Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara


Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi atau komponen lain
ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara yang telah
ditetapkan. Sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
(1) sumber perkotaan dan industri;
(2) sumber pedesaan/pertanian;
(3) sumber alami.

Sumber perkotaan dan industri ini berasal dari kemajuan teknologi yang mengakibatkan
banyaknya pabrik-pabrik industri, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor.Sumber
pencemaran udara untuk wilayah pedesaan/pertanian yaitu dengan penggunaan pestisida
sebagai zat senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), virus dan zat
lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman.
Sedangkan sumber alami berasal dari alam seperti abu yang dikeluarkan akibat Prosiding
SNFUR-4, Pekanbaru, 7 September 2019 3002-3 gunung berapi, gas-gas vulkanik, debu
yang bertiupan akibat tiupan angin, bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah
organik dan lainnya. (Abidin, Jainal dan Ferawati, 2019).

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982,


pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Baku mutu udara
ambien merupakan suatu ukuran pada batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen
yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 yaitu suatu angka yang tidak
mempunyai satuan yang dimana dapat menggambarkan kondisi mutu udara ambien di
suatu lokasi tertentu, yang didasarkan oleh adanya dampak pada kesehatan manusia, nilai
estetika dan mahluk hidup lainnya.

Polusi udara merupakan hasil dari proses buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia
dalam memenuhi kebutuhannya, dari sektor produksi maupun sektor transportasi. Dengan
Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

bertambahnya jumlah manusia menyebabkan terjadinya pertambahan buangan yang


mencemari udara, sehingga akan meningkatkan zat pencemar dan akan berkorelasi dengan
meningkatnya jumlah orang yang mengalami gangguan dan penyakit akibat polusi udara
(Corbitt, 2004; Pfafflin and Ziegler, 2006a; Schikowski et al., 2013; WHO, 2001; WHO,
2014). Infeksi saluran pernapasan bawah, penyakit paru obstruktif kronik (COPD),
tuberkulosis dan kanker paru-paru masing-masing merupakan 10 penyebab utama
kematian di seluruh dunia (WHO, 2001).

Penyakit pernafasan berdampak kinerja seseorang dalam bekerja karena terganggunya


suplai oksigen untuk menghasilkan energi dan pengeluaran oksigen keluar tubuh (Astrand
and Rodahl, 1986; Guyton and Hall, 2006 dalam Rosyidah, 2016).

Pencemaran udara disebabkan oleh zat-zat pencemar udara atau yang biasa disebut dengan
polutan.Setiap polutan memiliki dampak yang berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis
yang lainnya. Zat yang dapat menyebabkan pencemaran udara diantara: Karbon
Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida
(NO2), Hidrokarbon (HC), Chlorouorocarbon (CFC), Timbal (Pb), dan Partikular (PM10).
Zat polutan di udara bebas memiliki beberapa sifat bentuknya yaitu ada memiliki bau, ada
yang tidak memiliki bau, dapat dilihat, tidak dapat dilihat, dan berwarna atau tak berwarna.

Ada banyak dampak yang dihasilkan dari pencemaran udara diantaranya: mengganggu
kesehatan makhluk hidup, kerusakan lingkungan ekosistem, dan hujan asam. Kesehatan
pada manusia akan terganggu akibat udara yang tercemar yang bisa mengakibatkan
timbulnya penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, paru-paru, jantung dan juga sebagai
pemicu terjadinya kanker yang sangat berbahaya. Selanjutnya efek yang ditimbulkan pada
lingkungan ekosistem adalah kerusakan dimana lingkungan ekosistem tempat tinggal
berbagai macam makhluk hidup seperti akibat kebakaran hutan merusak tumbuh-tumbuhan
dan hewan. Sedangkan hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan
polutan dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Polutan tersebut berasal dari knalpot
mobil dan industri yang menggunakan bahan bakar minyak dan batubara. Di atmosfir,
polutan tersebut membentuk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3).Akhirnya
mereka jatuh ke tanah sebagai hujan asam. Selanjutnya yang terjadi adalah bencana bagi
kehidupan makhluk hidup.Sebagai contoh peristiwa kebakaran yang terjadi di Kalimantan
dan Pekanbaru tentunya mengakibatkan kondisi udara yang sangat membahayakan

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-2


Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

kesehatan. Masyarakan akan terjangkit penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) akibat
menghirup udara yang bercamput asap hasil kebakaran hutan. (Abidin, Jainal dan
Ferawati, 2019).

Wicahyo et al. (2007) dalam Indrayani dan Asfiati (2018), dalam blognya Jurnal
Lingkungan mengungkapkan efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat
terlihat dari masing-masing parameter pencemar udara sebagai berikut:
a) Parameter Karbon Monoksida (CO) dapat menyebabkan keracunan CO, perubahan
tekanan darah dan mengganggu fungsi kerja otot pada orang yg mengidap penyakit
jantung;
b) Parameter Nitrogen Oksida (NO2), dapat menyebabkan keracunan, kelumpuhan pada
sistem syaraf, dan kematian;
c) Parameter Hidrokarbon (HC), bila Plycyclic Aromatic Hidrocarbon masuk dalam paru-
paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker;
d) Parameter Sulfur Dioksida (SO2), dapat menyebabkan iritasi pernapasan;
e) Parameter Partikel Debu (PM10 dan TSP), partikulat debu yang melayang dan
berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi
daya tembus pandangan mata;
f) Parameter Timah Hitam (Pb), bila tertelan dalam jumlah besar dapat menimbulkan sakit
perut, muntah atau diare akut, bahkan gejala kronisnya dapat menimbulkan gangguan
pencernaan, lelah yg berlebihan, sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan,
kejang dan gangguan penglihatan;
g) Parameter Oksidan (O3), bila masuk kedalam tubuh dapat mengganggu pernapasan
normal, dan oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata.

2.2 Definisi TSP


Debu (Total Suspended Particulate) merupakan salah satu bahan pencemar udara sehingga
dapat mengakibatkan pencemaran di lingkungan tempat kerja. Selain itu, debu juga dapat
mengakibatkan dampak negatif bagi tenaga kerja yaitu gangguan pernapasan. Gangguan
pernapasan timbul sebagai akibat dari pajanan bahan pencemar udara atau emisi yang
dihasilkan selama proses produksi seperti debu. Debu merupakan partikel padat yang
ditimbulkan akibat dari proses alam maupun hasil dari proses mekanis seperti pemotongan
(cutting), pukulan, pemecahan (breaking), penghancuran (crushing), peledakan,
penghalusan (grindling), penggilingan (drilling), pengayakan (shaking), pengepakan,

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-3


Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

pengemasan, pengantongan dan lainnya yang timbul dari benda atau bahan baik organik
maupun anorganik. Debu total merupakan debu yang terdiri dari campuran berbagai
elemen dan senyawa lain dengan berbagai ukuran partikel, mulai dari ukuran yang terkecil
sampai dengan ukuran 100 mikron. (Siswati dan Diyanah, 2017).

Menurut Rochimawati et al. (2014) dalam Oktaviani, 2018, TSP adalah partikulat udara
seperti debu, asap, dan fume dengan diameter kurang dari 100 μm. Semua partikulat
tersebut bertanggung jawab atas efek kesehatan manusia karena partikulat tersebut dapat
menjangkau daerah pernapasan dalam (Alias, et al., 2007). Meningkatnya konsentrasi
Total Suspensed Particulate (TSP) di udara sekitar disebabkan oleh berbagai kegiatan
manusia seperti pertambangan, transportasi, pembersihan tanah, pembangunan
pemukiman, konversi lahan, pembudidayaan lahan, penggundulan hutan, dll. Jumlah
partikulat tersuspensi (TSP) adalah partikulat kecil di udara seperti debu, fume, dan asap
dengan diameter kurang dari 100 μm yang dihasilkan dari kegiatan konstruksi,
pembakaran, dan kendaraan. Partikulat ini dapat terdiri atas zat organik dan anorganik.
Partikulat organik dapat berupa mikroorganisme seperti virus, spora dan jamur yang
melayang di udara (Santiasih et al., 2012).

Menurut Oktaviani, 2018, TSP menjadi komponen penting dalam kualitas udara ambien,
jika konsentrasi TSP melebihi standar kualitas akan menyebabkan beragam efek negatif
yang serius, baik untuk kesehatan, ekonomi, dan aspek lingkungan (Zhou, 2010). Selain itu
partikulat dapat menyebabkan perubahan radiasi matahari di atmosfer yang diserap oleh
bumi permukaan (Mahankale, 2009).

2.3 Sumber TSP


Total Suspended Particulate (TSP) adalah parameter penting yang berkontribusi terhadap
penurunan kualitas udara. Pembentukan TSP dari permukaan tanah ke udara sekitar diduga
dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terkait dengan kadar air tanah, angin yang bertiup,
serta vegetasi yang menutupi permukaan tanah. Total Suspended Particulate (TSP) berupa
campuran kompleks partikel padat, cair, atau keduanya di udara serta mengandung zat
anorganik, organik, dan partikel debu (Murniasih dkk, 2020).

Total Suspended Particulate (TSP) merupakan partikel-patikel yang disebabkan oleh


penghancuran, pelembutan, pengolahan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan
organik maupun anorganik, misalnya batu, biji logam, arang batu, kayu, butir-butir zat

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-4


Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

padat dan sebagainya. TSP umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dan material
yang berukuran kasar yang berada di udara, dalam konsentrasi tertentu dapat berbahaya
bagi manusia. Partikulat merupakan partikulat-partikulat kecil padatan seperti debu dan
droplet cairan misalnya kabut (Af’idah, 2019).

2.4 Dampak TSP


2.4.1 Dampak Terhadap Manusia
Aktivitas manusia berperan dalam penyebaran debu, misalnya dalam bentuk partikel-
partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari aktivitas transportasi,
peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang.
Sumber utama adalah dari pembakaran bahan bakar, diikuti oleh proses-proses. Paparan
partikel debu dalam jangka pendek dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya
iritasi pada mata, alergi, dan gangguan pernapasan. Sedangkan paparan jangka panjang
dapat menyebabkan perkembangan penyakit jantung maupun paru-paru yang mengarah ke
kematian dini. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada kelarutan (solubity),
komposisi kimia, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu (Anwar dkk, 2019).

2.4.2 Dampak Terhadap Hewan


Dampak negatif pencemaran udara terhadap hewan tidak berbeda jauh dengan
dampakdampak lain seperti terhadap manusia dan tumbuhan. Dampak terhadap hewan
dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara langsung terjadi bila ada
interaksi melalui sistem pernafasan sebagaimana terjadi pada manusia. Dampak tidak
langsung terjadi melalui suatu perantara, baik tumbuhan atau perairan yang berfungsi
sebagai bahan makanan hewan. Terjadinya emisi zat- zat pencemar ke atmosfer (udara)
seperti partikulat, NOx, SO2, HF dan lain-lain yang kemudian berinteraksi dengan
tumbuhan dan perairan baik melalui proses pengendapan atau pun penempelan, akan
berpengaruh langsung terhadap vegetasi dan biota perairan hingga dapat menjalar pada
hewan-hewan melalui rantai makanan yang telah terkontaminasi zat pencemar tersebut
(Prabowo dan Muslim, 2018).

2.4.3 Dampak Terhadap Tumbuhan


Tumbuhan (flora) memiliki reaksi yang besar dalam menerima pengaruh perubahan atau
gangguan akibat polusi udara dan perubahan lingkungan. Hal ini terjadi karena banyak
faktor yang berpengaruh, diantaranya spesies tanaman, umur, keseimbangan nutrisi,
kondisi tanaman, temperatur, kelembaban, dan penyinaran. Beberapa contoh kerusakan

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-5


Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

yang terjadi pada gangguan nutrisonal dan gangguan atraksional biologis adalah terjadinya
penurunan tingkatan kandungan enzim, gangguan pada respon fisiologis adalah perubahan
pada sistem fotosintesis, sedang gangguan yang nampak secara visual adalah chlorosis
(perusakan zat hijau daun/menguning), flecking (daun bintik-bintik), dan reduced crop
yield (penurunan hasil panen) (Prabowo dan Muslim, 2018).

2.3.4 Dampak Terhadap Material


Kehadiran polutan di udara juga dapat merusak keindahan lingkungan dengan merusak
material lingkungan. Pencemaran udara berpengaruh pada material dengan proses soiling
atau korosi sehingga struktur material seperti bangunan akan terkikis dan semakin menipis.
Kehadiran polutan di udara seperti partikel debu, dapat menutupi keindahan warna atap
dan dinding bangunan. SO2, NO2, CO2 dan senyawa lainya juga dapat meneyebabkan
korosi bahan-bahan logam atau batu yang menghiasi suatu taman. Kerusakan tersebut
terjadi akibat sifat keasaman dari gas-gas tersebut ketika bereaksi dengan air. Polutan yang
berbentuk partikel juga dapat menutupi permukaan daun tanaman hias atau pohon
pelindung dalam taman-taman kota (Prabowo dan Muslim, 2018).

2.4.5 Dampak terhadap Ekosistem dan Lingkungan


Gangguan ekosistem akibat pencemaran udara adalah terjadinya kerusakan pada unsur
ekosistem. Gangguan tersebut berawal dari gangguan terhadap unsur abiotik sebagai faktor
pembatas yang berakhir pada gangguan unsur abiotik yang berpengaruh pada aliran energi
dan siklus materi. Gangguan terhadap unsur abiotik dapat terjadi antara lain pada suhu, air,
tanah, dan udara. Gangguan pada unsur biotik dapat terjadi tingkat produsen, konsumen
atau pengurai (Prabowo and Muslim, 2018).

Pencemaran udara dapat menjadi awal kerusakan komponen abiotik dari ekosistem.
Bahanbahan kimia atau energi yang masuk ke dalam udara ambien akan merubah sifat
fisik dan kimia udara. Gangguan fisik yang terjadi dapat berupa perubahan intensitas sinar
matahari yang masuk ke dalam ekosistem, perubahan suhu udara, dan perubahan
kelembaban udara. Perubahan kimia udara yang dapat terjadi antara lain adalah perubahan
pH dan perubahan komposisi kimia udara. Perubahan suhu pada ekosistem merupakan
dampak dari efek rumah kaca yang terjadi secara global akibat peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca seperti CO2 dan CH4 diatmosfer. Perubahan suhu ekosistem dapat bepengaruh
terhadap eksistensi dan vitalitas berbagai komponen biotik yang memiliki batas toleransi
terhadap perubahan suhu yang sempit (disebut dengan organisme stenotermal). Kehadiran

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-6


Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

berbagai bahan kimia di atmosfer juga dapat merobah sifat kimia ekosistem. Sifat kimia
yang dapat berubah antara lain pH, dan kandungan bahan kimia beracun. Perubahan pH
terjadi akibat bereaksinya bahan polutan udara seperti CO2, SO2, dan NO2 dengan uap air
menjadi senyawa asam seperti asam karbonat, asam sulfat, dan asam nitrat. Perubahan pH
akan mengeliminasi organisme yang rentan terhadap perubahan pH. Kehadiran bahan
beracun di udara seperti timah hitam (Pb) yang berasal dari pembakaran bahan bakar
premium dapat meracuni flora dan fauna dalam sebuah ekosistem (Prabowo and Muslim,
2018).

Bahan kimia yang ada di udara juga dapat turun ke permukaan bumi melalui proses
pengendapan atau tersuspensi dalam air hujan. Bahan kimia ini selanjutnya akan
menyebabkan pencemaran terhadap air dan tanah. Air yang tercemar akan menyebabkan
tereliminasinya organisme yang rentan. Kehilangan satu jenis organisme akan
menyebabkan terganggunya aliran energi dan siklus materi yang pada akhirnya
menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem. Bahan kimia yang terdeposit ke dalam
tanah akan mendaur mengikuti bahan kimia lain melalui vegetasi, dan sebagian akan
terakumulasi dalam biomassa. Bahan yang terakumulasi dalam biomassa dapat
menyebabkan keracunan bagi organisme herbivora (Prabowo and Muslim, 2018).

2.5 Baku Mutu TSP


Udara terdiri atas beberapa unsur dengan susunan atau komposisi tertentu. Unsur-unsur
tersebut diantaranya adalah nitrogen, oksigen, hidrogen, karbon dioksida, dan lain-lain.
Jika ke dalam udara tersebut masuk atau dimasukkan zat asing yang berbeda dengan
penyusun udara baik jenis maupun komposisinya, maka dikatakan bahwa udara tersebut
telah tercemar. Zat-zat asing tersebut mengubah komposisi udara dari keadaan normalnya
dan jika berlangsung lama akan mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya yang membutuhkan dan menggunakan udara dalam aktivitas kehidupannya.
Terdapat banyak bahan-bahan atau zat-zat yang mencemari udara, namun yang paling
banyak berpengaruh dalam pencemaran udara ambien adalah karbon monoksida, nitrogen
oksida, sulfur oksida, hidro karbon, partikel, dan lain-lain yang secara bersamaan maupun
sendiri-sendiri memiliki potensi bahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kualitas udara ambien akan menentukan dampak negatif pencemaran udara terhadap
kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat (tumbuhan, hewan, material, dan lain-
lainnya) (Prabowo and Muslim, 2018).

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-7


Laboratorium Lingkungan (STL 2321 P)

2.6 Pengendalian TSP


Cara yang dapat dilakukan agar kualitas lingkungan udara menjadi lebih baik adalah
dengan adanya vegetasi di lingkungan sekitar karena vegetasi dapat menyerap TSP yang
ada di udara. Santoso (2011) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki kemampuan
tinggi menjerap dan menyerap polutan adalah tanaman yang memiliki tajuk rimbun, tidak
gugur daun, dan tanamannya tinggi. Sedangkan, Al-Hakim (2014) mengatakan bahwa
pohon yang kurang sesuai dalam menjerap polutan memiliki beberapa ciri fisik yang
terpenuhi namun kurang baik pada ciri fisik yang lain seperti struktur permukaan daun
yang halus, bentuk daun yang kecil, tajuk yang tidak padat dan renggang, tekstur kulit
batang pohon yang halus, serta kepadatan ranting yang renggang (Palureng, Jati and
Siahaan, 2017).

Laboratorium Pengendalian Pencemaran Udara II-8

Anda mungkin juga menyukai