Anda di halaman 1dari 42

TUGAS

METODOLOGI PENELITIAN

PROPOSAL TESIS

Pengaruh Debu PM 10 industri UMKM Terhadap Tingginya Kasus


ISPA di Kecamatan Koto Tangah Padang

Oleh :

Nama : CICA RAMADANI, ST

NIM : 20168005

Program Studi : S-2 : Ilmu Lingkungan

Universitas Negeri Padang

Tahun 2020

7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional
bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, masyarakat
dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar
lingkungan hidup dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup manusia serta
makhluk hidup lain.
Pembangunan membutuhkan sumber daya alam dalam pemanfaatannya harus
serasi, selaras dan seimbang dengan fungsi lingkungan, namun kegiatan pembangunan
juga menimbulkan risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sebagai
konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh
kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan.
Kecamatan Koto Tangah terdiri dari 13 Kelurahan dan terdapat beberapa
perusahaan baik besar, Menengah dan kecil yang tersebar di wilayah kecamatan ini.
Berdasarkan data BPS Tahun 2017 – 2018 presentasi jumlah perusahaan adalah :
perusahaan besar (3,30 %), sedang (22,11 %) dan perusahaan kecil dan mikro (74,59
%). Perusahaan sedang, kecil dan mikro atau biasa dengan istilah UMKM sebagian
besar merupakan usaha rumah tangga ( home industry) dan dilihat dari pengaruh
terhadap lingkungan kemungkinan memberikan dampak yang rendah terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Seiring dengan hal diatas ditemukan banyaknya kasus penderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kecamatan Koto Tangah ini, dimana ISPA
termasuk ke dalam salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Data BPS tahun 2017
– 2018 kasus penderita ISPA di beberapa wilayah kerja Puskesmas di kecamatan Koto
Tangah adalah sebagai berikut :

8
No Puskesmas Jumlah Kasus Jumlah Kasus
Tahun 2017 % Tahun 2018 %
1 Lubuk Buaya 10.759 50 % 6.672 28 %
2 Air Dingin 3.113 13 % 3.297 10 %
3 Ikua Koto 1.374 11 % 3.050 24 %
4 Anak aie 4.396 33 % 5.043 36 %

Berdasarkan data – data di atas maka perlu dilakukan kajian penyebab


tingginya kasus ISPA pada masyarakat Kecamatan Koto Tangah, dimana kecamatan
tersebut bukan merupakan daerah kawasan industri besar. Wilayah kecamatan Koto
Tangah merupakan daerah yang masih hijau dengan lahan pertanian yang luas
umumnya di Kelurahan Air Dingin, Lubuk Minturun, Balai Gadang dsb. Namun
banyaknya pemanfaatan lahan untuk pembangunan pemukiman dan kegiatan lainnya di
duga bisa mengakibatkan perubahan kualitas udara di daerah tersebut yang bisa
berdampak terhadap kesehatan masyarakatnya.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap faktor resiko penyakit ISPA yaitu
faktor lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah pencemaran udara baik didalam
ruangan maupun di luar ruangan serta sanitasi rumah. Pencemaran udara dalam rumah
seperti asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang
tinggi, asap rokok, ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Sedangkan pencemaran di
luar ruangan seperti Pembakaran, transportasi dan hasil pembuangan asap pabrik
(Kusnoputranto, 2000). Lingkungan di dalam rumah sangat berinteraksi erat terhadap
tempat tinggal sehari-hari, apabila lingkungan di dalam rumah dimana tempat suatu
keluarga berkumpul dan berlindung tidak sehat karena adanya serangan infeksi oleh
bakteri atau virus maka dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satunya adalah
penyakit ISPA.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh zat pencemar udara khususnya debu PM 10 yang
dihasilkan akibat kegiatan industri UMKM di Kecamatan Koto Tangah
terhadap penurunan kualitas udara ambien
9
2. Bagaimana pengaruh paparan debuPM 10 terhadap kesehatan paru – paru
pekerja baik yang berada didalam ruangan maupun di luar ruangan serta
masyarakat sekitar industri.
3. Bagaimana hubungan paparan debu PM 10 terhadap kesehatan dan
kemungkinan penurunan fungsi paru-parupada tenaga kerja dan masyarakat
sekitar
4. Bagaimana kondisi kualitas udara di lokasi sampling berdasarkan hasil
pemantauan dalam kegiatan EKUP 2017 – 2020.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kualitas udara khususnya untuk parameter debu PM 10 yang

inhalabel ke dalam tubuh tenaga kerja dan masyarakat sekitar industri

UMKMbaikyangdi dalam maupun di luar ruangan .

2. Mengkaji pengaruh paparan debu inhalabel PM 10 terhadap tenaga kerja dan

masyarakat di Kecamatan Koto Tangah baik yangdi dalam maupun di luar

ruangan .

3. Menentukan paparan debu inhalabel PM 10 terhadap kesehatan dan

kemungkinan penurunan fungsi paru-paru tenaga kerja sektor UMKM dan

masyarakat sekitarnya baik yangdi dalam maupun di luar ruangan.

4. Mengetahui kondisi kualitas udara di lokasi sampling berdasarkan hasil

pemantauan dalam kegiatan EKUP 2017-2020.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara

Udaramerupakancampuranberbagaimacamgasyangterdapatpadalapisan yang

mengelilingibumi. Komposisi campurangas tersebut tidak selalu konstan,

karenamasihadazat-zatataubahan-bahanataukomponenlainyangmasuksehingga

komposisiudaratersebutberubah.Penambahanbenda–benda(partikel)ataugas–gas asing di

luar ketentuan komposisi alamiah maupun penambahan komponen dalam jumlah yang

berlebihan, sekalipun sama dengan komponen udara atmosfer dapat mengakibatkan

suatu proses yang disebut polusi atau pencemaran udara (Ryadi, 1988).

Pencemaranudaradapatbersumberdaribeberapagassepertisulfurdioksida,

hidrogensulfidadankarbonmonoksidayangselalubebasdiudarasebagaiproduk

sampingandariproses–prosesalamisepertiaktivitasvulkanik,pembusukansampah

tanaman,kebakaranhutandansebagainya.Selainitu,partikel–partikelpadatanatau cairan

berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam

lainnya. Pencemaran udarajuga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia (Fardiaz,

1992).

Polusiudaramerupakansalahsatumasalahkesehatanyangpenting.Dampak buruk

polusi udara pada kesehatan mulai banyak dibicarakan setelah timbulnya

beberapakejadiandiBelgiatahun1930,diPennsylvaniatahun1948dandiLondon pada tahun

1952. Pada kejadian–kejadian tersebut, timbul stagnansi udara yang mengakibatkan

peningkatan jumlah bahan polutan diudara, khususnya sulfur dioksida dan partikel

lainnya dengan peningkatan angka kematian secara tajam (Aditama, 1992).

11
Fardiaz, (1992) membedakan jenis polutan udara primer atau polutan yang

mencakup90%darijumlahpolutanudaraseluruhnyamenjadilimakelompok,yaitu karbon

monoksida, nitrogen oksida, hidrokarbon, sulfur dioksida, dan partikel. Toksisitas

kelimakelompok polutan tersebut berbeda-beda, polutan yang paling berbahaya bagi

kesehatan adalah partikel-partikel.

2.1.1. Pengertian dan Sifat Debu

Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan,

penghancuran, pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik

maupunanorganik,misalnyabatu,kayu,bijihlogam, arangbatu,butir-butirzatpadat dan

sebagainya(Suma’mur, 1988). Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik

dan meterial yang berukuran kasar yang melayang-layang di udara yang bersifat toksik

bagi manusia. MenurutDepartemenKesehatanRIyangdikutipolehSitepu(2002),partikel-

partikel debu di udara mempunyai sifat:

1. Sifat Pengendapan, adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap proporsi

partikel yang lebih daripada yang ada di udara.

2. Sifat Permukaan Basah,

Permukaandebuakancendrungselalubasah,dilapisiolehlapisanairyangsangat tipis.

Sifat ini penting dalampengendalian debu di dalamtempat kerja.

3. Sifat Penggumpalan,

olehkarenapermukaandebuyangselalubasahmakadapatmenempelantaradebu

satudenganyang lainnya sehinggamenjadi menggumpal. Turbulensi

udaramembantu meningkatkan pembentukkan gumpalan.

12
4. Sifat Listrik Statis, sifat listrikstatis yang dimiliki partikel debu dapat menarik

partikellainyang berlawanansehinggamempercepatterjadinya proses

penggumpalannya.

5. Sifat Optis,

partikeldebuyangbasah/lembabdapatmemancarkansinarsehinggadapatterlihat di

dalamkamar yang gelap.

Menurut Aprianzal (2009), Debu (dust) adalah salah satu bentuk aerosol

padat, dihasilkan karena adanya proses penghancuran, pengamplasan, tumbukan

cepat, peledakan dan decreptitation (pemecahan karena panas) dari material organik

maupun anorganik, seperti batu, bijih batuan, logam, batubara, kayu dan bijih tanaman.

Istilah debu di tempat kerja adalah partikulat padat dengan ukuran diameter 0,1 – 25

µm. Namun ada juga yang menyatakan bahwa partikulat di tempat kerja yang

menjadi perhatian ada pada kisaran 0 – 100 µm. Hanya debu yang berukuran kurang

dari 5µm yang dapat mencapai bagian dalam dari paru-paru atau alveoli. Berbagai

faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat

debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk,

konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, lama paparan. Faktor individual meliputi

mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas dan faktor imunologis.

2.1.2 Ukuran dan Karakteristik Debu

Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari

proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan

pelindasanbenda-bendaolehkendaraanataupejalankaki.Partikelyangberdiameter antara 1-

10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industrilokal.

13
Partikel dengan ukuran ini dinamakan Particulate Matter(PM)

10Partikelyangmempunyaidiameter0,1-1mikronterutamamerupakan produk

pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 1992).

Berdasarkan ukuran partikelnya debu ini terdiri atas beberapa jenis yaitu,

a. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan

tertimbun pada saluran napas bagian atas.

b. Debu yang berukuran antara 3-5 mikron tertahan dan tertimbun pada

saluran napas tengah.

c. Partikel debu dengan ukuran 1-3 mikron disebut debu respirabel

merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari

bionkiolus terminalis sampai alveoli.

d. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di

alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak

Brown keluar masuk alveoli; bila membentur alveoli debu dapat tertimbun di

situ. Meskipun batas debu respirabel adalah 5 mikron, tetapi debu dengan

ukuran 5-10 mikron dan kadar yang berbeda dapat masuk ke dalam alveoli.

e. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila

jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila

jumlahnya 1.000 partikel per milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah

itu akan ditimbun dalam paru.

2.1.3. Bahaya Debu

Selain berefek pada kesehatan juga dapat menyebabkan masalah seperti berikut:

14
Pertama, Estetika dan fisik penyakit seperti amblyopia dan bangunan warna warna dan

noda Kedua, Merusak tanaman kehidupan, sebagai akibat dari pori-pori tanaman

penutupan yang terjadi untuk mengganggu fotosintesis. Ketiga, Perubahan iklim global,

regional dan internasional Keempat, Melemahkan transportasi / penerbangan yang

akhirnya mengganggu kegiatan sosial-ekonomi di kotamadya.Kelima, Mengganggu

kesehatan manusia, seperti terjadinya iritasi mata, alergi, penyakit pernapasan dan

kanker paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan tergantung pada: Solubity (larut),

komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran debu partikel (Arpornchayano,2010).

Menurut Azizi (2010) Mineral debu pneumokoniosis oleh pembentukan jaringan

parut (silicosis antrako silikosis, asbestosis) menyebabkan gejala penyakit, seperti

penyakit paru-paru, namun berbeda dengan TB paru.Silikosis adalah penyakit,

kelompok yang paling penting Pneumokonioses penyakit.Alasan untuk silika bebas

(SiO2) dalam debu yang dihirup terkandung pernapasan dan disimpan di paru-paru

dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Pekerja sering sakit biasanya bekerja di sebuah

perusahaan yang memproduksi batu untuk bangunan seperti granit, keramik, tambang

timah, tambang besi, dan tambang lainnya.Gejala, mungkin pada tingkat perbedaan

moderat ringan dan berat eksposur.Pada tingkat Ringan dengan batuk kering, dalam

pengembangan paru-paru.Dapatkan resonansi hiper tua karena tingkat emphysema.Pada

tidak bronkial tidak biasa, itu ronchi dasar paru-paru.Pada tingkat gangguan pernapasan

parah terjadi, untuk cacat total, hypertofi jantung kanan, gagal jantung kanan.

Pneumokomiosis Anthrakosilikosis disebabkan oleh silika dari debu batu bara.

Penyakit ini dapat di sebuah tambang batu bara atau karyawan industri yang memakai

jenis bahan batu lainnya. Gejala-gejala penyakit ini, seperti sesak napas, bronkitis,

batuk Chronis hitam (Melanophtys). Asbestosis adalah jenis pneumokoniosis yang

15
disebabkan oleh debu asbes dengan periode laten 10-20 tahun. Asbes adalah campuran

silikat.Yang terpenting adalah campuran magnesium silikat, penyakit ini biasanya di

temukan pada pengelola asbes, tenun, pemintalan dan perbaikan tekstil.Gejala seperti

sesak napas, batuk, dahak, bibir cyanotic terlihat biru. Gambar radiologi menunjukkan

titik titik halus yang disebut “optik kaca Ground”,

Berryliosis, penyebabnya adalah debu berilium yang mengandung pada aliansi

pekerja produsen tembaga berilium adalah dalam pembuatan tabung radio, pengguna

neon sebagai energi atom. Senin Pagi syndroma “atau” Senin Fightnesí “gejala

Sebagian terjadi setelah hari kerja setelah liburan, merasakan demam, lemah badan,

sesak napas, Baruch-batuk,” Kapasitas Vital “: Bisinosis debu kapas atau sejenisnya

disebabkan oleh menurun secara signifikan setelah 5 – 10 tahun bekerja dengan debu.

Penyebab stannosis timah debu bijih (SNO) Siderosis disebabkan oleh debu yang

mengandung (Fe202).

Debu yang nonfibrogenik adalah debu yang tidak menimbulkan reaksi jaring

paru, contohnya adalah debu besi, kapur, timah.Debu ini dulu dianggap tidak merusak

paru disebut debu inert. Belakangan diketahui bahwa tidak ada debu yang benar-benar

inert. Dalam dosis besar, semua debu bersifat merangsang dan dapat menimbulkan

reaksi walaupun ringan. Reaksi itu berupa produksi lendir berlebihan; bila terus-

menerus berlangsung dapat terjadi hiperplasi kelenjar mukus. Jaringan paru juga

dapat berubah dengan terbentuknya jaringan ikat retikulin. Penyakit paru ini disebut

pneumokoniosis nonkolagen.

Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem

pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem

pernafasan.Faktorlainyangpalingberpengaruhterhadapsistempernafasanterutama adalah
16
ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh

penetrasipartikelkedalampernafasan.Debu-debuyangberukuran5-10mikronakan ditahan

oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh

bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 1997).

Penyakitparukerjaadalahpenyakityangdisebabkanolehpartikel,uap,gas

ataukabutyangberbahayayangmenyebabkankerusakanparubilaterinhalasiselama

bekerja.Saluran nafas dari lubang hidung sampai alveoli menampung 14.000 liter udara

di tempat kerja selama 40 jamkerja satu minggu (Aditama, 2006).

AmericanLungAssociationmembagipenyakitparuakibatkerjamejadidua kelompok

besar : Pneumoconiosis disebabkan karena debu yang masuk ke dalam

parusertapenyakithipersensitivitassepertiasmayangdisebabkankarenareaksiyang

berlebihan terhadap polutan di udara (Suma’mur, 1996).

2.1.4Sumber-Sumber Debu

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate

matteradalahpartikeldebuyanghanyaberadasementaradiudara,partikelinisegera

mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter adalah debu yang

tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997). Sumber-

sumberdebudapatberasaldariudara,tanah,aktivitasmesinmaupunakibataktivitas manusia

yang tertiup angin.

2.1.5 Pengukuran Kadar Debu di Udara

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu

pada suatu lingkungan kerja berada konsentrasinya sesuai dengan kondisi

lingkungankerjayangamandansehatbagipekerja.Dengankatalain,apakahkadar

debutersebutberadadibawahataudiatasnilaiambangbatas(NAB)debuudara.Hal ini penting


17
dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat dijadikan

pedomanpihakpengusahamaupuninstansiterkaitlainnyadalammembuatkebijakan yang

tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja, sekaligus menekan

angka prevalensipenyakit akibat kerja.

Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan

metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume

tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yangbiasa digunakan untuk

pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti:

1. High volume air sampler, alat ini menghisap udara ambien dengan pompa

berkecepatan 1,1 - 1,7 m³/menit,partikeldebuberdiameter0,1-

10mikronakanmasukbersamaaliranudara melewati saringan dan terkumpul pada

permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan contoh

udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu

pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 - 8 jam.

2. Lowvolume air sampler, alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang

kita inginkan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap

partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan

sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.

3. Lowvolume dust sampler, alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama

dengan alat low volume air sampler.

4. Personal Dust Sampler (LVDS),

alatinibiasadigunakanuntukmenentukanRespiralDust(RD)diudaraatau debu yang

dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk

flowrate2liter/menitdapatmenangkapdebuyangberukuran<10mikron.Alatini
18
biasanya dugunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja

karena ukurannya yang sangat kecil.

2.1.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu

Nilaiambangbatas(NAB)adalahstandarfaktor-faktorlingkungankerjayang

dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa

mengakibatkanpenyakitataugangguankesehatan,dalampekerjaansehari-hariuntuk

waktutidakmelebihi8jamsehariatau40jamseminggu.KegunaanNABinisebagai

rekomendasi padapraktek higieneperusahaan dalam melakukan penatalaksanaan

lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia

Nomor PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di

Tempat Kerja untuk 8 jam kerja adalah 10 mg/m3.

Nilai ambang batas kadar debu yang ruangan didasarkan pada Peraturan

Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1999, dan disesuaikan dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XV/2002 tanggal 19 November 2002, pada

lampiranItentangPersyaratandantatacarapenyelenggaraankesehatanlingkungan

kerjaperkantoran.Adapunkandungandebumaksimaldidalamudararuangandalam

pengukuran debu rata-rata 8 jamadalah 0,15mg/m³.

2.1.7 Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan Manusia

Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif lama

dalamkeadaanmelayang-layangdiudarakemudianmasukkedalamtubuhmanusia melalui

pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu

daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi

kimiasehinggakomposisidebudiudaramenjadipertikelyangsangatrumitkarena merupakan
19
campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda

(Pujiastuti, 2002).

Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh

manusia, yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan dari

udara dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran nafas. Bahan polutan yang

cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna. Selain itujuga batuk

merupakansuatumekanismeuntukmengeluarkandebu-debutersebut.Bahanpolutan dari

udara juga dapat masuk ketika makan atau masuk ke saluran cerna. Bahan

polutandariudarajugadapatmenjadipintumasukbahanpolutandiudara,khusunya bahan

organik dapat melakukan dan dapat menimbulkan efek sistemik (Aditama, 1992).

Paparan debu di udara selain mengganggu jalan pernafasan dapat pula

memberikan dampak negatif lain apabila ditinjau dari aspek biologisnya. Menurut

Riyadina (1996), efek biologis paparan debu di udara terhadap kesehatan manusia atau

pekerja terdiri dari:

1. Efek fibrogenik, debu fibrogenik sebagai debu respirabel dari kristal silika

(asbestos), debu

batubara,debuberrylium,debutalk,dandebudaritumbuhan.Konsentrasimassa dari sisa

debu yang respirabel sebagai faktor tunggal yang paling penting pada

perkembangan/kemajuan keparahan pneumokoniosis pada pekerja.

2. Efek iritan,

pengaruhiritandaridebuyangberbedatidakspesifik,sehinggakeadaaninitidak dapat

secaralangsung dihubungkan dengan pengaruh dari debu. Tetapi secara klinis atau

dengan tes fungsional ataupun pemeriksaan secara morfologi dapat diperlihatkan

kasus dimana efekyang timbul berasal dari debu.

20
3. Efek alergi, debu dari tumbuhan hewan mempunyai sifat dapat meningkatkan reaksi

alergi. Beberapareaksikekebalanbiasanyamembentukresponsecarapsikologiberupa

iritasi.Secarapatologidapatditentukanmelaluitesalergisebagaipenyakitakibat kerja

padasaluran pernafasan yang umumnya berupa asma bronchial. Debu organik yang

menyebabkan alergi meliputi tepung, pollen (serbuk sari), rambut hewan, bulu

unggas, jamur, cendawan dan serangga.

4. Efek karsinogenik,

penyebabyangberperanpentingdalampertumbuhankankerpadamanusiaadalah debu

asbestos, arsenik, chromium dan nikel. Akan tetapi, penyebab tersebut kurang lebih

2000 substansi kimia diketahui sebagai penyebab timbulnya kanker.

5. Efek sistemik toksik, banyak substansi yang berbahaya menyebabkan efek sistemik

toksik sebagai hasil dari debu yang masuk melalui sistem saluran pernafasan.

Paparan debu

untukbeberapatahunpadakadaryangrendahtetapidiatasbataslimitpaparan,

menunjukkan efek sistemik toksik yang jelas.

6. Efek pada kulit, partikel-partikel debu yang berasal dari material yang berbentuk

pita dan tebal seperti fiberglass, dan material tahanapi sering sebagai penyebab

dermatitis.

Beberapafaktorberpengaruhdalamtimbulnyapenyakitataugangguanakibat

paparan debubagi pekerja di ruang kerja. Menurut Yunus (1997) dan Suma’mur (1996),

dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan atau penyakit

akibat pekerja yang bekerjadi ruangan akibat paparan debu adalah :

1. Faktor Fisik, meliputi : Jenis bahan, Ukuran Partikel, Bentuk Partikel, Daya

penetrasi, Konsentrasi, Daya larut, Luas permukaan (Higroskopisitas), Lama waktu


21
paparan dan Turbulensi udara.

2. Faktor Kimia, meliputi : Tingkat keasaman dan kebasahan (Alkalinitas),

Kecendrungan untuk bereaksi dengan bahan dalam paru-paru, dan jenis

persenyawaan.

3. FaktorIndividualPekerja,meliputi:Umur,JenisKelamin,Anatomidanfisiologi,

Dayatahantubuh(Immunologis),Genetik,danEmosi(Psikologis),Keadaangizi,

Kepekaan tubuh, Motivasi kerja dan pengaruh lingkungan (Habituasi).

Tergantung dari lamanya paparan dan kepekaan individual terhadap debu,

berbagai gangguan atau penyakit dapat timbul pada pekerja. Debu yangmasuk ke

dalamsaluranpernafasanmenyebabkantimbulnyareaksimekanismepertahanannon

spesifik berupa bersin dan batuk. Pneumokoniosis biasanyatimbul setelah pekerja

terpaparselamabertahun-tahun.Penyakitakibatpaparandebuyanglainsepertiasma kerja,

bronchitis industri.Umumnyapenyakitparuakibatdebumempunyaigejaladan

tandayangmiripdenganpenyakitparulainnyayangtidakdisebabkanolehdebudi tempat

kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi

riwayat pekerjaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan,

karenapenyakitbiasanyabarutimbulsetelahpaparanyangcukuplama.Pengetahuan yang

cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk dapat mengenali kelainan

yang terjadi serta cara melakukan pencegahan (Yunus, 1997).

2.2. Particulate Matter (PM) 10

2.2.1 Pengertian

Particulate matter (PM) adalah istilah untuk partikel padat atau cair yang

ditemukan di udara. Partikel dengan ukuran besar atau cukup gelap dapat dilihat sebagai

jelaga atau asap. Sedangkan partikel yang sangat kecil dapat dilihat dengan mikroskop
22
electron.Partikel berasal dari berbagai sumber baik mobile dan stasioner (diesel truk,

woodstoves, pembangkit listrik, dll), sehingga sifat kimia dan fisika partikel sangat

bervariasi. Partikel dapat langsung diemisika  atau terbentuk di atmosfer saat polutan

gas seperti SO2 dan NOx bereaksi membentuk partikel halus. PM-10 Standar merupakan

partikel kecil yang  bertanggung jawab untuk efek kesehatan yang merugikan karena

kemampuannya untuk mencapai daerah yang lebih dalam pada saluran pernapasan. PM-

10 termasuk partikel dengan diameter 10 mikrometer atau kurang. Standar kesehatan

berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 untuk PM-10 adalah 150 µg/Nm3 (24 jam).

Efek utama bagi kesehatan manusia dari paparan PM-10 meliputi: efek pada

pernapasan dan sistem pernapasan, kerusakan jaringan paru-paru, kanker, dan kematian

dini. Orang tua, anak-anak, dan orang-orang dengan penyakit paru-paru kronis,

influenza, atau asma, sangat sensitif terhadap efek partikel.PM-10 yang asam juga dapat

merusak bahan buatan manusia dan merupakan penyebab utama berkurangnya jarak

pandang.

2.2.2 Pengendalian Paparan PM 10 di Ruangan Kerja

MenurutSiswanto,sebagaimanayangdikutipolehSimatupang(2005)bahwa

pengendalianyangpaling efektifadalahpengendaliansecaratehnikdanmerupakan

alternatif pertamayang dianjurkan. Pengendalian secaratehnik ini dapat dilakukan

dengan mendesain mesin-mesin pemotong kayu dengan alat penghisap debu.

Kemudian alat penghisap debu tersebut dihubungkan pipa dan keseluruhan alat ini

bekerja secara otomatis. Riyadina (1996), membagi upaya pencegahan terhadap

paparan debu dari lingkungan kerja menjadi 2 macam yaitu melalui pengukuran secara

tehnis dan pemeriksaan secara medis dengan penjelasan sebagai berikut ini:

1. Pengukuran secara teknis, kondisi lingkungan kerja perlu dikontrol dengan

melakukan pengukuran kadar jenis debu PM


23
10udarauntukjangkawaktutertentudandilakukansecarakontinu,khususnya

ditempatyangpotensialmenghasilkandebu.Monitorterhadapkonsentrasidebu

udarasangatpentinguntukmengetahuikadarnyaapakahberadadibawahataudi atas

nilaiambang batas debu udara. Selanjutnya usaha agar konsentrasi/kadar debu tidak

melampaui batas, maka dengan pemasangan alat penyedot dan pengatur udara

akan sangat membantu untuk kontrol debu udara pada suatu

ruangan.Untukproteksibagipekerjadengankondisilingkunganyangpotensial

menghasilkan debu yang banyak, diharuskan memakai alat pelindung diri

terutama alatpelindung pernafasan berupa masker. Masker yang digunakan

hendaknya disesuaikan dengan ukurannya sehingga pemakaian masker tidak

mengganggu aktivitas dan kenyamanan pemakainya.

2. Pemeriksaansecara medis, pemeriksaan secara medis dilakukan dengan

pemeriksaan status kesehatan pekerja yang terpapar secara teratur dan biasanya

dilakukan oleh dokter perusahaan. Upaya ini merupakan suatu langkah untuk

mengetahui dan memonitor kondisi kesehatan pekerja serta sebagai suatu deteksi

awal terhadap

masalahkesehatanyangmungkinditemui.Pemeriksaankesehatanyanglengkap akan

memberikan bukti yang akurat dari pekerja yang terpapar sehingga dapat membantu

dokter dalammenentukan diagnosa penyakit yang timbul akibat kerja. Umumnya

pencegahan paparan debu ataupun kadar debu di ruangan kerja dapat dilakukan

dengan cara ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara ke ruangan kerja melalui

jendela dan pintu, ventilasi lokal dengan cara menghisap debu dari

tempatsumberdebuyangdihasilkandenganmenggunakanpompahisap.Selainitu,

Pencegahanjugadapatdilakukandenganmenghindarimasuknyadebuorganikyang ada

24
di udara ke dalam paru pekerja dengan jalan penggunaan alat pelindung diri

(masker)padapekerjayangbekerjaditempattersebut.Berdasarkanpenelitianyang

dilakukan Sembiring (1999) dalam Khumidal, (2009) bahwa penggunaan

masker denganukuran3-5µdapatmenurunkankadardebuyangmasukkeparu-

parupekerja

hingga87,6%.Alatpelindungpernafasanyangdigunakandapatdilihatpadagambar

berikut.

Gambar 1.Alat Pelindung Pernafasan

2.2.3 Dampak PM 10 Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan

Secara sederhana partikulatPM 10 dapat diartikan sebagai salah satu substansi

yang selalu ada dalam udara dan berpotensi mencemari udara.Udara itu sendiri secara

umum adalah salah satu faktor pendukung kehidupan di muka bumi dan merupakan

campuran gas-gas oksigen, nitrogen, dan gas lainnya.Akan tetapi komponen-komponen

yang terdapat dalam udara ambien bukan hanya terbatas pada bentuk gas saja,

melainkan terkandung juga di dalamnya zat-zat lain yaitu uap air dan partikulat.

Pendapat lain, partikulat adalah zat padat/cair yang halus dan tersuspensi di

udara, misalnya embun debu, asap, fumes, dan fog. Debu adalah zat padat berukuran
25
0,1-25 mikron, sedangkan fumes adalah zat padat hasil kondensasi gas yang biasanya

terjadi setelah proses penguapan logam cair. Dengan demikian fumes berukuran sangat

kecil yakni kurang dari 1,0 mikron. Asap adalah karbon (C) yang berdiameter kurang

dari 0,1 mikron, akibat dari pembakaran hidrat karbon yang kurang sempurna, demikian

pula halnya dengan jelaga. Maka partikulat ini dapat terdiri dari zat organik dan

anorganik. Sumber alamiah partikulat atmosfer adalah debu yang memasuki atmosfer

karena terbawa angin. Sumber artifisial debu terutama adalah pembakaran (batubara,

minyak bumi, dan lain-lain) yang dapat menghasilkan jelaga (partikulat yang terdiri dari

karbon dan zat lain yang melekat padanya). Sumber lain adalah segala proses yang

menimbulkan debu seperti pabrik semen, industri metalurgi, industri konstruksi,

industri bahan makanan dan juga kendaraan bermotor.

Menurut WHO (2010) besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk

kedalam saluran pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µm sampai 10 µm dan

berada sebagai suspended particulate matter (partikulat melayang dengan ukuran ≤ 10

µm dan dikenal dengan nama PM10).Dampak yang ditimbulkan PM10 biasanya bersifat

akut pada saluran pernafasan bagian bawah seperti pneumonia dan bronchitis baik pada

anak-anak maupun pada orang dewasa.

Salah satu partikulat yang penting dapat menyebabkan ISPA adalah mist asam

sulfat (H2SO4). Zat ini dapat mengiritasi membran mukosa saluran pernafasan dan

menimbulkan bronco konstriksi karena sifatnya yang iritan. Hal ini dapat merusak

terhadap saluran pertahanan pernafasan (bulu hidung, silia, selaput lendir) sehingga

dengan rusaknya pertahanan pernafasan ini kuman dengan mudah dapat masuk kedalam

tubuh dan menimbulkan penyakit infeksi saluran nafas akut.

26
2.3 Proses Saluran Pernafasan Terpapar Pencemar Udara
Saluran pernafasan yang berpotensi terpapar pencemar udara ini merupakan

organ manusia yang memungkinkan berhubungan langsung dengan udara luar.Sebagian

besar organ yang mudah sensitif terhadap pencemar ini merupakan organ

pernafasan.Mulai dari mulut hingga paru-paru dan hati. Dalam hal ini proses terjadinya

pencemar hingga mengganggu sistem kerja organ dapat dijelaskan sebagai berikut;

2.3.1 Paru Manusia


2.3.1.1Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru - paru adalah hidung,faring,

laring, trakhea, bronkus dan bronkiolus.Saluran pernapasan dari hidungsampai

bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia.Permukaan epitel diliputi oleh

lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjarserosa.Dari rongga hidung

udara menuju ke faring kemudian menuju ke laring yang merupakan rangkaian cincin

tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita

suara terdapat glotis yangmerupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan

bawah.Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasandihangatkan

dan dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menurunitrakhea, melalui

bronkiolus, bronkiolusrespiratorius danduktus alveolarissampai ke alveoli.Antara

trakhea dan sakus alveolaris terdapat 23 percabangan saluranudara.

Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zonakonduksi yang

menyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar.Bagian initerdiri dari bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabanganberikutnya merupakan zona

peralihan dan zona respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas dan terdiri dari
27
bronkiolus respiratorius, duktus elveolaris danalveoli. Tiap alveolus dikelilingi oleh

pembuluh kapiler paru.Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar,

merupakankelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal.Sebaliknya

bronkusutama kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan tracheadengan

sudut yang lebih tajam.Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi

menjadibronkuslobarisdan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan

terusmenjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya

menjadibronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung

alveoli (kantung udara). Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus

terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru - paru.Setelahbronkiolus terminalis

terdapat asinus yang merupakan unitfungsional paru – paru, yaitu tempat pertukaran

gas.Asinus terdiri dari:

1. bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau

alveoli pada dindingnya,

2. duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi olehalveolus dan

3. sakus alveolaris, merupakan struktur akhir paru - paru.

Paru - paru yang berisi sekitar 300 juta alveoli, membentuk suatu selaput

pernapasan seluas sekitar 1.100 kaki persegi atau kira - kira seluas permukaanlapangan

tenis.Udara mengalir ke dalam paru – paru melalui batang tenggorok(Trakhea).Udara

tersebut kemudian melewati cabang – cabang saluran udarayang disebut bronki, menuju

sebaran ranting – ranting udara (bronkiole) hinggake jutaan kantong udara kecil – kecil

yang disebut alveoli.O2dalam udara melewati dinding alveoli yang tipis dan masuk ke

rantingpembuluh darah.O2tersebut melekatkan diri ke sel – sel darah merah dan dibawa

28
melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Jalanudara(trakhea,bronkhus,

bronkhiol)danrongga udara di paru – paru memasok O 2ke dan mengeluarkan CO2dari

tubuh. Lendirdikeluarkan dari paru – paru oleh silia (bulu – bulu halus) yang terdapat

di dalam dinding jalan udara.

Gambar 2. Sistem pernafasan

2.3.1.2. Fisiologi Fungsi Paru


Proses fisiologi pernapasan di mana O2 dipindahkan dari udarake dalam

jaringan - jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara.Fungsi pernapasan adalah sebagai

pertukaran gas dan mengatur keseimbanganasam basa. Keluar masuknya udara

pernapasan dimungkinkan oleh 2 (dua) peristiwa mekanik pernapasan, yaitu :

a) Inspirasi, Proses aktif dengan kontraksi otot – otot inspirasi untuk menaikkan

volume intra toraks, paru – paru ditarik dengan posisi yang lebih

mengembang,tekanan dalam jalan pernapasan menjadi negatif dan udara

mengalir kedalam paru – paru.

b) Ekspirasi, Proses pasif dimana paru – paru recoil menarik dada kembali ke

posisiekspirasi, tekanan recoil paru - paru dan dinding dada seimbang, tekanan

29
dalam jalan pernapasan menjadi sedikit positip sehingga udara mengalir keluar

dari paru - paru, dalam hal ini otot - otot berperan.

2.3.1.3.Fungsi Paru Dan Proses Respirasi (Pertukaran Gas)

Paru adalah satu - satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan di

luar tubuh, yaitu melalui sistem pernapasan.Fungsi paru utama untuk respirasi, yaitu

pengambilan O2 dari luar masuk ke dalam saluran napasdan diteruskan ke dalam darah.

Oksigen digunakan untuk proses metabolisme CO2 yang terbentuk pada proses tersebut

dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Proses respirasi dibagi atas tiga tahap

utama, yaitu ventilasi,difusi dan perfusi.

1. Ventilasi adalah pertukaran masuk dan keluarnya udara dalam paru.Frekuensi

napas normal 12 – 15x / menit. Pada orang dewasa setiap satu kali napas (tidal

volume Vt) udara masuk 500 cc atau 10 ml/kg BB.Sehingga setiap menit udara

masuk ke sistem napas 6 - 8 liter (minute volume, MV). Udara yang sampai ke

alveoli disebut Ventilasi Alveolair(VA). Ventilasi Alveolair lebih kecil dari

minute volume, karena sebagian udara di jalan napas tidak ikut pertukaran gas

(Dead Space = VD).

2. Difusi adalah perpindahan O2 dari alveoli ke dalam darah dan keluarnyaCO2 dari

darah ke alveoli atau peresapan masuknya O2 dari alveoli ke darah dan

pengeluaran CO2 dari darah ke alveoli. Difusi O2 berjalan lancar bila alveoli

mengembang baik dari jarak difusi trans-membran pendek, edema menyebabkan

jarak difusi O2 menjauh hingga kadar O2dalam darah menurun (hipoxemia).

Difusi CO2 tidak pernahterganggu karena kapasitas difusi CO2jauh lebih besar

daripada O2 padaedema paru tahap awal terjadi penumpukan cairan dalam

30
jaringan di sekitar alveoli dan kapiler (interstitial edema). Pada tahap lanjut

cairan masuk ke dalam alveoli, alveolar edema.

3. Perfusi adalah distribusi darah yang membawa O 2 ke dalam jaringanparu -

paru.Aliran darah di kapiler paru (perfusi) ikut menentukan jumlah O 2 yang dapat

diangkut. Masalah timbul jika terjadi ketidak - seimbangan antaraventilasi

alveolar (VA) dengan perfusi (Q) sehingga dapat terjadi :

1) Ventilasi normal, perfusi normal → semua O2 diambil darah.

2) Ventilasi normal, perfusi kurang → ventilasi berlebihan, tak semua

O2sempat diambil unit ini dinamai "dead space " yang terjadi pada

shockdan emboli paru.

3) Ventilasi berkurang → perfusi normal. Darah tidak mendapat cukup

O2(desaturasi) unit ini disebut " Shunt ". Terjadi pada atelektasis

edemaparu. ARDS dan aspirasi cairan.

4. Silentunit : tidak ada ventilasi dan perfusi, Distribusi adalah pembagian udara ke

cabang - cabang bronchus.

2.3.1.4. Ventilasi Alveoli

Udara yang masuk ke dalam sistem pernapasan manusia tidaksemuanya akan

masuk ke alveoli karena sebagian udara akan mengisi jalan - jalan udara dan tidak

terjadi pertukaran gas, yaitu pada bagian trachea, bronchi dan non respiratory

bronchioli.Udara yang mengisi jalan - jalan udaradisebut dead space air (udara rongga

mati). Maka volume udara yang masuk kealveoli pada setiap pernapasan sama dengan

tidal volume dikurangi volume rongga mati. Volume rongga mati pada laki - laki muda

kira - kira 150 ml dan volume ini akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia,

peristiwa inidisebut Anatomical Dead Space. Pada sistem pernapasan seseorang


31
kadangkalasebagian alveoli tidak berfungsi dan dapat dianggap sebagai rongga mati.

Jadidalam hal ini sebagian alveoli yang tidak berfungsi dimasukkan dalam nilai tersebut

diatas jumlah seluruhnya, yang biasa disebut Pshysiological Dead Space.Apabila terjadi

suatu kelainan pada paru - paru maka dimungkinkan bahwa physiological dead space

dapat sepuluh kali lebih besar dari anatomical dead space, sedangkan dalam keadaan

normal volume anatomical dead spacedan physiological dead space hampir sama

karena semua alveoli berfungsi normal.

2.3.1.5. Insuffisiensi Pernapasan


Kelainan insuffisiensi pernapasan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga,yaitu :

a) Hypoventilasi alveoli (ventilasi yang tidak memadai di alveoli). Terjadikarena

ventilasi yang tidak memadai pada alveoli dan penyakit yang mengurangi

compliance (kemampuan mengembang) pada paru dan dinding dada. Penyakit -

penyakit tersebut antara lain silikosis, asbestosis,tuberkulosis, kanker,

pneumonia atau kelainan tulang dada yang akan menambah beban kerja otot -

otot pernapasan.

b) Terjadinya pengurangan difusi gas melalui membran pernapasan

c) Kurangnya transport O2 dari paru - paru ke jaringan.

2.3.1.6. Pathofisiologi Saluran Pernapasan


Paru adalah organ yang paling banyak dipergunakan dan disalahgunakandi

dalam tubuh. Di samping pertukaran CO2 dengan O2yang tetap untuk hidup,pada saat

yang sama paru tidak hanya dilewati beratus – ratus polutan (termasuk asap tembakau),

tetapi juga harus mencegah alergen, virus,bakteri dan bahan mikroba lain yang tidak

terhitung jumlahnya. Peradanganpernapasan lebih sering dari pada peradagan organ


32
lain, terutama pada individu dengan bakat penyakit yang melemahkan tubuh.

2.3.1.7. Volume Paru dan Kapasitas Paru


a. Volume Paru
Ada empat jenis volume paru yang masing - masing berdiri sendiri - sendiri,

tidak saling tercampur. Arti dari masing - masing volume paru tersebut adalah sebagai

berikut :

a) Volume Alun nafas (tidal volume), yaitu jumlah udara yang dihisap atau

dihembuskan dalam satu siklus napas normal. Alun napas waktuistirahat lebih

kecil dari pada waktu kerja. Makin berat kerjanya, makin besar alun napas.

Tentunya sampai batas tertentu. Apabila alun napas ini dikalikan dengan

frekuensi napas semenit, akan didapat nilai napassemenit. Besarnya ± 500 ml

pada rata - rata orang dewasa.

b) Volume Cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang masih dapat

dihirup sesudah akhir inspirasi tenang. Biasanya mencapai3.000 ml.

c) Volume Cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang masihdapat

dihembuskan sesudah akhir ekspirasi tenang.Padapernapasantenang, ekspirasi

terjadi secara pasif, tidak ada otot ekspirasi yang bekerja. Ekspirasi hanya

terjadi oleh daya lenting dinding dada danjaringan paru semata - mata.Posisi

rongga dada dan paru pada akhir ekspirasi ini merupakan posisiistirahat. Bila

dari posisi istirahat ini dilakukan gerakekspirasisekuat - kuatnya sampai

maksimal, udara cadangan ekspirasi itulah yangkeluar.(volume udara yang

masih tetap dalam paru setelahekspirasi yang paling kuat), jumlahnya ± 1.100

ml.

d) Volume residu yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam parusesudah

33
melakukan ekspirasi maksimal atau ekspirasi yang paling kuat,volume tersebut

± 1.200 ml.

b. Kapasitas paru
Nilai kapasitas ini mencakup dua atau lebih nilai volume paru, dalam siklusparu,

kombinasi tersebut disebut Kapasitas Paru, seperti :

1) Kapasitas Paru Total (KPT), yaitu jumlah maksimal udara yang dapatdimuat

paru pada akhir inspirasi maksimal dengan carainspirasi paksasebesar ± 6.900

ml.

2) Kapasitas Vital (KV) yaitu jumlah maksimal udara yang dapatdikeluarkan

seseorang dari paru dengan sekuat - kuatnya setelah terlebih dahulu mengisi

paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkandengan maksimal ± 4.600

ml.

3) Kapasitas Inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat dihirupoleh

seseorang sebesar ± 3.500 ml dari posisi istirahat (akhir ekspirasitenang /

normal) sampai jumlah maksimal.

4) Kapasitas Residu Fungsional (KRF), yaitu jumlah udara yang masih tertinggal

/ tersisa dalam paru pada posisi istirahat atau akhir respirasi normal sebesar ±

2.300 ml.

5) Kapasitas paru wanita, volume kapasitas paru pada wanita 25% lebihkecil dari

pada volume kapasitas pada pria dan lebih besar lagi padaseorang atlet dan

bertubuh besar dari pada seorang atlet bertubuh kecil.

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru


a. Jenis kelamin. Kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter

dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter.Volume paru pria dan wanita

terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitasinspirasidan kapasitas


34
residu fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter.

b. Posisi tidur seseorang nilai kapasitas fungsi paru lebih rendah disbandingposisi

berdiri.Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume paru di basis paru lebih

besardibandingkan di bagian apeks, hal tersebut terjadi karena pada

awalinspirasi, tekananintrapleura di bagian basis paru kurang

negativedibandingkanbagianapeks, sehingga perbedaantekananintrapulmonal -

intrapleura di bagian basis lebih kecil dan jaringan parukurang terenggang.

Keadaan tersebut menjadi prosentase volume parumaksimal posisi berdiri lebih

besar nilainya.

c. Kekuatan otot - otot pernapasan. Di dalam pengukuran kapasitas fungsi paru

merupakanindeks fungsi paruyang bermanfaat dalam memberikan informasi

mengenai kekuatanotot - otot pernapasan, apabila nilai kapasitas normal tetapi

nilai FEV1menurun maka dapat mengakibatkan sakit, seperti pada penderita

asma.

d. Ukuran dan bentuk anatomi tubuh Obesitas meningkatkan risiko komplikasi

KRF (Kapasitas Residu Ekspirasi) dan VCE (Volume CadanganEkspirasi)

menurun dengansemakin beratnya tubuh. Pada penderita obesitas VCE lebih

kecil dari padaCV, mengakibatkan sumbatan saluran napas.

e. Proses penuaan atau bertambahnya umur. Umur meningkatkan risiko mortalitas

dan morbiditas. Terjadinya penurunan volume paru statis, arus puncak ekspirasi

maksimal daya regang paru dan tekanan O2 paru. Aktivitas refleks saluran napas

berkurang pada orangberumur, mengakibatkan kemampuan daya pembersih

saluran napasberkurang.

f. Daya pengembangan paru (complience) Peningkatan volume dalam paru

35
menghasilkan tekanan positip, sedangkan penurunan volume dalam paru

menimbulkan tekanan negatip. Perbandingan antara perubahan volume paru

dengan satuan perubahan tekanan saluranudara menggambarkan complience

jaringan paru dan dinding dada.Complience paru sedikit lebih besar apabila

diukur selama pengempisan paru dibandingkan diukur selama pengembangan

paru.

2.3.1.8. Gangguan Fungsi Paru


Pada individu normal terjadi perubahan (nilai) fungsi paru secarafisiologis

sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya (lung growth). Mulai

pada fase anak sampai kira – kira umur 22 – 24 tahun terjadipertumbuhan paru

sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besarbersamaan dengan pertambahan

umur. Beberapa waktu nilai fungsi parumenetap (stasioner) kemudian menurun secara

gradual (pelan – pelan), biasanya umur 30 tahun sudah mulai penurunan, berikutnya

nilai fungsi paru(KVP = Kapasitas Vital Paksa dan FEV 1 = Volume Ekspirasi Paksa

Satu DetikPertama) mengalami penurunan rerata sekitar 20 ml tiap pertambahan

satutahun umur individu.Gangguan fungsi ventilasi paru merupakan jumlah udara yang

masuk ke dalam paru akan berkurang dari normal.

Gangguan fungsi ventilasi paruyang utama adalah :

a. Restriksi, yaitu penyempitan saluran paru - paru yang diakibatkan olehbahan

yang bersifat alergen seperti debu, spora jamur dan sebagainya yang

mengganggu saluran pernapasan.

b. Keadaan ini menunjukkan adanya penyakit paru atau dari luar yang

menyebabkan kapasitas vital berkurang, khususnya kapasitas total paru. Dengan

berkurangnya kapasitas vital maka proporsi FEV1 juga menurun,sebagai

36
hasilnya FEVl/FVC (%) jadi menurun.

c. Obstruksi, yaitu penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan

olehpenimbunan debu - debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsi

paru. Penurunan aliran udara mulai dari saluran napas bagian atas sampai

bronkiolus berdiameter kurang dari 2 mm ditandai dengan penurunan

FEV1,FEVl/FVC, kecepatan aliran udara padaekspirasi. Pemeriksaan FEV1 dan

rasio FEV1/FVC merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, dapatdiulang

dan akurat untuk menilai obstruksi saluran napas.

d. Kombinasi obstruksi dan restriksi (Mixed), yaitu terjadi juga karena

prosespatologi yang mengurangi volume paru, kapasitas vital dan aliran, yang

jugamelibatkan saluran napas. Rendahnya FEVl/FVC (%) merupakan

suatuindikasi obstruktif saluran napas dan kecilnya volume paru merupakan

suaturestriktif.

e. Beberapa kerusakan dapat menghasilkan bentuk campuran. Atau

adanyapenyempitan saluran paru dan adanya penimbunan saluran paru oleh

debu(gabungan antara restriktif dan obstruktif).

2.3.1.9. Pemeriksaan Kapasitas Paru dan Klasifikasi Penilaian

Pemeriksaan fungsi paru pada pekerja berguna untuk mendeteksi penyakit paru,

gangguan pernapasan sebelum bekerja, menemukan penyakitsecara dini serta

memperbaiki perjalanan penyakit, disamping itu juga untukmengetahui bahaya yang

ada di tempat kerja serta mendapatkan standar bahayapemaparan debu kapur terhadap

kapasitas fungsi paru.Pemeriksaan kapasitasparu dengan menggunakan Portable

Spyrometer sebagai alat pemeriksaan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik.

37
Keuntungan penggunaan alat ini adalah :
a) mudah pengoperasiannya, sehingga dapat diterapkan secara luas oleh tenaga
kesehatan yang ada di lapangan.
b) Ringan sehingga mudah di bawa ke mana - mana.
c) Hasilnya cepat diketahui dan
d) Biaya operasionalnya murah.
Dengan menggunakan spirometer akan diketahui beberapa parameter faal paru orang
yang diperiksa.
1). Volume Statik :
Volume udara di dalam paru pada keadaan statik :
1) Volume Tidal (VT) adalah jumlah udara yang dihisap (inspirasi) tiap kalipada
pernapasan tenang.
2) Expiration Residual Volume (ERV) atau volume cadangan ekspirasi adalah
jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal setelahinspirasi biasa.
3) Inspiration Residual Volume (IRV) atau volume cadangan inspirasiadalah
jumlah udara yang dapat dihisap maksimal setelahinspirasibiasa.
4) Residual Volume (RV) atau volume residu adalah jumlah udara yangtinggal di
dalam paru pada akhir ekspirasi maksimal.
5) Vital Capasity (VC) atau kapasitas vital adalah jumlah udara yang
dapatdikeluarkan maksimal setelahinspirasi maksimal yaitu gabungan dari IRV
+ VT + ERV.
6) Force Vital Capacity (FVC) adalah sama dengan VC tetapi dilakukansecara
cepat dan paksa.
7) Inspirasi Capacity (IC) atau kapasitasinspirasi adalah jumlah udara yang dapat
dihisap maksimal setelah ekspirasi gabungan dari VT + IRV.
8) FungsionalResidual Capacity (FRC) atau kapasitas residu fungsional adalah
udara yang ada di dalam paru pada akhir ekspirasi biasa,gabungan dari ERV

38
+ RV.
9) Total Lung Capacity (TLC) atau kapasitas paru total adalah jumlah udara di
dalam paru pada akhirinspirasi maksimal, gabungan dariFRV + VT + ERV +
RV.
2). Volume Dinamik
1) Force Volume I second (FEV1) atau volumeekspirasi paksa detik pertama

adalahjumlahudarayang dapatdikeluarkan sebanyak - banyaknya dalam 1

detik pertama pada waktuekspirasimaksimal setelah inspirasi maksimal.

2) Maximal Voluntary Ventilation (MVV) adalah jumlah udara yang

dapatdikeluarkan secara maksimal dalam 2 menit dengan bernapas cepat

dandalam secara maksimal. Kegunaan Pemeriksaan Fungsi Paru adalah

mendeteksi penyakit parudengan gangguan pernapasan sebelum bekerja,

kemudian secara berkalaselama kerja untuk menemukan penyakit secara dini

serta menentukan apakah seseorang mcmpunyai fungsi paru normal,

restriksi, obstruksi atau bentuk campuran (mixed). Tujuan epidemiologis

adalah menilai bahaya di tempat kerja dan mendapatkan standar bahaya

tersebut.

Faktor - faktor yang mempengaruhi gejala saluran pernapasan dan gangguan ventilasi

paru khususnya dari aspek tenaga kerja yang meliputikebiasaan merokok, masa kerja,

umur, kebiasaan penggunaan APD, status gizi dan kebiasaan OR.

a. Kebiasaan Merokok, dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi salurannapas

dan jaringan paru - paru. Pada saluran napas besar, selmukosa membesar

(hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran

napas kecil, terjadi radang ringan hinggapenyempitan akibat bertambahnya sel

dan penumpukan lendir. Padajaringan paru - paru terjadi peningkatan jumlah sel

39
radang dan kerusakan alveoli.Akibat perubahan anatomi saluran napas pada

perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru dengan segala macam gejala

klinisnya.

b. Masa Kerja, Setiap kegiatan industri selalu menggunakan teknologi, baik

teknologi yang canggih ataupun sederhana. Efek samping penggunaanteknologi

dapat mengganggu tatanan kehidupan dan lingkungan hidup,khususnya

penggunaan teknologi yang dapat berdampak negatif padatenaga kerja.Pekerja

yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama

memiliki risiko tinggi terkena obstruksi paru.Berdasarkan studi menunjukkan

bahwa masa kerja lebih dari10 tahun mempunyai risiko terjadinya obstruksi paru

pada pekerja industri yang berdebu.

c. Umur Tenaga Kerja , Faal paru akan meningkat dengan bertambahnya umur,

nilai faal paru mulai dari masa kanak – kanak terus meningkat sampai mencapai

titikoptimal pada usia 22 – 30 tahun. Sesudah itu terjadi penurunan,

setelahmencapai titik pada usia dewasa muda, difusi paru, ventilasi paru,

ambilanO2dan semua parameter paru akan menurun sesuai dengan perubahan

usia.Sesudah usia pubertas anak laki – laki menunjukkan kapasitas faal paru yang

lebih besar dari pada perempuan.

d. Kebiasaan Memakai APD, APD untuk pekerja adalah alat pelindung untuk

pekerja agar aman dari bahaya atau kecelakaan akibat melakukan suatu

pekerjaannya. APDuntuk pekerja di Indonesia sangat banyak sekali

permasalahannya dan masih dirasakan banyak kekurangannya.Sedangkan APD

yang baik adalah yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi

pekerja (Safety and Acceptation). Apabila pekerjamemakai APD merasa kurang

40
nyaman dan penggunaannya kurangbermanfaat bagi pekerja. Pekerja tersebut

akan enggan memakainya, walaupun memakai karena terpaksa / hanya berpura -

pura sebagai syaratagar masih diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari

sanksi perusahaan.APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada

lingkungan kerjadengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah :1). Masker

untuk melindungi debu atau partikel - partikel yang lebih kasarmasuk ke dalam

saluran pernapasan, terbuat dari bahan kain denganukuran pori - pori tertentu.2).

Respirator pemurni udara, membersihkan udara dengan cara menyaringatau

menyerap kontaminan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan.

e. Status gizi, Status gizi buruk akan menyebabkan daya tahan seseorangmenurun,

sehingga seseorang mudah terkena infeksi oleh mikroba.Berkaitan dengan infeksi

saluran pernapasan, apabila terjadi secara berulang dan disertai batuk berdahak,

akan menyebabkan terjadinyabronkhitis kronis.Salah satu penilaian status gizi

seseorang yaitu dengan menghitungIndeks Massa Tubuh (IMT). Hasil penelitian

tentang kegemukan dan angkakematian, dijelaskan bahwa kegemukan dapat

mengurangi umur seseorang.Bahkan orang gemuk yang tidak merokok berarti

hidupnya lebih sehat, memiliki risiko kematian dini yang lebih tinggi dibanding

orang yang lebih kurus.Untuk memantau berat badan dapat digunakan IMT,

dengan IMTakan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal,

kurus ataugemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur lebih

dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan

olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitungdengan rumus sebagai

berikut :

Berat Badan (kg)


IMT =
( Tinggi Badan (m))2 41
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAOatau WHO, yang

membedakan batas ambang untuk laki - laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas

ambang normal untuk laki – lakiadalah 20,1 - 25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7 -

23,8. Untukkepentingan Indonesia batas ambang dimodifikasi berdasarkan pengalaman

klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.

f. Kebiasaan Olah raga (OR)

Kapasitas paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan OR.

Pada OR terdapat satu unsur pokok yang penting dalamkesegaran jasmani, yaitu fungsi

pernapasan. Berolah raga secara rutin dapat meningkatkan aliran darah melalui paru

yang akan menyebabkankapiler paru mendapatkan perfusi maksimum, sehingga O2

dapat berdifusike dalam kapiler paru dengan volume lebih besar atau maksimum.

42
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian


cross sectional, yang berarti variabel dependen dan variabel independen diteliti secara
bersamaan atau serentak pada satu periode atau satu saat. Tempat penelitian ini di
lakukan di KecamatanKoto Tangah Kota Padang pada 4 wilayah kerja Puskesmas.
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2021. Subjek penelitian ini adalah
masyarakat Kecamatan Tangah, dalam menjalankan kuesioner dan pengisian.
Objek penelitian di lakukan penggukuran paparan debu di 4wilayah kerja
Puskesmas yang ada di Kecamatan Koto Tangah.Dalam penelitian ini variable
bebas (faktor resiko) dan variable terikat (efek) dinilai secara simultan sehingga
dapat menentukan hubungan antar variable.

3.2 Populasi Dan Sampel

1. Populasi, Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas Lubuk Buaya, Puskesmas Ikur Koto, Puskesmas Air

Dingin dan Puskesmas Anak Aie.

2. Sampel, Sampel Penelitian ini adalah masyarakat yang berada di sekitar

industri – industri UMKM dengan kriteria sebagai berikut

a) Kelompok 1 Kriteria Inklusi, masyarakat berumur 20-55 tahun,

yang sehat dan mempunyai kebiasaan olah raga teratur.

b) Kelompok 2 Kriteria Eksklusi, Sedang dalam Perawatan Medis,

merokok, Asma, mengkonsumsi obat-obatan atau jamu, tidak

sedang dalam perawatan pasca operasi.

43
3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang dilakukan adalah dengan teknik Simple random

sampling. Yaitu dengan pendataan populasi aktual kemudian dihitung jumlah

sampel yang diambil dengan menggunakan rumus di bawah. Setelah jumlah

sampel diketahui jumlahnya maka setiap individu dalam populasi akan diambil

secara acak dengan nomor undian yang dibuat menggunakan Microsoft Excel.

Jumlah sampel yang akan diambil dari populasi diambil dengan rumus Slovin

sebagai berikut (Seville, Orchild cit Notoadmodjo, 2005):

N
n=
1+ N ( d 2)

Keterangan:

n = sampel yang diperlukan

N = populasi studi

d = derajat kemaknaan

3.4. Pengamatan dan Cara Penelitian

1. Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data umum menggunakan kuisioner

terstruktur.Melakukan studi pendahuluan dengan mengadakan

observasi lapangan untuk melihat masyarakat di sekitar industri

UMKM secara lebih dekat. Variabel (data) yang akan diambil dan cara

pengambilan adalah: Melakukan wawancara dan mengisi kuesioner

44
yang telah disiapkan tentang karakteristik responden sebagai data

pendukung.

2. Mengambil data primer dan sekunder dari instansi terkait

3. Pengukuran kualitas udara khususnya paparan debu personal inhalabel

PM 10 dengan berdasarkan pengukuran PM 10 yang dilakukan oleh

DLH Provinsi Sumbar Tahun 2017 – 2020, sesuai dengan Evaluasi

Kualitas Udara Perkotaan (EKUP)

Cara Penelitian

 TahapPersiapan

Survei awal koordinasi dengan unsur pimpinan kecamatan,

kelurahandi Kecamatan Koto Tangah Padang untuk mengadakan

pendekatan kepada mayarakat sebagai obyek penelitian kemudian

meminta data (validasi data) di Puskesmas terkait sehingga dalam

penelitian diharapkan mendapat dukungan penuh dari semua pihak.

Koordinasi dengan DLH Provinsi Sumatera Barat untuk

menentukan lokasi pengambilan sampel di area kerja 4 Puskesmas di

kecamatan Koto Tangah. Dimana salah satu parameter yang telah diukur

dalam EKUP tersebut yakni PM 10.

 Persiapan Alat dan Sampel Dalam Pengukuran Personal Dust Sampler

Pengukuran kadar debu inhalabel secara perorangan yang digunakan adalah

secara Gravimetri. Lingkup standar ini mencakup prinsip pengukuran

peralatan, bahan yang digunakan, cara pengambilan sampel dan perhitungan


45
kadar debu inhalabel diudara tempat kerja, menggunakan alat personal dust

sampler merk SKC Model 224-PCXR-8

3.5 Analisis Data

Data yang didapat kemudian diolah dan dihitung secara statistic yang

dilanjutkan dengan 1). Uji Homogenisasi Variabel, 2). Uji Normalitas, 3)

Odds ratio, 4). Confidence Interval, 5). Tes X2 Untuk menentukan kekuatan

hubungan pengaruh. Seluruh data diolah dengan computer menggunakan

program SPSS (Statistical Product ans Service Solutien). Dari sini akan

terlihat berapa besar pengaruh Paparan PM 10 terhadap variabel gangguan

fungsi paru/ISPA

3.6 Kerangka Penelitian

Sampel Masyarakat

Variabel Bebas Variabel Terikat


Kadar PM 10 Gangguan Fungsi Paru
terhirup Paru normal, abnormal

Faktor yang mempengaruhi


 Jenis Kelamin
 Umur *
 Masa Kerja *
 Kebiasaan Merokok
 Kebiasaan Olah Raga
 Status Gizi
 Kebiasaan Pengguna
APD 46
DAFTAR PUSTAKA

Arya, W. 2002. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Sumatera Barat, 2015.


Laporan Pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP) 2015.
Dokumen Bapedalda Sumbar. Padang, 2015.

Bapino,Hiola, R.P, Pateda, S.M. 2014. Gambaran Faktor Risiko yang


Mempengaruhi Kapasitas Paru Pada Polisi Lalu Lintas di Kota
Gorontalo.Jurnal. Gorontalo: Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.

DepKes RI. 2002. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia, Cetakan
ke 3. Jakarta.

Darmono. 2006. Lingkungan hidup dan pencemaran: Hubungan dengan toksilogi.


Jakarta: UI Press.

Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung: Tarsito.

Erwin, J. 2006. Demi Anak Anak Kita Kurangi Pemakaian Kendaraan


Bermotor.Bandung: pikiran rakyat Bandung.

Fardiaz, S. 1992. Polutan Air dan Polusi Udara. Bogor: Fakultas Pangan dan Gizi
IPB.

Fitriani. 2010. The Effect of Cigarettes Smoke Exposure Cause Fertility Of Male
Mice (Mus Musculus). Jurnal Natural.

Guyton. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

Harianto, R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.

Khumaidah, 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan


Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.Thesis.Semarang: Universitas
Diponogoro.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri.

Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang


mempengaruhinya Pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep sulawesi
Selatan. Skripsi.Semarang; Universitas Diponegoro.
47
Mukono, H.J. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Saluran Pernapasan. Surabaya; airlangga University Press.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER 13/MEN/X/2011


tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Udara Lingkungan
Kerja.

Peraturan Pemerintah RI. No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah RI. No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendaliaan Pencemaran


Udara.

Pujiastuti, W.2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar Yang Membahayakan


Kesehatan Kerja. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
RI.

Riyadina, W. 1996. Efek Biologis dari Paparan Debu. Pusat Penelitian Penyakit
Tidak Menular. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Ryadi, S. 1988. Pencemaran Udara. Surabaya: Usaha Nasional.

Sanusi, C. 1986. Kelainan-kelainan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Suma’mur, P.K. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV.
Haji Masagung.

Undang-Undang No.1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Wardhana, W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).


Yogyakarta: Penerbit Andi.

48

Anda mungkin juga menyukai