Mengeksplorasi isi buku teks pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing yang sesuai
dari sudut pandang pengajar BIPA
Tata Survi
Balai Bahasa dan Budaya Indonesia Victoria - Tasmania
Simposium Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
23 – 24 Agustus 2017 di Jogjakarta, Indonesia
Latar belakang
Buku teks adalah sarana yang paling penting dan merupakan alat bantu yang harus
dimiliki dan dipakai oleh para peserta didik dalam konteks akademik dan para
pengajar BIPA menggunakan buku teks sebagai pondasi atau landasan yang
penting dalam kegiatan pengajaran mereka. Para peserta didik atau pelatihan
bahasa merasa sangat dipengaruhi oleh buku teks yang mereka gunakan, dan
melalui buku teks yang mereka gunakan, mereka berlatih bahasa yang mereka
pelajari. Dalam latihan-latihan tersebut, yang melibatkan unsur wicara,
mendengarkan, menulis dan menyimak, mereka secara tidak langsung mendapat
informasi tentang kebudayaan dari mana bahasa yang mereka sedang pelajari
tesebut berasal. Unsur-unsur budaya ini meliputi kehidupan sosial dan ekonomi,
seni dan sastera, agama dan kepercayaan, serta ragam bahasa dan budaya yang
beraneka-ragam.
Dengan cara yang sama, para peserta didik atau latih mengenal lebih jauh
kebudayaan masyarakat pemakai bahasa tersebut secara positif.
Kita semua sudah banyak mengetahui bahwa pengajaran dan pembelajaran bahasa
asing (atau bahasa kedua), dalam hal ini Bahasa Indonesia, adalah sebuah proses
sosial dan mengajar Bahasa Indonesia berarti juga mengajar budaya atau cara
hidup bangsa Indonesia yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar, bahasa resmi negara, Bahasa Pemersatu dan juga Bahasa Nasional.
Thanasoulas (2001) menyimpulkan bahwa kebudayaan dan komunikasi adalah dua
hal yang tidak terpisahkan karena “kebudayaan tidak mendikte siapa bisa
berbicara kepada siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi dilakukan.
Kebudayaan juga menentukan bagaimana orang menyimpulkan pesan, arti dari
sebuah pesan, dan juga kondisi dan lingkungan yang menentukan bagaimana
seharusnya sebuah pesan bisa atau tidak bisa disampaikan, ditangkap dan
dimengerti atau diintepretasikan.”
Dalam penulisan buku teks pengajaran Bahasa Indonesia (di Australia), ada
beberapa bagian penting yang perlu diperhatikan; Komunikasi, Kebudayaan,
Koneksi atau Hubungan (antara ide), Perbandingan dan Komunitas atau
Masyarakat.
Dalam kaitannya dengan salah satu aspek penting penulisan bahan ajar
Bahasa Kedua (BIPA), yaitu aspek komunitas atau masyarakat
pengguna Bahasa Kedua yang dipelajari (BIPA), peran penutur asli atau
masyarakat asli pengguna Bahasa Indonesia sangat penting.
Penutur asli mempunyai tanggungjawab moral yang besar. Apakah
badan-badan atau lembaga-lembaga ‘pemelihara/ penjaga’ Bahasa
Indonesia di Indonesia benar-benar memahami isu ini dan menjaga
nilai serta kaidah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional?
Bagaimana sikap masyarakat Indonesia pada umumnya pada Bahasa
Nasional mereka? Bagaimana peran serta pemerintah?
Para pengampu pelajaran BIPA di Australia acap kali frustrasi dengan
keadaan ini. Pembelajaran BIPA ‘in-country’, atau pembelajaran yang
menerapkan kunjungan untuk mempraktekkan secara langsung
keterampilan bahasa secara kognitif jarang bisa berjalan dengan baik
karena para penutur asli yang enggan berbicara bahasa mereka sendiri
atau lebih banyak menggunakan bahasa campuran (Inggris dan
Indonesia).
Baik para pengajar maupun para penulis bahan ajar BIPA, banyak di
antara mereka yang tidak saling mengenal dengan baik kebudayaan di
mana Bahasa Indonesia berasal atau untuk siapa bahan ajar BIPA akan
digunakan. Pengetahuan tentang kurikulum setempat dan muatan
kurikulum seharusnya diketahui den dikenal dengan baik sebelum
proses penulisan bahan ajar atau materi pengajaran ditulis dan
digunakan. Ini akan sangat berguna untuk menentukan apa saja topik-
topik yang sesuai digunakan dalam konteks komunikasi, kebudayaan,
koneksi perbandingan dan masyarakat atau komunitas yang
melatarbelakangi bahan ajar BIPA. Masukan-masukan berkala secara
teratur tentang perkembangan Bahasa Indonesia dan penggunaannya
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terkini akan banyak
membantu para pembelajar BIPA memahami konsep dan konteks
budaya masyarakat pemakainya secara benar, tepat dan positif. Tidak
ada jaminan bahwa penutur asli adalah pengajar yang paling efektif.
Penutur asli yang tidak memahami bagaimana menjembatani
pemahaman atau pengertian antar budaya (cross-cultural
understanding) tidak akan bisa melakukan transfer pemahaman
dengan efektif.
Kesimpulan
Penggunaan budaya dari mana suatu bahasa dipakai (baik secara umum maupun
khusus) sangat mempengaruhi cara berpikir pembelajar Bahasa Kedua. Semakin
jelas arti-arti bahasa yang khusus yang erat kaitannya dengan budaya, semakin
pentinglah nilai bahasa yang dipelajari tersebut bagi pembelajarnya. Dalam hal ini,
budaya tampil sebagai fondasi bahasa sebagai alat komunikasi.
Tamrin Subagyo
Abstrak
Dalam proses pengajaran BIPA tentunya ada praktik pengajaran yang sudah
berhasil diterapkan oleh masing-masing lembaga, termasuk di dalamnya praktik
terbaik yang telah diterapkan oleh para guru atau tenaga pengajar BIPA dalam
mengajarkan bahasa Indonesia bagi orang-orang Mesir. Praktik terbaik yang telah
diterapkan adalah penggunaan metode langsung dan metode terjemah dengan
menggunakan pendekatan komunikatif bagi pemelajar. Kedua metode ini
merupakan praktik terbaik yang telah diterapkan dalam pengajaran bahasa
Indonesia.
Adapun untuk pengembangan bahan ajar BIPA, tim pengajar BIPA di negara
Mesir menggunakan buku pegangan sekaligus buku ajar yang telah dibuat sendiri.
Buku ini terdiri dari 5 jilid untuk level 1 hingga level 6. Dalam pengembangan
bahan ajar BIPA tentunya sangat terkait erat dengan teknik pengajaran yang
diterapkan, muatan budaya dan juga muatan sastra dalam bahan ajar.
Sebaik apapun materi, sistem dan metode yang dicanangkan, tidak akan
bernilai guna di tangan seorang guru yang tidak cakap dan tidak memiliki jiwa
keguruan. Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada
metode, dan jiwa guru itulah yang paling penting. Selain itu penciptaan lingkungan
yang kondusif untuk selalu berbahasa Indonesia merupakan salah satu faktor
penting bagi pengembangan dan peningkatan bahasa Indonesia pemelajar BIPA.
Kata Kunci: pengajaran BIPA, praktik terbaik, bahan ajar, teknik pengajaran,
muatan budaya, muatan sastra
Pendahuluan
Bahasa adalah wujud identitas suatu bangsa. Mengenal bahasa berarti
mengenal bagian dari budaya bangsa. Bahasa secara langsung atau tidak langsung
memberikan deskripsi sekilas tentang budaya sebuah bangsa. Mengenalkan dan
menyebarkan bahasa kepada orang lain, secara tidak langsung juga memberikan
informasi mengenai budaya bagi pemilik bahasa. Semakin orang mengenal budaya
yang lain, maka dia akan semakin mudah dan cakap dalam berinteraksi dengan
pemilik bahasa tersebut.
Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dari hari ke hari
semakin bersinar dan menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
ditandai dengan terselenggaranya pengajaran BIPA di berbagai lembaga baik di
dalam maupun di luar negeri, tidak terkecuali di Mesir yang saat ini memiliki lebih
dari 368 pemelajar aktif. Namun, perlu disadari, bahwa secara objektif,
pembelajaran BIPA di Mesir berbeda dengan di negara lain.
Perbedaan itu terdapat pada kondisi awal pemelajar BIPA, budaya, bahasa,
dan lingkungan yang ada di sekitarnya, semuanya menuntut para pengajar untuk
mempersiapkan materi bahasa Indonesia yang akan diajarkan kepada mereka.
Pemilihan materi dan teknik penyampaian yang sesuai dengan kondisi yang ada
pada pemelajar BIPA dapat menjadi mengurangi atau menghilangkan kesulitan dan
kebosanan mereka dalam belajar.
Adapun untuk pengembangan bahan ajar, pada tahun 2009, tim pengajar
BIPA di negara Mesir di bawah bimbingan Prof. Dr. Sangidu, M. Hum. telah berhasil
menyusun buku ajar sekaligus buku pegangan sebanyak 5 jilid buku untuk 6 level
kursus BIPA. Untuk memenuhi kedalaman dan kreativitas isi buku ajar serta
kebutuhan pemelajar BIPA di negara Mesir, tim pengajar telah beberapa kali
merevisi buku ajar tersebut.
Pengembangan materi bahasa yang ada dalam buku ajar BIPA di Mesir
berdasarkan tingkat kemampuan pemelajar BIPA, yaitu (1) tingkat pemula (level 1
dan 2) menggunakan buku jilid 1 dan 2, (2) tingkat menengah (level 3 dan 4)
menggunakan buku jilid 3 dan 4, dan (3) tingkat lanjut (level 5 dan 6)
menggunakan buku jilid 5. Guna memenuhi kebutuhan pemelajar BIPA yang sudah
menyelesaikan jenjang kursus sampai level 6 kemudian ingin memperdalam
bahasa Indonesia untuk menjadi penerjemah atau pemandu wisata, BIPA Mesir
telah membuka kelas program khusus penerjemah dan pemandu wisata.
Buku ajar BIPA Mesir (dari jilid 1-4) terdiri dari 6 unit pembelajaran,
sedangkan buku jilid 5 terdiri dari 10 unit pembelajaran (5 unit pembelajaran
pertama untuk level 5 dan 5 unit pembelajaran terakhir untuk level 6). Adapun
materi bahasa yang terdapat pada setiap unit pembelajaran adalah a) membaca, b)
tata bahasa, c) kosakata, d) percakapan, e) menulis (mengarang), dan f) catatan
budaya. Sedangkan pada buku jilid 5 ada penambahan materi pembelajaran sastra
berupa pengenalan Peribahasa Indonesia yang terdapat pada setiap unit
pembelajaran sebelum memulai materi percakapan dan menulis.
Ada beberapa aspek sosial budaya yang bisa dimanfaatkan sebagai materi
ajar BIPA. Mustakim (2003) mengelompokkan materi budaya yang perlu disajikan
dalam buku BIPA yakni (1) benda-benda budaya, (2) gerak-gerak anggota badan,
(3) jarak fisik ketika berkomunikasi, (4) kontak pandang mata dalam
berkomunikasi, (5) penyentuhan, (6) adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat,
(7) sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, (8) sistem religi yang dianut
dalam masyarakat, (9) mata pencarian, (10) kesenian, (11) pemanfaatan waktu,
(12) cara berdiri, duduk, dan menghormati orang lain, (13) keramah-tamahan,
tegur sapa, dan basa-basi, (14) pujian, (15) gotong royong, (16) sopan santun.
Unsur-unsur budaya yang terdapat pada buku ajar BIPA Mesir telah dipilih
oleh tim pengajar sesuai dengan pembahasan setiap unit pembelajaran dan tujuan
pengajaran BIPA. Unsur budaya tersebut disampaikan dan dijelaskan secara
fleksibel, baik di dalam kelas yaitu ketika berlangsung proses belajar mengajar,
maupun di luar kelas yaitu melalui penayangan film Indonesia, praktik memasak
masakan khas Indonesia, penampilan seni (tari, pencak silat, musik), perlombaan
(lari kelereng, lari karung, memasukkan jarum ke dalam botol, tarik tambang,
cerdas cermat), wisata bersama, dan interaksi atau komunikasi.
Selain itu, untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Mesir,
KBRI Cairo, melalui PUSKIN (Pusat Kebudayaan Indonesia) juga telah membuka
kursus pelatihan pencak silat (Tapak Suci), kelas tari Bali, dan kelas musik (kecapi
dan angklung). Berikut ini adalah catatan budaya yang terdapat pada setiap buku
ajar BIPA Mesir dari level 1 sampai level 4:
A. Level 1
- Unit 1 ( Negara Kesatuan Republik Indonesia)
- Unit 2 (Etika/sopan santun)
- Unit 3 (Ungkapan pertemuan dan perpisahan)
- Unit 4 (Ragam isyarat masyarakat Indonesia)
- Unit 5 (Ucapan selamat dan doa dalam kesempatan tertentu)
- Unit 6 (Etika permisi dalam budaya Indonesia)
B. Level 2
- Unit 1 (Jamu, obat tradisional masyarakat Indonesia)
- Unit 2 (Budaya berbasa basi masyarakat Indonesia)
- Unit 3 (Etika di jalan raya)
- Unit 4 (Mengenal beberapa buah asli Indonesia)
- Unit 5 (Budaya makan orang Indonesia)
- Unit 6 (Permainan tradisional Indonesia)
C. Level 3
- Unit 1 (Suku-suku di Indonesia)
- Unit 2 (Masakan khas Indonesia)
- Unit 3 (Kondisi alam Indonesia)
- Unit 4 (Objek wisata Indonesia)
- Unit 5 (Rumah adat di Indonesia)
- Unit 6 (Presiden Indonesia dari masa ke masa)
D. Level 4
- Unit 1 (Nama-nama stasiun televisi dan situs berita di Indonesia)
- Unit 2 (6 jenis kopi yang terkenal di Indonesia)
- Unit 3 (Candi Prambanan dan Candi Borobudur)
- Unit 4 (Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta)
- Unit 5 (Makanan pokok masyarakat Indonesia)
- Unit 6 (Jenjang pendidikan formal di Indonesia)
Dengan adanya catatan budaya pada setiap unit buku ajar BIPA Mesir dan
kelas kursus budaya Indonesia diharapkan dapat memberikan informasi dan
mengenalkan budaya masyarakat Indonesia kepada pemelajar BIPA baik
masyarakat Mesir ataupun warga negara asing yang tinggal di Mesir sehingga
terwujud pemelajar BIPA yang mahir berbahasa Indonesia dan paham akan
keragaman budaya masyarakat Indonesia.
Menyangkut muatan sastra pada buku ajar BIPA Mesir, materi muatan sastra
baru ditambahkan pada buku jilid 5. Peribahasa Indonesia mulai diajarkan kepada
pemelajar BIPA yang sudah mencapai level lanjut (5 dan 6). Materi peribahasa ini
diajarkan pada setiap unit pembelajaran pada buku jilid 5 sebelum memulai
pelajaran percakapan dan menulis. Muatan sastra yang lain, seperti puisi dan
pantun juga mulai diajarkan kepada pemelajar BIPA, tapi hanya sebatas
pengenalan dan sebagai tambahan informasi bagi mereka. Adapun pendalaman
dalam pengajaran muatan sastra kepada pemelajar BIPA di Mesir belum banyak
mendapatkan perhatian.
Hal di atas sesuai dengan pendapat (Hoed, 1995, dalam Suyitno, 2010) yang
menyatakan bahwa program BIPA bertujuan untuk (1) mengikuti kuliah di
perguruan tinggi Indonesia, (2) membaca buku dan surat kabar guna keperluan
penelitian, dan (3) berkomunikasi secara lisan dalam kehidupan sehari-hari di
Indonesia. Mengingat tujuan pemelajar BIPA di atas, maka pengembangan bahan
ajar, metode, pendekatan, dan teknik pembelajaran menjadi perhatian utama bagi
tim pengajar BIPA Mesir.
Ihwal Pembelajaran BIPA dengan metode langsung dan terjemah serta teknik
pengajarannya di Mesir.
Kondisi lingkungan dan kualifikasi pemelajar asing seperti yang ada di Mesir
ini menjadikan tim pengajar BIPA Mesir menggunakan metode dan teknik
pengajaran yang bervariasi. Adapun metode yang telah digunakan oleh pengajar
dalam pembelajaran BIPA adalah metode langsung yang dikombinasikan dengan
metode terjemah (metode dwi bahasa) melalui pendekatan komunikatif.
Ada beberapa faktor pendukung diterapkannya gabungan metode langsung
dan terjemah ini, diantaranya adalah: 1) kandungan kosakata bahasa Indonesia
banyak yang berasal dari bahasa Arab, yaitu sekira 1.492 kata (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 1996) atau sekira 1.971 kata (Syamsul
Hadi, 2015) sehingga kata serapan dari bahasa Arab yang telah menjadi kosakata
bahasa Indonesia lebih mudah diterima dan dipelajari oleh pemelajar, 2)
banyaknya persamaan struktur pola kalimat bahasa Indonesia dan bahasa Arab
memudahkan pemelajar BIPA dalam menguasai struktur bahasa Indonesia karena
semakin dekat kesenjangan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia akan
semakin mudah dalam proses pembelajarannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Grabe, 1986, dalam Imam Suyitno, 2010) bahwa problem belajar bahasa asing
muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistik dan sosiokultural dari
bahasa pertama dan bahasa target, 3) pengucapan atau pelafalan kosakata bahasa
Indonesia sesuai dengan tulisannya. Hal ini memudahkan pemelajar dalam
mendengar, berbicara, membaca dan menulis bahasa Indonesia.
Tujuan, materi, metode dan teknik pengajaran BIPA tidak akan bermanfaat dan
terwujud dengan baik tanpa keberadaan seorang guru yang ikhlas dalam mengajar
BIPA. Dalam pepatah dikatakan: "Teknik mengajar lebih penting daripada materi,
dan guru lebih penting daripada teknik mengajar, sedangkan jiwa guru adalah hal
yang paling penting dalam proses pembelajaran.”
5. Penutup
Materi bahan ajar yang digunakan harus sesuai dengan kondisi pemelajar
dan keadaan lingkungan sekitarnya. Pemilihan dan pemberian materi yang tidak
tepat bisa menyebabkan kebosanan dan kesulitan pada pemelajar BIPA. Muatan
budaya dan muatan sastra juga harus disajikan dalam bahan ajar karena keduanya
merupakan komponen penting dalam peningkatan berbahasa pemelajar BIPA dan
menambah wawasan budaya mereka.
Abdullah, Abdul Karim. جمالة النص األدبي ومدى نجاعته في تعليم العربية للناطقين بغيرها. Diunduh dari
tulisan terkini.com, tanggal 11 Juli 2017.
Daud, Mohamed, Mohamed. 2016. ومتى تموت؟.. كيف تحيا؟،اللغة Giza: Nahdet Misr
Publishing.
Hadi, Syamsul. 2014. Kata-Kata Arab dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
L.G. Alexander. 1994. New Concept English, dalam Dihyatun Masqon, 2012. اللغة
) تعليمها وتعلمها في إندونيسيا الحديثة(قراءة واقعية نموذجية:العربية
Lightbown, M. Pasty dan Spada, Nina. 1993. How Language are Learned. Hong
kong: Oxford University Press.
Mulyono, Iyo. 1999. Struktur Pasif Persona: Bahan Ajar Keterampilan Berbicara bagi
Pembelajar Penutur Asing Level Lanjut (Advanced).Makalah yang disajikan dalam
KIP-BIPA III UPI Bandung 11-13 Oktober 1999. Dalam Maya Rezita Prinkhasari.
Paham Budaya dan Mahir Berbahasa Indonesia bagi Penutur Asing Tingkat Lanjut.
Makalah diunduh pada tanggal 9 Juli 2017.
Masqon, Dihyatun. 2012. ) تعليمها وتعلمها في إندونيسيا الحديثة(قراءة واقعية نموذجية: اللغة العربيةMakalah
di Jurnal Tsaqofah. Vol. 8, No. 1, April 2012.
Patel, M.F. Dr. dan Jain, M. Pavin. 2008. English Language Teaching:Methods, Tools
& Techniques. Jaipur: Sunrise Publishers & Distributors.
Suyitno, Imam. 2007. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur
Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar. Wacana vol. 9 No, April
2007 (62-78).
Widodo Hs. 2001. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model
Tutorial.
Pengajaran BIPA di Thailand
Siriporn Maneechukate
Fakultas Liberal Arts, Universitas Maejo, Chiang Mai, Thailand
Abstrak
Saya sebagai dosen BIPA di Thailand yang telah mengajar selama tujuh
tahun menemukan tiga faktor yang harus diutamakan dalam pengajaran dan
pembelajaran BIPA, yaitu pengajar, pelajar, dan prosesnya. Pengajar dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengajar sebagai penutur asli dan pengajar
sebagai penutur asing. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pengajar sebagai penutur asli memiliki kelebihan akan sumber Bahasa Indonesia
dalam 4 keterampilan (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan budaya
yang lebih efektif sedangkan pengajar sebagai penutur asing (pengajar orang Thai)
memiliki kekurangan pada hal itu. Namun, pengajar sebagai penutur asli memiliki
kekurangan dalam hal cara menjelaskan, terutama tata bahasa. Kekurangan
tersebut bukan merupakan masalah langsung dari pengajar itu sendiri, tetapi
kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan dari pelajar yang kurang mampu
berbahasa Inggris yang digunakan oleh pengajar. Kekurangan tersebut dapat
diatasi oleh pengajar sebagai penutur asing (penutur Thai). Pelajar sendiri
menghadapi masalah ketika belajar bahasa Indonesia. Mereka mengalami
kesulitan dalam melafalkan huruf awal dan huruf akhir bahasa Indonesia yang
tidak ada dalam bahasa Thai. Bahkan, mereka juga dipengaruhi oleh bahasa
Inggris. Proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif bagi pengajar supaya
hasil cepat tercapai, yaitu ”contrastive analysis”. Selain itu, tips untuk
memudahkan pengajaran dan pembelajaran adalah dengan menggunakan analogi,
pemahaman kata serapan bahasa Sanskerta yang sama dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Thai, dan pemahaman peribahasa yang sama dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Thai. Namun, persamaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan budaya
antara bahasa Indonesia dan bahasa Thai menjadi hal menguntungkan bagi pelajar
Thai untuk belajar bahasa Indonesia dengan mudah.
Pengajaran BIPA di Thailand
Pendahuluan
Cara terbaik belajar bahasa asing untuk memperoleh hasil yang baik ialah
dengan menghadapi kenyataan langsung dengan tinggal di negara yang
menggunakan bahasa tersebut. Kita bisa belajar bahasa tersebut kapan saja kita
ingin. Namun, cara tersebut tidak dapat diikuti oleh semua orang. Oleh karena itu,
belajar bahasa asing di negara tempat tinggal pelajar menjadi pilihan lain,
walaupun cara tersebut tidak secepat belajar di negara di mana bahasa tersebut
dipakai.
Pengajar
Pengajar BIPA, pada awalnya, hanya ada saya hingga tahun 2012. Dosen
BIPA dari Indonesia (Ibu Suci Sundusiah) dikirim untuk membantu saya selama 3
bulan. Tahun selanjutnya universitas sempat menerima dosen BIPA secara
kontrak. Pengajar sebagai penutur asli dan pengajar sebagai penutur asing masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengajar sebagai penutur asli
memiliki kelebihan akan sumber Bahasa Indonesia dalam 4 keterampilan
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan budaya yang lebih efektif
sedangkan pengajar sebagai penutur asing (pengajar orang Thai) memiliki
kekurangan pada hal itu. Namun, pengajar sebagai penutur asli memiliki
kekurangan dalam hal cara menjelaskan, terutama tata bahasa. Kekurangan
tersebut bukan merupakan masalah langsung dari pengajar itu sendiri, tetapi
kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan dari pelajar yang kurang mampu
berbahasa Inggris yang digunakan oleh pengajar. Kekurangan tersebut dapat
diatasi oleh pengajar sebagai penutur asing (penutur Thai). Saya, sebagai dosen
senegara dengan pelajar yang pernah menjadi mahasiswa BIPA, pernah mengalami
masalah ketika belajar BIPA bahkan dapat mengamati ciri-ciri bahasa Indonesia.
Saya mengumpulkan masalah dan hasil mengamati tersebut sebagai bahan
mengajar BIPA kemudian membuat buku bahasa Indonesia 1 dan 2 lalu membuat
6 mata kuliah, yaitu Bahasa Indonesia dasar 1, bahasa Indonesia dasar 2,
percakapan dan menyimak 1, membaca 1, menulis 1, dan bahasa, masyarakat, dan
budaya Indonesia. Selain itu saya juga membuat artikel dan penelitian. Penelitian
yang pernah saya buat, yaitu Kata Serapan Bahasa Sanskerta dalam Bahasa
Indonesia dan Bahasa Thai Sebagai Bahan Pengajaran Bahasa dimuat di Jurnal
Kependidikan UNY dan Pandangan Dunia Orang Indonesia dari Peribahasa dimuat
di Jurnal Liberal Arts, universitas Maejo, Chiang Mai, Thailand. Dua penelitian
tersebut dapat saya gunakan sebagai bahan pengajaran BIPA.
Pelajar
Pelajar Thai tidak berbeda dengan pelajar di negara lain. Mereka lebih
tertarik bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Mandarin,
dan bahasa Korea. Oleh karena itu untuk mata kuliah bahasa Indonesia belum
banyak jumlah yang tertariknya. Berikut ini adalah jumlah pelajar BIPA yang
pernah saya ajarkan.
Jumlah pelajar BIPA
Tahun Universitas Naresuan Universitas Maejo
2001 14
2002 1
2003 2
2004 5
2011 14
2012 29
2013 113
2014 -
2015 65
2016 13
2017 -
Kata serapan bahasa Sanskerta yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Thai
Contoh :
Bahasa Indonesia Bahasa Thai
aneka ane:k
giri khi:ri:
kencana ka:ncana:
kepala kaba:n
loba lo:p
madu mathu
mega me:k
nila nin
suami sa:mi:
warna wan
sama som
Peribahasa yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Thai.
Contoh :
Air mata jatuh ke dalam
Tak termakan oleh anjing kata-katanya
Licin bagai belut
Seperti harimau menyembunyikan kuku
Bagaikan bumi dan langit
Buah jatuhnya tak akan jauh dari pohonnya
Air di daun keladi
Jam terbang tinggi
Simpulan
Salah satu permasalahan untuk belajar bahasa asing ialah interferensi dari
bahasa ibu. Maka Contrastive analysis bisa mengurangi masalah tersebut.
Persamaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan budaya antara bahasa Indonesia dan
bahasa Thai menjadi hal menguntungkan bagi pelajar Thai untuk belajar bahasa
Indonesia dengan mudah.
PENGAJARAN BAHASA INDONESIA DAN PERMASALAHAN
TERHADAP BAHAN AJAR DI VIETNAM
1. Pengantar
Sebelum menjadi anggota resmi ASEAN pada tahun 1995, tahun 1993
Jurusan Studi Asia Tenggara dibuka di beberapa universitas di Vietnam, misalnya
Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora – Universitas Nasional ibukota HaNoi,
Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora – Universitas Nasional kota Ho Chi Minh,
Universitas Terbuka Kota Ho Chi Minh, kemudian tahun 2002 di Universitas Hong
Bang kota Ho Chi Minh. Di antara bahasa-bahasa Asia Tenggara, selain bahasa Thai,
bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa penting yang harus diajarkan di
Program Studi Asia Tenggara di Universitas-universitas Vietnam sebagai bahasa
asing kedua selain bahasa Inggris. Bahasa Indonesia diajarkan dalam selama empat
sampai delapan semester. Setelah selesai kelas bahasa Indonesia, mahasiswa bisa
mencapai tingkat menengah dan bisa berkomunikasi sehari-hari dalam bahasa
Indonesia. Akan tetapi, karena beberapa alasan yang berbeda-beda kelas bahasa
Indonesia tidak banyak dipertahankan di Vietnam, sampai sekarang kelas bahasa
Indonesia hanya dipertahankan di University of Social Sciences and Humanities
(USSH) – Vietnam National University, Ho Chi Minh City di Vietnam Selatan, dan
sekaligus Universitas ini adalah universitas satu-satunya di Vietnam yang
mempunyai Jurusan Studi Indonesia dan bahasa Indonesia diajarkan sebagai
bahasa asing.
Di USSH, sejak tahun akademik 2005-2006, bahasa Indonesia di Jurusan
Studi Asia Tenggara - Fakultas Ilmu Ketimuran diangkat sebagai bahasa asing
pertama yang sebelumnya bahasa asing kedua yang diajarkan. Oleh karena itu,
awal tahun 2016 Jurusan Studi Indonesia telah didirikan secara resmi di
universitas ini. Bagi mahasiswa Jurusan Studi Indonesia, bahasa Indonesia
diajarkan mulai dari semester pertama sampai semester kedelapan. Jumlah sks
bahasa Indonesia yang diajarkan di Program Studi Indonesia mencapai 60 sks
dalam total 145 sks kurikulum sarjana strata 1. Pola pengajaran bahasa Indonesia
di USSH adalah discrete language skill, dengan kata lain, kelas bahasa Indonesia
dibagi berdasarkan keterampilan bahasa seperti membaca, mendengarkan,
berbicara, dan menulis. Selain itu, juga ada mata kuliah khusus seperti bahasa
Indonesia di bidang bisnis, bahasa Indonesia di bidang pariwisata, bahasa
Indonesia di bidang perkantoran, pengantar kebudayaan Indonesia. Program
bahasa Indonesia di Vietnam tingkat kemampuannya didesain/dirancang
berdasarkan CEFR (Common European Framework of Reference). Di semester
pertama dan kedua, bahasa Indonesia diajarkan di tingkat dasar setara dengan
tingkat A1 dan A2 CEFR; di semester ketiga dan keempat, bahasa Indonesia
diajarkan di tingkat menengah setara dengan tingkat B1 dan B2 CEFR; di semester
kelima dan keenam, bahasa Indonesia diajarkan di tingkat melanjut 1 setara
dengan tingkat C1 CEFR; dan di semester tujuh dan kedelapan, bahasa Indonesia
diajarkan di tingkat melanjut 2 setara dengan tingkat C2 CEFR.
1
http://dynidirgantara.blogspot.com/2013/02/mengintip-perkembangan-bahasa-indonesia.html
2
https://www.deliknews.com/2016/04/10/warga-vietnam-mayoritas-berbahasa-indonesia/
belajar bahasa Indonesia di Vietnam belum banyak. Mungkin alasannya adalah
bahasa Indonesia belum populer seperti bahasa Inggris atau bahasa Mandarin. Jadi,
di Vietnam tidak banyak universitas yang mempunyai kelas bahasa Indonesia.
Sekitar dekade yang lalu, beberapa universitas di Vietnam yang mempunyai kelas
bahasa Indonesia, tetapi sampai sekarang hanya University of Social Sciences and
Humanities (USSH) – Vietnam National University, Ho Chi Minh City di Vietnam
Selatan yang masih mempertahankan kelas bahasa Indonesia.
Tabel 1:
1 1995 - 1999 33
2 1996 - 2000 24
Total 57
Tabel 2:
Jumlah pelajar bahasa Indonesia di Universitas Hong Bang kota Ho Chi Minh
1 2003 - 2007 16
2 2005 - 2009 14
3 2007 - 2011 09
Total 39
Tabel 3:
1 1993 - 1997 14
2 1995 - 1999 09
3 1996 - 2000 17
4 2002 - 2006 15
5 2005 - 2009 18
6 2006 - 2010 12
7 2008 - 2012 15
8 2010 - 2014 17
9 2011 - 2015 18
10 2012 – 2016 23
11 2013 - 2017 24
12 2014 - 2018 22
13 2015 - 2019 23
14 2016 - 2020 20
Total 247
Dari data dalam tabel-tabel di atas, dapat dikatakan bahwa peminat bahasa
Indonesia di Vietnam Selatan lebih banyak apabila dibandingkan dengan Vietnam
Utara dan semakin banyak peminat belajar bahasa Indonesia di Vietnam Selatan.
Data tersebut diambil dari jumlah mahasiswa dalam kelas bahasa Indonesia di
University of Social Sciences and Humanities (USSH) – Vietnam National
University, Ho Chi Minh City. Dari tahun akademik 1993-1997 s/d tahun akademik
2011 – 2015, jumlah mahasiswa di kelas bahasa Indonesia kira-kira 15 mahasiswa.
Akan tetapi, dari tahun akademik 2012 – 2016 s/d tahun akademik 2016 – 2020
jumlah mahasiswa di kelas bahasa Indonesia kira-kira 22,4 mahasiswa. Selain itu,
sekarang di Vietnam Selatan semakin banyak orang belajar bahasa Indonesia untuk
keperluan pekerjaan sebagai pemandu wisata dengan versi bahasa Indonesia
maupun sebagai pegawai kantor, serta pekerjaan lain yang berkaitan dengan
Indonesia.
3
https://beehyeni.wordpress.com/2010/05/31/bahasa-indonesia-jadi-bahasa-resmi-di-vietnam/
belajar bahasa Indonesia, program BSBI (3 bulan) untuk belajar kesenian, program
KNB (3 tahun) untuk belajar S2. Program-program beasiswa tersebut salah satu
alasan yang menggalakkan dan memotivasi mahasiswa Vietnam utnuk memilih
kelas bahasa Indonesia.
Awalnya, karena tidak ada bahan ajar, kami telah memakai buku-buku yang
berasal dari luar negeri seperti di Indonesia atau Australia untuk mengajarkan,
misalnya “How to master the Indonesian language” dan “The easy way to master
the Indonesian language” karangan A.M. Almasier, “Dynamic conversations” dan
“Idiomatic conversations” karangan Cecilia G. Samekto dan “Survival Indonesian –
Daily bahasa Indonesia for foreigners” karangan Tina Mariana dll. Akan tetapi,
buku-buku tersebut pelajarannya juga tidak banyak dan isinya juga kurang
menarik, kata-kata yang digunakan untuk pelajaran-pelajaran dalam buku-buku
tersebut juga sudah lama. Dengan demikian itu, buku-buku tersebut sekarang tidak
dipakai lagi untuk mengajarkan di Vietnam.
4
Dwinta Octiara, M. Thoha B. Sampurna Jaya, Darsono Darsono (2017), “Pengembangan bahan ajar
IPS untuk meningkatkan keterampilan sosial di kelas VII SMP”, Jurnal Studi Sosial, Vol 5, No 2
(2017).
discrete language skill. Dengan kata lain, kelas bahasa Indonesia dibagi
berdasarkan keterampilan bahasa seperti Membaca, Mendengarkan, Berbicara,
dan Menulis. Selain buku-buku tersebut, setiap tahun kami juga menyusun materi
bahasa Indonesia yang isisnya ada yang diambil dari buku-buku tersebut dan juga
ada yang diambil dari internet sebagai bahan pelajaran bahasa Indonesia untuk
mahasiswa Vietnam. Dapat dikatakan bahwa sampai sekarang bahan pelajaran
untuk mata kuliah Membaca dan Tatabahasa bahasa Indonesia untuk mahasiswa
lumayan cukup, tetapi bahan pelajaran untuk mata kuliah Mendengarkan,
Berbicara, atau mata-mata kuliah khusus seperti bahasa Indonesia di bidang bisnis,
perkantoran, pariwisata dan lain-lain sangat kurang.
Selain itu, media pembelajaran untuk belajar bahasa Indonesia juga hampir
tidak ada. Misalnya, untuk mengajarkan mata kuliah Mendengarkan, kami
mengambil sumber materi dari internet, televisi, radio atau video clip yang
diedarkan di internet. Sumber-sumber tersebut tidak sistematis, topiknya juga
tidak banyak. Kadang-kadang rekamannya tidak jelas dan tidak bagus. Ada
kesempatan kami juga meminta orang Indonesia di Vietnam untuk membuat
rekaman tetapi kualitasnya juga tidak bagus dan tidak banyak.
4. Penutup
4.1. Simpulan
4.1.1 Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan dari
awal di Vietnam sejak pemerintah Vietnam saat adanya kebijakan reformasi (Doi
moi) agar mencukupi kebutuhan hubungan luar negeri dan hubungan perdagangan
antara Vietnam dengan Indonesia.
5
Wisnu Agung Pradana (2016), Laporan akhir program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di
University of Social Sciences and Humanities kota Ho Chi Minh, Vietnam. PPSDK, Badan pengembangan dan
pembinaan bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudaya.
4.1.4 Kurang tersedianya bahan ajar bahasa Indonesia sehingga belum
mencukupi kebutuhan pembelajaran di kelas. Bahan ajar yang dipakai sekarang ini
hanya disusun untuk keperluan pembelajaran di kelas dan latihan para
mahasiswanya, akan tetapi belum dipublikasikan. Bahan ajar tersebut dianggap
belum maksimal karena belum disusun dengan baik dan disunting untuk
diterbitkan secara resmi.
4.2. Saran
6
Wisnu Agung Pradana (2016), Laporan akhir program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di
University of Social Sciences and Humanities kota Ho Chi Minh, Vietnam. PPSDK, Badan pengembangan dan
pembinaan bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudaya.
kesempatan kepada para mahasiwa dapat berinteraksi dengan orang Indonesia
atau bahkan belajar budaya Indonesia secara langsung. Oleh karena itu, kami
berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terus mempertahankan
program Darmasiswa untuk mahasiswa Vietnam. Selain itu, akhir-akhir ini USSH
telah menandatangani MoU dengan banyak universitas di Indonesia dan kami juga
berharap mahasiswa Vietnam akan mendapat banyak beasiswa dari universitas-
universitas ini.
Daftar Pustaka
Abstrak
Lebih kurang lima puluh ribu orang Korea menetap di Indonesia, terutama
di DKI Jakarta dan sekitarnya. Mereka merupakan komunitas asing yang paling
besar di Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah pegawai perusahaan Korea
yang membuka kantor cabangnya di Indonesia. Perusahaan Korea ini biasanya
mengirimkan pegawai-pegawainya yang sudah menguasai bahasa Indonesia dan
mengenal budaya Indonesia. Hal ini masuk akal karena menguasai bahasa dan
mengenal budaya setempat menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi
sukses-tidaknya suatu proyek perusahaan. Dalam konteks ini, lulusan Program
Studi Melayu-Indonesia (PSMI) disambut baik oleh perusahaan-perusahaan itu
karena mereka sudah menguasai bahasa Indonesia dan mengenal budaya
Indonesia. Faktor tersebut mendorong kalangan akademik PSMI di Korea untuk
bekerja keras dan meneliti metode pembelajaran bahasa Indonesia yang lebih
mantap. Pihak PSMI sudah beberapa kali merombak kurikulum untuk
menyesuaikan tuntutan masyarakat yang penuh tantangan. Sudah lama pihak
PSMI HUFS berusaha memasukkan unsur budaya Indonesia dalam mata
pelajaran yang diajarkannya. Mengingat anak-anak zaman sekarang ini sejak
kecil sudah terbiasa dengan komputer dan situs web, teknologi canggih perlu
diterapkan untuk mengembangkan sarana pembelajaran di sekolah, khususnya
dalam bidang pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, “Pembelajaran Bersayap”
(Flipped Learning) yang merupakan salah satu sayap smart learning perlu
diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Kata Kunci: pembelajaran Bahasa Indonesia, budaya, Flipped Learning
I. Pendahuluan
Fakta menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 50 ribu orang Korea menetap
di Indonesia. Ini menjadikan masyarakat Korea sebagai masyarakat asing paling
besar di Indonesia. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pegawai di
perusahaan Korea yang membuka kantor cabangnya di Indonesia. Pihak
perusahaan biasanya mengirim para pekerja yang sudah menguasai bahasa
Indonesia dan sudah mengenal latar belakang budaya Indonesia. Pernah ada
kabar bahwa pihak pemerintah Indonesia bakal mengeluarkan peraturan bahwa
orang asing yang ingin mendapat visa pekerja harus mengikuti ujian kemahiran
berbahasa Indonesia.
Tidak berlebihan jika dikatakan menguasai bahasa dan mengenal budaya
setempat menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi sukses-tidaknya sebuah
proyek perusahaan. Dalam konteks ini, lulusan PSMI disambut baik di setiap
perusahaan karena mereka sudah menguasai bahasa Indonesia dan mengenal
budaya Indonesia. Beberapa perusahaan konglomerat Korea juga menguji
kemahiran berbahasa Indonesia para pegawainya sebagai salah satu syarat naik
pangkat, karena mereka menganggap bahwa bertutur dalam bahasa Indonesia
dengan baik penting bagi pelaksanaan tugas mereka di Indonesia. Perkembangan
seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat Korea semakin berminat kepada
Indonesia dalam berbagai bidang.
Selain menguasai bahasa, dapat dikatakan bahwa mengenal budaya
Indonesia juga amat penting dalam pelaksanaan proyek mereka di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dicegah timbulnya masalah yang tidak diinginkan, yang
sebenarnya berakar dari perbedaan latar budaya, nilai filsafat kehidupan dan etika
kerja. Kalangan akademik PSMI di Korea sudah beberapa kali merombak
kurikulum pengajaran agar lebih efisien dan sesuai dengan keperluan masyarakat.
Dalam pada itu, metode “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning) sudah mulai
diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi Korea.
Metode ini berguna baik untuk para pelajar maupun untuk pengajar karena
menunjukkan hasil yang lebih bermutu dibandingkan dengan pembelajaran bahasa
yang dijalankan dengan cara lazim dan biasa.
II. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Korea
Bahasa Indonesia mulai diajarkan di perguruan tinggi Korea secara resmi
sejak tahun 1964. Pada tahun itu, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS),
Seoul, membuka Jurusan Bahasa Indonesia dan menerima 53 orang mahasiswa.
Pada tahun berikutnya, nama jurusan ini diubah menjadi Program Studi Melayu-
Indonesia (PSMI) untuk mewadahi studi Malaysia juga. Pada tahun 1982, HUFS
membuka kampus kembar di luar kota Seoul, yaitu di daerah Yongin, yang terletak
50 kilometer di sebelah tenggara kota Seoul. Saat ini, PSMI di kampus Seoul
menerima 30 orang mahasiswa baru dan kampus Yongin menerima 40 orang
mahasiswa setiap tahun.
Pada tahun yang sama, Busan University of Foreign Studies (BUFS) di Busan
membuka Prodi Indonesia-Malaysia dengan jumlah 50 orang mahasiswa setiap
tahun. Dan, Sungsim Junior College of Foreign Studies di Busan pula membuka
jurusan tersebut pada tahun 1992 yang menerima 120 orang mahasiswa setiap
tahun. Pusat kajian tinggi ini kemudian bergabung dengan Youngsan University
(YSU) dan nama jurusan juga diubah menjadi Dept. of ASEAN Business, meliputi
studi Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. YSU menerima 40 orang pelajar setiap
tahun. Secara keseluruhan, sejumlah 160 orang mahasiswa baru diterima di
bawah Program Studi Melayu-Indonesia di perguruan tinggi Korea setiap tahun.
Perkembangan baik terjadi di kampus HUFS ketika para mahasiswa dari
jurusan lain ingin mengambil PSMI sebagai jurusan kedua mereka (2nd majoring).
Di HUFS, para mahasiswa dibolehkan mengambil bidang lain sebagai jurusan
kedua. Mereka perlu mendapat 45 SKS untuk setiap jurusan sebagai syarat lulus.
Jika ditinjau dari segi ini, PSMI yang selama ini tidak begitu populer di kalangan
mahasiswa dapat dikatakan dewasa ini mendapat perhatian khusus dari kalangan
mahasiswa. Tahun ini sebanyak 130 orang mahasiswa jurusan lain mengambil
PSMI sebagai jurusan kedua. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah mahasiswa
di PSMI sendiri di Kampus Seoul, HUFS.
Dosen tetap di PSMI di Korea berjumlah 11 orang. HUFS mempunyai enam
orang dosen, BUFS mempunyai tiga orang dosen, dan YSU mempunyai dua orang
dosen. Di samping itu, lebih kurang 30 orang dosen sementara yang mengajar
bahasa, sastra, dan budaya Indonesia dan bidang lain. Bidang penelitian para
dosen di PSMI bervariasi. Dapat dikatakan bahwa menguasai bahasa Indonesia
saja dianggap belum cukup menjadikan lulusan HUFS sebagai seorang ahli
Indonesia. Dengan latar belakang ini berbagai mata pelajaran perlu diajarkan di
perguruan tinggi Korea. Untuk menanggapi keperluan ini, para dosen di PSMI
HUFS mengambil berbagai bidang kajian, yaitu linguistik, sastra, sejarah,
sosiologi, ekonomi, politik, dan lain-lain. Selain staf pengajar Korea, ada juga
dosen tamu yang diundang dari Indonesia, yang mengajar bidang-bidang yang
berhubungan dengan Indonesia seperti bahasa, sastra, budaya.
Pihak HUFS mengundang dosen tamu dari Indonesia mulai tahun 1966.7 Kini,
HUFS mengundang tiga orang tenaga pengajar dari Indonesia, dan dua orang dari
Malaysia. Mereka biasanya bertugas selama dua tahun. Selama ini sebagian besar
dosen tamu yang diundang ke Korea mengajar bahasa dan sastra Indonesia. Akan
tetapi, baru-baru ini tenaga pengajar yang mengajar bidang lain seperti budaya
dan filsafat juga diundang ke HUFS. Gejala ini membuktikan bahwa selain bahasa
dan sastra, bidang lain juga perlu diajarkan kepada para mahasiswa di PSMI HUFS.
Tidak dapat dinafikan bahwa dosen tamu yang pernah diundang ke Korea ini
berjasa dan memegang peran penting dalam perkembangan PSMI HUFS,
khususnya dalam pembelajaran bahasa, sastra, dan budaya Indonesia.
7
Dosen tamu yang pernah diundang ke HUFS antara lain Ibu Sundari, Bapak Imran Abdullah, Bapak Rachmat
Djoko Pradopo, Bapak Tri Mastoyo dari Universitas Gadjah Mada, dan Bapak Paulus J. Mitang, Ibu Soraya Saleh,
Bapak Djoko Kencono, Ibu Indera, Bapak Ibnu Wahyudi, Bapak Tomy Christomy, Bapak Maman S. Mahayana
dari Universitas Indonesia, dan Bapak Tengsoe dari Universitas Negeri Surabaya.
diubah ke Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Demikian juga beberapa fakultas
serupa di beberapa perguruan tinggi lain.
Budaya merupakan satu konsep yang amat luas sehingga lahir berbagai
tanggapan tentang konsep ini. Istilah ‘budaya’ berkaitan dengan kata-kata ‘adab’
atau ‘peradaban’. Oleh karena itu, seorang yang beradab bermakna: (a) seorang
cerdik pandai, intelektual yang berpendidikan baik, terutama dalam bidang
bahasa dan sastra, seni suara; (b) seseorang yang santun. Mereka yang beradab
biasa dianggap mempunyai peradaban. Budaya dapat dikatakan mengandung
unsur-unsur kebatinan atau kerohanian, yaitu unsur-unsur yang dapat
menggerakkan pencapaian kedudukan dan nilai yang tinggi dalam diri manusia,
dan segala sesuatu yang menjadikan manusia lebih sempurna. Sementara itu,
kata ‘peradaban’ bermakna sebagai segala hasil usaha yang dapat mempermudah
dan memajukan kehidupan manusia. Oleh karena itu, budaya merupakan
sebagian dari peradaban.
Jika ditinjau dari sudut ini, budaya suatu bangsa meliputi keseluruhan
kegiatan yang berhubungan dengan adat istiadat, sistem, dan cara hidup
masyarakatnya yang sebagian besar diwarisi dari zaman sebelumnya. Budaya itu
berupa usaha manusia yang berakal dan beradab, baik bagi masyarakat pada
zamannya maupun masyarakat sebelumnya. Suatu pembaruan dalam budaya
sama sekali tidak mungkin terjadi tanpa didasari oleh sifat budaya yang sudah ada
atau yang sudah lampau.
Penelitian sejarah menunjukkan bahwa dalam budaya suatu bangsa, terjadi
pinjam-meminjam unsur-unsur budaya yang satu atas budaya lainnya, sekaligus
juga tak terhindarkan terjadi proses saling mempengaruhi ketika terjadi
pertemuan antarbudaya. Dengan demikian, budaya tersebut mendapat
rangsangan baru dalam pertumbuhan dan kesinambungannya. Kebudayaan Jawa
Kuno, misalnya, baru memperlihatkan kecemerlangannya setelah mendapat
pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan Yunani yang termasuk dalam sejarah
Eropa memuncak sesudah masuk kebudayaan Parsi dan Mesir. Kebudayaan
kerajaan Romawi juga baru memuncak setelah bercampur dengan kebudayaan
Yunani.
Ada banyak perusahaan dan negara yang gagal menanam modal di luar
negeri walaupun mereka sudah mempunyai dana yang cukup dan teknologi yang
canggih. Salah satu sebab kegagalan mereka kemungkinan besar berawal dari
ketidakpahaman mereka terhadap budaya negara tempat mereka akan menanam
modal. Jika tidak menguasai bahasa asing dan belum mengenal budaya negara
tempat mereka menanam modal, mereka belum tentu berhasil di negara tersebut.
Hofstede berpendapat bahwa perselisihan antara kedua belah pihak itu lebih besar
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pemikiran, dibanding masalah-masalah
teknik.8
Untuk mencapai tujuan ini, kurikulum PSMI perlu menjurus ke arah
diversifikasi dan spesialisasi mata pelajaran. Dalam pelaksanaannya, pihak PSMI
HUFS mendorong para pelajar yang duduk di tahun pertama dan kedua supaya
mereka memberi perhatian khusus kepada penguasaan bahasa Indonesia. Sesudah
itu, pada tahun ketiga dan keempat, mereka mendalami bidang yang mereka minati.
Untuk memenuhi keperluan dan tuntutan zaman, pihak PSMI HUFS sudah
beberapa kali merombak kurikulum dan akhirnya menawarkan kurikulum seperti
dalam table berikut ini.
8
Silakan merujuk kepada Geert Hofstede. 1995. Cultures and Organizations: Software of the Mind. IRIC, Univ. of
Limburg at Maastricht.
Mata Pelajaran Semester Ganjil PSMI
9
L. Goldmann. 1975. Towards a Sociology of the Novel. hlm. 1-2.
dari segi agama. Cukup menarik memahami sejarah Islam dan perkembangannya di
negara muslim terbesar di dunia ini. Dapat dikatakan bahwa seandainya ada
seseorang yang belum mengenal Islam Indonesia, itu berarti ia belum mengenal
negara dan masyarakat Indonesia dengan mantap.
Kalangan mahasiswa di PSMI HUFS mendirikan beberapa kelompok
studi yang mempelajari bidang yang diminatinya sebagai ekstra kurikuler. Di
antaranya, ada kumpulan yang mempelajari tari-tarian Indonesia, yang
persembahannya sudah bertaraf bukan lagi amatir. Mereka sering diundang ke
upacara-upacara di dalam dan luar kampus. Ekstra kurikuler seperti ini juga
sedikit banyak menarik para pelajar untuk mengenal Indonesia secara lebih
mendalam.
Pada semester pertama tahun ketiga para pelajar di PSMI dapat mengikuti
kuliah antara lain Bahasa Indonesia untuk FLEX (Foreign Language Examination),
Perbandingan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Malaysia, Studi Regional Indonesia,
dan Sastra Indonesia Modern. Mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk FLEX ini
penting, karena semua pelajar di HUFS harus lulus dalam ujian ini sebagai syarat
kelulusannya. Mereka akan lulus jika memperoleh nilai lebih dari enam puluh
persen. FLEX merupakan suatu sistem pengujian kemahiran berbahasa asing yang
dikembangkan dan dikelola oleh pihak HUFS. Selain sebagai syarat kelulusan bagi
para mahasiswa HUFS, FLEX ini digunakan sebagai sarana menguji kemampuan
berbahasa asing pegawai untuk sebagian besar instansi Korea termasuk
Kementerian Luar Negeri dan sebagainya.
Ujian FLEX ini berupa ujian lisan dan ujian tertulis. Ujian lisan yang jumlah
soalnya 50 soal, terdiri dari empat bagian, yaitu dialog singkat (soal dan jawaban),
percakapan, dialog panjang, dan pernyataan singkat. Ujian tertulis yang jumlah
soalnya 90 soal terdiri dari empat bagian juga. Contoh soalnya, i) Pilihlah kata yang
paling tepat untuk melengkapi kalimat-kalimat berikut; ii) Pilihlah kalimat yang
memiliki makna yang sama dengan kalimat soal; iii) Pilihlah kata yang tepat untuk
menggantikan kata atau frasa yang digarisbawahi; iv) Pilihlah satu jawaban yang
maknanya paling dekat dengan konteks makna kata-kata yang digarisbawahi; v)
Pilihlah bagian yang digarisbawahi yang salah secara gramatikal; vi) Bacalah
wacana berikut dan jawablah pertanyaannya.
Perbandingan Bahasa Indonesia dan Malaysia juga diajarkan di PSMI.
Sebagaimana diketahui, Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia dapat dikatakan
serumpun. Namun, kalau ditinjau lebih mendalam, banyak aspek yang berbeda.
Kuliah ini bermanfaat untuk memahami perbedaan dalam berbahasa seperti
logat, kosa kata, pola kalimat dan lain-lain antara Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia. Studi Regional Indonesia merupakan mata pelajaran yang
memperkenalkan negara dan budaya Indonesia secara umum. Sastra Indonesia
Modern membahas penulis dan karya sastra Indonesia. Seperti dikatakan
sebelumnya, teks sastra Indonesia menjadi acuan penting untuk memahami
masyarakat Indonesia zaman dahulu dan juga masa kini. Para peserta kuliah ini
diwajibkan membahas beberapa karya sastra Indonesia dan menyajikan makalah
pada akhir semester.
Pada semester kedua tahun ketiga, PSMI menawarkan mata pelajaran antara
lain Masyarakat dan Bahasa Indonesia, Bahasa Perdagangan Indonesia. Masyarakat
dan Bahasa Indonesia ini diajarkan dengan pendekatan sosio-linguistik dengan
mengaitkan masyarakat setempat dengan gejala bahasa Indonesia. Mata pelajaran
ini berguna untuk membahas gejala bahasa dengan keadaan masyarakat masing-
masing. Bahasa Perdagangan Indonesia disediakan untuk membantu menguasai
bahasa dan sistem perdagangan yang dilakukan di Indonesia.
Beberapa mata pelajaran seperti Membaca Teks Sastra Indonesia, Budaya
Indonesia, Membahas Folklor Indonesia, Debat dalam Bahasa Indonesia, Politik
dan Ekonomi Indonesia ditawarkan pada pelajar yang duduk di semester pertama
tahun keempat. Membaca Teks Sastra Indonesia bertujuan untuk memberi
kesempatan menikmati kekayaan dan kesuburan khazanah sastra Indonesia.
Mereka diharapkan tidak hanya menghafal riwayat hidup tokoh-tokoh sastra
Indonesia atau sinopsis karya sastra sebagai persiapan ujian. Kuliah ini
dijalankan melalui cyber class dalam situs web yang diikuti para peserta kuliah
dengan program internet khusus.
Membahas folklor Indonesia penting juga sebagai landasan pengenalan
sastra tradisionalnya. Mata pelajaran Debat dalam Bahas Indonesia berguna
untuk meningkatkan kemahiran berbahasa Indonesia pelajar di PSMI. Mereka
diberi suatu topik untuk diperdebatkan dalam kelas ini. Politik dan Ekonomi
Indonesia didekati dari segi ekonomi politikal.
Pada semester genap tahun keempat ditawarkan mata pelajaran antara lain
Hubungan Internasional Indonesia, Lingkungan dan Sumber Alam Indonesia,
Perbandingan Sastra Melayu-Indonesia, Masyarakat Cina di Indonesia. Hubungan
Internasional Indonesia dibuka untuk membahas hubungan Indonesia dengan
dunia luar. Karena pentingnya peran Indonesia di dunia luar, mata pelajaran ini
memberi faedah yang besar kepada para pelajar.
Mata kulian Lingkungan dan Sumber Alam Indonesia ditawarkan untuk
memberi masukan sebanyak mungkin kepada para mahasiswa yang akan
ditempatkan di perusahaan yang sudah atau akan membuka kantor cabangnya di
Indonesia. Perbandingan Sastra Melayu-Indonesia membahas perbedaan sastra
Melayu dan Indonesia, dan membandingkan keduanya dari beberapa aspek. Selain
itu, pengaruh antara kedua sastra itu dipelajari juga. Mata pelajaran Masyarakat
Cina di Indonesia juga tidak kalah penting untuk mengenal peranan dan keadaan
masyarakat Cina di Indonesia.
Kalau ditinjau dari bidang-bidang yang diberikan dalam setiap mata
pelajaran di PSMI, dapat dikatakan bahwa kebanyakan mata pelajaran di PSMI
menitikberatkan unsur budaya. Konsep budaya yang begitu luas dapat mencakup
poin-poin penting yang diajarkan dalam masing-masing mata pelajaran itu. Mata
pelajaran di PSMI seperti ini unik dibandingkan dengan kurikulum di perguruan
tinggi lain yang umumnya mengajar bahasa dan sastra Indonesia saja. PSMI HUFS
memperhatikan kemahiran berbahasa dan pengenalan budaya Indonesia. Hal ini
terjadi karena kebanyakan lulusan PSMI bertujuan bekerja di perusahaan Korea
yang berhubungan dengan Indonesia.
Selain itu, pihak HUFS membuka kelas malam untuk memberi
kesempatan mempelajari bahasa asing bagi pekerja-pekerja luar. Kelas malam
ini dibuka hanya untuk beberapa bahasa asing yang populer dalam kalangan
pegawai swasta. Sebelum dikirim untuk bertugas di luar negeri, mereka belajar
bahasa negara yang bersangkutan selama beberapa bulan. Kursus ini terdiri
dari tiga tingkat, dan mereka belajar dua puluh minggu untuk tiap tingkat.
Tentu Bahasa Indonesia juga ditawarkan dalam kelas malam ini.
PENUTUP
Pada saat ini banyak perusahaan Korea membuka kantor cabangnya di
Indonesia untuk tujuan perdagangan dan penanaman modal. Dalam pada itu,
lulusan PSMI HUFS yang lebih mengenal Indonesia disambut baik oleh perusahaan
tersebut, karena "tak kenal, maka tak sayang". Mereka mendapatkan pengetahuan
tentang pandangan yang berpegang teguh kepada nilai-nilai yang dihargai di
Indonesia melalui pendidikan di PSMI. Dapat dikatakan bahwa peranan PSMI
sangat penting, karena PSMI menghasilkan tenaga kerja yang menguasai bahasa
Indonesia dan mengenal budaya Indonesia. Dalam konteks ini, pihak PSMI HUFS
memasukkan unsur budaya dalam kurukulumnya.
Perguruan tinggi di negara manapun sekarang tidak dapat mengabaikan
tututan zaman dan masyarakat. Kuliah yang dijalankan hanya dengan sebuah
buku teks dan papan tulis saja dapat dikatakan ketinggalan zaman dan
mempunyai keterbatasan. Anak-anak zaman ini yang sejak kecil sudah terbiasa
dengan komputer dan situs web tentu merasa jemu jika kuliah dilaksanakan
dengan cara lama. Teknologi canggih perlu diterapkan untuk mengembangkan
sarana pembelajaran di sekolah, khususnya dalam bidang pembelajaran bahasa.
Oleh karena itu, metode FL yang merupakan salah satu sayap smart learning
perlu digalakkan penerapannya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada satu hal yang ingin saya sampaikan.
Sebagaimana diketahui, saat ini lebih kurang 30 negara mengajarkan bahasa
Indonsia sebagai program khusus atau sebagai bagian dari Kajian Asia Tenggara.
Dengan demikian, perlu adanya satu ujian standar yang menguji penutur asing
dalam keterampilan berbahasa secara internasional seperti ujian TOEFL®.
Dalam konteks yang sama, perlu juga perguruan tinggi di Indonesia yang
menawarkan studi Korea memainkan peran yang mendukung hubungan kerja
sama yang sudah terjalin antara kedua negara. Mendirikan suatu program studi
di perguruan tinggi tentu saja harus dipertimbangkan dari berbagai segi,
misalnya keperluannya, ketersediaan tenaga pengajar, pekerjaan lulusan, dan
sebagainya. Namun, dapat dirasakan suasananya cukup matang. Korea dan
Indonesia memerlukan kerja sama yang lebih maju dalam berbagai bidang.
Berdirinya Prodi Korea di Indonesia akan dapat memberikan faedah yang besar.
Sumber Rujukan
Aveling, Harry (ed.). 1979. The Development of Indonesian Society. St. Lucia:
University of Queensland Press.
Koh Young Hun. 2014. Membaca Bahasa Indonesia. Application Book. Seoul: HUFS
Press.
Koh Young Hun. 2013. Percakapan Bahasa Indonesia. Application Book. Seoul:
HUFS Press..
Mulder. 1984. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: Gramedia.
http://www.ocwconsortium.org/en/aboutus
http://www.oecd.org/edu/ceri/38654317.pdf
Masalah Materi dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Universitas di Jepang dan
Tindakan Lanjutannya10
HARA Mayuko
Universitas Osaka
Tentu saja hal tersebut juga berpengaruh pada pengajaran bahasa. Misalnya,
Universitas Bahasa Asing Osaka, yaitu tempat kerja saya yang dulu telah
berintegrasi 10 tahun lalu dengan Universitas Osaka. Dengan adanya integrasi itu,
kami mengalami perubahan besar baik secara struktural, maupun dalam segi
pelajaran. Universitas lain, juga keadaannya mirip. Apabila dibandingkan antara
besarnya beban tugas mengajar, maka jumlah tenaga dosen tidak cukup. Dalam
10 Penelitian ini mendapat dukungan dari JSPS KAKENHI Grant No. 25370660, 16K02901.
keadaan demikian, kami tidak sempat untuk membuat materi yang betul-betul
cocok dengan tingkat universitas masing-masing. Keadaan seperti ini diperkirakan
akan tetap terus berlanjut, bahkan akan bertambah buruk.
Makalah ini bertujuan untuk memantau masalah yang ada dalam pengajaran
bahasa Indonesia di universitas, terutama untuk jurusan atau program bahasa
Indonesia (kajian Indonesia) di Jepang, dan untuk mengatasi masalah itu akan saya
berikan suatu usulan dengan mewakili tim kami, terutama dari segi materi
pengajaran, dan tindak-lanjutan yang telah dilakukan selama ini.
Masalah yang paling besar dan mendesak adalah kekurangan materi pengajaran,
seperti dua butir berikut. Pertama, pada tingkat pemula, yaitu tingkat satu atau
tingkat dua, materi yang diajarkan menliputi tata bahasa dasar, lafal dan kosakata.
Dalam buku-buku tentang tata bahasa Indonesia yang digunakan sebagai acuan
terdapat perbedaan konsep linguistik, misalnya tentang makna, fungsi afiks,
afiksasi, dan kaidah sintaksis. Memang boleh saja ada perbedaan di antara buku-
buku pelajaran tersebut, namun selama ini di antara para dosen yang berkecimpung
di dalam pengajaran bahasa Indonesia pada tingkat universitas belum ada usaha
bersama untuk mendiskusikan materi pengajaran termasuk konsep dan istilah yang
akan digunakan.
Butir yang kedua adalah masalah pada tingkat menengah dan atas. Hampir tidak
ada buku pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Dalam kelas
buku pegangan atau petunjuk tidak disiapkan, tetapi digunakan bahan yang sudah
jadi, seperti artikel, novel, rekaman berita dan sebagainya. Penggunaan bahan
seperti itu baik, tetapi dosen tidak menunjukkan target yang dicapai oleh
mahasiswa tersebut.
Demikian, materi pengajaran di tingkat mana pun terlihat kekurangan dan perlu
dikembangkan.
3. Usulan
Materi pengajaran tersebut terdiri dari dua jenis materi, yaitu Materi Dasar dan
Materi Terapan. Dalam Materi Dasar terdapat tiga bidang, Tata Bahasa, Kosakata,
dan Lafal. Pada dasarnya Materi Dasar ini ditujukan untuk tingkat pemula, yang
dapat dianggap sebagai tingkat 1 dan 2, sedangkan Materi Terapan ditujukan untuk
tingkat menengah dan atas, yang dapat dianggap sebagai tingkat 3 dan 4 setelah
menguasai tingkat dasar. Materi Terapan dipakai untuk menambah kemahiran
empat keterampilan tersebut, yaitu Membaca, Menulis, Mendengar, dan Berbicara.
Tata bahasa dari Materi Dasar mencakup penjelasan tata bahasa dasar termasuk
contoh kalimat. Tata bahasa ini ditulis berdasarkan tulisan atau kajian mengenai
tata bahasa Indonesia yang dianggap sebagai buku acuan, misalnya Sneddon et al.
(2010) 12 , Alwi et.al. (1988) 13 , agar sesuai dengan perkembangan ilmu dan
pemakaian bahasa Indonesia yang nyata pada masa kini. Tetapi tata bahasa yang
kami maksudkan adalah tata bahasa untuk pendidikan, jadi perlu diperhatikan agar
penjelasannya tidak terlalu teoritis dan istilah yang dipakai hendaknya istilah yang
sederhana saja. Terkait istilah dan konsep tata bahasa, perlu dipertimbangkan juga
agar menggunakan yang dipakai dalam pendidikan bahasa Inggris dan bahasa
12 Sneddon, James Neil et al. (2010) Indonesian: A Comprehensive Grammar 2nd Edition, Routledge.
13 Alwi, Hasan et al. (1988) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka.
Jepang, mengingat pengajar maupun mahasiswa sudah biasa dengan istilah yang
dipakai dalam pengajaran dua bahasa tersebut.
Bagian Lafal mencakup fonetik dan fonologi termasuk intonasi serta kaitan
dengan aspek struktur kalimat maupun struktur informasi. Intonasi, yang
khususnya menyangkut aspek struktur informasi akan dipelajari pada tahap tingkat
menengah dan atas.
Seperti dikatakan tadi, Materi Dasar ditujukan untuk tingkat pemula pada
dasarnya, namun sebagian dari bidang Kosakata dan Lafal akan diperlukan juga
untuk tingkat menengah dan atas.
Materi Terapan ditujukan terutama untuk tingkat menengah dan atas setelah
menguasai tingkat dasar agar mahir dalam empat keterampilan tersebut. Dalam
Materi Terapan disiapkan contoh-contoh kalimat serta latihan dan soal untuk setiap
bab dari tata bahasa. Di samping itu, disiapkan pula materi untuk meningkatkan 4
keterampilan, misalnya bahan yang diambil dari artikel dari berbagai bidang, novel,
cerpen, wawancara, film dll. Materi ini dipakai untuk mempertajam cara
pemahaman tingkat wacana, lain dengan latihan dan soal untuk setiap bab tata
bahasa yang hanya pada tingkat kalimat.
Bahasa Indonesia yang diajarkan di universitas adalah ragam formal, tetapi
dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia tentu saja banyak muncul ragam informal.
Oleh karena itu, untuk mengenal ragam tersebut, beberapa contoh ragam informal
maupun dialek juga perlu diambil dari sumber-sumber yang telah disebut di atas.
Untuk memilih bahan Materi Terapan tersebut, kami perlu membuat pangkalan
data atau korpus terlebih dahulu. Sumber pangkalan data yang direncanakan adalah
koran, majalah, karya sastra, film, wawancara dan sebagainya agar menjangkau
berbagai bidang dan situasi. Berdasarkan pangkalan data, bahan Materi Terapan,
maupun contoh kalimat dan kosakata untuk Materi Dasar bisa diambil. Di samping
itu bisa dipakai untuk sumber penyusunan kamus di masa depan.
Pangkalan data ini dapat digunakan sebagai data untuk dikaji secara linguistik,
misalnya dengan menggunakan alat analisis, Wordlist dan Concordance.
4. Tindak Lanjutan
Gagasan untuk membuat Materi Dasar dan Materi Terapan yang disebut di atas
telah sebagiannya direalisasikan. Dalam makalah ini akan saya laporkan apa yang
kami kerjakan selama ini, antara lain, deskripsi tata bahasa dasar sebagai Materi
Dasar dan penyusunan contoh-contoh kalimat yang sesuai dengan setiap bab tata
bahasa dasar sebagai Materi Terapan.
Kami sudah menyusun tata bahasa dasar yang terdiri dari 31 bab sebagai salah
satu Materi Dasar. Sebagaimana disebut di atas, tata bahasa dasar bahasa Indoensia
yang kami maksudkan adalah tata bahasa untuk pendidikan. Di makalah ini saya
jelaskan ciri dalam tata bahasa tersebut dengan mengambil contoh bab 22 tentang
prefiks ter- (lihat lampiran).
Setiap bab dari tata bahasa terdiri dari empat pasal, yaitu (1) inti, definisi,
cakupan, (2) pembentukan kata (proses derivasi), (3) fungsi (semantis dan
sintaksis/gramatikal), dan (4) catatan tambahan. Pada pasal (1) ditulis inti dengan
menekankan bahwa prefiks ter- berbeda dengan pasif yang memakai prefiks di-
dalam menonjolkan ’keadaan’ setelah terjadi aksi, bukan aksi sendiri. Mengenai
fungsi prefiks ter-, dalam pasal (3) kami sengaja membagi uraian menjadi dua sub-
pasal, yaitu fungsi semantis dan fungsi sintaksis/gramatikal, karena aspek semantis
saja tidak cukup untuk memahami pemakaian kata berafiks dalam kalimat. Pada
pasal ini dijelaskan beberapa makna prefiks ter- dan menjelaskan kembali dengan
lebih rinci apa yang ditekankan pada pasal (1) dengan memberi contoh kalimat ter-
sendiri maupun contoh kalimat pasif di-. Di samping hal itu, ditulis juga bahwa
perlu memperhatikan subyek berperan sebagai pelaku atau penderita terhadap kata
yang berprefiks ter- sebagai predikat. Pada pasal (4) sebagai catatan tambahan
ditulis pengetahuan yang penting untuk pemahaman afiks ter-, tetapi periferal atau
prioritasnya belakangan. Contoh yang diberikan di sini adalah kelas kata selain kata
verba, seperti kata nomina, adverbia.
Tata bahasa dasar bahasa Indonesia yang dibahas pada 4.1 di atas sudah berisi
contoh kalimat, namun jumlahnya sedikit saja. Oleh karena itu, dibutuhkan contoh
kalimat yang cukup banyak jumlahnya dan bervariasi dari segi fungsi semantis
maupun sintaksis. Selain itu, contoh-contoh kalimat dibutuhkan juga untuk
membuat soal dan latihan yang sesuai dengan isi setiap bab.
Kami baru mulai mengerjakan tugas ini dan dalam makalah ini mau
memperlihatkan bagaimana caranya untuk menyusun contoh-contoh kalimat
sementara ini. Seperti dikatakan pada 3.4, untuk mencari contoh kalimat,
diperlukan pangkalan data terlebih dahulu. Sementara ini kami mencoba mencari
contoh kalimat berdasarkan artikel koran Kompas tahun 2004 selama setahun, serta
beberapa kamus bahasa Indonesia.
Pertama, sekitar 10 kata di antara contoh kata (misalnya kata turunan yang
mengalami afiksasi) yang telah dimuat dalam bab bersangkutan dipilih berdasarkan
berbagai faktor seperti frekuensi, fungsi semantis maupun sintaksis/gramatikal,
tingkat kesulitan dll. Kemudian, untuk setiap kata dari 10 kata tersebut dicari
sekitar 10 kalimat dalam artikel Kompas, berdasarkan pula frekuensi, kolokasi
(cooccurence), dan sebagainya. Pekerjaan kami demikian dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak concordance seperti Antconc. Terkait frekuensi kata
atau kalimat, kami merujuk juga sebagian pada Leipzig Corpora versi web14 maupun
versi buku cetak, Quasthoff et al. (2015)15, di samping artikel Kompas sendiri.
14 http://corpora.uni-leipzig.de/en?corpusId=ind_mixed_2013
15 Uwe Quasthoff, Sabine Fielder, Erla Hallsteindottir (eds.) (2015), Frequency Dictionary Indonesian / Kamus Frekuensi
Bahasa Indonesia. Lipziger Universitatverlag.
Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di
Universitas Bonn, Jerman
I. Pengantar
Pada tahun 1959, Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing merupakan salah satu dari
delapan bahasa lainnya, yaitu Arab, Turki, Persia, China, Jepang, Hindi dan Urdu,
yang ditawarkan pada institut yang dinamakan SOS (Seminar für Orientalische
Sprachen) di Bonn. Dalam program “Diplomstudium”, bahasa Indonesia dapat
dipilih oleh mahasiswa dari berbagai jurusan untuk melengkapi studi mereka.
Tahun 1980, program bahasa Indonesia untuk penutur asing ini mengalami
perubahan status menjadi studi pendidikan penerjemah. Program ini merupakan
suatu keunikan karena tidak ada institusi pendidikan lainnya di Jerman yang
menawarkan pendidikan penerjemah bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jerman.
Waktu itu, studi tersebut demikian populernya, sehingga pada semester musim
dingin tahun 1987/1988 terdaftar 184 mahasiswa baru. Bapak Berthold Damshäuser
yang sekarang adalah Kepala Program BIPA di Bonn, saat itu sempat mengajar
bahasa Indonesia untuk sekitar 100 mahasiswa dalam satu kelas.
Satu dekade berlalu. Pada tahun 1997, program pendidikan penerjemah di SOS,
termasuk bahasa Indonesia, kembali mengalami perubahan struktural. Program
bahasa Indonesia digabung dengan studi Kawasan Asia
Tenggara/Regionalwissenschaften yang menawarkan program Magister (S2). 40
persen dari jumlah tawaran mata kuliah diisi oleh bahasa Indonesia. Jumlah yang
cukup tinggi untuk sebuah program BIPA di universitas Jerman.
Pada brosur SOA bahkan tertulis bahwa pengajaran dan pembelajaran intensif BIPA
di jurusan ini merupakan suatu keistimewaan dalam studi SOA Universitas Bonn.
Berikut ini saya paparkan program bahasa Indonesia yang ditawarkan.
1. Pengajar
Program Bahasa Indonesia di Bonn memiliki dua tenaga dosen yang mengemban
dua tugas sesuai dengan moto dari seluruh universitas di Jerman, yaitu mengajar
dan meneliti.
Ditetapkan bahwa salah satu dari posisi ini harus diisi oleh seorang penutur asli
dengan tugas utama memberikan mata-mata kuliah latihan yang menekankan
kemampuan lisan mahasiswa. Sementara tugas akademis pengajar Jerman yang
sekaligus kepala program ialah memegang mata kuliah tata bahasa, terjemahan dan
Kolloqium und Repetitorium, yakni perjumpaan dengan mahasiswa Master tingkat
akhir untuk membahas tugas terakhir mereka yang berupa makalah terkait bahasa
Indonesia.
Mengenai penelitian dosen BIPA saya akan mengemukakannya nanti pada akhir
makalah.
2. Mahasiswa
Mahasiswa baru hanya dapat memulai studinya pada semester musim dingin yang
berlangsung dari bulan Oktober sampai akhir Februari. Sejak beberapa tahun
terakhir ini, program Indonesia kembali sangat diminati. Jumlah mahasiswa yang
mendaftar melebihi dari kapasitas pengajar yang ada. Padahal sudah diumumkan
sebelumnya bahwa program Indonesia hanya dapat menerima maksimal 30
mahasiswa baru tetapi lebih dari 60 orang yang mendaftar. Akibatnya, pada awal
semester musim dingin, para pengajar dihujani pos elektronik dari mahasiswa baru
yang mengutarakan minat besarnya terhadap program BIPA dan ingin
diprioritaskan untuk diterima sebagai pembelajar.
Pada umumnya jumlah mahasiswa BIPA menurun pada semester kedua. Tak semua
pembelajar semester satu menyelesaikan studi BIPA hingga lulus Bachelor. Sebagian
kecil dari jumlah tadi, belajar bahasa Indonesia satu semester saja, sebab mereka
hanya memerlukan kredit poin untuk melengkapi persyaratan studi di jurusan lain.
Dan jumlah ini menyusut lagi pada program Master. Sesuai dengan tradisi di Jerman,
setelah mengantongi ijazah Bachelor, tidak sedikit mahasiswa memilih pindah
universitas dan berguru pada profesor di perguruan tinggi lain sesuai dengan minat
dan penekanan studi mereka dalam program Master, atau lebih cenderung memilih
untuk bekerja. Demikian jumlah keseluruhan mahasiswa BIPA setiap tahunnya
berkisar antara 50 sampai 60 orang.
Apa yang membedakan program BIPA di sebuah universitas Jerman dengan lainnya
dapat dilihat dari tujuan pengajaran dan pembelajaran yang tertuang dalam
kurikulum dan pelaksanaannya.
Tujuan dari program BIPA SOA di Bonn adalah mendidik mahasiswa agar mereka
nantinya mampu membaca dan mengerti teks-teks atau narasumber yang
diperlukan dalam studi kawasan dan penelitian-penelitian yang akan dilakukannya.
Empat kemampuan dasar penguasaan bahasa dalam aspek belajar bahasa lisan,
yaitu menyimak dan berbicara, serta aspek belajar bahasa tulis, yaitu membaca dan
menulis, tidak dapat selalu dipisahkan dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Keempat kemampuan tersebut plus kemampuan menerjemahkan merupakan suatu
kesatuan yang saling mengisi. Seperti yang tercermin dalam kurikulum melalui
mata kuliah terjemahan (Lektüre & Übersetzen). Mata kuliah ini melengkapi studi
BIPA dan mulai diberikan pada semester keempat.
Mungkin karena itulah program ini dapat dikatakan sebagai ciri khas dari BIPA SOA
Universitas Bonn. Perlu disinggung di sini bahwa tekanan tema yang diambil adalah
tema-tema Indonesia saat ini dalam konteksnya sebagai bagian dari masyarakat
global.
Namun berhasil atau tidaknya studi ini tentu sangat bergantung pada persiapan
pengajar, materi dan sarana-sarana ajar yang ada dan seberapa jauh pembelajar
ikut aktif terlibat dalam proses ini.
4. Bahan Ajar
a. Buku Acuan Utama dan Sarana Media
Dari semester pertama hingga semester ketiga, program BIPA SOA Bonn
menggunakan buku acuan utama Bahasa Indonesia Jilid 1 dari Yohanni Johns. Buku
ini ditulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Selain itu mahasiswa
juga menggunakan sejumlah buku lainnya sebagai referensi, misalnya Bahasa
Indonesia Jilid 1 dan 2 dari Bernd Nothofer/Karl-Heinz Pampus dengan bahasa
pengantar bahasa Jerman.
Mulai semester keempat, pengajar kelas latihan menggunakan bahan ajar tambahan
yang lebih bervariasi, misalnya cuplikan dari sebuah karya sastra, teks dari majalah
ilmiah, artikel online dari harian Indonesia terkemuka seperti Tempo, Kompas dll.
atau teks dari situs web berbahasa Indonesia seperti BBC, Deutsche Welle, VOA
Indonesia.
b. Bahasa Komunikasi
Bahasa Jerman digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran pada dua
semester pertama untuk menerangkan struktur bahasa yang lebih kompleks.
Namun untuk mencapai komunikasi autentik yang sangat penting bagi pembelajar,
sejak perjumpaan pertama dengan mahasiswa di kelas latihan, mereka sudah
dibiasakan mendengarkan pengajar menggunakan bahasa Indonesia dalam konteks
tertentu. Mahasiswa juga dibiasakan secara dini untuk mengerti kalimat-kalimat
situatif dengan ungkapan-ungkapan yang selalu dipergunakan di dalam kelas.
Misalnya:
Apa kabar?
Tolong ulang!
Sudah selesai?
PR (pekerjaan rumah)
baik, bagus, lumayan, terima kasih, maaf, permisi, pekerjaan rumah, latihan,
pelajaran, selesai, belum, dll.
Dalam bukunya „Aufgeklärte Einsprachfertigkeit. Zur Entdogmatisierung der
Methode im Sprachunterricht. Heidelberg, 1978“, pakar bahasa Jerman bagi penutur
asing, Wolfgang Butzkamm menyebut pemakaian bahasa asing dan bahasa ibu
pada fase awal pengajaran sebagai aufgeklärte Einsprachfertigkeit. Butzkamm
menggunakan pengertian tersebut untuk menempatkan posisi yang berseberangan
dengan metode pengajaran yang secara ketat sudah menggunakan bahasa asing
pada fase awal.
Mulai semester tiga, bahasa Indonesia digunakan di kelas secara lebih intensif, baik
oleh pengajar maupun mahasiswa. Pada mata kuliah tertentu pada program
Bachelor dengan fokus kemampuan berbicara (Sprachpraktische Übungen IV dan V),
pemakaian Bahasa Indonesia mendominasi keseluruhan jam pengajaran dan
pembelajaran. Sementara pada program Master, mahasiswa pada kelas peningkatan
kemampuan berbicara (Sprachkommunikative Praxis I & II dan Fachsprachliche
Konversation) hanya menggunakan Bahasa Indonesia.
Basismodul Aufbaumod
Indonesisch I ul
Indonesisch
Sprachpraktisc 4 I Sprachkommunikati 2
he Übungen I Ja ve Praxis I Ja
m m
Sprachpraktisc 2 Fachsprachliche 2
he Übungen III Ja Konversation Ja
m m
Basismodul
Indonesisch II
Sprachpraktisc 2 Sprachkommunikati 2
Aufbaumod
he Übungen II Ja ve Praxis II Ja
ul
m m
Indonesisch
II
Lektüre und 2
Übersetzen II Ja
m
Vertiefungsmod
ul Indonesisch
II
Sprachpraktisc 2
he Übungen V Ja
m
6. Keterangan tentang Mata Kuliah
a. Tata Bahasa/Einführung ins Indonesische I - III
Di kelas yang diberikan dari semester pertama sampai semester ketiga ini
mahasiswa mempelajari bahasa Indonesia dengan tekanan pada pelajaran tata
bahasa. Seperti yang sudah disebut sebelumnya, buku pegangan utama adalah
Bahasa Indonesia dari Yohanni Johns. Mata kuliah ini mencakup pertemuan dua jam
setiap minggu pada semester satu, dan pada semester dua meningkat menjadi
empat jam.
Kelas tata bahasa dipegang oleh tenaga pengajar penutur asli Jerman. Di kelas ini
digunakan bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia. Bahasa Jerman diperlukan untuk
menjelaskan struktur bahasa Indonesia dengan segala kompleksitasnya sehingga
keterangan menjadi lebih transparan, lebih cepat dan mudah dimengerti oleh
penutur asing.
Pembelajaran tata bahasa Indonesia tidak berhenti hanya sampai semester ketiga,
melainkan dilanjutkan dan diintegrasikan ke dalam mata kuliah berikutnya,
terutama pada kelas-kelas terjemahan.
Di kelas yang juga dipegang oleh penutur asli ini, mahasiswa belajar meningkatkan
kemampuan penggunaan bahasa lisannya secara kreatif. Pada awal semester
mahasiswa menentukan waktu dan tema pilihan yang akan dibawakan secara lisan
pada minggu-minggu berikutnya. Setelah nama, tema dan waktu sudah tercantum
di daftar, tema-tema tersebut dibicarakan di kelas untuk memastikan
pelaksanaannya. Pengalaman menunjukkan bahwa jika diberi kesempatan dan
dibimbing, mahasiswa bisa membuat kejutan yang menyenangkan.
Segi positif lainnya di kelas ini adalah orientasi pembelajaran yang bersifat
pragmatis dan memperhatikan keinginan serta kebutuhan dari pembelajar dalam
pemilihan tema yang dibicarakan. Materi ajar menjadi lebih terbuka, karena
tipologi latihan yang digunakan bervariasi, proses belajar lebih aktif, karena si
pembelajar lah yang berdiri di depan kelas. Tema yang dipilih relevan untuk
masing-masing mahasiswa, dan metode audio-visual mendukung pengertian.
Di kelas percakapan ini mahasiswa dapat melakukan upaya menjalin kontak atau
berinteraksi melalui bahan autentik yang diambilnya dan komentar yang
diberikannya mengenai materi tersebut.
Selain itu, kelas percakapan ini juga memberikan peluang bagi mahasiswa untuk
bercerita tentang suatu berita aktual yang terjadi di Indonesia atau di Jerman atau
tentang apa saja yang dialami dan ingin disampaikan kepada mahasiswa lainnya.
Bahan yang diterjemahkan beragam, dari teks yang menyentuh berbagai aspek
budaya, sosial dan politik di Indonesia saat ini hingga karya sastra Indonesia,
berupa puisi, cerita pendek dan cuplikan dari berbagai novel. Bapak Damshäuser
yang mempunyai pengalaman profesional yang panjang dalam menerjemahkan
karya sastra merupakan tulang punggung dari proses pengajaran dan pembelajaran
mata kuliah ini.
Mata kuliah pada program Master ini merupakan kelanjutan dari kelas percakapan
program Bachelor. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan berbicara
pembelajar, membuka peluang bagi mahasiswa untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia mengenai tema-tema aktual terkait kehidupan di Indonesia, baik dilihat
dari segi sosial, budaya maupun politik. Topik yang dibicarakan dipilih oleh
mahasiswa dan dosen pada awal pertemuan.
Menurut pengalaman saya sebagai penutur asli selama ini, sebagian mahasiswa
sudah pernah magang atau melakukan penelitian di Indonesia selama beberapa
bulan, bahkan ada mahasiswa yang pergi setiap tahun. Tetapi ada juga yang pergi
untuk sekedar berliburan dalam jangka waktu pendek. Hanya satu atau dua
mahasiswa yang belum pernah menginjakkan kakinya di Indonesia.
Meskipun kemampuan bahasa lisan para pembelajar berbeda, kelas ini memberi
kesempatan kepada semua mahasiswa untuk ikut aktif dan saling memberikan
masukan dalam proses pembelajaran melalui pengalaman-pengalaman komunikasi
praktis mereka.
Kelas tingkat mahir ini menekankan pembicaraan komunikatif mengenai topik yang
melampaui percakapan situatif pada kelas pemula. Sementara mata kuliah
Fachsprachliche Konversation bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam penggunaan ragam bahasa Indonesia yang tercermin pada tulisan
dengan bahasa Indonesia baku mengenai tema tertentu, baik itu berupa sebuah
kesimpulan dari sebuah tulisan ilmiah, jajak pendapat maupun artikel tentang
politik, lingkungan dll. Bahan diambil dari harian terkemuka di internet, misalnya
ulasan politik, budaya dsbnya.
W.S. Rendra, Ramadhan K.H., Sitor Situmorang, Agus Sarjono, Ayu Sutami,
Goenawan Mohammad, Dorothea Rosa Herliany, serta sejumlah sutradara
film, a.l. sutradara film dokumentasi Ucu Agustin (Di Balik Frekuensi,
Pertaruhan) adalah nama-nama dari sejumlah tokoh dunia sastra dan film
Indonesia yang penah berkunjung ke jurusan Indonesia Universitas Bonn.
Dua tahun yang silam, kami menerima sekitar 20 mahsiswa Program Bahasa
Jerman Universitas Negeri Yogyakarta. Atas permintaan pimpinan delegasi
dari Yogyakarta, saya menyelenggarakan workshop dua hari mengenai
terjemahan untuk mahasiswa-mahasiswa Indonesia tersebut. Selain itu
mereka juga ikut menghadiri beberapa kelas BIPA dan berkenalan dengan
mahasiswa Jerman. Sebelumnya kami juga pernah menerima delegasi
mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Parahiyangan, Bandung.
Publikasi lain dari Damshäuser dalam bahasa Indonesia berjudul Ini dan itu
Indonesia. Pandangan seorang Jerman, Komodo Books, Jakarta 2015.
Buku ini adalah kumpulan kolom-kolom yang ditulisnya di rubrik Bahasa di
Majalah Tempo. Setiap kolomnya ini memiliki latar yang sama, yakni ruang
kelas kuliah bahasa Indonesia Universitas Bonn.
b. Christa Saloh-Foerster
Publikasi terjemahan:
Padamkanlah Mataku. Kumpulan Puisi Dwibahasa dari Maria Rainer
Rilke. Seri Puisi Jerman. Horison/Jakarta 2003.
Tuan Puntila dan Bujangnya Matti. Drama dari Bertolt Brecht. Goethe-
Institut Bandung 1985.
Berbagai artikel dan terjemahan online.
III. Penutup
Pengajaran dan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di SOA Bonn
adalah suatu proses bersama dari semua yang terlibat di dalamnya. Ini tidak hanya
merupakan program yang harus diambil mahasis wa untuk mencapai gelar
akademis di SOA Universitas Bonn, tetapi juga bertujuan memperkenalkan dan
mendekatkan Indonesia melalui bahasanya kepada mahasiswa-mahasiswa asing.
Dari pihak mahasiswa dituntut ketekunan dan keuletan untuk belajar, dan dari
pengajar dituntut kemahiran didaktik dan dedikasi untuk membimbing dan
menggiring mahasiswa agar menyukai, dan merasa tidak terpaksa mempelajari
bahasa Indonesia. Karena hasil yang baik akan memberikan motivasi kepada
pengajar dan pembelajar.
Melalui pengajaran BIPA di universitas, dosen tidak hanya mengajar bahasa asing,
tetapi juga memperkenalkan Indonesia yang meliputi semua segi kehidupannya
masa kini. Sementara di luar kelas, melalui publikasi terjemahan dan aktifitas
terkait Indonesia lainnya, para pengajar dapat aktif menyebarkan informasi dan
pengetahuan tentang Indonesia, termasuk karya-karya sastranya. Atau juga
sebaliknya, melalui publikasi terjemahannya, pengajar dapat memperkenalkan
karya sastra penulis-penulis terkemuka Jerman kepada masyarakat Indonesia.
Kemungkinan ini merupakan hal yang sangat menarik dan menyenangkan dalam
proses pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing di luar negeri.
Sumber Rujukan:
Yohanni Johns, Bahasa Indonesia Book One, Periplus Edition (HK) Australia 1977.
Bernd Nothofer/Karl-Heinz Pampus, Bahasa Indonesia Teil 1 & 2 Julius Groos
Verlag Tübingen 2001.
Wolfgang Butzkamm, Aufgeklärte Einsprachfertigkeit. Zur Entdogmatisierung der
Methode im Sprachunterricht Heidelberg, 1978.
Barbara Götze, Üben/Wörterbuchschulpädagogik. Ein Nachschlagwerk für Studium
und Schulpraxis, Bad Heilbrunn 1994.
Hans-Werner Huneke dan Wolfang Steinig, Deutsch als Fremdsprache, Eine
Einführung, Berlin 2013.
Hans-Jürgen Krumm, „Mehrsprachigkeit und interkulturelles
Lernen“ Orientierungen im Fach Deutsch als Fremdsprache/Jahrbuch Deutsch als
Fremdsprache 20, 1994.