP aman =
R * te * fe * Dt
debu semen.
Pada penelitian Simanjuntak, dkk (2015) 0,020 mg/kg/hari * 55 kg * 30 th * 365 hr
= mg
menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan
antara pajanan kadar debu dengan kejadian 0,83 m3 * 8 hr * 250 * 30 th
pneumokoniosis pada pekerja pengumpul 12045
= 49800
semen di unit pengantongan semen PT.
Tonasa Line Kota Bitung dengan nilai odds = 0,242
ratio (OR) sebesar mg/m3
7,2 yang artinya pekerja yang terpajan Dari perhitungan angka diatas dapat diketahui
dengan kadar debu tinggi (> 3 mg/m3) bahwa konsentrasi debu (TSP) di seluruh
mempunyai risiko terjadi pneumokoniosis Unit Packer dengan nilai seperti pada Tabel 1.
sebesar 7,2 kali lebih besar dibandingkan Walaupun masih di bawah standar NAB yang telah
dengan pekerja yang terpajan dengan kadar ditentukan. Namun, konsentrasi tersebut harus
debu rendah (≤ 3 mg/m3). Namun, selain dilakukan pengurangan konsentrasi debu TSP
pajanan debu ada beberapa faktor lain
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended 109
Particulate)
akan diproses kembali sebagai material Diri) yang sesuai dengan jenis pekerjaannya,
produksi. Melakukan pelatihan kepada operator serta melakukan perpindahan atau rotasi
tentang K3, in house keeping, SOP unit operasi karyawan jika sudah bekerja di Unit Packer
maupun kondisi emergency. Melakukan rotasi selama 1 tahun sehingga dapat mengurangi
pekerja ke unit lain. Penerapan peralatan K3 di waktu pajanan.
lokasi pabrik khususnya di lokasi packer.
Komunikasi risiko dilakukan sebagai tindak
lanjut dari pelaksanaan ARKL yang berperan DAFTAR PUSTAKA
untuk menginformasikan kepada pekerja secara Anes, N.I., Umboh, J.L., dan Kawatu, P.T. (2015).
transparan dan bertanggung jawab tentang Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
proses dan hasil karakteristik risiko serta pilihan Fungsi Paru pada Pekerja di PT. Tonasa Line Kota
Bitung. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
manajemen risiko kepada pihak yang relevan.
Universitas Sam Ratulangi Manado , Vol. 5, No. 3
Adapun pilihan manajemen risiko sebagai upaya Juli 2015.
preventif sebagian besar PT sudah melakukan Deviandhoko, Endah, N., dan Nurjazuli. (2012).
pengendalian tersebut. Sehingga upaya Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
pengendalian tersebut lebih ditingkatkan lagi. Fungsi Paru pada Pekerja Pengelasan di Kota
Cara lain untuk meminimalkan tingkat pajanan Pontianak. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, Universitas Diponegoro Vol. 11 No. 2
tersebut dengan segera meninggalkan lokasi Oktober 2012.
kerja jika pekerjaan sudah selesai. Fardiaz, S. (1992). Polusi air dan udara. Jakarta:
Kasinus.
International Labour Organization. (2013). Press
KESIMPULAN DAN SARAN release international labour Organization diakses
dari http://
Hasil analisis risiko dari pajanan debu di
www.ilo.org/global/about-the-ilo/media-centre/
semua lokasi pengukuran menunjukkan bahwa press-release/ WCMS_211627/lang-en/index.htm.
besaran risiko kesehatan RQ > 1. Selain itu, Kemenkes RI. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan
adanya partikel debu di tempat kerja dapat Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/ VIII/2001
memberikan efek ketidaknyamanan dalam tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak
bekerja. Adapun pajanan debu dalam waktu Kesehatan Lingkungan. Jakarta.
Kemenkes RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan
yang lama dapat memberikan pengaruh negatif Republik Indonesia Nomor
terhadap kesehatan tenaga kerja dan lebih 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
meningkatkan program yang sudah ada sehingga Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
upaya pengendalian sebagai upaya preventif Industri. Jakarta.
lebih maksimal. Kemenkes RI. (2012). Kementerian Kesehatan
Direktorat Jenderal PP dan PL. 2012. Pedoman
Upaya preventif yang dapat dilakukan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Jakarta.
yaitu dengan pengendalian sumber seperti Kemenperin RI. (2017). Industri semen fokus pasar
pemeliharaan dan perawatan pada alat domestik. http://www.kemenperin.go.id/
penyaring debu, Melakukan monitoring dan alat artikel/10042/industri-semen-fokus-pasardomestik.
pengendalian emisi secara rutin agar sistem Khairiah. (2012). Analisis konsentrasi debu dan keluhan
pada masyarakat di sekitar pabrik semen di desa kuala
penyaringan yang dilakukan dapat berjalan
indah kecamatan sei suka kabupaten batu bara.
dengan baik dan mengontrol emisi partikulat Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara
pada standar yang telah ditetapkan. Mengurangi yang diakses dari http://repository.usu.ac.id/
jumlah pajanan yaitu dengan memakai Alat bitstream/123456789/35251/7/Cover.pdf.
Pelindung diri (APD) yang berupa respirator Meo, S.A., Al-Dress, A.M., Masri, A.A., Al Rouq, F.,
and Azeem, M.A. (2013). Effect of duration of
(masker anti debu), serta melakukan
exposure to cement dust on respiratory function
pengendalian secara administratif dengan cara of non- smoking cement mill workers. International
mengurangi waktu dan frekuensi pajanan debu Journal of Environmental Research and Public
seperti rotasi karyawan ke unit kerja lain. Health, Volume 10, pp. 390–398. Diakses dari
Sebaiknya PT X melakukan sosialisasi https://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC3564149/.
mengenai bahaya dan dampak pajanan debu
Nukman, A., Rahman, A., Warouw, S., Setiadi, M. I.,
(Total Suspended Particulate) kepada pekerja. Akib, C.R. (2005). Analisis dan manajemen risiko
Selain itu, meningkatkan kesadaran karyawan kesehatan pencemaran udara: studi kasus di
akan pentingnya memakai APD (Alat Pelindung sembilan kota besar padat transportasi. Jurnal
Ekologi Kesehatan. Vol. 2: 270–289.
Rahman, A. (2005). Prinsip-prinsip dasar, metode,
tehnik dan prosedur analisis risiko kesehatan
lingkungan. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Rahman, A. (2007). Analisis risiko secara kuantitatif,
makalah seminar Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended 111
Particulate)