Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MATA KULIAH PENYEHATAN UDARA-A

PARAMETER DEBU
Dosen Pengampu : Sri Muryani, SKM, Mkes

Di Susun Oleh :
1. Salsabila Dian Styowati (P07133221065)
2. Clarissa Radhi Putri A (P07133221090)
3. Permata Setia Ayusdini (P07133221093)
4. Amara Fitri Wulansari (P07133221096)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA


TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Penyehatan Udara-A yang berjudul “

Parameter Debu” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Penyehatan Udara-A. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang sumber,
sifat, parameter debu bagi para baca dan juga bagi penulis.

Kami sangat berterima kasih kepada dosen pengampu Ibu Sri Muryani, SKM, Mkes.
yang telah mengampu mata kuliah Penyehatan Udara-A . Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 02 Februari 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………….……………….2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang………………………………………….………………4

1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………5

1.3. Tujuan Makalah……………….………………………………………...5


BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sumber Parameter Debu………………………………………………...6

2.2. Sifat Parameter Debu……………………………………………………7


2.3. Terjadinya Polutan Parameter Debu…………………………………….8

2.4. Baku Mutu Parameter Debu………………………………………….…10

2.5. Dampak Parameter Debu……………………………………………......12


2.6. Kasus Terkini Pencemaran Debu………………………………………..1
2.7. Upaya Pengendalian Parameter Debu…………………………………..13
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan…………………………………………………………….16
3.2. Saran…………………………………………………………………...16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..….17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Debu (dustl) merupakan komponen sangat penting dari parameter kualitas udara
ambien (udara luar ruang/outdoor). Parameter debu jatuh merupakan parameter yang
wajib diukur sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam jumlah tertentu yang relatif rendah, debu jatuh
tidak menimbulkan efek negatif. Namun demikian, bila keberadaannya dalam udara
ambien melebihi baku mutu akan menimbulkan efek negatif yang serius, beragam dan
merugikan, baik dari segi ekonomi maupun dari aspek lingkungan. Contoh penyakit yang
timbul karenanya antara lain adalah asma (Zhou, 2010) sedangkan jenis kerugian yang
terbukti timbul adalah penurunan jarak pandang (Zhou 2010) dan gangguan ekosistem
(McTainsh & Strong, 2007). Debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanis
seperti penghancuran batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada tambang timah
putih, tambang besi, tambang batu bara, diperusahaan tempat menggerinda besi, pabrik
besi dan baja dalam proses sandblasting dan lain-lain. Debu yang terdapat dalam udara
terbagi dua yaitu deposit particulate matter yaitu partikel debu yang berada sementara di
udara, partikel ini segera mengendap akibat daya tarik bumi, dan suspended particulate
matter yaitu debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. Deposit
particulate metter dan suspended particulate matter sering juga disebut debu total.

Pencemaran udara sudah menjadi masalah serius di berbagai negara di dunia


termasuk Indonesia. Dampak dari pencemaran udara adalah turunnya kualitas udara,
sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi manusia (Dholakia, et al.,
2013). Menurunnya kualitas udara terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar
fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi, industri, rumah
tangga dan sampah.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Dari mana Debu berasal ?


2. Bagaimana sifat Debu ?
3. Bagaimana dan Darimana terjadinya polutan Parameter Debu ?
4. Bagaimana baku mutu dari Paramter Debu?
5. Apakah dampak dari Parameter Debu?
6. Bagaimana pengendalian dari Parameter Debu ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dari mana Debu berasal.


2. Untuk mengetahui sifat dari Debu.
3. Untuk mengetahui bagaimana dan darimana proses terjadinya Parameter Debu.
4. Untuk mengetahui baku mutu dari Parameter Debu.
5. Untuk mengetahui apasaja dampak dari Parameter Debu.
6. Untuk mengetahui kasus terkini pencemaran udara oleh debu.
7. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian dari Parameter Debu.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Debu


Debu ialah nama umum untuk sejumlah partikel padat kecil dengan dimeter kurang dari
500 mikrometer (lihat juga pasir atau granulat). Di atmosfer Bumi, debu berasal dari sejumlah
sumber: loess yang disebarkan melalui angin, letusan gunung berapi, pencemaran, dll. Debu udara
dianggap aerosol dan bisa memiliki tenaga radiasi lokal yang kuat di atmosfer dan berpengaruh
pada iklim. Di samping itu, jika sejumlah partikel kecil disebarkan ke udara di daerah tertentu
(seperti tepung terigu), dalam keadaan tertentu ini bisa menimbulkan bahaya ledakan.

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara
(Suspended Particulate Matte/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam
kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out Door Pollution)
debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Debu
industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Deposit Particulate Matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini
akan segera mengendap karena daya tarik bumi.

b. Suspended Particulate Matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap (Pudjiastuti, 2002).

Menurut Suma’maur ( 2009 ), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan
oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik
organik maupun anorganik Secara fisik debu dikategorikan sebagai pencemar. Debu terdiri
dari 2 golongan, yaitu padat dan cair. Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat
menjadi 3 macam:

6
1) Dust
Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu
yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya
lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru

2) Fumes
Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk
gas, biasannya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan biasanya
disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan
timbal (Plumbum).

3) Smoke
Smokeatau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan
berukuran sekitar 0,5mikron

2.2 Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidakberdifusi,dan turun
karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan
baku atau hasil produksi (Depkes RI, 2002).

Sifat-sifatdebuadalahsebagaiberikut:
a. Sifat Pengendapan
Adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena
kecilnya kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara. Debu yang mengendap dapat
mengandung proporsi partikel yang lebih dari pada yang ada diudara.

b. Sifat Permukaan Basah


Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.
Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja.
c. Sifat Penggumpalan
Permukaan debu yang selalu basah dapat menjadikan debu menempel satu sama lain dan dapat
menggumpal. Kelembaban di bawah saturasi kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu.

7
Akan tetapi bila tingkat humiditas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan. Oleh karena
partikel debu bisa merupakan inti dari air yang berkonsentrasi, partikel jadi besar.
d. Sifat Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Dengan
demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya proses penggumpalan. e. Sifat
Opsis

Debu atau partikel basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam
kamar gelap. Debu tambang didefinisikan sebagai zat padat yang terbagi halus. Partikel-partikel
zat padat atau cairan yang berukuran sangat kecil di dalam medium gas atau udara disebut aerosol
misalnya asap, kabut dan debu dalam udara. Agar dapat mengendalikan zat-zat berbutir dalam
udara tambang dengan baik, maka perlu dipahami sifat-sifat dasar sebagai berikut:

1) Zat-zat berbutir, baik cairan maupun padat yang menunjukkan kelakuan yang serupa
apabila dikandung dalam udara.

2) Butiran-butiran debu baik yang mengakibatkan penyakit maupun ledakan/mudah terbakar


berukuran <10mikron. Butiran-butiran yang berukuran <5 mikron diklasifikasikan sebagai
debu terhirup (respirable dust).

3) Butiran-butiran >10 tidak tinggal lama di dalam suspensi aliran udara.


4) Debu-debu tambang dan industri mempunyai karakteristik berukuran sangat kecil, antara
0,5-3 mikron. Aktivitas kimianya meningkat dengan semakin berkurangnya ukuran butir.

5) Debu di bawah ukuran 19 mikron yang menyebabkan akibat serius terhadap kesehatan
tidak mempunyai berat yang berarti atau lamban (inertia), dengan demikian dapat tinggal
sebagaisuspensi dalam udara dan mustahil dapat mengendap dari aliran udara.

6) Untuk mengendalikan debu halus tersebut (<10 mikron) yang telah mengapung di dalam
udara, memerlukan pengontrolan aliran udara dimana debu bersuspensi. (Rahmadani
2017).

2.3 Terjadinya Polutan Parameter Debu

Pencemaran udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan, berupa penurunan kualitas
udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya ke dalam udara atau atmosfer bumi. Unsur-unsur

8
berbahaya yang masuk ke dalam atmosfer tersebut bisa berupa karbon monoksida (CO), Nitrogen
dioksida (No2), chlorofluorocarbon (CFC), sulfur dioksida (So2), Hidrokarbon (HC), Benda
Partikulat, Timah (Pb), dan Carbon Diaoksida (CO2). Unsur-unsur tersebut bisa disebut juga
sebagai polutan atau jenis-jenis bahan pencemar udara.

Masuknya polutan ke dalam atmosfer yang menjadikan terjadinya pencemaran udara bisa
disebabkan dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab pencemaran udara dari
faktor adalah alam contohnya adalah aktifitas gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas
vulkanik, kebakaran hutan, dan kegiatan mikroorganisme. Polutan yang dihasilkan biasanya
berupa asap, debu, dan gas.

Penyebab terjadinya polusi Debu yang kedua adalah faktor manusia dengan segala
aktifitasnya. Berbagai kegiatan manusia yang dapat menghasilkan polutan antara lain :

1. Pembakaran; Semisal pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan rumah tangga,


kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Polutan yang dihasilkan asap, debu, grit (pasir
halus), dan gas (CO dan NO).

2. Proses peleburan; Semisal proses peleburan baja, pembuatan soda, semen, keramik, aspal.
Polutan yang dihasilkannya debu, uap, dan gas.

3. Pertambangan dan penggalian; Polutan yang dihasilkan terutama adalah debu.


4. Proses pengolahan dan pemanasan; Semisal proses pengolahan makanan, daging, ikan, dan
penyamakan. Polutan yang dihasilkan meliputi asap, debu, dan bau.

5. Pembuangan limbah; baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Polutannya
adalah gas H2S yang menimbulkan debu yang berbau busuk.

6. Proses kimia; Semisal pada pemurnian minyak bumi, pengolahan mineral, dan pembuatan
keris. Polutan yang dihasilkan umunya berupa debu, uap dan gas.

7. Proses pembangunan; Semisal pembangunan gedung-gedung, jalan dan kegiatan yang


semacamnya. Polutannya asap dan debu.

8. Proses percobaan atom atau nuklir; Polutan yang dihasilkan terutama adalah gas dan debu
radioaktif.

9
Manusia Penyebab Utama terjadinya polusi Debu

Manusia menjadi penyebab utama dan terbesar terjadinya pencemaran udara yang juga
merupakan salah satu penyebab terjadi polusi yang disebabkan oleh Debu. Belum lagi jika
kebakaran hutan, sebagai salah satu penyebab polusi udara terbesar, dimasukkan sebagai
pencemaran udara yang disebabkan oleh manusia. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
sebagian besar kebakaran hutan dan lahan sengaja dilakukan oleh manusia.

Faktor alami penyebab terjadinya polusi yang diseababkan oleh debu adalah meletusnya
gunung berapi. Letusan gunung berapi sangat luar biasa. Meskipun demikian, menurut
penelitian, seluruh gunung api di dunia mengeluarkan hanya 0,13 hingga 0,44 miliar ton CO2
per tahunnya. Jumlah ini ternyata tidak sebanding dengan emisi karbon dioksida yang
dihasilkan oleh manusia melalui pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor. Kendaran bermotor
saja menyumbangkan emisi karbon hingga 2 miliar pertahunnya. Pada tahun 2010 saja,
berbagai aktivitas manusia telah menambahkan sedikitnya 35 miliar ton emisi karbon
dioksida ke atmosfer.

2.4 Baku Mutu Parameter Debu

Koalisi Masyarakat Sipil “Gerak Bersihkan Udara” menyesalkan pernyataan yang kerap
dilontarkan Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait
kondisi kualitas udara yang masih baik dan masih di bawah ambang batas. “Kenyataannya,
ambang batas yang ditetapkan KLHK sengaja jauh lebih lemah dibandingkan standar
internasional. Kenyataannya, kondisi kualitas udara kita sebenarnya sangat buruk apabila diukur
dengan standar WHO yang berbasis bukti ilmiah,” ujar Dwi Sawung dari WALHI.

Kementerian LHK dalam data pemantauannya selalu mengacu pada aturan baku mutu
yang sudah seharusnya direvisi. Baku Mutu Udara Ambien yang tercantum pada PP No. 41
Tahun 1999, peraturan ini sudah 20 tahun dan selama 20 tahun pengetahuan medis tentang
pencemaran udara bertambah angka yang dulu dianggap aman sudah tidak memenuhi lagi dan

10
parameter baru yang berbahaya pada kesehatan manusia, telah jauh dibawah baku mutu yang
ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Ambang batas yang ditetapkan oleh WHO
sudah jelas mempertimbangkan dampak kesehatan yang akan diderita oleh masyarakat akan
paparan polutan berbahaya setiap harinya.

Ambang batas yang digunakan oleh Kementerian LHK untuk partikulat debu halus
PM2.5 dalam durasi waktu 24 jam adalah 65 mikrogram/m3, di mana ambang batas aman yang
digunakan oleh WHO adalah 25 mikrogram/m3. Dengan kata lain, ambang batas yang selalu
diacu oleh Kementerian LHK hampir tiga kali lipat lebih lemah daripada WHO. Begitu pula
halnya dengan ambang batas polutan lainnya, seperti PM10 yang lebih lemah tiga kali lipat
dalam durasi pengukuran 24 jam, polutan NO2 yang lebih lemah dua kali lipat dibandingkan
standar aman WHO dalam durasi pengukuran 1 jam, dan polutan SO2 yang lebih lemah 15 kali
lipat dalam durasi pengukuran 24 jam. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat
yang terpapar oleh polutan-polutan ini setiap harinya. Kondisi ini membuat Kementerian LHK
akan selalu mempunyai pembenaran untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa kualitas udara
masih dalam kondisi baik atau sehat atau tidak berbahaya, padahal ambang batas yang ditetapkan
tidak dalam kondisi aman bagi kesehatan masyarakat sebagaimana telah dibuktikan oleh studi
dan bukti empiris dari seluruh dunia yang menjadi landasan standar global

WHO.

“Batas yang yang ditetapkan saat sebagai batas aman justru membahayakan kesehatan,
khususnya membahayakan kelompok sensitif seperti ibu hamil, balita, dan anak-anak, serta
kelompok lanjut usia,” ujar Hindun Mulaika dari Greenpeace Indonesia. “Fokusnya bukan ke
indeks, tapi konsentrasi. Sekarang ini momentum bagi KLHK memperketat baku mutu udara
ambien yang ada dengan tujuan utama melindungi kesehatan masyarakat Indonesia. Kami
dukung KLHK selesaikan revisi PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara,” ujar Margaretha Quina dari ICEL. Terlebih lagi, ISPU yang digunakan oleh KLHK
belum memperhitungkan PM 2.5 yang menjadi salah satu polutan paling mengancam bagi
kesehatan masyarakat, meningkatkan resiko berbagai penyakit, diantaranya jantung iskemik,
stroke, PPOK, infeksi saluran pernapasan bawah, ISPA, kanker paru, dan asma.

11
2.5 Dampak Parameter Debu

Debu fibrogenic seperti Kristal silica (free crystalline silica – FCS) atau asbestos adalah jenis debu
yang sangat beracun dan jika masuk kedalam paru-paru dapat merusak paru-paru dan
mempengaruhi fungsi atau kerja paru-paru.

Nuisance dust atau inert dust dapat didefinisikan sebagai debu yang mengandung kurang
dari 1% quartz (kuarsa). Karena kandungan silica yang rendah, nuisance dust hanya sedikit
mempengaruhi kesehatan paru-paru dan dapat disembuhkan jika terhirup. Akan tetapi jika
konsentrasi nuisance dust sangat tinggi diudara area kerja maka dapat mengurangi penglihatan dan
bisa menyebabkan masuk kedalam mata, telingga dan tenggorokan sehingga timbul rasa tidak
nyaman dan juga bisa menyebabkan luka pada kulit atau mucous membrane baik karena aksi
kimiawi atau mekanik. Dari sisi occupational health, debu diklasifikasikan menjadi tiga kategori,
yaitu:

• Respirable Dust
• Inhalable Dust
• Total Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat masuk kedalam
hidung sampai pada sistem pernapasan bagian atas dan masuk kedalam paru-paru bagian dalam.
Partikel yang masuk kebagian paru-paru bagian dalam atau sistem pernapasan bagian dalam secara
umum tidak bisa dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami (cilia dan mucous) maka
akibatnya partikel tersebut akan tinggal selama-lamanya didalam paru-paru.

Pelepasan debu secara berlebihan keudara dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan
juga masalah di industri tersebut, beberapa gangguan dan masalah tersebut diantaranya adalah:

• Bahaya kesehatan

• Penyakit pernapasan ditempat kerja

12
• Iritasi pada mata, telinga, hidung dan tenggorokkan

• Iritasi pada kulit


• Risiko dust explosion dan kebakaran

• Merusak peralatan

• Mengganggu penglihatan

• Bau yang tidak enak

• Masalah bagi komunitas sekitar pabrik

Paparan yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust yang berbahaya
(harmful) dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut pneumoconiosis. Penyakit ini
disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya debu mineral didalam paru-paru dan merusak
jaringan paru-paru. Pneumoconiosis adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan
oleh debu. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis adalah:

• Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kuarsa atau silca.
Kondisi paru-paru ditandai dengan nodular fibrosis (parut pada jaringan paru-paru),
mengakibatkan sesak napas. Silikosis adalah penyakit yang irreversible atau tidak bisa
disembuhkan, bahkan tahapan lanjut bersifat progresive meskipun sudah tidak terpapar lagi.

• Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh
penumpukan debu batubara didalam paru-paru yang membuat jaringan paru-paru menjadi
gelap atau hitam. Penyakit ini juga bersifat progresif. Meskipun nama penyakit ini banyak
dikenal sebagai penyakit paru hitam, namun nama resminya adalah pneumokoniosis pekerja
batubara (coal worker’s pneumoconiosis (CWP)).

• Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh serat
asbes. Dan penyakit ini juga bersifat irreversibel.

13
2.6 Kasus Terkini Pencemaran Udara Oleh Debu

Kasus dampak pencemaran udara oleh debu banyak terdapat di berbagai wilayah termasuk di
berbagai dunia, salah satunya terdapat di Dusun Lambolo, Desa Ganda Ganda, Petasia,
Morowali Utara, Sulawesi Tengah yang terdampak debu pembakaran batubara dari pabrik
smelter. Warga yang hidup di sekitar PLTU batubara merasakan udara mereka tercermar.
Selain asap, warga juga mengeluhkan suara bising perusahaan karena lokasi pabrik dan
pemukiman warga yang sangat dekat. Nelayan di desa Ganda Ganda pun mulai kesulitan
mencari ikan karena laut tercemar. Perusahaan ini sudah berdiri sejak 2013 sebagai
perusahaan smelter yang memproduksi ferro nikel (FeNi) sebagai bahan baku produksi
stainless steel dengan kapasitas 100.000 NPI/tahun. Kebutuhan bahan baku utama berupa
bijih nikel dipenuhi dari perusahaan tambang yang bersebelahan dengan lokasi smelter.

Apa yang dialami warga desa Ganda Ganda tak jauh berbeda dengan warga Suralaya, di
Banten yang hidup berdampingan dengan PLTU batubara yang pernah mengalami kejadian
hujan debu selama 30 menit di sekitar rumah pada akhir Februari 2021. Salah satu warga
menyadari hujan abu yang terjadi lebih parah dari biasanya karena ada kerusakan pada
cerobong PLTU Suralaya. Debu batubara ini juga membuat salah satu anak yang berusia 4
tahun dari warga Suralaya terdiagnosa menderita penyakit paru-paru pada 2019 juga adik
iparnya meninggal dunia karena penyakit yang sama di derita oleh anaknya.

Riset Universitas Harvard dan Greenpeace beberapa tahun lalu mengungkapkan kematian
dini ribuan sampai puluhan ribu orang adalah salah satu dampak pencemaran pembangkit
batu bara. Batu bara mengandung unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif. Ketika
batu bara dibakar di pembangkit listrik, unsur beracun ini terkonsentrasi pada hasil
pembakaran menjadi abu terbang dan abu padat. Ketika abu ini berinteraksi dengan air, unsur
beracun ini dapat terlindikan secara perlahan termasuk arsenic, boron, cadmium, hexavelant
kromium, timbal, merkuri, radium, selenium, dan thalium ke lingkungan.

14
Kajian dari Global Pacific Health pada 2017 menunjukkan bahaya FABA (fly ash dan bottom
ash) bagi anak-anak yang terpapar akan mengalami gangguan kesehatan dan gangguan tidur
yang signifikan, inflamasi pada jaringan paru, dan berujung pada kegagalan organ terkait
maupun kemampuan kognitif rendah. FABA bentuk partikulat kecil mudah terhirup dan
masuk ke jaringan paru-paru.

2.7 Upaya Pengendalian

Pengendalian debu (dust control) adalah proses pengurangan emisi debu dengan menggunakan
prinsip-prinsip enjineering. Sistem kontrol yang dirancang dengan baik, dirawat dengan baik dan
dioperasikan dengan baik akan dapat mengurangi emisi debu sehingga mengurangi paparan debu
berbahaya bagi pekerja. Pengendalian debu juga dapat mengurangi kerusakkan mesin, perawatan
dan downtime, peneglihatan yang baik (bersih) dan meningkatkan moral dan semangat kerja para
pekerja. Ada tiga sistem pengendalian paparan debu terhadap pekerja, yaitu:

1. Pencegahan – Pepatah mengatakan ” mencegah lebih baik daripada mengobati”.


Pencegahan terjadinya debu di area kerja juga dapat diterapkan. Meskipun dalam proses
produksi yang massal, dimana bahan baku atau produk yang digunakan menghasilkan
debu, maka tentu saja sistem pencegahan hampir tidak mungkin dilakukan. Namun jika
proses tersebut dirancang secara baik untuk memenimalkan debu, misalnya dengan
menggunakan sistem penanganan yang tidak menimbulkan debu, maka emisi debu dapat
dikurangi.

2. Sistem Kontrol – Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal, dan jika
masih terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan pengendalian atau
pengontrolan terhadap debu tersebut. Beberapa teknik pengendalian yang dapat dilakukan
adalah seperti dust collection systems, sistem pwet dust suppression systems, and airborne
dust capture through water sprays.

• Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap debu dari
sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan kedalam dust
collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.

15
• Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak digunakan adalah air,
tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu) untuk membasahi bahan yang bisa
menghasilkan debu tersebut sehingga bahan tersebut tidak cenderung menghasilkan debu.

• Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu yang timbul pada
saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia pengikat, semprotan harus membentuk
partikel cairan yang kecil (droplet) sehingga bisa menyebar diudara dan mengikat debu yang
berterbangan membentuk agglomerates sehingga turun kebawah.
3. Dilution Ventilation – teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada di
udara dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih. Secara
umum sistem ini masih kurang baik untuk kesehatan karena debu pada dasarnya masih
terdapat diudara, akan tetapi sistem ini bisa digunakan jika sistem lain tidak diijinkan untuk
digunakan.

Isolation – teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang
terkontaminasi, pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja kemudian di suplai
dengan udara bersih dari luar. Contoh Supplier air system.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa hubungan kualitas lingkungan
udara perkotaan (pajanan partikulat inhalabel PM10) dengan gangguan fungsi paruparu
pada manusia disimpulkan bahwa :

1. Debu PM10 di bawah NAB yang inhalabel ke dalam tubuh makhluk sosial adalah 84,6% dan
15,4% debu PM10 yang di atas NAB.

2. Makhluk sosial yang tidak mengalami gangguan fungsi paru-paru 66,7% dan yang
mengalami gangguan fungsi paru-paru 33,3%.

3. Terdapat hubungan signifikan antara kualitas udara dengan gangguan fungsi paru-paru.

3.2 Saran

Bagi masyarakat, agar memperhatikan penggunaan kendaraan dan perawatan


kendaraan agar dapat mencegah kerusakan lingkungan dari polusi emisi sumber bergerak
yang mengeluarkan gas emisi yang melebihi baku mutu dan dapat menjaga kebersihan
udara dengan melakukan 62 pemantauan kualitas udara sehingga masyarakat dapat
terhindar dari gangguan fungsi paru-paru.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://healthsafetyprotection.com/mengenal-debu-dust-dan-pengendaliannya-
dustcontrol/#:~:text=Debu%20atau%20Dust%20adalah%20partikel,atau%20pemukulan%20terh
adap %20benda%20padat.

http://repository.unmuhpnk.ac.id/868/2/BAB%201-6.pdf

https://www.mongabay.co.id/2021/03/24/cerita-warga-terdampak-debu-batubara-di-tengah-
kebijakan-limbah-faba-tak-masuk-b3/

18

Anda mungkin juga menyukai