2.1
Pencemaran Udara
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai
Hal
ini
tercantum
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
susunan atau keadaan normalnya. Keberadaan bahan atau zat asing tersebut di dalam
udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan
pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).
2.1.1
2.1.2
pencemaran udara yang berdasarkan bentuk bentuknya (Sunu, 2001). Debu adalah zat
kimia pada, yang dihasilkan dari kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti
pengolahan industri, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain
dari bahan non organik maupun organik (Suma'mur, 2009). Menurut Departemen
Kesehatan RI (2005) debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses
mekanis. Jadi, pada dasarnya pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil
sebagai hasil dari proses alami maupun mekanik.
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1405/MENKES/SK/XI/2002
masuk
dalam
tubuh
melalui
pernapasan
dan
dapat
permukaan
alveoliyang
menginduksi
terjadinya
inflamasi(Pudjiastuti, 2002).
Mekanisme masuknya debu ke dalam paru, menurut Putranto (2007) :
1.
2.
Pengedapan (sedimentation)
Pada bronchioli kecepatan udara pernapasan sangat kurang, kira-kira 1 cm
per detik sehingga gaya tarik bumi dapat bekerja terhadap partikel debu
dan mengendapkannya.
3.
2.2
Debu Tembakau
Debu tembakau adalah debu yang dihasilkan selama aktifitas produksi dengan
penyortiran daun
Plantae
(tumbuhan)
Subkingdom
Tracheobionta/Tracheophyta
(Tumbuhan berpembuluh)
Superdivisi
Spermatophyta
(Tumbuhan berbiji)
Divisi
Magnoliiophyta
(Tumbuhan berbunga)
Kelas
Magnoliopsida
(berkeping dua/dikotil)
Subkelas
Asteridae
Ordo
Solanales
Famili
Solanaceae
(Suku terung-terungan)
Genus
Nicotiana
Spesies
Nicotiana tobacum L.
10
2.2.1
atrazin. Rata-rata konsentrasi nikotin pada debu tembakau dalam ruangan berada
dalam range 0,047 0,154 mg/m3(Trikunakornwong, et al., 2009). Debu tembakau
yang merupakan residu sampinganproses produksi dengan bahan baku berupa daun
tembakau (Widyawati, 2004).
Debu tembakau mengandung nitrogen (N) dalam jumlah yang cukup besar
sekitar 2,35% dan fosfor (P) yakni 937 g/g (Chaturvedi, et al., 2008). Debu
tembakau memiliki karbon organik tinggi (Adediran, et al., 2003).
Tabel 2.3Komposisi Zat Kimia Debu Tembakau
2.2.2
Nikotin
Nikotin merupakan alkaloid parasimpatomimetik poten dan reseptor
11
100 mg) efek stimulan berubah menjadi sifat adiktif. Sifat adiktif nikotik merupakan
efek psikoaktif dan paparan tembakau terlalu lama (California Department of Public
Health, 2015).
Nikotin mendasari setiap perubahan patologis yang terjadi. Perubahan
patologis yang terjadi dipengaruhi oleh karakteristik absorbsi, distribusi dan disposisi
nikotin.
Nikotin
dimetabolisme
di
hati
dengan
enzim
CYP2A6,
UDP-
12
(pH= 7,4) dan sebagian kecil nikotin akan terabsorbsi pada membran buccal pada
rongga mulut (Pankow, 2001).
13
Gambar 2.7 Skematis jaringan kulit dan pori-pori kulit secara transdermal.
Sumber: Fant, et al.,2000
14
manusia yang terpapar nikotin, organ dengan afinitas tertinggi terhadap nikotin
adalah hati, ginjal, limpa, paru-paru dan afinitas terendah terdapat pada jaringan
adiposa. Pada otot rangka, konsentrasi nikotin dan kotinin terdapat pada otot rangka
yang dekat pada pembuluh darah arteri. Nikotin dapat berikatan dengan jaringan otak
dengan afinitas yang lebih tinggi pada seorang yang terpapar nikotin (Benowitz, et
al., 2010). Selain itu, akumulasi nikotin juga terdapat di asam lambung, plasma darah
dan air liut. Akumulasi ini disebabkan oleh ion-trapping yang terjadi di asam
lambung dan air liur. Ion-trapping nikotin juga terjadi pada air susu ibu. Nikotin juga
dapat melintasi placental-barrier dengan mudah, hal ini terbukti dengan
ditemukannya akumulasi nikotin dalam serum janin dan cairan amnion dalam
konsentrasi yang lebih tinggi dari pada serum ibu (Dempsey dan Benowitz, 2001).
15
Gambar 2.8 Rute Utama Metabolisme Nikotin. Sumber : Hukkanen, et al., 2005.
Gambar 2.9 Metabolisme Nikotin dengan Persentasenya beredar di Sirkulasi dan yang
diekresikan. Sumber : Helsinski, 2002
16
2.3
2.3.1
Tobakosis
Definisi Tobakosis
Tobakosis adalah semua penyakit yang dihasilkan akibat dari paparan nikotin
melalui merokok, mengunyah daun tembakau dan terinhalasi debu tembakau (Atula,
2002). Penyakit tersebut adalah kanker mulut, kanker nasofaring, kanker laring,
kanker trakea, kanker bronkus, kanker paru-paru, kanker kerongkongan, kanker
lambung, kanker hati, kanker pankreas, kanker ginjal, kanker kandung kemih, kanker
prostat dan kanker serviks serta leukemia. Selain itu juga termasuk aterosklerosis dari
sistem kardiovaskular, penyakit jantung koroner (disertai iskemik dan infark
miokard),
kardiomiopati,
aneurisma
aorta,
perdarahan
serebrovaskular
dan
penyumbatan; gagal ginjal dan penyakit pembuluh darah perifer; emfisema dan
penyakit paru obstruktif kronik; ulkus peptikum dan sirosis hati; dan kegagalan
endokrin dan disfungsi metabolisme; dan penyakit janin serta cacat kongenital
(Ravenholt, 2008).
Tobakosis merupakan wabah yang terjadi dikarenakan ulah manusia sendiri
dan lebih berbahaya dari Black Death, cacar, malaria, hepatitis, koleran dan TBC.
Tobakosis berbeda dengan wabah mikrobiologis lainnya, seorang yang mengalami
tobakosis akan terjadi perubahan patologis dalam beberapa hari atau minggu
pemaparan, tobakosis adalah sebuah entitas penyakit yang sangat berbahaya. Masa
latennya panjang akibat paparan tembakau selama bertahun-tahun atau puluhan tahun
dan ditunjukan oleh terjadinya peningkatan salah satu dari spektrum yang luas
penyakit neoplastik dan degeneratif yang biasanya dikaitkan dengan usia lanjut
(Ravenholt, 1990).
2.3.2
Epidemiologi Tobakosis
Sejak tahun 1950, paparan tembakau telah terbukti jelas memiliki sifat
17
pertumbuhan pro-onkogen pada kulit tikus (Doll, 1998). Sejak itu, peningkatan angka
mortalitas pada seorang yang terpapar tembakau membuktikan bahwa paparan
tembakau bertanggung jawab sekitar 30 % dari semua kematian akibat kanker yang
terjadi terlebih di negara berkembang(Peto & Lopez, 2001). Selain itu, paparan
tembakau menyebabkan kerusakan pembuluh darah, gangguan sistem respirasi dan
mencetuskan
pertumbuhan
kanker,
secara
akumulatif
paparan
tembakau
2.3.3
debu residu produksi merupakan faktor resiko terjadinya tobakosis. Paparan debu
mengandung nikotin akan menyebabkan perubahan fisiologis pada keadaan tubuh
pekerjanya. Jalur masuk debu yang paling banyak terjadi dan paling banyak
menimbun nikotin adalah jalur melalui inhalasi. Pekerja yang terpapar debu tembakau
secara kontinyu pada usia 15 - 25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja,
usia 25-35 tahun timbul batuk produktif, usia 45-55 tahun terjadi sesak hipoksemia,
usia 55-65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan napas dan kematian
(Widyawati, 2004). Sedimentasi debu yang mengakibatkan gangguan fungsi pada
pernapasan akan mempengaruhi perubahan parameter hematologi akibat difusi
nikotin kedalam sirkulasi tubuh (Asif, et al., 2013).
Lama kerja yang mengindikasikan lamanya paparan debu tembakau pada
pekerja menunjukkan bahwa semakin lama seseorang terpajan debu, akan semakin
besar risiko terjadinya tobakosis. Pada pekerja yang berada di lingkungan dengan
kadar debu tinggi dalam waktu lama memiliki resiko yang semakin tinggi. Masa kerja
mempunyai kecenderungan sebagai faktor resiko terjadinya tobakosis pada pekerja di
industri yang berdebu lebih dari 15 20 tahun ( INCHEM, 2015), tapi perubahan
18
hematologi sudah dapat terjadi saat 3 5 tahun terpapar nikotin melalui aktifitas
merokok (Asif et al, 2013).
2.3.4
aterogenesis
pada sel
sensitivitas
insulin,
sehingga
meningkatkan
resiko
penyakit
19
20
21
22
23
itu,
nikotin
terbukti
menyebabkan
peningkatan
hemopoiesis
2.3.5
Diagnosis
Tobakosis dapat didiagnosis dengan terjadinya perubahan patologis yang
terjadi pada seseorang dan dipastikan dengan pemeriksaan kadar nikotin dan kotinin
melalui sampel darah dan urin (Trikunakornwong et al, 2009). Pemeriksaan
laboratorium seperti hitung jumlah eritrosit, hitung jumlah leukosit, PCT serta
hematokrit menunjukan anomali pada seorang yang telah terpapar selama 3 5 tahun
(Asif et al, 2013). Pada paparan nikotin lebih dari 20 tahun terjadi penurunan hitung
jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit (Yasmin et al, 2010).
24
2.3.6
Prognosis
Prognosis tobakosis tergantung pada perubahan patologis yang terjadi.
Semakin dini tobakosis diketahui serta dicegah prognosisnya baik (Ravenholt, 1990).
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghentikan paparan tembakau dari merokok,
mengunyah daun tembakau serta paparan melalui debu tembakau (Widyawati, 2004).
2.3.7
Komplikasi
Komplikasi tobakosis disesuaikan dengan perubahan patologis yang terjadi
serta lama paparan nikotin. Pencegahan serta deteksi dini dapat mengurangi
komplikasi.
2.4
sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah sesalu berada dalam pembuluh
darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai : (a) pembawa oksigen (oxygen
carrier); (b) mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi; dan (c) mekanisme
hemostasis. Darah terdiri atas dua komponen utama :
1. Plasma darah adalah bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah.
2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas :
a. Eritrosit (Red Blood Cell RBC)
b. Leukosit (White Blood Cell WBC)
c. Trombosit (Platelet)
(Bakta, 2006)
25
2.4.1
2.4.2
dengan ketebalan 2,5 m pada bagian yang paling tebal serta 1 m dibagian
tengahnya. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 95 m3. Bentuk sel darah
merah seperti kantung elastis mengikuti lebar kapiler yang dilalui dan tidak mudah
mengalami ruptur (Guyton dan Hall, 2007).
2.4.3
5.200.000 ( 300.000); pada wanita normal, 4.700.000 ( 300.000) (Guyton dan Hall,
2007).
2.4.4
34 gram per 100 mililiter sel. Kandungan hemoglobin dalam sel darah merah
mempengaruhi kadar hematokritnya. Kadar normal hematokrit 40 45 % dengan
kandungan hemoglobin pada pria normal 15 gram hemoglobin per 100 mililiter sel;
pada wanita normal 14 gram per 100 mililiter sel. Dalam hubungannya sebagai
oxigen carrier, setiap gram hemoglobin murni mampu berikatan dengan 1,34 mililiter
oksigen (Guyton dan Hall, 2007).
26
2.5
2.5.1
Hematopoiesis
Definisi
Hematopoiesis atau hemopoesis adalah proses pembentukan darah. Tempat
Yolk sac
b.
c.
Sumsum tulang
27
Yolk Sac
Hepar & Spleen
2.5.2
darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan juga beberapa sel
dalam susmsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitif di sebut
sebagai Pluripotent (Totipotent) Stem Cell. Sel punca (induk) pluripoten mempunyai
sifat :
a. Self renewal adalah kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak
akan pernah habis meskipun terus membelah;
b. Proliferatif adalah kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif adalah kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel
dengan fungsi tertentu.
(Bakta, 2006)
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat
dibagi menjadi :
a. Pluripotent (Totipotent) stem cell : sel induk yang mempunyai kemampuan
untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
28
Semula sel induk hemopoetik hanya berada dalam sumsum tulang, setelah
berdifensiasi menjadi sel matang kemudian dilepaskan ke darah tepi. (Hoffbrand dan
Moss,2013)
29
Gambar 2.14 Diagram Sel Punca Pluripoten Sumsum Tulang dan Galur-galur Sel
Keturunannya (Sumber : Leyley, 2014)
2.5.3
30
Gambar 2.15 Skema lingkungan mikro sumsum tulang (Sumber : Hoffbrand dan Moss,
2013)
2.5.4
2006):
a.
Asam folat dan vitamin B12, merupakan bahan pokok pembentuk inti
sel.
31
b.
c.
Asam amino
d.
b.
c.
d.
Gangguan sumsum tulang meninmbulkan berbagai jenis penyakit. Penyakitpenyakit yang mengenai sel induk hematopoietik antara lain Leukemia mieoloid akut,
Leukemia mieloid kronik, Sindroma preleukemia (myelodysplastic syndrome),
Polisitemia vera, Myelofibrosis with myeloid metaplasia, Anemia aplastik dan Cyclic
neutropenia (Bakta, 2006).
2.5.5
Proses Hemopoiesis
Sel darah memulai kehidupannya di sumsum tulang dari suatu tipe sel yang
disebut sel stem hematopoietik pluripotent (Hematopoietic Stem Cell HSC), yang
merupakan asal dari semua sel dalam darah sirkulasi. Gambar 2.14 memperlihatkan
urutan pembelahan sel-sel pluripoten untuk membentuk berbagai sel darah sirkulasi.
Sewaktu sel-sel darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari sel-sel ini yang
bertahan persis seperti sel-sel pluripoten asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang
guna mempertahankan suplai sel-sel darah tersebut, walaupun jumlahnya berkurang
seiring dengan pertambahan usia. Sebagian besar sel-sel yang bereproduksi akan
berdiferensiasi untuk membentuk sel-sel tipe lain. Sel yang berada pada tahap
32
pertengahan sangat mirip dengan sel stem pluripoten, walaupun sel-sel ini telah
membentuk suatu jalur khusus pembelahan sel dan disebut commited stem cells
(Guyton dan Hall, 2007).
Berbagai commited stem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan
menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells yang
menghasilkan ertirosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit (Colony-Forming
Units- Erythrocyte) digunakan untuk menandai jenis sel stem ini(Guyton dan Hall,
2007).
Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacam-macam
protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Salah satu penginduksi pertumbuhan
adalah interleukin-3 (IL-3), yang memulai pertumbuhan dan reproduksi hampir
semua jenis commited stem cells yang berbeda-beda, sedangkan yang lain hanya
menginduksi pertumbuhan pada tipe-tipe sel yang spesifik(Guyton dan Hall, 2007).
Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu
diferensiasi sel-sel. Diferensiasi sel adalah fungsi dari rangkaian protein yang lain,
yang disebut penginduksi diferensiasi. Masing-masing protein ini akan menghasilkan
satu tipe commited stem cells untuk berdiferensiasi sebanyak satu langkah atau lebih
menuju ke sel darah dewasa bentuk akhir(Guyton dan Hall, 2007).
Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi yang
dikendalikan oleh faktor-faktor diluar sumsum tulang. Contohnya, pada eritrosit,
paparan darah dengan oksigen yang rendah dalam waktu yang lama akan
mengakibatkan induksi pertumbuhan, diferensiasi, dan produksi eritrosit dalam
jumlah yang sangat banyak(Guyton dan Hall, 2007).
2.5.6
33
sel generasi pertama ini disebut basofil eritroblas sebab dapat dipulas dengan zat
warna basa; sel yang terdapat pada tahap ini mengumpulkan sedikit sekali
hemoglobin. Pada generasi setelah basofil eritroblas, sel sudah dipenuhi oleh
hemoglobin dengan konsentrasi sekitar 34%, nukleus memadat menjadi kecil, dan
sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar dari sel. Pada saat yang sama, retikulum
endoplasma direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih
mengadung sejumlah kecil materi basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa aparatus golgi,
mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma lainnya. Selama tahap retikulosit ini, sel
sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis
(terperas melalui pori-pori membran kapiler)(Guyton dan Hall, 2007). Materi
basofilik yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam 1 2 hari,
dan sel kemudia menjadi eritrosit matur, karena waktu hidup retikulosit ini pendek,
maka konsentrasinya diantara semua sel darah merah normalnya sedikit kurang dari
1% (Guyton dan Hall, 2007).
Gambar 2.16 Pembentukan Sel Darah Merah (Sumber : Guyton dan Hall, 2007)
34
2.5.7
pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah
tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh yang tepat. Produksi
komponen darah yang berlebihan atau kekurangan akan menimbulkan penyakit. Zatzat yang berpengaruh dalam mekanisme regulasi hematopoiesis adalah :
a. Faktor pertumbuhan hematapoiesis ( Hematopoietic Growth Factor),
yakni : GM-CSF, G-CSF, M-CSF, Thrombopoietin, BPA, dan Kit
Ligand.
b. Sitokin (Cytokine) seperti : IL-3, IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-9, IL-10,
dan IL-11. Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh selsel darah seperti limfosit, monosit atau makrofad dan sebagian sel-sel
penunjang seperti fibroblas dan endoterl. Sitokin ada yang merangsang
pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine) sebagian lagi menekan
pertumbuhan sel indul (inhibitory cytokine). Kesetimbangan kedua
jenis sitokin ini sangat menentukan proses hematopoiesis normal.
c. Hormon hematopoietik spesifik seperti eritropoietin yakni hormon
yang dibentuk di ginjal khusus untuk merangsang pertumbuhan
prekursor eritroid.
d. Hormon nonspesifik, yakni beberapa jenis hormon yang diperlukan
dalam jumlah kecil untuk hematopoiesis, seperti androgen, estrogen,
glukokortikoid, growth hormone dan hormon tiroid.
Dalam regulasi hematopoiesis normal terdapat feedback mechanism, yakni
suatu mekanisme umpan balik yang dapat merangsang hemopoesis jika tubuh
kekurangan komponen darah (positive loop) atau menekan hematopoiesis jika tubuh
kelebihan komponen darah tertentu (negative loop).
(Bakta, 2006)
35
2.6
2.6.1
Erithropoiesis
Definisi
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum
tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan
dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang
terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap
kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk
sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium
terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit.
Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan
pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang
dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi (Bakta, 2006).
2.6.2
Proses Eritropoiesis
Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang
diproduksi ginjal (85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan
eritropoietin berpusat pada hati sebelum diambil alih oleh ginjal (Ganong, 2008).
Eritropoietin bersirkulasi di darah dan menunjukkan peningkatan menetap pada
penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini berhubungan eksklusif dengan
keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan faktor transkripsi yang
dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses aktivasi
transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar oksigen
yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (contoh: vasculogenesis,
meningkatkan reuptake glukosa, dan lain sebagainya), namun perannya dalam
regulasi eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal dan hati (Rankin, et al., 2007).
Eritropoeitin ini dibentuk
sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain keadaan
hipoksia beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam
kobalt, androgen, adenosin dan katekolamin melalui sistem -adrenergik. Namun
36
mendeteksi
penurunan
kapasitas
darah
yang
mengangkut
hormone
eritropoietin
merangsang
eritropoiesis
(produksi
dalam
darah
eritrosit)
yang
berfungsi
dalam
sumsum
O2.Peningkatan
kemampuan
darah
mengangkut
O2
2.6.3
yang kecil, sehingga sejumlah sel-sel darah merah yang adekuat selalu tersedia untuk
37
mengangkut oksigen yang cukup dari paru-paru ke jaringan, namun sel-sel tersebut
tidak menjadi berlimpah sehingga aliran darah tidak terhambat.
Gambar 2.17 Fungsi mekanisme eritropoietin untuk meningkatkan produksi sel darah
merah ketika oksigenasi jaringan berkurang (Sumber : Guyton dan Hall,
2007)
2.7
2.7.1
Hematokrit Darah
Definisi Hematokrit Darah
Hematokrit darah (Ht atau Hct), juga disebut sebagai Packed Cell Volume
(PCV) atau Erytrocyte Volume Fraction (EVF), adalah persentase volume (%) dari
sel darah merah dalam darah (Purves, 2004). Hematokrit merupakan bagian integral
dari pemeriksaan darah yang bertujuan untuk mengetahui persentase sel darah merah
yang berfungsi sebagai transporter oksigen dari paru ke jaringan tubuh. Jadi,
38
persentase hematokrit dapat menjadi acuan kemampuan transportasi oksigen oleh sel
darah merah (UCIrvine, 2006).
Secara etimologis, hematokrit berasal dari Bahasa Yunani Kuno yakni Haema
yang berarti darah dan Krites yang berarti memisahkan sehingga Hematokrit dapat
berarti memisahkan darah atau to separate blood(Sather, et al., 2015).
2.7.2
corpuscles dalam darah yang merupakan zat cair, kedua komponen dipisahkan dari
plasma dengan cara me-sentrifugasinya dengan kecepatan 11.500 15.000 rpm
selama 5 menit menggunakan tabung kapiler yang berukuran tinggi 7 cm dan
diameter 1 mm untuk pengukuran kadar hematokrit yang diperoleh menggunakan
metode mikrohematokrit. Prinsip hematokrit dengan metode makrohematokrit dengan
tabung wintrobe yang disentrifugasi dengan kecepatan 2.260 rpm selama 30 menit
(Sadikin, 2002).
39
2.7.3
tabung wintrobe dan mikrohematokrit dengan tabung kapiler dengan atau tanpa
antikoagulan(Gandasoebrata, 2007).
Hematokrit dapat diukur dengan darah vena atau darah kapiler dengan teknik
makro maupun mikro. Dengan cara Wintrobe (Makrohematokrit), darah vena yang
telah dicampur antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung yang panjangnya 100 mm,
kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 2.260 rpm selama 30 menit. Volume
eritrosit dan plasma dapat dibaca langsung pada tada milimeter pada dinding tabung.
Pada cara Mikrohematokrit, pada tabung kapiler yang panjangnya 7 cm dan diameter
1 mm diisi dengan darah vena atau darah kapiler. Lalu, tabung ini di sentrifugasi
dengan kecepatan 11.500 15.000 rpm selama 5 menit dan perbandingan plasma dan
eritrosit
diukur
dengan
menggunakan
alat
baca
berskala
khusus.
Cara
mikrohematokrit ini cepat dan mudah tetapi daya sentrifugal sentrifus harus dikontrol
dan posisi tabung pada saat membaca dengan skala harus tepat.
2.7.4
2.7.5
: 36 44 % (Gandasoebrata, 2007).
40
Kondisi klinis yang mempengaruhi kadar hematokrit seperti pada pasien yang
mengalami
kehilangan
darah
akut,
anemia,
leukemia,
penyakin
hodgkin,
41
2.8
Kerangka Konseptual
Pencemaran udara akibat
debu tembakau bernikotin
yang beterbangan di Pabrik
Tembakau
Terinhalasi dan masuk ke
saluran pernapasan
Efek Akut
Efek Kronis
sekresi Eritropoitin
Terkompensasi
Tidak
Terkompensasi
Hematopoiesis
Ekstramedular
Hematopoiesis
tidak dapat
terjadi
maksimal
Eritrosit,
Hematokrit
Eritrosit,
Hematokrit
42
2.9
Hipotesis
Paparan debu tembakau yang terjadi secara terus-menerus dalam 8 jam perhari
dengan enam hari kerja selama minimal 3 tahun akan memengaruhi kadar hematokrit
pekerja pabrik yang bekerja dalam ruangan (indoor) sebagai pekerja sortir tembakau
dengan status non perokok.
43