Anda di halaman 1dari 6

HIFK PENDAHULUAN

Bab I

Latar Belakang

………………………..vicky………………………………………..

Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui teori tentang pengertian dan jenis debu
2. Untuk mengetahui dampak akibat pemajanan debu
3. Untuk melakukan pengukuran kadar debu
4. Untuk menganalisis hasil dari pengukuran kadar debu
Manfaat Praktukum
1. Mahasiswa dapat mengetahui seberapa besar kadar debu yang ada di suatu wilayah
2. Mahasiswa dapat memahami terkait dampak yang ditimbulkan oleh debu
3. Mahasiswa dapat mengerti berat debu melalui penimbangan filler
4. Mahasiswa dapat menganalisis data hasil pengukuran
Bab II Landasan Teori
Merupakan teori-teori pokok yang menjadi landasan bagi teori-teori lainnya yang terdapat
pada laporan praktikum ini.
1. Pengertian Debu
Menurut Suma’mur (2014) Debu adalah butiran-butiran padat yang dihasilkan oleh proses
mekanisme seperti penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, pengolahan
dan lain-lain dari bahan organik dan anorganik, contohnya debu kayu, logam, arang batu, batu,
butir-butir zat dan sebagainya. Yang artinya debu terbentuk dari proses pengolahan bahan yang
dapat tersebar bebas di udara.
Hidayat (2000) menyatakan bahwa Debu adalah partikel padat yang terbentuk dari proses
penghancuran, penanganan, grinding, impaksi cepat, peledakan, dan pemecahan dari material
organik atau anorganik seperti batu, bijih metal, batubara, kayu dan biji-bijian.
Sedangkan menurut Lewis(1998) Debu merupakan butiran yang memiliki sifat seperti
kering, halus atau serbuk bubuk yang ringan yang dapat melayang-layang bebas di udara dalam
waktu tertentu .
Menurut Harianto (2009) Debu adalah partikel benda padat yang terapung di udara yang
biasanya debu tersebut dihasilkan oleh proses mekanik seperti penggosokan, pengeboran,
pemecahan benda padat, serta cara pengolahan benda padat lainnya, seperti asbestos dan silika.
Berdasarkan pemaparan WHO (1999) Debu memiliki ukuran antara 1 – 100 µm dan
mengendap karena pengaruh gravitasi dapat dihasilkan dari proses alami seperti angin, erupsi
gunung berapi maupun dari proses industri seperti penghancuran, penggilingan, pengepakan,
pengeboran, pembongkaran, pengayakan, pemindahan barang dan aktivitas kebersihan.
2. Sumber Debu
Berdasarkan penuturan Wardhana (2010), sumber pencemar debu ada 2, yaitu :
1.) Sumber debu yang diakibatkan oleh manusia
Sumber debu ini biasanya paling banyak dihasilkan oleh kegiatan manusia yang
dihasilkan dari proses industry di suatu pabrik, pertanian dan perusahaan lain, kebakaran hutan
dan gas emisi buangan kenderaan.
2.) Sumber debu alami
Sumber debu yang berasal dari alam seperti partikel-partikel yang diakibatkan oleh letusan
gunung berapi yang mengeluarkan bahan-bahan vulkanik sehingga terbawa oleh angina lalu
tersebar di lingkungan kerja ataupun permukiman.
3. Sifat-sifat Debu
Menurut Djatmiko (2016), debu memiliki beberapa sifat seperti sifat pengendapan, sifat
penggumpalan ,sifat permukaan basah, dan sifat listrik statis. Namun menurut Fardiaz (2010)
debu memilik sifat optic partikel. Dan menurut WHO (1999) sifat debu lainnya yaitu mudah
terbakar. Penjelasannya sebagai berikut :
1.) Sifat pengendapan
Adalah sifat debu yang memiliki kecenderungan mengendap karena terkena pengaruh gaya
gravitasi dan berat molekulnya yang biasanya tertarik kea rah bawah, tetapi apabila berat
molekul debu ini terlalu kecil maka debu akan mudah melayang bebas di udara.
2.) Sifat penggumpalan
Karena permukaan debu yang selalu basah, maka akan mengakibatkan debu tersebut mudah
menempel dengan debu yang lain sehingga menyebabkan debu menggumpal, selain itu
turbulensi dari udara juga dapat meningkatkan pembentukan dari gumpalan debu.
3.) Sifat permukaan basah
Adalah sifat debu yang permukaannya terbungkus oleh lapisan air yang tipis dan menyebabkan
debu tersebut cenderung selalu basah. Debu yang cenderung basah akan menyebabkan
bertambanhnya berat molekul debu sehingga debu dapat mengendap.
4.) Sifat listrik statis
Adalah debu dapat menarik partikel debu lain yang saling berlawanan sehingga akan dapat
mempercepat proses pengumpulan dan pengendapan debu.
5.) Sifat optic
Menurut Fardiaz (2010) Adalah debu yang memiliki diameter kurang dari 0,1 mikron, berukuran
kecil disabanding dengan panjang gelombang sinar, sehingga menyebabkan debu tersebut daoat
mempengarhui sinar, seperti molekul yang menyebabkan refraksi. Namun apabila ukuran debu
lebih besar dari 1 mikron dan jauh lebih besardari panjang gelombang sinar tampak dan
merupakan objek mikroskopik yang menyebarkan sinar.
6.) Sifat mudah terbakar
Berdasarkan pernyataan dari WHO (1999), debu yang ada di udara akan mudah terbakar dan
dalam konsentrasi yang cukup akan dapat meledak. Pengaruh sifat listrik statis dari debu dan
adanya sumber api akan memicu ledakan debu. Material seperti dari bahan organik kayu dan
tepung, bahan anorganik contohnya batu bara, alumuniun, besi, magnesium dan titanium akan
dapat menyebabkan debu mudah terbakar.

4. Jenis-Jenis Debu
Debu dikelompokkan menjadi 2 jenis, menurut Suma’mur (2009) jenis debu yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia :
1.) Debu organik :
Berasal dari proses alamiah dan sintesis. Alamiah seperti hasil dari fosil, bakteri, jamur tepung
kotoran burung, sayuran dan binatang. Sedangkan sintesis seperti plastic dan reagen.
2.) Debu anorganik :
Berasal dari bahan-bahan kimia seperti silica bebas, silika gel, silinamite, uranium, asbes, khrom,
besi, mika, debu semen, seng dan metal.
Namun menurut Mengkidi (2006), jenis debu berdasarkan akibat fisiologisnya terhadap pekerja
yang terpapar debu sesuai tingkat bahayanya seperti :
1.) Debu toksik
Debu yang memiliki sifat beracun pada jaringa tubuh manusia. Contohnya seperti debu merkuri,
radium, mangan, timbal, arsen, uranium dan nikel.
2.) Debu karsinogenik
Debu yang dapat merangsang terbentuknya sel kanker. Contohnya seperti debu hasil arsenic dan
asbes.
3.) Debu radioaktif
Debu yang memiliki pengaruh radiasu alfa dan beta. Contohnya seperti radium, bijih torium dan
uranium.
4.) Debu eksplosif
Debu yang mudah meledak pada suhu dan kondisi tertentu. Contohnya seperti debu batubara,
metal dan bijih sulfida.
5.) Debu inert
Debu yang menimbulkan iritasi pada kulit dan selaput lendir, serta dapat mengganggu
pandangan mata. Debu ini memiliki kandungan <1% kuarsa, hal ini menyebabkan debu tidak
mengakibatkan fibrosis pada paru. Contohnya seperti debu gypsum, kaolin dan batu kapur.
6.) Debu yang mudah terhirup
Jenis debu ini berukuran <10 mikron yang dapat masuk kedalam hidung hingga paru-paru bagian
dalam.
7.) Debu yang tidak dapat terhirup
Jenis debu ini tidak dapat terhirup oleh hidung karena ukurannya yang lebih dari 10 mikron dan
hanya tertahan oleh hidung.

5. Penyakit Akibat Paparan Debu


Udara debu yang kita hirup dalam pernapasan akan mengandung partikel-partikel debu yang
sebagian debu tersebut akan masuk ke dalam paru-paru dan sulit untuk mengeluarkannya.
Penyakit akibat paparan debu salah satunya yaitu Pneumoconiosis. Menurut Susanto (2011),
Penyakit Pneumoconiosis adalah penyakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh kadar debu
yang ada di dalam paru dan ada reaksi pada jaringan paru, reaksi utama akibat paparan dari debu
yaitu fibrosis. Pneumoconiosis adalah istilah dari Greekbyang artinya paru-paru yang berdebu.
Contoh dari penyakit Pneumoconiosis adalah :
1.) Fibrosis
Fibrosis adalah penyakit paru yang disebabkan oleg terbentuknya jaringan parut pada paru-paru.
Jaringan parut ini dapat disebabkan oleh lamanya seseorang menghirup pajanan debu. Debu yang
sudah terhirup dan masuk ke dalam paru akan menumpuk dan ditahan oleh pari sehingga
menyebabkan munculnya jaringan parut.
Gejala pada fibrosis paru ini antara lain seperti sesak napas, nyeri otot, batuk, berat badan
menurun, sering merasa cepat kelelahan dan ujung jari tangan dan kaki bewarna kebiruan.
Pengobatan pada penyakit ini meliputi pemberian obat (azathioprine dan pirfenidone),
menggunakan tambahan oksigen, rehabilitasi paru dan pengobatan terakhir berdasar tingkat
keparanhannya yaitu transplantasi paru.
2.) Silicosis
Silicosis adalah penyakit yang menimpulkan gangguan pada saluran pernapasan akibat banyak
menghirup debu silika, sehingga dapat mengakibatkan peradangan dan jaringan parut pada paru.
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan dapat mengakibatkan kefatalan pada paru.
Gejala dari penyakit ini tidak timbul sesaat setelah bekerja, tetapi akan membutuhkan waktu
sekitar 10-20 tahun setelah bekerja terllau sering terpapar debu silika. Gejalanya meliputi sesak
napas, nyeri pada dada, demam, bibir atau telinga membiru, kehilangan nafsu makan sehingga
berat badan menurun.
3.) Asbestosis
Asbestosis adalah penyakit paru yang disebabkan oleh terlalu lama terpapar debu asbes dalam
kurun waktu yang lama. Serat pada asbes yang terhirup oleh hidung akan masuk ke paru dan
akan mengendap, sehinnga dapat terjadi peradangan paru hingga kerusakan jaringan pada paru.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam waktu lama setelah terppaar debu asbes. Namun
apabila terlalu sering dan terlalu lama terpapar maka gejala akan cepat terjadi, seperti sesak
napas saat beraktivitas, batuk kering yag tak kunjung sembuh, nyeri atau dada terasa berat dan
ukuran ujung jari yang lebih besar.

6. Regulasi Perundang-Undangan Terkait Pajanan Debu


Dasar hukum yang mengatur tentang pajanan faktor fisik yaitu debu dan pengaruh kesehatannya
bagi manusia serta pengolahan bahan pencermanya.
1.) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009
Tentang Pengesahan Stockholm Convention On Persistent Organic Pollutants (Konvensi
Stockholm Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten). Bagian V Pedoman umum
mengenai teknik terbaik yang tersedia dan praktek lingkungan hidup terbaik : B. Teknik terbaik
yang tersedia (i) menggunakan metode yang diperbaiki untuk pembersihan gas-asap seperti
oksidasi termal atau katalistik, pengendapan, atau penghisapan debu.
2.) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Pasal 97 Ayat (1) Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan
diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam lingkungan
matra yang serba berubah maupun di lingkungan darat, laut, dan udara.
3.) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Baku Mutu Udara Ambien Nasional :
Pengedalian pencemaran udara mencakup kegiatan-kegiatan yang berintikan :
a. inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai kriteria
yang ada dalam pengendalian pencemaran udara;
b. penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan sebagai
tolok ukur pengendalian pencemaran udara;
c. penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan
pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara;
d. pemantaun kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi dan
analisis;
e. pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran udara;
f. peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran udara;
g. kebijaksan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan terpadu dengan
mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah lingkungan;
h. penetapan kebijaksan dasar baik teknis maupun non teknis dalam pengendallian
pencemaran udara secara nasional.

4.) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018


Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Pasal 1 Faktor bahaya kimia
adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja yang bersifat kimiawi yang dapat
menyebabkan penyakit pada tenaga kerja, meliputi kontaminan di udara (debu), gas, uap dan
partikulat.

Anda mungkin juga menyukai