Anda di halaman 1dari 103

PENTINGNYA LATAR BELAKANG BUDAYA DALAM PENULISAN BUKU

TEKS BAHASA INDONESIA UNTUK PENGAJARAN BIPA

Mengeksplorasi isi buku teks pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing yang sesuai
dari sudut pandang pengajar BIPA

Tata Survi
Balai Bahasa dan Budaya Indonesia Victoria - Tasmania
Simposium Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
23 – 24 Agustus 2017 di Jogjakarta, Indonesia

Latar belakang

Buku teks adalah sarana yang paling penting dan merupakan alat bantu yang harus
dimiliki dan dipakai oleh para peserta didik dalam konteks akademik dan para
pengajar BIPA menggunakan buku teks sebagai pondasi atau landasan yang
penting dalam kegiatan pengajaran mereka. Para peserta didik atau pelatihan
bahasa merasa sangat dipengaruhi oleh buku teks yang mereka gunakan, dan
melalui buku teks yang mereka gunakan, mereka berlatih bahasa yang mereka
pelajari. Dalam latihan-latihan tersebut, yang melibatkan unsur wicara,
mendengarkan, menulis dan menyimak, mereka secara tidak langsung mendapat
informasi tentang kebudayaan dari mana bahasa yang mereka sedang pelajari
tesebut berasal. Unsur-unsur budaya ini meliputi kehidupan sosial dan ekonomi,
seni dan sastera, agama dan kepercayaan, serta ragam bahasa dan budaya yang
beraneka-ragam.

Dengan cara yang sama, para peserta didik atau latih mengenal lebih jauh
kebudayaan masyarakat pemakai bahasa tersebut secara positif.

Kita semua sudah banyak mengetahui bahwa pengajaran dan pembelajaran bahasa
asing (atau bahasa kedua), dalam hal ini Bahasa Indonesia, adalah sebuah proses
sosial dan mengajar Bahasa Indonesia berarti juga mengajar budaya atau cara
hidup bangsa Indonesia yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar, bahasa resmi negara, Bahasa Pemersatu dan juga Bahasa Nasional.
Thanasoulas (2001) menyimpulkan bahwa kebudayaan dan komunikasi adalah dua
hal yang tidak terpisahkan karena “kebudayaan tidak mendikte siapa bisa
berbicara kepada siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi dilakukan.
Kebudayaan juga menentukan bagaimana orang menyimpulkan pesan, arti dari
sebuah pesan, dan juga kondisi dan lingkungan yang menentukan bagaimana
seharusnya sebuah pesan bisa atau tidak bisa disampaikan, ditangkap dan
dimengerti atau diintepretasikan.”

Bahasa dan Kebudayaan

Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari mengandung isyarat-isyarat


dan pesan-pesan yang tidak bisa secara langsung dipahami. Bahasa dan
kebudayaan tidak bisa dipisahkan; bahasa adalah alat bantu seseorang memahami
lingkungan sosialnya. Kramsch (1993) menyatakan bahwa (dalam hubungannya
dengan mempelajari Bahasa Kedua) mempelajari kebudayaan atau budaya tidak
bisa diartikan sebagai bagian terpisah dari bagian-bagian integral pelajaran
bahasa seperti wicara, menyimak, membaca dan menulis. Ini berarti bahwa para
pengajar Bahasa Kedua harus melakukan lebih dari sekedar memonitor produksi
linguistik di ruang kelas. Para pengajar Bahasa Kedua harus menyadari kerumitan
dan banyaknya proses mediasi interkultural yang dialami para siswa mereka.

Dalam penulisan buku teks pengajaran Bahasa Indonesia (di Australia), ada
beberapa bagian penting yang perlu diperhatikan; Komunikasi, Kebudayaan,
Koneksi atau Hubungan (antara ide), Perbandingan dan Komunitas atau
Masyarakat.

Dengan memadukan kelima bagian penting di atas dan menampilkannya dalam


bahan pengajaran dalam konteks komunikatif, para pengajar Bahasa Kedua tidak
perlu merasa khawatir mereka tidak melengkapi para siswa mereka dengan
keterampilan-keterampilan kognitif yang diperlukan untuk berada dalam
lingkungan Bahasa Kedua yang mereka pelajari.
Dalam kurikulum Pengajaran Bahasa (F – 10) Victoria, secara jelas disebutkan
bahwa siswa diharapkan bisa menampilkan kemampuan dan pengertian
interkultural yang memungkinkan dia mengembangkan pengetahuannya,
pemahamannya dan juga keterampilan-keterampilan yang memungkinkan dia:

 Mendemonstrasikan kesadaran dan penghormatan terhadap perbedaan


budaya dalam masyarakat
 Merefleksikan bagaimana pengalaman interkulturalnya (selama belajar dan
mempraktekkan keterampilan berbahasanya) mempengaruhi sikap, nilai
dan keyakinan
 Mengerti dan memahami pentingnya saling menerima dan menghargai
perbedaan atau keberagaman budaya dalam masyarakat majemuk

Tantangan-tantangan yang dihadapi pengajar BIPA

1. Budaya Indonesia – apa itu?

Budaya Indonesia tidak bisa dijelaskan secara sederhana atau


diwakili hanya dengan menampilkan satu atau dua ciri khas.
Kebudayaan modern Indonesia mengalami perubahan pesat.
Kebudayaan modern Indonesia tentu saja tidak bisa lepas dari
kebudayaan dan tradisi lokal sesuai dengan adat-istiadat masing-
masing daerah di Indonesia yang berlaku. Pertanyaan-
pertanyaan yang perlu dijawab sekarang adalah: sejauh mana
tradisi lokal kedaerahan di Indonesia masih punya peran dalam
perkembangan budaya Indonesia modern, apa yang bisa mewakili
budaya Indonesia modern, dan bagaimana memperkenalkannya
dalam konteks BIPA. Apa yang bisa digunakan sebagai bentuk
‘soft-diplomacy’ dalam buku ajar BIPA? Tidak ada banyak negara
di dunia yang mempunyai bahasa nasional; jika buku pelajaran
Bahasa Italia menampilkan pizza, Venezia, atau Koloseum, buku
pelajaran Bahasa Perancis menampilkan kota Paris dengan
Menara Eiffel dan croissant-nya serta buku pelajaran Bahasa
Inggris menampilkan kota London dengan Tower Bridge-nya, apa
yang bisa ditampilkan dalam buku-buku pelajaran Bahasa
Indonesia? Perlu juga untuk diketahui dengan jelas bahwa
kebudayaan juga berarti adat-istiadat atau kebiasaan umum yang
berlaku setempat. Banyak pengajar yang berpendapat bahwa
kriteria berhasilnya pengajaran suatu bahasa adalah ‘asal yang
mendengar mengerti maksudnya’. Konteks dan konsep seringkali
tidak dilibatkan dalam pengajaran atau penulisan buku teks
pelajaran Bahasa Kedua. Akibatnya, ketika para siswa
mempraktekkan keterampilan berbahasanya, salah pengertian
yang sebenarnya bisa dihindari sering terjadi.

2. Penutur asli Bahasa Indonesia

Dalam kaitannya dengan salah satu aspek penting penulisan bahan ajar
Bahasa Kedua (BIPA), yaitu aspek komunitas atau masyarakat
pengguna Bahasa Kedua yang dipelajari (BIPA), peran penutur asli atau
masyarakat asli pengguna Bahasa Indonesia sangat penting.
Penutur asli mempunyai tanggungjawab moral yang besar. Apakah
badan-badan atau lembaga-lembaga ‘pemelihara/ penjaga’ Bahasa
Indonesia di Indonesia benar-benar memahami isu ini dan menjaga
nilai serta kaidah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional?
Bagaimana sikap masyarakat Indonesia pada umumnya pada Bahasa
Nasional mereka? Bagaimana peran serta pemerintah?
Para pengampu pelajaran BIPA di Australia acap kali frustrasi dengan
keadaan ini. Pembelajaran BIPA ‘in-country’, atau pembelajaran yang
menerapkan kunjungan untuk mempraktekkan secara langsung
keterampilan bahasa secara kognitif jarang bisa berjalan dengan baik
karena para penutur asli yang enggan berbicara bahasa mereka sendiri
atau lebih banyak menggunakan bahasa campuran (Inggris dan
Indonesia).

3. Pengajar BIPA dan penulis bahan ajar BIPA

Baik para pengajar maupun para penulis bahan ajar BIPA, banyak di
antara mereka yang tidak saling mengenal dengan baik kebudayaan di
mana Bahasa Indonesia berasal atau untuk siapa bahan ajar BIPA akan
digunakan. Pengetahuan tentang kurikulum setempat dan muatan
kurikulum seharusnya diketahui den dikenal dengan baik sebelum
proses penulisan bahan ajar atau materi pengajaran ditulis dan
digunakan. Ini akan sangat berguna untuk menentukan apa saja topik-
topik yang sesuai digunakan dalam konteks komunikasi, kebudayaan,
koneksi perbandingan dan masyarakat atau komunitas yang
melatarbelakangi bahan ajar BIPA. Masukan-masukan berkala secara
teratur tentang perkembangan Bahasa Indonesia dan penggunaannya
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terkini akan banyak
membantu para pembelajar BIPA memahami konsep dan konteks
budaya masyarakat pemakainya secara benar, tepat dan positif. Tidak
ada jaminan bahwa penutur asli adalah pengajar yang paling efektif.
Penutur asli yang tidak memahami bagaimana menjembatani
pemahaman atau pengertian antar budaya (cross-cultural
understanding) tidak akan bisa melakukan transfer pemahaman
dengan efektif.

Kesimpulan

Penggunaan budaya dari mana suatu bahasa dipakai (baik secara umum maupun
khusus) sangat mempengaruhi cara berpikir pembelajar Bahasa Kedua. Semakin
jelas arti-arti bahasa yang khusus yang erat kaitannya dengan budaya, semakin
pentinglah nilai bahasa yang dipelajari tersebut bagi pembelajarnya. Dalam hal ini,
budaya tampil sebagai fondasi bahasa sebagai alat komunikasi.

Sebagai hasilnya, meletakkan proses pengajaran dan pembelajaran BIPA ke dalam


konteks pengenalan dan pemahaman budaya Indonesia bisa memperkuat proses
sosial pembelajaran Bahasa Indonesia itu sendiri, sesuai dengan arus globalisasi
di mana para pembelajar Bahasa Indonesia berasal dari banyak latar belakang
budaya dan sejarah, dan dengan pengetahuan mereka yang memadai tentang
bahasa dan budaya Indonesia, mereka bisa menempatkan diri mereka dengan
mudah di dalam komunitas pengguna Bahasa Indonesia.
____________________________________________________________

Thanasoulas, D. (2001). “The Importance of Teaching Culture in the Foreign


Language Classroom.” dari http:/radicalpedagogy.icaap.org/content/issu3_3

Kramsch, C. 1993. Context and Culture in Language Teaching. Oxford: Oxford


University Press
MEMBINGKAI MOSAIK PENGAJARAN BIPA ANTARNEGARA

Tamrin Subagyo

Abstrak

Dalam proses pengajaran BIPA tentunya ada praktik pengajaran yang sudah
berhasil diterapkan oleh masing-masing lembaga, termasuk di dalamnya praktik
terbaik yang telah diterapkan oleh para guru atau tenaga pengajar BIPA dalam
mengajarkan bahasa Indonesia bagi orang-orang Mesir. Praktik terbaik yang telah
diterapkan adalah penggunaan metode langsung dan metode terjemah dengan
menggunakan pendekatan komunikatif bagi pemelajar. Kedua metode ini
merupakan praktik terbaik yang telah diterapkan dalam pengajaran bahasa
Indonesia.

Adapun untuk pengembangan bahan ajar BIPA, tim pengajar BIPA di negara
Mesir menggunakan buku pegangan sekaligus buku ajar yang telah dibuat sendiri.
Buku ini terdiri dari 5 jilid untuk level 1 hingga level 6. Dalam pengembangan
bahan ajar BIPA tentunya sangat terkait erat dengan teknik pengajaran yang
diterapkan, muatan budaya dan juga muatan sastra dalam bahan ajar.

Sebaik apapun materi, sistem dan metode yang dicanangkan, tidak akan
bernilai guna di tangan seorang guru yang tidak cakap dan tidak memiliki jiwa
keguruan. Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada
metode, dan jiwa guru itulah yang paling penting. Selain itu penciptaan lingkungan
yang kondusif untuk selalu berbahasa Indonesia merupakan salah satu faktor
penting bagi pengembangan dan peningkatan bahasa Indonesia pemelajar BIPA.

Kata Kunci: pengajaran BIPA, praktik terbaik, bahan ajar, teknik pengajaran,
muatan budaya, muatan sastra

Pendahuluan
Bahasa adalah wujud identitas suatu bangsa. Mengenal bahasa berarti
mengenal bagian dari budaya bangsa. Bahasa secara langsung atau tidak langsung
memberikan deskripsi sekilas tentang budaya sebuah bangsa. Mengenalkan dan
menyebarkan bahasa kepada orang lain, secara tidak langsung juga memberikan
informasi mengenai budaya bagi pemilik bahasa. Semakin orang mengenal budaya
yang lain, maka dia akan semakin mudah dan cakap dalam berinteraksi dengan
pemilik bahasa tersebut.

Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dari hari ke hari
semakin bersinar dan menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
ditandai dengan terselenggaranya pengajaran BIPA di berbagai lembaga baik di
dalam maupun di luar negeri, tidak terkecuali di Mesir yang saat ini memiliki lebih
dari 368 pemelajar aktif. Namun, perlu disadari, bahwa secara objektif,
pembelajaran BIPA di Mesir berbeda dengan di negara lain.

Perbedaan itu terdapat pada kondisi awal pemelajar BIPA, budaya, bahasa,
dan lingkungan yang ada di sekitarnya, semuanya menuntut para pengajar untuk
mempersiapkan materi bahasa Indonesia yang akan diajarkan kepada mereka.
Pemilihan materi dan teknik penyampaian yang sesuai dengan kondisi yang ada
pada pemelajar BIPA dapat menjadi mengurangi atau menghilangkan kesulitan dan
kebosanan mereka dalam belajar.

Oleh karena itu harus diperhatikan beberapa fakor yang mendukung


keberhasilan proses belajar mengajar BIPA, diantaranya: penggunaan metode
pengajaran, pemilihan bahan ajar, dan teknik penyampaian bahan ajar yang
digunakan oleh pengajar BIPA. Dalam proses pengajaran BIPA tentunya ada praktik
pengajaran yang sudah berhasil diterapkan oleh masing-masing lembaga yang ada,
termasuk di dalamnya praktik terbaik yang telah diterapkan oleh para guru atau
tenaga pengajar BIPA dalam mengajarkan bahasa Indonesia bagi orang-orang
Mesir. Praktik terbaik yang telah diterapkan adalah penggunaan metode langsung
dan metode terjemah bagi pemelajar.

Metode tersebut digunakan untuk menyampaikan materi bahasa yang ada di


dalam buku ajar, yang telah disusun oleh tim pengajar BIPA di Mesir. Materi
bahasa yang dikembangkan dalam buku ajar BIPA Mesir didasarkan pada tingkat
kemampuan bahasa Indonesia. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu
pemelajar BIPA mampu berbahasa Indonesia dan paham akan budaya Indonesia,
pendekatan yang dipilih oleh pengajar BIPA Mesir adalah pendekatan komunikatif.

Dengan menggunakan pendekatan komunikatif, pengajar BIPA harus


menggunakan bahasa Indonesia di dalam ataupun di luar kelas, serta menjadikan
dirinya sebagai mitra bicara bagi para siswanya.

1. Pengembangan bahan ajar BIPA di Mesir

Pemelajar BIPA di negara Mesir tentunya memiliki latar belakang bahasa


dan budaya yang berbeda dengan bahasa Indonesia yang dipelajarinya. Di samping
itu, kemampuan dan tujuan mereka dalam belajar bahasa Indonesia juga berbeda-
beda. Mereka ada yang hanya ingin belajar berbicara dengan menggunakan bahasa
informal dan ada juga yang ingin fokus belajar tata bahasa dan bahasa formal.
Akan tetapi secara umum tujuan mereka belajar agar mampu berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan lancar, baik lisan maupun
tulisan.

Latar belakang pemelajar BIPA yang berbeda-beda tersebut mengharuskan


pengajar untuk memilih dan memilah materi pembelajaran yang akan diajarkan
kepada mereka. Pemilihan materi yang tidak sesuai dapat menjadi penyebab
kesulitan dan kebosanan pelajar asing dalam belajar BIPA (Suyitno, 2017)

Adapun untuk pengembangan bahan ajar, pada tahun 2009, tim pengajar
BIPA di negara Mesir di bawah bimbingan Prof. Dr. Sangidu, M. Hum. telah berhasil
menyusun buku ajar sekaligus buku pegangan sebanyak 5 jilid buku untuk 6 level
kursus BIPA. Untuk memenuhi kedalaman dan kreativitas isi buku ajar serta
kebutuhan pemelajar BIPA di negara Mesir, tim pengajar telah beberapa kali
merevisi buku ajar tersebut.

Pengembangan materi bahasa yang ada dalam buku ajar BIPA di Mesir
berdasarkan tingkat kemampuan pemelajar BIPA, yaitu (1) tingkat pemula (level 1
dan 2) menggunakan buku jilid 1 dan 2, (2) tingkat menengah (level 3 dan 4)
menggunakan buku jilid 3 dan 4, dan (3) tingkat lanjut (level 5 dan 6)
menggunakan buku jilid 5. Guna memenuhi kebutuhan pemelajar BIPA yang sudah
menyelesaikan jenjang kursus sampai level 6 kemudian ingin memperdalam
bahasa Indonesia untuk menjadi penerjemah atau pemandu wisata, BIPA Mesir
telah membuka kelas program khusus penerjemah dan pemandu wisata.

Buku ajar BIPA Mesir (dari jilid 1-4) terdiri dari 6 unit pembelajaran,
sedangkan buku jilid 5 terdiri dari 10 unit pembelajaran (5 unit pembelajaran
pertama untuk level 5 dan 5 unit pembelajaran terakhir untuk level 6). Adapun
materi bahasa yang terdapat pada setiap unit pembelajaran adalah a) membaca, b)
tata bahasa, c) kosakata, d) percakapan, e) menulis (mengarang), dan f) catatan
budaya. Sedangkan pada buku jilid 5 ada penambahan materi pembelajaran sastra
berupa pengenalan Peribahasa Indonesia yang terdapat pada setiap unit
pembelajaran sebelum memulai materi percakapan dan menulis.

2. Muatan budaya dalam bahan ajar

Bahasa merupakan simbol budaya. Bahasa melambangkan hakekat,


kebudayaan, dan sejarah suatu bangsa. Maka kehancuran sebuah bahasa akan
mengakibatkan lenyapnya jati diri dan eksistensi sebuah bangsa (Mohamed
Mohamed Daud, 2016).

Mempelajari sebuah bahasa tak dapat dilepaskan dari mempelajari


bagaimana bahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagaimana
bahasa tersebut dipengaruhi dan juga ikut membentuk budaya para penutur
aslinya. Hal ini menyiratkan bahwa seseorang yang mempelajari bahasa tertentu
tanpa memahami budayanya berpotensi menjadi orang “pandai berbahasa, tapi
bodoh budaya” (Chick, 2009). Oleh karena itu, memahami keterkaitan antara
bahasa dan budaya merupakan elemen penting dalam pengajaran BIPA.

Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bahasa dan


perkembangan sosial budaya masyarakat memiliki hubungan erat yang tidak dapat
dipisahkan. Dengan memahami bahasa, orang dapat mengetahui budaya dan pola
hidup masyarakat pemilik bahasa tersebut. Oleh karena itu, buku ajar BIPA harus
menyajikan materi yang menyentuh kebudayaan Indonesia karena pengajaran
BIPA dapat juga berfungsi sebagai pemberi informasi budaya masyarakat
Indonesia kepada pelajar asing. Keberhasilan pengajaran BIPA tidak akan optimal
apabila pengajaran itu tidak melibatkan aspek-aspek sosial budaya yang berlaku
dalam masyarakat bahasa tersebut (Abdul Gaffar Ruskhan, 2007).

Ada beberapa aspek sosial budaya yang bisa dimanfaatkan sebagai materi
ajar BIPA. Mustakim (2003) mengelompokkan materi budaya yang perlu disajikan
dalam buku BIPA yakni (1) benda-benda budaya, (2) gerak-gerak anggota badan,
(3) jarak fisik ketika berkomunikasi, (4) kontak pandang mata dalam
berkomunikasi, (5) penyentuhan, (6) adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat,
(7) sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, (8) sistem religi yang dianut
dalam masyarakat, (9) mata pencarian, (10) kesenian, (11) pemanfaatan waktu,
(12) cara berdiri, duduk, dan menghormati orang lain, (13) keramah-tamahan,
tegur sapa, dan basa-basi, (14) pujian, (15) gotong royong, (16) sopan santun.

Berdasarkan pengelompokan di atas, maka banyak sekali materi budaya


yang bisa disampaikan dalam buku ajar BIPA. Menyangkut muatan budaya dalam
buku ajar BIPA di negara Mesir, materi catatan budaya Indonesia terdapat pada
setiap akhir unit pembahasan buku ajar level 1 sampai level 4 saja. Adapun pada
buku level 5 dan level 6 belum ada materi catatan budayanya. Hal ini akan menjadi
pertimbangan dan perhatian tim pengajar BIPA di negara Mesir untuk
menambahkan catatan budaya di setiap akhir unit pembelajaran pada buku jilid 5.

Unsur-unsur budaya yang terdapat pada buku ajar BIPA Mesir telah dipilih
oleh tim pengajar sesuai dengan pembahasan setiap unit pembelajaran dan tujuan
pengajaran BIPA. Unsur budaya tersebut disampaikan dan dijelaskan secara
fleksibel, baik di dalam kelas yaitu ketika berlangsung proses belajar mengajar,
maupun di luar kelas yaitu melalui penayangan film Indonesia, praktik memasak
masakan khas Indonesia, penampilan seni (tari, pencak silat, musik), perlombaan
(lari kelereng, lari karung, memasukkan jarum ke dalam botol, tarik tambang,
cerdas cermat), wisata bersama, dan interaksi atau komunikasi.
Selain itu, untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Mesir,
KBRI Cairo, melalui PUSKIN (Pusat Kebudayaan Indonesia) juga telah membuka
kursus pelatihan pencak silat (Tapak Suci), kelas tari Bali, dan kelas musik (kecapi
dan angklung). Berikut ini adalah catatan budaya yang terdapat pada setiap buku
ajar BIPA Mesir dari level 1 sampai level 4:

A. Level 1
- Unit 1 ( Negara Kesatuan Republik Indonesia)
- Unit 2 (Etika/sopan santun)
- Unit 3 (Ungkapan pertemuan dan perpisahan)
- Unit 4 (Ragam isyarat masyarakat Indonesia)
- Unit 5 (Ucapan selamat dan doa dalam kesempatan tertentu)
- Unit 6 (Etika permisi dalam budaya Indonesia)
B. Level 2
- Unit 1 (Jamu, obat tradisional masyarakat Indonesia)
- Unit 2 (Budaya berbasa basi masyarakat Indonesia)
- Unit 3 (Etika di jalan raya)
- Unit 4 (Mengenal beberapa buah asli Indonesia)
- Unit 5 (Budaya makan orang Indonesia)
- Unit 6 (Permainan tradisional Indonesia)
C. Level 3
- Unit 1 (Suku-suku di Indonesia)
- Unit 2 (Masakan khas Indonesia)
- Unit 3 (Kondisi alam Indonesia)
- Unit 4 (Objek wisata Indonesia)
- Unit 5 (Rumah adat di Indonesia)
- Unit 6 (Presiden Indonesia dari masa ke masa)

D. Level 4
- Unit 1 (Nama-nama stasiun televisi dan situs berita di Indonesia)
- Unit 2 (6 jenis kopi yang terkenal di Indonesia)
- Unit 3 (Candi Prambanan dan Candi Borobudur)
- Unit 4 (Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta)
- Unit 5 (Makanan pokok masyarakat Indonesia)
- Unit 6 (Jenjang pendidikan formal di Indonesia)

Dengan adanya catatan budaya pada setiap unit buku ajar BIPA Mesir dan
kelas kursus budaya Indonesia diharapkan dapat memberikan informasi dan
mengenalkan budaya masyarakat Indonesia kepada pemelajar BIPA baik
masyarakat Mesir ataupun warga negara asing yang tinggal di Mesir sehingga
terwujud pemelajar BIPA yang mahir berbahasa Indonesia dan paham akan
keragaman budaya masyarakat Indonesia.

3. Muatan sastra dalam bahan ajar

Penutur asing dapat mahir berbahasa Indonesia dan memahami budaya


sosial masyarakat Indonesia dengan mempelajari sastra, seperti peribahasa, cerita
pendek, puisi, pantun, prosa, dan novel.

Dalam kaitannya dengan pentingnya unsur sastra dalam pembelajaran BIPA,


Abdul Karim menegaskan bahwa mengajarkan karya-karya sastra kepada
pemelajar BIPA dapat menambah pengetahuan mereka tentang budaya, tradisi,
cara hidup, akhlak masyarakat Indonesia dan juga dapat meningkatkan kemahiran
berbahasa Indonesia mereka dari segi (mendengar, berbicara, membaca, dan
menulis).

Mulyono (1999) Dalam Prinkhasari mengutip pernyataan Brown bahwa


pada tingkat lanjut (advanced), pemelajar asing seharusnya memiliki kemampuan
membaca narasi dan deskripsi dengan penanda-penanda hubungan antarkalimat,
antarparagraf dan berbicara dengan struktrur yang bervariasi.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan


bahwa unsur sastra sangat penting untuk diajarkan kepada pemelajar BIPA karena
dapat menambah wawasan budaya dan meningkatkan kemahiran berbahasa
Indonesia mereka. Karena materi sastra banyak menggunakan kalimat atau
ungkapan yang agak sulit, maka materi ini sebaiknya diajarkan bagi pemelajar
BIPA level lanjut.

Menyangkut muatan sastra pada buku ajar BIPA Mesir, materi muatan sastra
baru ditambahkan pada buku jilid 5. Peribahasa Indonesia mulai diajarkan kepada
pemelajar BIPA yang sudah mencapai level lanjut (5 dan 6). Materi peribahasa ini
diajarkan pada setiap unit pembelajaran pada buku jilid 5 sebelum memulai
pelajaran percakapan dan menulis. Muatan sastra yang lain, seperti puisi dan
pantun juga mulai diajarkan kepada pemelajar BIPA, tapi hanya sebatas
pengenalan dan sebagai tambahan informasi bagi mereka. Adapun pendalaman
dalam pengajaran muatan sastra kepada pemelajar BIPA di Mesir belum banyak
mendapatkan perhatian.

4. Praktik pengajaran BIPA di Mesir

Pemelajar BIPA Mesir pada umumnya berasal dari kalangan mahasiswa,


pemandu wisata, pekerja, pebisnis, pemilik travel, wartawan, dan pelajar. Untuk
mengakomodasi minat dan kebutuhan yang mungkin berbeda dari yang satu
dengan yang lain, disiapkan kesiapan materi yang sesuai.

Para pemelajar BIPA di Mesir ingin sekali berbahasa Indonesia dengan


lancar. Kelancaran berbahasa Indonesia tersebut diperlukan mereka untuk (a)
melanjutkan kuliah di Indonesia, (b) bekerja sebagai pemandu wisata bagi
wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Mesir, (c) bekerja sebagai penerjemah,
(d) bekerja sebagai guru bahasa Arab bagi orang Indonesia, (e) menikah dengan
orang Indonesia, (f) mengadakan penelitian tentang keindonesiaan, (g) berbisnis
dengan pebisnis Indonesia, (h) tinggal di Indonesia dalam waktu yang lama, dan
(i) bekerja di Indonesia.

Hal di atas sesuai dengan pendapat (Hoed, 1995, dalam Suyitno, 2010) yang
menyatakan bahwa program BIPA bertujuan untuk (1) mengikuti kuliah di
perguruan tinggi Indonesia, (2) membaca buku dan surat kabar guna keperluan
penelitian, dan (3) berkomunikasi secara lisan dalam kehidupan sehari-hari di
Indonesia. Mengingat tujuan pemelajar BIPA di atas, maka pengembangan bahan
ajar, metode, pendekatan, dan teknik pembelajaran menjadi perhatian utama bagi
tim pengajar BIPA Mesir.

Ihwal Pembelajaran BIPA dengan metode langsung dan terjemah serta teknik
pengajarannya di Mesir.

Pembelajaran BIPA di Mesir sudah banyak mengalami perkembangan. Hal


ini ditandai dengan bertambah banyaknya peminat bahasa Indonesia dari kalangan
masyarakat Mesir dan sebagian warga negara asing yang sedang tinggal di Mesir.
Dalam pembelajaran BIPA, Setiap lembaga atau instansi pengajaran BIPA pasti
memiliki metode dan pendekatan khusus. Pengembangan bahan ajar, metode, dan
teknik pengajaran disesuaikan dengan kondisi yang ada di tempat pengajaran BIPA.

Perlu disadari bahwa pembelajaran BIPA di Indonesia berbeda dengan di


negara lain. Perbedaan itu tampak pada kondisi masyarakat bahasa yang ada di
luar kelas pembelajaran BIPA. Pemelajar asing yang ada di Indonesia bisa langsung
melakukan praktik berbahasa dengan masyarakat Indonesia, akan tetapi pemelajar
asing yang sedang belajar bahasa Indonesia di Mesir akan menghadapi masyarakat
yang berbahasa Arab 'Amiyah. Jika kondisi seperti ini tidak dipertimbangkan
dengan cermat, maka akan menjadi hambatan bagi pemelajar asing dalam
memelajari bahasa Indonesia yaitu kurangnya praktik berbicara.

Kurangnya praktik berbicara bahasa Indonesia dengan penduduk asli


Indonesia menjadikan pemelajar BIPA di Mesir lambat dalam berbicara, merasa
kurang percaya diri dan takut menggunakan bahasa Indonesianya. Perasaan takut
salah ini selanjutnya dapat memunculkan perasaan baru yang dapat mengganjal
keseluruhan proses dan hasil pembelajaran BIPA, yaitu perasaan tidak akan bisa
berbahasa Indonesia (Widodo. 1994).

Kondisi lingkungan dan kualifikasi pemelajar asing seperti yang ada di Mesir
ini menjadikan tim pengajar BIPA Mesir menggunakan metode dan teknik
pengajaran yang bervariasi. Adapun metode yang telah digunakan oleh pengajar
dalam pembelajaran BIPA adalah metode langsung yang dikombinasikan dengan
metode terjemah (metode dwi bahasa) melalui pendekatan komunikatif.
Ada beberapa faktor pendukung diterapkannya gabungan metode langsung
dan terjemah ini, diantaranya adalah: 1) kandungan kosakata bahasa Indonesia
banyak yang berasal dari bahasa Arab, yaitu sekira 1.492 kata (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 1996) atau sekira 1.971 kata (Syamsul
Hadi, 2015) sehingga kata serapan dari bahasa Arab yang telah menjadi kosakata
bahasa Indonesia lebih mudah diterima dan dipelajari oleh pemelajar, 2)
banyaknya persamaan struktur pola kalimat bahasa Indonesia dan bahasa Arab
memudahkan pemelajar BIPA dalam menguasai struktur bahasa Indonesia karena
semakin dekat kesenjangan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia akan
semakin mudah dalam proses pembelajarannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Grabe, 1986, dalam Imam Suyitno, 2010) bahwa problem belajar bahasa asing
muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistik dan sosiokultural dari
bahasa pertama dan bahasa target, 3) pengucapan atau pelafalan kosakata bahasa
Indonesia sesuai dengan tulisannya. Hal ini memudahkan pemelajar dalam
mendengar, berbicara, membaca dan menulis bahasa Indonesia.

Dalam penerapannya, metode langsung dan terjemah (dwi bahasa) dengan


menggunakan pendekatan komunikatif ini mengharuskan pengajar dan pemelajar
BIPA untuk selalu berbicara bahasa Indonesia baik di dalam maupun di luar kelas,
penerjemahan dengan menggunakan bahasa asli pemelajar (Arab) kadang dipakai
ketika diperlukan dalam pembelajaran tata bahasa, terutama jika terjadi
perbedaan struktur kalimat antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Akan tetapi
penjelasan tata bahasa dengan menggunakan bahasa pemelajar tersebut hanya
digunakan dalam waktu singkat dan pemelajar tidak boleh sedikitpun bertanya
kepada pengajar dengan menggunakan bahasa Arab maupun bahasa Inggris.
Dengan cara demikian akan tercipta suasana lingkungan “wajib” berbahasa
Indonesia.

Dengan terciptanya milieu wajib berbahasa Indonesia tersebut dapat


memudahkan pemelajar BIPA untuk menerima input bahasa dari penutur bahasa
Indonesia dengan cara mengikuti atau menirukannya secara positif sehingga
kebiasaan berbahasa Indonesia itu bisa terbentuk (Pasty M. Lightbown dan Nina
Spada, 1993). Oleh karena itu, semakin berkualitas dan banyaknya percakapan
maupun kosakata bahasa Indonesia yang didengar oleh pemelajar BIPA secara
konsisten di lingkungan yang mendukung untuk selalu berbahasa Indoenesia
tersebut dapat memberikan pengaruh yang besar bagi kesuksesan pemelajar BIPA
dalam belajar bahasa Indonesia.

Hal ini selaras dengan pendapat yang menyatakan bahwa perolehan


kemampuan berbahasa dimulai dengan mendengar kemudian berbicara
selanjutnya membaca dan diakhiri dengan menulis. "Nothing should be spoken
before it has been heard, nothing should be read before it has beed heard, nothing
should be written before it has been read" (tak ada yang dapat diucapkan sebelum
mendengar, tak ada yang dibaca sebelum berbicara, dan tak ada yang ditulis
sebelum membaca), (L.G. Alexander, 1994, dalam Dihyatun Masqon, 2012) dan
juga sesuai dengan pernyataan Ibnu Kholdun (dalam Dihyatun Masqon, 2012)
bahwa mendengar adalah bagian terpenting dari kemampuan atau bakat
ّ
berbahasa ( ‫)إن السمع أبو الملكات اللسانية‬.

Terciptanya lingkungan berbahasa Indonesia melalui pendekatan


komunikatif ini tidak hanya memberi pemelajar BIPA kompetensi tata bahasa
tetapi juga memberinya keterampilan sosial seperti: untuk apa, bagaimana, kapan,
dan di mana mereka bertutur kata sehingga tujuan akhir dari penerapan
pendekatan komunikatif yaitu pemelajar BIPA mampu berbicara bahasa Indonesia
dengan baik bisa terwujud ((Dr. M.F. Patel dan Pavin M. Jain, 2008).

Berikut ini adalah gambaran umum tentang teknik pembelajaran BIPA di


Mesir:
1. Komunikasi. Dalam proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar
kelas, pemelajar dan pengajar selalu berkomunikasi dengan bahasa
Indonesia. Pengajar berusaha semaksimal mungkin untuk tidak
berbicara dengan menggunakan bahasa Arab kepada pemelajar.
Pengajar adalah teman sekaligus mitra bicara yang selalu setia
menemani pemelajar. Cara seperti ini dapat menciptakan suasana
yang akrab antara pengajar dan pemelajar, sehingga pemelajar tidak
malu dan tidak takut untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia
yang dipelajarinya. Tim pengajar Mesir sering memberi semangat dan
nasehat kepada pemelajar BIPA dengan ungkapan “jangan malu dan
jangan takut salah ketika berbicara bahasa Indonesia, jika Anda takut
salah, maka Anda tidak akan bisa berbicara bahasa Indonesia
selamanya.”
2. Penyajian materi dalam kelas. Dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada pemelajar, teknik pengajaran yang digunakan
oleh pengajar BIPA di Mesir sangat bervariasi sesuai dengan materi
yang diajarkan dan kreatifitas guru. Diantara teknik yang telah
digunakan dan dikembangkan adalah teknik; tanya jawab,
percakapan, kerja kelompok, bernyanyi, berpidato, penugasan,
diskusi, penemuan, cerdas cermat, wawancara, dan lain-lain.
3. Penyajian materi di luar kelas. Pengajaran BIPA tidak hanya dilakukan
di dalam kelas saja, namun juga di luar kelas. Pembelajaran di luar
kelas dilakukan dengan cara mengajak pemelajar BIPA pergi ke
tempat-tempat tertentu seperti kantor pos, pasar, tempat wisata,
museum, dan sebagainya. Tujuan dari pembelajaran luar kelas ini
adalah untuk melatih dan mengasah kemampuan pemelajar BIPA
dalam berbahasa Indonesia. Kegiatan outdoor ini juga untuk
menghindarkan pemelajar dari rasa jenuh ketika belajar di dalam
ruangan.
4. Penyampaian materi budaya Indonesia. Dalam menyampaikan budaya
Indonesia, tim pengajar BIPA di Mesir memiliki cara yang bervariasi.
Diantara penyajian materi budaya di dalam kelas adalah melalui: 1)
lisan dan tulisan, 2) gambar dan foto, 3) menonton film Indonesia, 4)
memasak dan makan makanan khas Indonesia. Dan untuk
mengenalkan budaya di luar kelas, Pemelajar diajak pergi ke
beberapa tempat yang memang sudah menjadi lingkungan mahasiswa
Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Mesir seperti perpustakaan
Indonesia, rumah makan Indonesia, organisasi-organisasi
kemahasiswaan Indonesia dan lain sebagainya. Selain itu, mereka
juga diajak langsung untuk menghadiri berbagai macam event
Indonesia, seperti acara pernikahan mahasiswa Indonesia di Mesir,
peringatan hari-hari besar, pertunjukan budaya, menyaksikan
penampilan seni Indonesia (tari Bali, pencak silat (Tapak Suci), musik
angklung, kecapi) dan lain sebagainya. Dengan demikian, mereka
akan semakin mengenal budaya Indonesia dan mahir dalam
berbahasa Indonesia.
5. Menonton film Indonesia. Untuk memperkuat kemampuan berbahasa
pemelajar dan mengenalkan budaya Indonesia kepada mereka,
menonton film Indonesia diadakan 2 kali dalam dua bulan. Setelah
selesai menonton film, pemelajar diberi tugas untuk menuliskan
deskripsi film dan bercerita di dalam kelas sesuai pemahaman
mereka.
6. Evaluasi pembelajaran BIPA. Evaluasi diadakan untuk mengetahui
kemampuan dan kemajuan belajar pemelajar BIPA. Tujuan evaluasi
juga untuk memberi nilai bagi pemelajar. Pelaksanaan evaluasi
dilakukan melalui: 1) kemampuan harian, 2) tes tengah program, 3)
tes akhir program, 4) tes lisan, dan 5) seminar, bagi pemelajar tingkat
lanjut. Tujuan dari pelaksanaan evaluasi, di samping untuk
memberikan nilai, juga untuk memacu pemelajar untuk belajar
bahasa Indonesia dan bisa menggunakannya secara formal dalam
kegiatan sehari-hari.

Tujuan, materi, metode dan teknik pengajaran BIPA tidak akan bermanfaat dan
terwujud dengan baik tanpa keberadaan seorang guru yang ikhlas dalam mengajar
BIPA. Dalam pepatah dikatakan: "Teknik mengajar lebih penting daripada materi,
dan guru lebih penting daripada teknik mengajar, sedangkan jiwa guru adalah hal
yang paling penting dalam proses pembelajaran.”
5. Penutup

Dari hasil paparan di atas menunjukkan bahwa pemelajar BIPA di Mesir


memiliki latar belakang pendidikan dan tujuan yang berbeda-beda. Pengajaran
BIPA yang diadakan di Indonesia berbeda dengan yang ada di luar negeri.
Perbedaan itu terdapat pada kondisi lingkungan pemelajar. Supaya tujuan
pembelajaran BIPA bisa tercapai, disarankan kepada para pengajar untuk
memperhatikan bahan ajar, metode, dan teknik pengajaran yang sesuai dengan
pemelajar BIPA.

Materi bahan ajar yang digunakan harus sesuai dengan kondisi pemelajar
dan keadaan lingkungan sekitarnya. Pemilihan dan pemberian materi yang tidak
tepat bisa menyebabkan kebosanan dan kesulitan pada pemelajar BIPA. Muatan
budaya dan muatan sastra juga harus disajikan dalam bahan ajar karena keduanya
merupakan komponen penting dalam peningkatan berbahasa pemelajar BIPA dan
menambah wawasan budaya mereka.

Pengajar dan pemelajar harus berusaha semaksimal mungkin untuk selalu


berbahasa Indonesia dalam pembelajaran BIPA karena dengan demikian, milieu
berbahasa Indonesia bisa terwujud.
Daftar Pustaka

Abdullah, Abdul Karim. ‫جمالة النص األدبي ومدى نجاعته في تعليم العربية للناطقين بغيرها‬. Diunduh dari
tulisan terkini.com, tanggal 11 Juli 2017.

Chick, J. Keith. 2009. Intercultural Communication:Sosiolinguistic and Language


Teaching. Dalam Afdol Tharik Wastono. Aspek Interkultural Dalam Pengajaran
Bahasa Arab Sebagai Bahasa Asing di Indonesia.

Daud, Mohamed, Mohamed. 2016. ‫ومتى تموت؟‬..‫ كيف تحيا؟‬،‫اللغة‬ Giza: Nahdet Misr
Publishing.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 1996. Senarai Kata Serapan


Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hoed, Beny H. 1995. Kerjasama Antarpemerintah dan Antarlembaga untuk


Pengembangan BIPA. Dalam Imam Suyitno, 2010. Pengembangan Materi
Pembelajaran BIPA Berdasarkan Tujuan Belajar Pelajar Asing. Pidato Pengukuhan
Guru Besar dalam Bidang Pengajaran Bahasa Indonesia pada Fakultas Sastra di
Universitas Negeri Malang (UM)

Hadi, Syamsul. 2014. Kata-Kata Arab dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

L.G. Alexander. 1994. New Concept English, dalam Dihyatun Masqon, 2012. ‫اللغة‬
)‫ تعليمها وتعلمها في إندونيسيا الحديثة(قراءة واقعية نموذجية‬:‫العربية‬

Lightbown, M. Pasty dan Spada, Nina. 1993. How Language are Learned. Hong
kong: Oxford University Press.

Mulyono, Iyo. 1999. Struktur Pasif Persona: Bahan Ajar Keterampilan Berbicara bagi
Pembelajar Penutur Asing Level Lanjut (Advanced).Makalah yang disajikan dalam
KIP-BIPA III UPI Bandung 11-13 Oktober 1999. Dalam Maya Rezita Prinkhasari.
Paham Budaya dan Mahir Berbahasa Indonesia bagi Penutur Asing Tingkat Lanjut.
Makalah diunduh pada tanggal 9 Juli 2017.
Masqon, Dihyatun. 2012. )‫ تعليمها وتعلمها في إندونيسيا الحديثة(قراءة واقعية نموذجية‬:‫ اللغة العربية‬Makalah
di Jurnal Tsaqofah. Vol. 8, No. 1, April 2012.

Patel, M.F. Dr. dan Jain, M. Pavin. 2008. English Language Teaching:Methods, Tools
& Techniques. Jaipur: Sunrise Publishers & Distributors.

Ruskhan, Gaffar, Abdul. 2007. Pemanfaatan Keberagaman Budaya Indonesia


dalamPengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), Makalah Seminar
Pengajaran Bahasa Indonesia Pertemuan Asosiasi Jepang-Indonesia. Nagoya,
Jepang.

Suyitno, Imam. 2007. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur
Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar. Wacana vol. 9 No, April
2007 (62-78).

Widodo Hs. 2001. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model
Tutorial.
Pengajaran BIPA di Thailand
Siriporn Maneechukate
Fakultas Liberal Arts, Universitas Maejo, Chiang Mai, Thailand

Abstrak
Saya sebagai dosen BIPA di Thailand yang telah mengajar selama tujuh
tahun menemukan tiga faktor yang harus diutamakan dalam pengajaran dan
pembelajaran BIPA, yaitu pengajar, pelajar, dan prosesnya. Pengajar dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengajar sebagai penutur asli dan pengajar
sebagai penutur asing. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pengajar sebagai penutur asli memiliki kelebihan akan sumber Bahasa Indonesia
dalam 4 keterampilan (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan budaya
yang lebih efektif sedangkan pengajar sebagai penutur asing (pengajar orang Thai)
memiliki kekurangan pada hal itu. Namun, pengajar sebagai penutur asli memiliki
kekurangan dalam hal cara menjelaskan, terutama tata bahasa. Kekurangan
tersebut bukan merupakan masalah langsung dari pengajar itu sendiri, tetapi
kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan dari pelajar yang kurang mampu
berbahasa Inggris yang digunakan oleh pengajar. Kekurangan tersebut dapat
diatasi oleh pengajar sebagai penutur asing (penutur Thai). Pelajar sendiri
menghadapi masalah ketika belajar bahasa Indonesia. Mereka mengalami
kesulitan dalam melafalkan huruf awal dan huruf akhir bahasa Indonesia yang
tidak ada dalam bahasa Thai. Bahkan, mereka juga dipengaruhi oleh bahasa
Inggris. Proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif bagi pengajar supaya
hasil cepat tercapai, yaitu ”contrastive analysis”. Selain itu, tips untuk
memudahkan pengajaran dan pembelajaran adalah dengan menggunakan analogi,
pemahaman kata serapan bahasa Sanskerta yang sama dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Thai, dan pemahaman peribahasa yang sama dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Thai. Namun, persamaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan budaya
antara bahasa Indonesia dan bahasa Thai menjadi hal menguntungkan bagi pelajar
Thai untuk belajar bahasa Indonesia dengan mudah.
Pengajaran BIPA di Thailand

Pendahuluan
Cara terbaik belajar bahasa asing untuk memperoleh hasil yang baik ialah
dengan menghadapi kenyataan langsung dengan tinggal di negara yang
menggunakan bahasa tersebut. Kita bisa belajar bahasa tersebut kapan saja kita
ingin. Namun, cara tersebut tidak dapat diikuti oleh semua orang. Oleh karena itu,
belajar bahasa asing di negara tempat tinggal pelajar menjadi pilihan lain,
walaupun cara tersebut tidak secepat belajar di negara di mana bahasa tersebut
dipakai.

Faktor penagajaran BIPA di Thailand


Pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di Thailand dimulai sejak
tahun 2001 sampai tahun 2004 dan dibuka lagi dari tahun 2011 sampai sekarang.
Menurut pengalaman saya, faktor yang berkaitan dengan pengajaran BIPA di
Thailand ialah pengajar, pelajar, dan proses mengajar.

Pengajar
Pengajar BIPA, pada awalnya, hanya ada saya hingga tahun 2012. Dosen
BIPA dari Indonesia (Ibu Suci Sundusiah) dikirim untuk membantu saya selama 3
bulan. Tahun selanjutnya universitas sempat menerima dosen BIPA secara
kontrak. Pengajar sebagai penutur asli dan pengajar sebagai penutur asing masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengajar sebagai penutur asli
memiliki kelebihan akan sumber Bahasa Indonesia dalam 4 keterampilan
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan budaya yang lebih efektif
sedangkan pengajar sebagai penutur asing (pengajar orang Thai) memiliki
kekurangan pada hal itu. Namun, pengajar sebagai penutur asli memiliki
kekurangan dalam hal cara menjelaskan, terutama tata bahasa. Kekurangan
tersebut bukan merupakan masalah langsung dari pengajar itu sendiri, tetapi
kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan dari pelajar yang kurang mampu
berbahasa Inggris yang digunakan oleh pengajar. Kekurangan tersebut dapat
diatasi oleh pengajar sebagai penutur asing (penutur Thai). Saya, sebagai dosen
senegara dengan pelajar yang pernah menjadi mahasiswa BIPA, pernah mengalami
masalah ketika belajar BIPA bahkan dapat mengamati ciri-ciri bahasa Indonesia.
Saya mengumpulkan masalah dan hasil mengamati tersebut sebagai bahan
mengajar BIPA kemudian membuat buku bahasa Indonesia 1 dan 2 lalu membuat
6 mata kuliah, yaitu Bahasa Indonesia dasar 1, bahasa Indonesia dasar 2,
percakapan dan menyimak 1, membaca 1, menulis 1, dan bahasa, masyarakat, dan
budaya Indonesia. Selain itu saya juga membuat artikel dan penelitian. Penelitian
yang pernah saya buat, yaitu Kata Serapan Bahasa Sanskerta dalam Bahasa
Indonesia dan Bahasa Thai Sebagai Bahan Pengajaran Bahasa dimuat di Jurnal
Kependidikan UNY dan Pandangan Dunia Orang Indonesia dari Peribahasa dimuat
di Jurnal Liberal Arts, universitas Maejo, Chiang Mai, Thailand. Dua penelitian
tersebut dapat saya gunakan sebagai bahan pengajaran BIPA.

Pelajar
Pelajar Thai tidak berbeda dengan pelajar di negara lain. Mereka lebih
tertarik bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Mandarin,
dan bahasa Korea. Oleh karena itu untuk mata kuliah bahasa Indonesia belum
banyak jumlah yang tertariknya. Berikut ini adalah jumlah pelajar BIPA yang
pernah saya ajarkan.
Jumlah pelajar BIPA
Tahun Universitas Naresuan Universitas Maejo
2001 14
2002 1
2003 2
2004 5
2011 14
2012 29
2013 113
2014 -
2015 65
2016 13
2017 -

BIPA di Thailand ditawarkan sebagai mata kuliah yang mudah untuk


dipelajari. Pelajar tidak perlu memulai dengan belajar menulis huruf karena huruf
bahasa Indonesia merupakan huruf latin yang pelajar sudah terbiasa ketemui
bahkan pola kalimat bahasa Indonesia dapat sama seperti bahasa Thai. Namun,
pelajar masih sering tidak tepat membaca dan menyusun kata-kata dalam kalimat
karena dipengaruhi oleh bahasa Inggris
Contoh :
dan dibaca [daen]
enam dibaca [inam]
untuk dibaca [antak]
kelas bahasa Indonesia dikatakan menjadi bahasa Indonesia kelas
Selain dipengaruhi oleh bahasa Inggris, belajar bahasa Indonesia juga dipengaruhi
oleh bahasa Thai mereka.
Contoh :
Seamat datang ke Thailand.
Terima kasih dibalas tidak apa-apa.
Saya mempunyai seorang adik dikatakan menjadi saya mempunyai adik satu
orang.
Mereka juga seringkali membalikkan kata.
Contoh :
kepala disebut kelapa
sedekah disebut sekedah
kedelai disebut keledai
sungkan disebut sangkun

Proses pengajaran dan pembelajaran


Proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif bagi pengajar supaya hasil
cepat tercapai, yaitu ”contrastive analysis”. Selain itu, tips untuk memudahkan
pengajaran dan pembelajaran adalah dengan menggunakan analogi, pemahaman
kata serapan bahasa Sanskerta yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Thai, dan pemahaman peribahasa yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Thai.
Fonologi
Untuk belajar membaca huruf-huruf bahasa Indonesia, pelajar Thai
menghadapi kesulitan untuk membaca huruf initial [g-, j-, ny- , dan z-] dan huruf
final [-h, -l, -r] karena huruf tersebut tidak ada di dalam bahasa Thai. Lagipula
vokal [i-a] dan [u-a] dibaca mereka menjadi 1 diftong. Huruf dan vokal yang beda
tersebut selalu saya fokuskan.
Contoh : gigi, jendera, bernyanyi, zaman, rumah, mahal, besar, dia, dua.
Kependekan dan kepanjangan vokal bahasa Indonesia menjadi masalah bagi
pelajar karena pendek panjang tidak ditandai maka saya harus menginformasikan
bahwa vokal akan menjadi pendek bila suku kata itu diikuti huruf akhir dan
menjadi panjang bila suku kata tidak diikuti huruf akhir.
Morfologi
Pemahaman dalam bidang morfologi terutama kata majemuk saya ajarkan
dengan memilih kata yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Thai untuk
pertama kali.
Contoh :
air mata air terjun
gunung api kamar mandi
kapal terbang kereta api
kipas angin pekerjaan rumah
Selain itu saya mengajak pelajar untuk mengamati makna perkata misalnya
Contoh :
terima + kasih
apa + kabar
lidah buaya (bahasa Thai : ekor buaya )
pulang-pergi (bahasa Thai : pergi-pulang)
Ada kata-kata yang kebetulan suaranya hampir sama.
Contoh :
kunci kuncae
pintu pratu:
cicak cingcok
hidung hu:dang
kertas krada:t
Analogi
Walaupun lucu tetapi cara seperti ini membuat pengajar cepat ingat kosa
kata.
Contoh :
menjadi man ca dii (ia akan baik)
lutut ruu tuut (lubang pantat)
sama som (sama)
ini ii nii (si ini ) (*si : kata yang kasar untuk memanggil
perempuan)

Kata serapan bahasa Sanskerta yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Thai
Contoh :
Bahasa Indonesia Bahasa Thai
aneka ane:k
giri khi:ri:
kencana ka:ncana:
kepala kaba:n
loba lo:p
madu mathu
mega me:k
nila nin
suami sa:mi:
warna wan
sama som
Peribahasa yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Thai.
Contoh :
Air mata jatuh ke dalam
Tak termakan oleh anjing kata-katanya
Licin bagai belut
Seperti harimau menyembunyikan kuku
Bagaikan bumi dan langit
Buah jatuhnya tak akan jauh dari pohonnya
Air di daun keladi
Jam terbang tinggi
Simpulan
Salah satu permasalahan untuk belajar bahasa asing ialah interferensi dari
bahasa ibu. Maka Contrastive analysis bisa mengurangi masalah tersebut.
Persamaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan budaya antara bahasa Indonesia dan
bahasa Thai menjadi hal menguntungkan bagi pelajar Thai untuk belajar bahasa
Indonesia dengan mudah.
PENGAJARAN BAHASA INDONESIA DAN PERMASALAHAN
TERHADAP BAHAN AJAR DI VIETNAM

Dr. Nguyen Thanh Tuan


University of Social Sciences and Humanities
Vietnam National University, Ho Chi Minh City

1. Pengantar

Sejak tahun 1993, bahasa Indonesia dijadikan sebagai matakuliah bahasa


asing di beberapa universitas di Vietnam, baik di Vietnam Selatan maupun Vietnam
Utara yang diajarkan di program studi untuk jenjang Strata 1. Namun, bahasa
Indonesia belum sama populernya dengan bahasa-bahasa yang lain seperti bahasa
Inggris, bahasa Perancis atau bahasa Mandarin. Latar belakang diberlakukannya
matakuliah bahasa Indonesia di Vietnam tersebut dikarenakan sejarah hubungan
diplomatik yang cukup lama yang baik antara Vietnam dan Indonesia. Selain itu,
meningkatnya hubungan perdagangan antara Vietnam dan Indonesia akhir-akhir
ini.

Menurut data observasi, bahasa Indonesia semakin diminati di Vietnam,


khususnya di Vietnam Selatan. Di wilayah Asia Tenggara, Vietnam dapat dianggap
sebagai satu-satunya negara yang mempunyai Jurusan Studi Indonesia dan bahasa
Indonesia diajarkan sebagai asing di universitas. Dalam hal ini University of Social
Science and Humanities adalah satu-satunya universitas tersebut. Akan tetapi
meskipun semakin banyak orang Vietnam yang berminat belajar bahasa Indonesia,
namun ada beberapa kendala terkait pengajaran bahasa Indonesia, khususnya
berkurangnya tenaga pengajar dan bahan ajar. Beberapa waktu yang terakhir ini,
pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam dapat dijalankan atas bantuan Konsulat
Jenderal RI di Vietnam maupun PPSDK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI dalam pengiriman guru BIPA untuk mengajarkan bahasa Indonesia. Selain itu,
bahan ajar bahasa Indonesia di Vietnam sebagian besar diambil dari universitas-
universitas di Indonesia atau beberapa negara yang lain misalnya Australia, Jepang,
dan Malaysia.
Untuk memberi gambaran umum tentang pengajaran bahasa Indonesia di
Vietnam, dalam makalah ini akan membahas beberapa hal seperti: (1) situasi dan
kondisi pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam, dan (2) permasalahan bahan ajar
bahasa Indonesia di Vietnam. Pada akhirnya, kami juga akan memberi beberapa
saran untuk mempertahankan dan mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia
di Vietnam.

2. Pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam

2.1. Sejarah kilat pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam

Pada akhir 1980-an Vietnam melaksanakan kebijakan reformasi (Doi moi)


dan integrasi kepada wilayah Asia Tenggara dan dunia. Vietnam ingin bersahabat
dengan semua negara, khususnya negara-negara di Asia Tenggara. Sejak waktu itu,
Vietnam telah satu demi satu menguatkan hubungan diplomatik dengan banyak
negara di dunia.

Sebelum menjadi anggota resmi ASEAN pada tahun 1995, tahun 1993
Jurusan Studi Asia Tenggara dibuka di beberapa universitas di Vietnam, misalnya
Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora – Universitas Nasional ibukota HaNoi,
Universitas Ilmu Sosial dan Humaniora – Universitas Nasional kota Ho Chi Minh,
Universitas Terbuka Kota Ho Chi Minh, kemudian tahun 2002 di Universitas Hong
Bang kota Ho Chi Minh. Di antara bahasa-bahasa Asia Tenggara, selain bahasa Thai,
bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa penting yang harus diajarkan di
Program Studi Asia Tenggara di Universitas-universitas Vietnam sebagai bahasa
asing kedua selain bahasa Inggris. Bahasa Indonesia diajarkan dalam selama empat
sampai delapan semester. Setelah selesai kelas bahasa Indonesia, mahasiswa bisa
mencapai tingkat menengah dan bisa berkomunikasi sehari-hari dalam bahasa
Indonesia. Akan tetapi, karena beberapa alasan yang berbeda-beda kelas bahasa
Indonesia tidak banyak dipertahankan di Vietnam, sampai sekarang kelas bahasa
Indonesia hanya dipertahankan di University of Social Sciences and Humanities
(USSH) – Vietnam National University, Ho Chi Minh City di Vietnam Selatan, dan
sekaligus Universitas ini adalah universitas satu-satunya di Vietnam yang
mempunyai Jurusan Studi Indonesia dan bahasa Indonesia diajarkan sebagai
bahasa asing.
Di USSH, sejak tahun akademik 2005-2006, bahasa Indonesia di Jurusan
Studi Asia Tenggara - Fakultas Ilmu Ketimuran diangkat sebagai bahasa asing
pertama yang sebelumnya bahasa asing kedua yang diajarkan. Oleh karena itu,
awal tahun 2016 Jurusan Studi Indonesia telah didirikan secara resmi di
universitas ini. Bagi mahasiswa Jurusan Studi Indonesia, bahasa Indonesia
diajarkan mulai dari semester pertama sampai semester kedelapan. Jumlah sks
bahasa Indonesia yang diajarkan di Program Studi Indonesia mencapai 60 sks
dalam total 145 sks kurikulum sarjana strata 1. Pola pengajaran bahasa Indonesia
di USSH adalah discrete language skill, dengan kata lain, kelas bahasa Indonesia
dibagi berdasarkan keterampilan bahasa seperti membaca, mendengarkan,
berbicara, dan menulis. Selain itu, juga ada mata kuliah khusus seperti bahasa
Indonesia di bidang bisnis, bahasa Indonesia di bidang pariwisata, bahasa
Indonesia di bidang perkantoran, pengantar kebudayaan Indonesia. Program
bahasa Indonesia di Vietnam tingkat kemampuannya didesain/dirancang
berdasarkan CEFR (Common European Framework of Reference). Di semester
pertama dan kedua, bahasa Indonesia diajarkan di tingkat dasar setara dengan
tingkat A1 dan A2 CEFR; di semester ketiga dan keempat, bahasa Indonesia
diajarkan di tingkat menengah setara dengan tingkat B1 dan B2 CEFR; di semester
kelima dan keenam, bahasa Indonesia diajarkan di tingkat melanjut 1 setara
dengan tingkat C1 CEFR; dan di semester tujuh dan kedelapan, bahasa Indonesia
diajarkan di tingkat melanjut 2 setara dengan tingkat C2 CEFR.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hanya negara Vietnam di


wilayah Asia Tenggara yang mempunyai Jurusan Studi Indonesia dan bahasa
Indonesia diajarkan sebagai bahasa asing secara resmi di universitas. Selain
bahasa-bahasa Asia seperti bahasa Mandarin, bahasa Jepang, bahasa Korea,
sekarang bahasa Indonesia memiliki posisi penting di Vietnam. Menurut penilaian
banyak orang, selain di Australia, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa yang
memiliki posisi penting di Vietnam, khususnya di Kota Ho Chi Minh. Menurut
seorang Diplomat Indonesia, pemerintah kota Ho Chi Minh secara resmi
mengumumkan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua di kota Ho Chi Minh pada
bulan Desember 2007. Selain itu, menurut Konsulat Jenderal Republik Indonesia
Periode 2007-2008, Irdamis Ahmad, bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa
Inggris, Perancis, dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diutamakan di kota Ho
Chi Minh. Bahasa Indonesia juga menjadi salah satu matakuliah yang diajarkan di
universitas-universitas di Vietnam seperti Universitas Hong Bang dan Universitas
Ilmu Sosial dan Humaniora - Universitas Nasional kota Ho Chi Minh dengan jumlah
peminat studi bahasa Indonesia di universitas-universitas tersebut cenderung
meningkat di tiap tahunya.1

Hubungan bilateral Indonesia dengan Vietnam makin meningkat akhir-akhir


ini. Hal tersebut dibuktikan dengan diprioritaskannya bahasa Indonesia diajarkan
di universitas-universitas yang ada di Vietnam. Pemerintah daerah yang berada di
Semenanjung Vietnam ini juga telah meminta bantuan kepada Pemerintah
Indonesia untuk mendatangkan guru Bahasa Indonesia dan melatih beberapa guru-
guru di Ho Chi Minh City. Setidaknya, Pemerintah Indonesia melalui Konsulat
Jenderal RI di Ho Chi Minh City menyumbangkan sarana untuk pengembangan
Bahasa Indonesia.2

Guna mengembangkan dan memperlancar studi bahasa Indonesia, pihak


Konsulat Jenderal Republik Indonesia di kota Ho Chi Minh membantu berbagai
sarana yang diperlukan beberapa universitas. Sarana yang dibantu antara lain
peralatan komputer, alat peraga, bantuan guru dan bantuan keuangan bagi setiap
kegiatan yang berkaitan dengan upaya promosi bahasa Indonesia di wilayah kerja
universitas masing-masing. Selain itu, juga memberikan kesempatan kepada
mahasiswa-mahasiswi dan orang-orang yang bisa berbahasa Indonesia untuk
saling berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, maka USSH bekerjasama dengan
Konsulat Jenderal Republik Indonesia di kota Ho Chi Minh mengadakan lomba
pidato dalam Bahasa Indonesia, lomba esai tentang Indonesia dan pameran
kebudayaan. Aktivitas-aktivitas semacam itu menarik banyak orang berminat
bahasa Indonesia.

2.2. Jumlah pelajar bahasa Indonesia di Vietnam

Kalau dibandingkan dengan bahasa Inggris maupun bahasa-bahasa Asia


yang lain seperti bahasa Mandarin, bahasa Jepang atau bahasa Korea, peminat

1
http://dynidirgantara.blogspot.com/2013/02/mengintip-perkembangan-bahasa-indonesia.html
2
https://www.deliknews.com/2016/04/10/warga-vietnam-mayoritas-berbahasa-indonesia/
belajar bahasa Indonesia di Vietnam belum banyak. Mungkin alasannya adalah
bahasa Indonesia belum populer seperti bahasa Inggris atau bahasa Mandarin. Jadi,
di Vietnam tidak banyak universitas yang mempunyai kelas bahasa Indonesia.
Sekitar dekade yang lalu, beberapa universitas di Vietnam yang mempunyai kelas
bahasa Indonesia, tetapi sampai sekarang hanya University of Social Sciences and
Humanities (USSH) – Vietnam National University, Ho Chi Minh City di Vietnam
Selatan yang masih mempertahankan kelas bahasa Indonesia.

Namun, dilihat dari jumlah mahasiswa, kami mendapati bahwa sekarang


semakin banyak peminat belajar bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan
dahulu. Berdasarkan data dari universitas-universitas yang mempunyai kelas
bahasa Indonesia di Vietnam, kami melihat dalam periode 1993 s/d 2000, jumlah
pelajar bahasa Indonesia 97 mahasiswa, dalam periode 2001 s/d 2010 jumlah
pelajar bahasa Indonesia 99 mahasiswa dan dalam periode 2011 s/d 2016, jumlah
pelajar bahasa Indonesia 157 mahasiswa. Data-data tersebut, dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 1:

Jumlah pelajar bahasa Indonesia di Universitas Ilmu Sosial & Humaniora –


Universitas Nasional Hanoi

No. Angkatan Jumlah mahasiswa

1 1995 - 1999 33

2 1996 - 2000 24
Total 57

Sumber: Fakultas Ilmu Ketimuran

Tabel 2:

Jumlah pelajar bahasa Indonesia di Universitas Hong Bang kota Ho Chi Minh

No. Angkatan Jumlah mahasiswa

1 2003 - 2007 16

2 2005 - 2009 14

3 2007 - 2011 09

Total 39

Sumber: Fakultas Studi Asia Tenggara

Tabel 3:

Jumlah pelajar bahasa Indonesia di Universitas Ilmu Sosial & Humaniora –


Universitas Nasional kota Ho Chi Minh

No. Angkatan Jumlah mahasiswa

1 1993 - 1997 14

2 1995 - 1999 09

3 1996 - 2000 17
4 2002 - 2006 15

5 2005 - 2009 18

6 2006 - 2010 12

7 2008 - 2012 15

8 2010 - 2014 17

9 2011 - 2015 18

10 2012 – 2016 23

11 2013 - 2017 24

12 2014 - 2018 22

13 2015 - 2019 23

14 2016 - 2020 20

Total 247

Sumber: Fakultas Ilmu Ketimuran

Dari data dalam tabel-tabel di atas, dapat dikatakan bahwa peminat bahasa
Indonesia di Vietnam Selatan lebih banyak apabila dibandingkan dengan Vietnam
Utara dan semakin banyak peminat belajar bahasa Indonesia di Vietnam Selatan.
Data tersebut diambil dari jumlah mahasiswa dalam kelas bahasa Indonesia di
University of Social Sciences and Humanities (USSH) – Vietnam National
University, Ho Chi Minh City. Dari tahun akademik 1993-1997 s/d tahun akademik
2011 – 2015, jumlah mahasiswa di kelas bahasa Indonesia kira-kira 15 mahasiswa.
Akan tetapi, dari tahun akademik 2012 – 2016 s/d tahun akademik 2016 – 2020
jumlah mahasiswa di kelas bahasa Indonesia kira-kira 22,4 mahasiswa. Selain itu,
sekarang di Vietnam Selatan semakin banyak orang belajar bahasa Indonesia untuk
keperluan pekerjaan sebagai pemandu wisata dengan versi bahasa Indonesia
maupun sebagai pegawai kantor, serta pekerjaan lain yang berkaitan dengan
Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian, meningkatnya peminat peserta yang belajar


bahasa Indonesia di Vietnam adalah sebagai berikut ini:

Pertama, hubungan bilateral kedua negara semakin baik. Bapak Irdamis


Ahmad, Konsul Jenderal Republik Indonesia di kota Ho Chi Minh berpendapat
sebagian pemuda Vietnam melihat adanya keperluan untuk mempelajari bahasa
Indonesia, mengingat kemungkinan meningkatnya hubungan bilateral kedua
negara yang berpenduduk terbesar di ASEAN di masa depan.3

Kedua, banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Di Vietnam Selatan ada


banyak perusahaan Indonesia atau proyek yang diinvestasikan oleh investor
Indonesia, sedangkan di Vietnam Utara tidak banyak. Dengan demikian itu, setelah
lulus dari universitas, lulusan bahasa Indonesia bisa mendapatkan pekerjaan di
perusahaan atau proyek Indonesia. Selain itu, beberapa tahun yang terakhir ini
semakin banyak wisatawan Indonesia yang mengunjungi Vietnam Selatan.
Sebagian besar wisatawan Indonesia tidak pandai berbahasa Inggris, maka mereka
meminta pemandu wisata untuk menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
saat ini banyak lulusan dari Program Studi Bahasa Indonesia di Vietnam Selatan
yang bekerja sebagai pemandu wisata.

Ketiga, Adanya program-program beasiswa untuk mahasiswa Vietnam yang


semakin banyak. Sekarang ini, terdapat tiga program beasiswa dengan
memberikan kesempatan dan peluang kepada mahasiswa Vietnam untuk
mengikuti program tersebut, seperti yaitu program Darmasiswa (1 tahun) untuk

3
https://beehyeni.wordpress.com/2010/05/31/bahasa-indonesia-jadi-bahasa-resmi-di-vietnam/
belajar bahasa Indonesia, program BSBI (3 bulan) untuk belajar kesenian, program
KNB (3 tahun) untuk belajar S2. Program-program beasiswa tersebut salah satu
alasan yang menggalakkan dan memotivasi mahasiswa Vietnam utnuk memilih
kelas bahasa Indonesia.

2.3. Tenaga Pengajar bahasa Indonesia di Vietnam

Berbeda dengan tenaga pengajar bahasa-bahasa asing yang lain, tenaga


pengajar bahasa Indonesia sangat sedikit, misalnya di Jurusan Studi Indonesia
USSH hanya ada 4 pengajar untuk mengajar masing-masing empat kelas bahasa
Indonesia. Sejak berdirinya Jurusan Studi Indonesia, universitas-universitas di
Vietnam telah mengalami kesulitan dalam mencukupi pengajar bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pengajar bahasa Indonesia sering memiliki beban mengajar yang
berlebih. Pada awalnya, universitas-universitas di sini sering meminta bantuan
kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kota Ho Chi Minh agar
dihubungkan dan dicarikan pengajar bahasa Indonesia.

Untuk melancarkan pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam, universitas-


universitas biasanya mencari orang yang bisa berbahasa Indonesia untuk
membantu mengajarkan bahasa Indonesia. Pengajar-pengajar bahasa Indonesia
tersebut biasanya berasal dari berbagai sumber seperti dari Kementerian
kepolisian, Kementerian Pertahanan, atau dari kalangan Pebisnis Indonesia di
Vietnam. Menurut observasi kami, pengajar-pengajar bahasa Indonesia tersebut
menghadapi banyak kesulitan, yaitu kesibukan para pengajar yang tidak bisa
meluangkan banyak waktu untuk mengajar bahasa Indonesia di luar. Mereka harus
mengutamakan pekerjaan dan tugasnya dulu di perusahaannya, kemudian apabila
ada waktu luang mereka baru mengajar di kampus ini. Kesulitan selanjutnya yaitu,
pengajar-pengajar bahasa Indonesia tersebut juga bukan seorang ahli bahasa.
Mereka tidak professional dalam mengajar bahasa Indonesia. Pemahaman tentang
bahasa Indonesia mereka masih tergolong rendah dan sebagian besar mereka
hanya menganggap pengajaran bahasa Indonesia di kampus sebagai pekerjaan
sampingan. Mereka hanya menguasai pengetahuan-pengetahuan bahasa Indonesia
yang mendasar saja, sedangkan pengetahuan-pengetahuan yang lebih mendalam
seperti fonologi, morfologi, sintaksis dan lain-lain sama sekali tidak mereka
ketahui. Oleh karena itu, cara pengajaran mereka sering tidak sistematis dan
metode pengajarannya kurang bagus. Hal ini menyebabkan mahasiswa sulit
mengerti pelajaran bahasa Indonesia.

Selain kekurangan tenaga pengajar, sistem pengajaran bahasa Indonesia di


Vietnam juga tidak stabil. Pengajar bahasa Indonesia sering pergi ke luar negeri
hanya untuk bekerja atau kuliah dan Pebisnis Indonesia beberapa tahun di Vietnam
telah pindah ke negara yang lain atau pulang ke Indonesia. Hal inilah yang
menyebabkan ketidakstabilan sistem pengajaran di kampus karena pihak kampus
harus bolak-balik mencari guru pengganti untuk mengajarkan bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, kelas bahasa Indonesia tidak bisa dibuka setiap tahun seperti
kelas-kelas bahasa asing yang lain.

Untuk mejalankan pengajaran bahasa Indonesia, universitas-universitas


telah meminta bantuan kepada Konsulat Jenderal RI di Kota Ho Chi Minh untuk
mendatangkan guru bahasa Indonesia dari Indonesia. Sejak tahun akademik 2015-
2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, khususnya PPSDK telah
melaksanakan pengiriman guru BIPA ke Vietnam untuk mengajarkan bahasa
Indonesia. Setiap semester ada seorang guru BIPA yang datang dari Indonesia.
Namun, bukan semua guru BIPA professional. Hampir semua tidak memiliki
pengetahuan yang mumpunii dalam bidang pengajaran/pendidikan. Tetapi berkat
bantuan guru-guru BIPA, pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam bisa dijalankan
dengan lancar. Kami melihat bahwa apabila berkurangnya tenaga pengajar, akan
ada pengajar yang terpaksa memiliki beban mengajar yang berlebih. Kelebihan
beban mengajar akan berdampak pada cara mengajar dan kualitas pengajaran di
kelas.

3. Bahan ajar dan halangannya dalam mengajar bahasa Indonesia di Vietnam

3.1. Pentingnya bahan ajar bahasa Indonesia


Bahan ajar bisa dianggap salah satu faktor penting dalam proses pengajaran
maupun pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, bahan ajar berkedudukan
sebagai modal awal yang akan digunakan atau diproses untuk mencapai hasil.
Hasil tersebut berupa pemahaman dan kemampuan siswa. Bahan ajar berfungsi
sebagai pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitas dalam proses
pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya
diajarkan kepada siswa, untuk dipelajari atau dikuasai serta sebagai alat evaluasi
pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran4.
Menurut kami, pentingnya bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran dapat
dianalogikan seperti pentingnya bahan-bahan untuk memasak. Jika tidak ada
bahan yang digunakan dalam memasak, maka tidak akan ada masakan yang
dihasilkan. Sebaliknya, jika terdapat bahan makanan untuk dimasak maka akan
dihasilkan suatu makanan walaupun itu sangat sederhana. Dengan melihat analogi
tersebut kita dapat memahami bahwa bahan memiliki kedudukan yang penting
terhadap suatu proses. Demikian pula halnya dengan bahan ajar dalam proses
pembelajaran, bahan ajar merupakan komponen yang harus ada di dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, kami mengira bahwa bahan ajar bahasa Indonesia
sangat penting dalam pengajaran dan pembelajaran di Vietnam. Kalau tidak ada
bahan ajar, mahasiswa tidak bisa belajar bahasa Indonesia dan sekaligus pengajar
juga tidak bisa menilai kemampuan mahasiswa. Meskipun telah mendapati
pentingnya bahan ajar, kami tidak bisa mengatasi kekurangan bahan ajar tersebut.
3.2. Pemakaian bahan ajar bahasa Indonesia sekarang di Vietnam

Awalnya, karena tidak ada bahan ajar, kami telah memakai buku-buku yang
berasal dari luar negeri seperti di Indonesia atau Australia untuk mengajarkan,
misalnya “How to master the Indonesian language” dan “The easy way to master
the Indonesian language” karangan A.M. Almasier, “Dynamic conversations” dan
“Idiomatic conversations” karangan Cecilia G. Samekto dan “Survival Indonesian –
Daily bahasa Indonesia for foreigners” karangan Tina Mariana dll. Akan tetapi,
buku-buku tersebut pelajarannya juga tidak banyak dan isinya juga kurang
menarik, kata-kata yang digunakan untuk pelajaran-pelajaran dalam buku-buku
tersebut juga sudah lama. Dengan demikian itu, buku-buku tersebut sekarang tidak
dipakai lagi untuk mengajarkan di Vietnam.

Sejak tahun 2005, kami mulai menggunakan buku-buku pelajaran bahasa


Indonesia untuk penutur asing dari Indonesia, misalnya buku pelajaran bahasa
Indonesia dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Sanata Dharma, Universitas
Sebelas Maret, dll atau buku-buku pelajaran bahasa Indonesia yang berasal dari
Australia, Jepang, dan Malaysia. Namun, buku-buku tersebut juga tidak cocok
untuk mengajarkan mahasiswa Vietnam, khususnya mahasiswa Jurusan studi
Indonesia di USSH karena pola pengajaran bahasa Indonesia di USSH adalah

4
Dwinta Octiara, M. Thoha B. Sampurna Jaya, Darsono Darsono (2017), “Pengembangan bahan ajar
IPS untuk meningkatkan keterampilan sosial di kelas VII SMP”, Jurnal Studi Sosial, Vol 5, No 2
(2017).
discrete language skill. Dengan kata lain, kelas bahasa Indonesia dibagi
berdasarkan keterampilan bahasa seperti Membaca, Mendengarkan, Berbicara,
dan Menulis. Selain buku-buku tersebut, setiap tahun kami juga menyusun materi
bahasa Indonesia yang isisnya ada yang diambil dari buku-buku tersebut dan juga
ada yang diambil dari internet sebagai bahan pelajaran bahasa Indonesia untuk
mahasiswa Vietnam. Dapat dikatakan bahwa sampai sekarang bahan pelajaran
untuk mata kuliah Membaca dan Tatabahasa bahasa Indonesia untuk mahasiswa
lumayan cukup, tetapi bahan pelajaran untuk mata kuliah Mendengarkan,
Berbicara, atau mata-mata kuliah khusus seperti bahasa Indonesia di bidang bisnis,
perkantoran, pariwisata dan lain-lain sangat kurang.

Selain itu, media pembelajaran untuk belajar bahasa Indonesia juga hampir
tidak ada. Misalnya, untuk mengajarkan mata kuliah Mendengarkan, kami
mengambil sumber materi dari internet, televisi, radio atau video clip yang
diedarkan di internet. Sumber-sumber tersebut tidak sistematis, topiknya juga
tidak banyak. Kadang-kadang rekamannya tidak jelas dan tidak bagus. Ada
kesempatan kami juga meminta orang Indonesia di Vietnam untuk membuat
rekaman tetapi kualitasnya juga tidak bagus dan tidak banyak.

3.3. Penyusunan bahan ajar bahasa Indonesia di Vietnam

Sampai sekarang penyusunan bahan ajar bahasa Indonesia belum banyak


dilakukan di Vietnam. Menurut observasi kami, baru ada tiga buku yang
diterbitkan dengan resmi, yaitu “Từ điển Indonesia – Việt Nam” (Kamus Indonesia-
Vietnam) karangan Institut Asia Tenggara di Vietnam, “Học tiếng Indonesia”
(Belajar bahasa Indonesia) karangan T.S. Ariwanto, seorang bisnis di Vietnam dan
“Giáo trình Ngữ pháp tiếng Indonesia – Trình độ sơ cấp” (Bahan pelajaran
tatabahasa bahasa Indonesia – Tingkat dasar) karangan Nguyen Thanh Tuan
(penulis makalah). Selain itu, ada banyak materi yang disusun agar mahasiswa
belajar tetapi belum diterbitkan karena pelajaran-pelajarannya belum banyak,
belum disusun secara sistematis dan kata-katanya belum direvisi oleh penutur
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, buku pelajaran bahasa Indonesia di Vietnam
sampai sekarang tidak banyak dan menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan
dalam belajar bahasa Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan, guru BIPA dari Indonesia mendapati beberapa
penggunaan bahasa kurang tepat dan konsisten dari mahasiswa. Mereka mengira
bahwa hal ini terjadi karena beberapa buku rujukan yang dipakai merupakan buku
yang ditulis oleh non-penutur asli, antara lain Australia ataupun Malaysia5. Dengan
adanya hal ini, guru BIPA telah memberi persiapan ekstra dalam mencari rujukan
yang paling tepat. Selain itu, kami melihat bahwa beberapa bahan ajar yang
dipakai tidak setara dengan kemampuan berbahasa mahasiswa. Ketidaksesuaian
level bahasa dalam materi dengan kemampuan bahasa mahasiswa dapat
berpengaruh pada motivasi belajar mahasiswa tersebut. Beberapa motivasi
mahasiswa mungkin akan cenderung berkurang ketika mereka mendapati bahwa
materi yang diajarkan terlalu mudah, hanya sekadar variasi bahasa atau bahkan
pernah mereka pelajari.

4. Penutup

4.1. Simpulan

Dari analisis di atas, kami menyimpulkan hal-hal berikut:

4.1.1 Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan dari
awal di Vietnam sejak pemerintah Vietnam saat adanya kebijakan reformasi (Doi
moi) agar mencukupi kebutuhan hubungan luar negeri dan hubungan perdagangan
antara Vietnam dengan Indonesia.

4.1.2 Bahasa Indonesia diajarkan di universitas sebagai bahasa asing yang


setara dengan bahasa asing yang lain seperti Perancis, Mandarin, Jepang, dan
Korea. Akan tetapi, bahasa Indonesia belum populer seperti bahasa Mandarin,
Jepang atau Korea di Vietnam Selatan.

4.1.3 Kekurangan tenaga pengajar bahasa Indonesia yang mengajar di


Vietnam serta kurangsesuainya keahlian mereka dalam bidang bahasa Indonesia
khususnya bidang linguistik sehingga dalam mengajar kurang maksimal dengan
baik.

5
Wisnu Agung Pradana (2016), Laporan akhir program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di
University of Social Sciences and Humanities kota Ho Chi Minh, Vietnam. PPSDK, Badan pengembangan dan
pembinaan bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudaya.
4.1.4 Kurang tersedianya bahan ajar bahasa Indonesia sehingga belum
mencukupi kebutuhan pembelajaran di kelas. Bahan ajar yang dipakai sekarang ini
hanya disusun untuk keperluan pembelajaran di kelas dan latihan para
mahasiswanya, akan tetapi belum dipublikasikan. Bahan ajar tersebut dianggap
belum maksimal karena belum disusun dengan baik dan disunting untuk
diterbitkan secara resmi.

4.2. Saran

Berdasarkan paparan mengenai pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam yang


dikemukakan di atas, terdapat beberapa saran untuk mempertahankan dan
mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia di Vietnam. Saran-saran tersebut,
antara lain:

4.2.1 Untuk menjaga kelancaran pengajaran BIPA di USSH, Jurusan Studi


Indonesia akan dilakukan perekrutan dosen lain yang mumpuni dalam bidang
bahasa dan budaya Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
khususnya PPSDK, setiap tahun perlu mempertahankan program pengiriman
dosen ke USSH untuk menjamin standar kualitas pengajaran bahasa Indonesia. Jika
memungkinkan, pengajar yang dikirimkan harus memiliki pengetahuan yang
mumpuni dalam bidang pengajaran/pendidikan. Pengajar tersebut harus mampu
membuat silabus terperinci dengan tujuan pengajaran, indikator, dan pengetahuan
bahasa dan budaya yang terdefinisi dengan baik. 6 Keberadaan tenaga pengajar
PPSDK sangat membantu kegiatan belajar mengajar di Jurusan Studi Indonesia
dalam rangka memfasilitasi mahasiswa dengan pengalaman berinteraksi dengan
orang Indonesia.

4.2.2 Sejak tahun 2005, mahasiswa Vietnam mendapat beasiswa program


Darmasiswa untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia selama setahun di
Indonesia. Ini juga dianggap sebagai satu salah motivasi yang menarik mahasiswa
Vietnam dalam memilih Jurusan Studi Indonesia ketika mengikuti ujian masuk
universitas. Selain itu, belajar di Indonesia selama setahun memberikan

6
Wisnu Agung Pradana (2016), Laporan akhir program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di
University of Social Sciences and Humanities kota Ho Chi Minh, Vietnam. PPSDK, Badan pengembangan dan
pembinaan bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudaya.
kesempatan kepada para mahasiwa dapat berinteraksi dengan orang Indonesia
atau bahkan belajar budaya Indonesia secara langsung. Oleh karena itu, kami
berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terus mempertahankan
program Darmasiswa untuk mahasiswa Vietnam. Selain itu, akhir-akhir ini USSH
telah menandatangani MoU dengan banyak universitas di Indonesia dan kami juga
berharap mahasiswa Vietnam akan mendapat banyak beasiswa dari universitas-
universitas ini.

4.2.3 Kami berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, khususnya


PPSDK perlu mengirim ahli bahasa untuk melakukan pengecekan ulang materi
secara bersama-sama. Pengajar dari PPSDK dapat berperan penting dalam proses
pengecekan ini. Pengajar dapat memberikan saran kepada pengampu matakuliah
mengenai penggunaan bahasa yang tepat dan sesuai. Selain itu, ahli bahasa dari
PPSDK dapat bekerja sama dengan Pengajar USSH dalam penyusunan bahan ajar
bahasa Indonesia untuk penutur asing di Vietnam. Bagi Jurusan Studi Indonesia,
kami akan menimbang penggunaan buku rujukan dari PPSDK dengan melakukan
adaptasi sesuai dengan tingkat kemampuan mahasiswa dan kompentensi para
lulusan. PPSDK juga dapat berperan secara aktif dalam pengiriman lebih banyak
buku bacaan dan rujukan sebagai bahan pertimbangan JSI dalam penyusunan
materi ajar. Selain itu, perlu dikirimkan pula rujukan bahasa Indonesia untuk
komunikasi khusus, misalnya dalam bidang bisnis, wisata, dan perkantoran.
Rujukan ini bisa berbentuk buku pelajaran, bacaan, maupun kamus dalam bidang
tersebut. Literature tersebut akan sangat berguna untuk mahasiswa semester 7 dan
8.

Daftar Pustaka

Dwinta Octiara, M. Thoha B. Sampurna Jaya, Darsono Darsono (2017),


“Pengembangan bahan ajar IPS untuk meningkatkan keterampilan sosial di
kelas VII SMP”, Jurnal Studi Sosial, Vol 5, No 2 (2017).

Wisnu Agung Pradana (2016), Laporan Akhir Program Pembelajaran Bahasa


Indonesia bagi Penutur Asing di University of Social Sciences and Humanities
kota Ho Chi Minh, Vietnam, PPSDK, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

__________. 2017. Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Resmi di Vietnam. Diunduh


dari https://beehyeni.wordpress.com/2010/05/31/bahasa-indonesia-jadi-
bahasa-resmi-di-vietnam/

__________. 2017. Perkembangan Bahasa Indoensia. Diunduh dari


http://dynidirgantara.blogspot.com/2013/02/mengintip-perkembangan-
bahasa-indonesia.html

___________. 2017. Warga Vietnam Mayoritas Berbahasa Indonesia. Diunduh dari


https://www.deliknews.com/2016/04/10/warga-vietnam-mayoritas-
berbahasa-indonesia/
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi Korea
dan Penerapan Metode “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning)

Prof. Dr. Koh Young Hun


Hankuk Univ. of Foreign Studies, Seoul, Korea
yhkoh@hufs.ac.kr

Abstrak

Lebih kurang lima puluh ribu orang Korea menetap di Indonesia, terutama
di DKI Jakarta dan sekitarnya. Mereka merupakan komunitas asing yang paling
besar di Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah pegawai perusahaan Korea
yang membuka kantor cabangnya di Indonesia. Perusahaan Korea ini biasanya
mengirimkan pegawai-pegawainya yang sudah menguasai bahasa Indonesia dan
mengenal budaya Indonesia. Hal ini masuk akal karena menguasai bahasa dan
mengenal budaya setempat menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi
sukses-tidaknya suatu proyek perusahaan. Dalam konteks ini, lulusan Program
Studi Melayu-Indonesia (PSMI) disambut baik oleh perusahaan-perusahaan itu
karena mereka sudah menguasai bahasa Indonesia dan mengenal budaya
Indonesia. Faktor tersebut mendorong kalangan akademik PSMI di Korea untuk
bekerja keras dan meneliti metode pembelajaran bahasa Indonesia yang lebih
mantap. Pihak PSMI sudah beberapa kali merombak kurikulum untuk
menyesuaikan tuntutan masyarakat yang penuh tantangan. Sudah lama pihak
PSMI HUFS berusaha memasukkan unsur budaya Indonesia dalam mata
pelajaran yang diajarkannya. Mengingat anak-anak zaman sekarang ini sejak
kecil sudah terbiasa dengan komputer dan situs web, teknologi canggih perlu
diterapkan untuk mengembangkan sarana pembelajaran di sekolah, khususnya
dalam bidang pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, “Pembelajaran Bersayap”
(Flipped Learning) yang merupakan salah satu sayap smart learning perlu
diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Kata Kunci: pembelajaran Bahasa Indonesia, budaya, Flipped Learning
I. Pendahuluan
Fakta menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 50 ribu orang Korea menetap
di Indonesia. Ini menjadikan masyarakat Korea sebagai masyarakat asing paling
besar di Indonesia. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pegawai di
perusahaan Korea yang membuka kantor cabangnya di Indonesia. Pihak
perusahaan biasanya mengirim para pekerja yang sudah menguasai bahasa
Indonesia dan sudah mengenal latar belakang budaya Indonesia. Pernah ada
kabar bahwa pihak pemerintah Indonesia bakal mengeluarkan peraturan bahwa
orang asing yang ingin mendapat visa pekerja harus mengikuti ujian kemahiran
berbahasa Indonesia.
Tidak berlebihan jika dikatakan menguasai bahasa dan mengenal budaya
setempat menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi sukses-tidaknya sebuah
proyek perusahaan. Dalam konteks ini, lulusan PSMI disambut baik di setiap
perusahaan karena mereka sudah menguasai bahasa Indonesia dan mengenal
budaya Indonesia. Beberapa perusahaan konglomerat Korea juga menguji
kemahiran berbahasa Indonesia para pegawainya sebagai salah satu syarat naik
pangkat, karena mereka menganggap bahwa bertutur dalam bahasa Indonesia
dengan baik penting bagi pelaksanaan tugas mereka di Indonesia. Perkembangan
seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat Korea semakin berminat kepada
Indonesia dalam berbagai bidang.
Selain menguasai bahasa, dapat dikatakan bahwa mengenal budaya
Indonesia juga amat penting dalam pelaksanaan proyek mereka di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dicegah timbulnya masalah yang tidak diinginkan, yang
sebenarnya berakar dari perbedaan latar budaya, nilai filsafat kehidupan dan etika
kerja. Kalangan akademik PSMI di Korea sudah beberapa kali merombak
kurikulum pengajaran agar lebih efisien dan sesuai dengan keperluan masyarakat.
Dalam pada itu, metode “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning) sudah mulai
diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi Korea.
Metode ini berguna baik untuk para pelajar maupun untuk pengajar karena
menunjukkan hasil yang lebih bermutu dibandingkan dengan pembelajaran bahasa
yang dijalankan dengan cara lazim dan biasa.
II. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Korea
Bahasa Indonesia mulai diajarkan di perguruan tinggi Korea secara resmi
sejak tahun 1964. Pada tahun itu, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS),
Seoul, membuka Jurusan Bahasa Indonesia dan menerima 53 orang mahasiswa.
Pada tahun berikutnya, nama jurusan ini diubah menjadi Program Studi Melayu-
Indonesia (PSMI) untuk mewadahi studi Malaysia juga. Pada tahun 1982, HUFS
membuka kampus kembar di luar kota Seoul, yaitu di daerah Yongin, yang terletak
50 kilometer di sebelah tenggara kota Seoul. Saat ini, PSMI di kampus Seoul
menerima 30 orang mahasiswa baru dan kampus Yongin menerima 40 orang
mahasiswa setiap tahun.
Pada tahun yang sama, Busan University of Foreign Studies (BUFS) di Busan
membuka Prodi Indonesia-Malaysia dengan jumlah 50 orang mahasiswa setiap
tahun. Dan, Sungsim Junior College of Foreign Studies di Busan pula membuka
jurusan tersebut pada tahun 1992 yang menerima 120 orang mahasiswa setiap
tahun. Pusat kajian tinggi ini kemudian bergabung dengan Youngsan University
(YSU) dan nama jurusan juga diubah menjadi Dept. of ASEAN Business, meliputi
studi Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. YSU menerima 40 orang pelajar setiap
tahun. Secara keseluruhan, sejumlah 160 orang mahasiswa baru diterima di
bawah Program Studi Melayu-Indonesia di perguruan tinggi Korea setiap tahun.
Perkembangan baik terjadi di kampus HUFS ketika para mahasiswa dari
jurusan lain ingin mengambil PSMI sebagai jurusan kedua mereka (2nd majoring).
Di HUFS, para mahasiswa dibolehkan mengambil bidang lain sebagai jurusan
kedua. Mereka perlu mendapat 45 SKS untuk setiap jurusan sebagai syarat lulus.
Jika ditinjau dari segi ini, PSMI yang selama ini tidak begitu populer di kalangan
mahasiswa dapat dikatakan dewasa ini mendapat perhatian khusus dari kalangan
mahasiswa. Tahun ini sebanyak 130 orang mahasiswa jurusan lain mengambil
PSMI sebagai jurusan kedua. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah mahasiswa
di PSMI sendiri di Kampus Seoul, HUFS.
Dosen tetap di PSMI di Korea berjumlah 11 orang. HUFS mempunyai enam
orang dosen, BUFS mempunyai tiga orang dosen, dan YSU mempunyai dua orang
dosen. Di samping itu, lebih kurang 30 orang dosen sementara yang mengajar
bahasa, sastra, dan budaya Indonesia dan bidang lain. Bidang penelitian para
dosen di PSMI bervariasi. Dapat dikatakan bahwa menguasai bahasa Indonesia
saja dianggap belum cukup menjadikan lulusan HUFS sebagai seorang ahli
Indonesia. Dengan latar belakang ini berbagai mata pelajaran perlu diajarkan di
perguruan tinggi Korea. Untuk menanggapi keperluan ini, para dosen di PSMI
HUFS mengambil berbagai bidang kajian, yaitu linguistik, sastra, sejarah,
sosiologi, ekonomi, politik, dan lain-lain. Selain staf pengajar Korea, ada juga
dosen tamu yang diundang dari Indonesia, yang mengajar bidang-bidang yang
berhubungan dengan Indonesia seperti bahasa, sastra, budaya.
Pihak HUFS mengundang dosen tamu dari Indonesia mulai tahun 1966.7 Kini,
HUFS mengundang tiga orang tenaga pengajar dari Indonesia, dan dua orang dari
Malaysia. Mereka biasanya bertugas selama dua tahun. Selama ini sebagian besar
dosen tamu yang diundang ke Korea mengajar bahasa dan sastra Indonesia. Akan
tetapi, baru-baru ini tenaga pengajar yang mengajar bidang lain seperti budaya
dan filsafat juga diundang ke HUFS. Gejala ini membuktikan bahwa selain bahasa
dan sastra, bidang lain juga perlu diajarkan kepada para mahasiswa di PSMI HUFS.
Tidak dapat dinafikan bahwa dosen tamu yang pernah diundang ke Korea ini
berjasa dan memegang peran penting dalam perkembangan PSMI HUFS,
khususnya dalam pembelajaran bahasa, sastra, dan budaya Indonesia.

III. Budaya sebagai Kata Kunci dalam Pembelajaran Bahasa


Memasuki abad kedua puluh satu, budaya menjadi poin yang penting dalam
berbagai bidang. Kebanyakan perguruan tinggi memberi perhatian khusus kepada
kajian budaya karena ada tuntutan dari masyarakat. Di HUFS misalnya, studi
budaya dimasukkan ke dalam kurikulum bagi kuliah S1, S2, dan S3. Pihak
pemerintah Korea juga memberi dana yang cukup besar kepada para peneliti
kajian budaya. Selanjutnya, banyak fakultas di perguruan tinggi melaksanakan
perubahan dengan mencantumkan istilah ‘budaya’ dalam nama fakultas itu. Gejala
ini turut berlaku di Indonesia seperti Fakultas Sastra di Universitas Indonesia

7
Dosen tamu yang pernah diundang ke HUFS antara lain Ibu Sundari, Bapak Imran Abdullah, Bapak Rachmat
Djoko Pradopo, Bapak Tri Mastoyo dari Universitas Gadjah Mada, dan Bapak Paulus J. Mitang, Ibu Soraya Saleh,
Bapak Djoko Kencono, Ibu Indera, Bapak Ibnu Wahyudi, Bapak Tomy Christomy, Bapak Maman S. Mahayana
dari Universitas Indonesia, dan Bapak Tengsoe dari Universitas Negeri Surabaya.
diubah ke Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Demikian juga beberapa fakultas
serupa di beberapa perguruan tinggi lain.
Budaya merupakan satu konsep yang amat luas sehingga lahir berbagai
tanggapan tentang konsep ini. Istilah ‘budaya’ berkaitan dengan kata-kata ‘adab’
atau ‘peradaban’. Oleh karena itu, seorang yang beradab bermakna: (a) seorang
cerdik pandai, intelektual yang berpendidikan baik, terutama dalam bidang
bahasa dan sastra, seni suara; (b) seseorang yang santun. Mereka yang beradab
biasa dianggap mempunyai peradaban. Budaya dapat dikatakan mengandung
unsur-unsur kebatinan atau kerohanian, yaitu unsur-unsur yang dapat
menggerakkan pencapaian kedudukan dan nilai yang tinggi dalam diri manusia,
dan segala sesuatu yang menjadikan manusia lebih sempurna. Sementara itu,
kata ‘peradaban’ bermakna sebagai segala hasil usaha yang dapat mempermudah
dan memajukan kehidupan manusia. Oleh karena itu, budaya merupakan
sebagian dari peradaban.
Jika ditinjau dari sudut ini, budaya suatu bangsa meliputi keseluruhan
kegiatan yang berhubungan dengan adat istiadat, sistem, dan cara hidup
masyarakatnya yang sebagian besar diwarisi dari zaman sebelumnya. Budaya itu
berupa usaha manusia yang berakal dan beradab, baik bagi masyarakat pada
zamannya maupun masyarakat sebelumnya. Suatu pembaruan dalam budaya
sama sekali tidak mungkin terjadi tanpa didasari oleh sifat budaya yang sudah ada
atau yang sudah lampau.
Penelitian sejarah menunjukkan bahwa dalam budaya suatu bangsa, terjadi
pinjam-meminjam unsur-unsur budaya yang satu atas budaya lainnya, sekaligus
juga tak terhindarkan terjadi proses saling mempengaruhi ketika terjadi
pertemuan antarbudaya. Dengan demikian, budaya tersebut mendapat
rangsangan baru dalam pertumbuhan dan kesinambungannya. Kebudayaan Jawa
Kuno, misalnya, baru memperlihatkan kecemerlangannya setelah mendapat
pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan Yunani yang termasuk dalam sejarah
Eropa memuncak sesudah masuk kebudayaan Parsi dan Mesir. Kebudayaan
kerajaan Romawi juga baru memuncak setelah bercampur dengan kebudayaan
Yunani.
Ada banyak perusahaan dan negara yang gagal menanam modal di luar
negeri walaupun mereka sudah mempunyai dana yang cukup dan teknologi yang
canggih. Salah satu sebab kegagalan mereka kemungkinan besar berawal dari
ketidakpahaman mereka terhadap budaya negara tempat mereka akan menanam
modal. Jika tidak menguasai bahasa asing dan belum mengenal budaya negara
tempat mereka menanam modal, mereka belum tentu berhasil di negara tersebut.
Hofstede berpendapat bahwa perselisihan antara kedua belah pihak itu lebih besar
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pemikiran, dibanding masalah-masalah
teknik.8
Untuk mencapai tujuan ini, kurikulum PSMI perlu menjurus ke arah
diversifikasi dan spesialisasi mata pelajaran. Dalam pelaksanaannya, pihak PSMI
HUFS mendorong para pelajar yang duduk di tahun pertama dan kedua supaya
mereka memberi perhatian khusus kepada penguasaan bahasa Indonesia. Sesudah
itu, pada tahun ketiga dan keempat, mereka mendalami bidang yang mereka minati.
Untuk memenuhi keperluan dan tuntutan zaman, pihak PSMI HUFS sudah
beberapa kali merombak kurikulum dan akhirnya menawarkan kurikulum seperti
dalam table berikut ini.

8
Silakan merujuk kepada Geert Hofstede. 1995. Cultures and Organizations: Software of the Mind. IRIC, Univ. of
Limburg at Maastricht.
Mata Pelajaran Semester Ganjil PSMI

No Tahun Nama Mata Pelajaran SKS Jam Keteranga


1 1 Audio-Visual Malay-Indonesian Language 2 2 2 kelas
n
2 1 History & Culture of Indonesia 2 2
3 1 Elementary Malay-Indonesian (1) 3 3 2 kelas
4 1 Elementary Malay-Indonesian Conversation & 1 2 2 kelas
5 2 Literature & Society of Malay-Indonesian 2 2
Composition (1)
6 2 Readings in Malay-Indonesian (in Malay- 2 2
7 2 Geography and Culture in Malay World 2 2
Indonesian) (1)
8 2 Gender and Culture of Malay World 2 2
9 2 Malaysia Religion & Society 2 2
10 2 Intermediate Malay-Indonesian Conversation 2 2
11 3 FLEX Malay-Indonesian 2 2
& Composition (1) 222
12 3 Advanced Malay-Indonesian Conversation & 2 2
13 3 Malay-Indonesian Current Information 221
2 2
Composition (1)
14 3 Malay-Indonesian Comparative 2 2
15 3 Indonesia Regional Studies 3 3
16 3 Indonesia Contemporary Literature 3 3
17 4 Readings in Malay-Indonesian Literature (1) 2 2
18 4 Malay-Indonesian Culture (in Malay 2 2
19 4 Practice of Malay-Indonesian Interpretation & 2 2
Language)
20 4 Malay-Indonesian folktale studies 2 2
Translation
21 4 Malay-Indonesian Debate and Argumentation 2 2
22 4 Chinese Society in Malaysia 2 2
23 4 Indonesian Politics & Economics 2 2
Mata Pelajaran Semester Genap PSMI

No Tahun Nama Mata Pelajaran SKS Jam Keteranga


1 1 Malaysia History & Culture 2 2
n
2 1 Audio-Visual Malay-Indonesian Language (2) 2 2 2 kelas
3 1 Elementary Malay-Indonesian (2) 3 3 2 kelas
4 1 Elementary Malay-Indonesian Conversation & 1 2 2 kelas
5 2 History of Malay-Indonesian Literature 2 2
Composition (2)
6 2 Readings in Malay-Indonesian (in Malay- 2 2
7 2 Popular Culture in Malaysia and Indonesia 2 2
Indonesian) (2)
8 2 Practical Malay-Indonesian 2 2
9 2 Indonesia Religion & Society 2 2
10 2 Intermediate Malay-Indonesian Conversation 1 2
11 3 FLEX Malay-Indonesian 2 2
& Composition (2)
12 3 Advanced Malay-Indonesian Conversation & 2 2
13 3 Society & Language of Malay-Indonesia 2 2
Composition (2)
14 3 Malaysia Regional Studies 3 3
15 3 Malaysia Contemporary Literature 3 3
16 3 Business Malay-Indonesian Language 2 2
17 4 International Relation of Malay-Indonesia 3 3
18 4 Readings in Malay-Indonesian Literature (2) 2 2
19 4 Environment & natural Resources in Malay 2 2
20 4 Malay-Indonesian Comparative Literature 2 2
World
21 4 Malay-Indonesian Debate and Argumentation 2 2
22 4 Malay Politics & Economics 2 2
23 4 Chinese Society in Indonesia 2 2

Sebagaimana yang tergambar di atas, para pelajar di PSMI HUF diharuskan


menguasai bahasa Indonesia pada tahun pertama, paling lambat pada tahun kedua.
Ini penting karena mereka yang sudah menguasai bahasa Indonesia ini kemudian
dapat memberi perhatian kepada bidang-bidang yang mereka minati. Selain itu,
mereka dapat dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan studi. Para mahasiswa
PSMI biasanya dikirim ke perguruan tinggi di Indonesia selama satu atau dua
semester untuk mengasah kemahiran berbahasa mereka atau mengikuti kuliah
dalam bidang yang diminatinya. Pihak HUFS mengakui semua SKS yang
ditawarkan sesuai dengan kurikulum dari perguruan tinggi luar yang sudah
menandatangani MOU kerja sama dengan HUFS.
Kurikulum PSMI sekarang mempunyai ciri istimewa, yaitu adanya
penelitian budaya dalam arti umum. Pada saat ini, pihak PSMI menawarkan 46
mata pelajaran dengan jumlah 110 SKS setiap semester, yang masing-masing
terdiri dari 8 mata pelajaran dengan 16 SKS pada tahun pertama, 12 mata pelajaran
dengan 23 SKS pada tahun kedua, 12 mata pelajaran dengan 38 SKS pada tahunn
ketiga, dan 14 mata pelajaran dengan 29 SKS pada tahun keempat. Dari 46 mata
pelajaran tersebut, sebanyak 20 mata pelajaran dengan 40 mata SKS dapat
dikategorikan sebagai bidang kemahiran Bahasa. Ini berarti 26 mata pelajaran
dengan 70 SKS merupakan bidang yang berkaitan dengan sejarah, sastra, budaya,
dan lain-lain.
Selain mata pelajaran yang berhubungan dengan bidang kemahiran
berbahasa Indonesia seperti percakapan, komposisi, dan membaca, mahasiswa di
PSMI sempat belajar sejarah dan budaya Indonesia sebagai pengenalan mengenai
Indonesia pada semester pertama dan sejarah dan budaya Indonesia pada
semester kedua. Mata pelajaran ini tentu menjadi dasar untuk mengenal bidang
studi mereka pada tahap awal pembelajaran. Sesudah itu, pada semester pertama
tahun kedua mereka diberi kesempatan untuk mengikuti kuliah Sastra dan
Masyarakat Indonesia, Geografi dan Budaya Indonesia, Gender dan Budaya
Indonesia.
Tidak dapat dinafikan bahwa sastra mencerminkan gejala masyarakat
tertentu. Lucien Goldmann berpendapat bahwa seperti halnya dengan masyarakat,
karya sastra adalah sesuatu yang menyeluruh, dan setiap karya sastra berupa
ikatan struktur yang hidup, yang dapat dipahami melalui hubungan gejala atau
unsur. Sebagai hasil karya masyarakat yang senantiasa berubah-ubah, dalam
karya sastra terbentuk suatu kesatuan yang dinamis dan bermakna, yang di
dalamnya terdapat nilai-nilai dan peristiwa-peristiwa penting pada zamannya. Ia
berpendapat bahwa kegiatan budaya dan sosial tidak dapat dipahami di luar
kehidupan masyarakat yang telah melahirkan kegiatan itu. 9 Karya sastra dapat
dijadikan rujukan yang baik untuk memahami dan mengenal zaman dan
masyarakat tertentu. Kalau ditinjau dari segi ini, menganalisis dan membaca teks
sastra dengan ukuran sosiologi menjadi penting. Dari pandangan ini, dapat
dikatakan wajar mata pelajaran mengenai sastra dan masyarakat Indonesia
menerima sambutan yang cukup baik dari para pelajar.
Indonesia merupakan negara yang strategis dari segi geografis dan segi lain.
Mempelajari geografi Indonesia menjadi dasar dan penting bagi studi tentang
Indonesia. Oleh karena itu, ditawarkan mata pelajaran Geografi dan budaya
Indonesia. Geografi yang dikaitkan dengan budaya Indonesia yang begitu beraneka
ragam tentu menarik perhatian para mahasiswa di PSMI. Memahami gender, yaitu
aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia
di masyarakat Indonesia sangat penting bagi studi tentang Indonesia. Maka, PSMI
membuka kuliah Gender dan Budaya Indonesia.
Pada semester kedua tahun kedua pihak PSMI menawarkan mata pelajaran
antara lain sejarah sastra Indonesia dan budaya populer di Indonesia. Sebagai
pengenalan mengenai sastra Indonesia, mata pelajaran Sejarah Sastra Indonesia
dijadikan salah satu mata pelajaran dasar. Untuk mengikuti kuliah Sastra Indonesia
Modern yang ditawarkan pada tahun ketiga, kuliah ini perlu diikuti lebih dulu oleh
para pelajar di PSMI. Memahami budaya populer di Indonesia juga dianggap penting,
maka ditawarkan mata pelajaran Budaya Populer Indonesia. Dengan demikian, para
pelajar di PSMI diberi kesempatan juga untuk menikmati budaya populer itu. Agama
dan Masyarakat Indonesia dibuka semester ini supaya mereka memahami Indonesia

9
L. Goldmann. 1975. Towards a Sociology of the Novel. hlm. 1-2.
dari segi agama. Cukup menarik memahami sejarah Islam dan perkembangannya di
negara muslim terbesar di dunia ini. Dapat dikatakan bahwa seandainya ada
seseorang yang belum mengenal Islam Indonesia, itu berarti ia belum mengenal
negara dan masyarakat Indonesia dengan mantap.
Kalangan mahasiswa di PSMI HUFS mendirikan beberapa kelompok
studi yang mempelajari bidang yang diminatinya sebagai ekstra kurikuler. Di
antaranya, ada kumpulan yang mempelajari tari-tarian Indonesia, yang
persembahannya sudah bertaraf bukan lagi amatir. Mereka sering diundang ke
upacara-upacara di dalam dan luar kampus. Ekstra kurikuler seperti ini juga
sedikit banyak menarik para pelajar untuk mengenal Indonesia secara lebih
mendalam.
Pada semester pertama tahun ketiga para pelajar di PSMI dapat mengikuti
kuliah antara lain Bahasa Indonesia untuk FLEX (Foreign Language Examination),
Perbandingan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Malaysia, Studi Regional Indonesia,
dan Sastra Indonesia Modern. Mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk FLEX ini
penting, karena semua pelajar di HUFS harus lulus dalam ujian ini sebagai syarat
kelulusannya. Mereka akan lulus jika memperoleh nilai lebih dari enam puluh
persen. FLEX merupakan suatu sistem pengujian kemahiran berbahasa asing yang
dikembangkan dan dikelola oleh pihak HUFS. Selain sebagai syarat kelulusan bagi
para mahasiswa HUFS, FLEX ini digunakan sebagai sarana menguji kemampuan
berbahasa asing pegawai untuk sebagian besar instansi Korea termasuk
Kementerian Luar Negeri dan sebagainya.
Ujian FLEX ini berupa ujian lisan dan ujian tertulis. Ujian lisan yang jumlah
soalnya 50 soal, terdiri dari empat bagian, yaitu dialog singkat (soal dan jawaban),
percakapan, dialog panjang, dan pernyataan singkat. Ujian tertulis yang jumlah
soalnya 90 soal terdiri dari empat bagian juga. Contoh soalnya, i) Pilihlah kata yang
paling tepat untuk melengkapi kalimat-kalimat berikut; ii) Pilihlah kalimat yang
memiliki makna yang sama dengan kalimat soal; iii) Pilihlah kata yang tepat untuk
menggantikan kata atau frasa yang digarisbawahi; iv) Pilihlah satu jawaban yang
maknanya paling dekat dengan konteks makna kata-kata yang digarisbawahi; v)
Pilihlah bagian yang digarisbawahi yang salah secara gramatikal; vi) Bacalah
wacana berikut dan jawablah pertanyaannya.
Perbandingan Bahasa Indonesia dan Malaysia juga diajarkan di PSMI.
Sebagaimana diketahui, Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia dapat dikatakan
serumpun. Namun, kalau ditinjau lebih mendalam, banyak aspek yang berbeda.
Kuliah ini bermanfaat untuk memahami perbedaan dalam berbahasa seperti
logat, kosa kata, pola kalimat dan lain-lain antara Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia. Studi Regional Indonesia merupakan mata pelajaran yang
memperkenalkan negara dan budaya Indonesia secara umum. Sastra Indonesia
Modern membahas penulis dan karya sastra Indonesia. Seperti dikatakan
sebelumnya, teks sastra Indonesia menjadi acuan penting untuk memahami
masyarakat Indonesia zaman dahulu dan juga masa kini. Para peserta kuliah ini
diwajibkan membahas beberapa karya sastra Indonesia dan menyajikan makalah
pada akhir semester.
Pada semester kedua tahun ketiga, PSMI menawarkan mata pelajaran antara
lain Masyarakat dan Bahasa Indonesia, Bahasa Perdagangan Indonesia. Masyarakat
dan Bahasa Indonesia ini diajarkan dengan pendekatan sosio-linguistik dengan
mengaitkan masyarakat setempat dengan gejala bahasa Indonesia. Mata pelajaran
ini berguna untuk membahas gejala bahasa dengan keadaan masyarakat masing-
masing. Bahasa Perdagangan Indonesia disediakan untuk membantu menguasai
bahasa dan sistem perdagangan yang dilakukan di Indonesia.
Beberapa mata pelajaran seperti Membaca Teks Sastra Indonesia, Budaya
Indonesia, Membahas Folklor Indonesia, Debat dalam Bahasa Indonesia, Politik
dan Ekonomi Indonesia ditawarkan pada pelajar yang duduk di semester pertama
tahun keempat. Membaca Teks Sastra Indonesia bertujuan untuk memberi
kesempatan menikmati kekayaan dan kesuburan khazanah sastra Indonesia.
Mereka diharapkan tidak hanya menghafal riwayat hidup tokoh-tokoh sastra
Indonesia atau sinopsis karya sastra sebagai persiapan ujian. Kuliah ini
dijalankan melalui cyber class dalam situs web yang diikuti para peserta kuliah
dengan program internet khusus.
Membahas folklor Indonesia penting juga sebagai landasan pengenalan
sastra tradisionalnya. Mata pelajaran Debat dalam Bahas Indonesia berguna
untuk meningkatkan kemahiran berbahasa Indonesia pelajar di PSMI. Mereka
diberi suatu topik untuk diperdebatkan dalam kelas ini. Politik dan Ekonomi
Indonesia didekati dari segi ekonomi politikal.
Pada semester genap tahun keempat ditawarkan mata pelajaran antara lain
Hubungan Internasional Indonesia, Lingkungan dan Sumber Alam Indonesia,
Perbandingan Sastra Melayu-Indonesia, Masyarakat Cina di Indonesia. Hubungan
Internasional Indonesia dibuka untuk membahas hubungan Indonesia dengan
dunia luar. Karena pentingnya peran Indonesia di dunia luar, mata pelajaran ini
memberi faedah yang besar kepada para pelajar.
Mata kulian Lingkungan dan Sumber Alam Indonesia ditawarkan untuk
memberi masukan sebanyak mungkin kepada para mahasiswa yang akan
ditempatkan di perusahaan yang sudah atau akan membuka kantor cabangnya di
Indonesia. Perbandingan Sastra Melayu-Indonesia membahas perbedaan sastra
Melayu dan Indonesia, dan membandingkan keduanya dari beberapa aspek. Selain
itu, pengaruh antara kedua sastra itu dipelajari juga. Mata pelajaran Masyarakat
Cina di Indonesia juga tidak kalah penting untuk mengenal peranan dan keadaan
masyarakat Cina di Indonesia.
Kalau ditinjau dari bidang-bidang yang diberikan dalam setiap mata
pelajaran di PSMI, dapat dikatakan bahwa kebanyakan mata pelajaran di PSMI
menitikberatkan unsur budaya. Konsep budaya yang begitu luas dapat mencakup
poin-poin penting yang diajarkan dalam masing-masing mata pelajaran itu. Mata
pelajaran di PSMI seperti ini unik dibandingkan dengan kurikulum di perguruan
tinggi lain yang umumnya mengajar bahasa dan sastra Indonesia saja. PSMI HUFS
memperhatikan kemahiran berbahasa dan pengenalan budaya Indonesia. Hal ini
terjadi karena kebanyakan lulusan PSMI bertujuan bekerja di perusahaan Korea
yang berhubungan dengan Indonesia.
Selain itu, pihak HUFS membuka kelas malam untuk memberi
kesempatan mempelajari bahasa asing bagi pekerja-pekerja luar. Kelas malam
ini dibuka hanya untuk beberapa bahasa asing yang populer dalam kalangan
pegawai swasta. Sebelum dikirim untuk bertugas di luar negeri, mereka belajar
bahasa negara yang bersangkutan selama beberapa bulan. Kursus ini terdiri
dari tiga tingkat, dan mereka belajar dua puluh minggu untuk tiap tingkat.
Tentu Bahasa Indonesia juga ditawarkan dalam kelas malam ini.

IV. Metode “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning) dalam Pembelajaran


Bahasa Indonesia

1. Konsep “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning)


“Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning, FL) adalah suatu tipe
pembelajaran yang menolak pembelajaran di ruang kelas dengan cara tradisional.
FL dan Pembelajaran Campuran (blended learning) merupakan bagian dari smart
learning dalam pembelajaran bahasa dan bidang-bidang lain. Dalam metode FL,
pengajar tidak menerangkan konten kuliahnya secara terperinci di dalam ruang
kelas (offline), melainkan melakukan aktivitas lain yang berkaitan dengan konten
pelajaran tersebut. Para peserta mata kuliah sudah mempelajari konten
pelajaran terkait di rumah dengan bahan kuliah elektronik seperti buku aplikasi
dan sebagainya sebelum masuk kelas.
Kalau ditinjau dari segi ini, FL merupakan sejenis smart learning dalam
pembelajaran bahasa asing. Ada beberapa syarat penerapan motode FL ini dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
Pertama, penyediaan bahan kuliah elektronik seperti buku aplikasi
merupakan syarat utama penerapan metode ini karena peserta kuliah perlu
mempelejari konten pelajaran sebelum masuk kuliah dengan bahan-bahan
seperti itu. Ini berarti kalau tidak mempunyai bahan seperti itu, mahasiswa tidak
punya kesempatan belajar sendiri di rumah sebelum masuk kuliah. Perlu
diketahui bahwa buku aplikasi berbeda dari ebook atau suatu video yang hanya
merekam adegan mengajar saja. Buku aplikasi ini terdiri dari berbagai menu
seperti video percakapan, video pembelajaran, kosa kata dan mendengar, latihan
menulis, percakapan dan latihan, uji percakapan, dan menyimak. Pengguna buku
aplikasi ini dapat merekam suaranya sendiri dalam menu uji percakapan.
Konten video percakapan yang seluruhnya direkam di Indonesia ini terdiri
dari dua puluh situasi dan masing-masing diberi judul sesuai dengan tema, seperti
Di Restoran, Menjemput Teman di Bandara, Berbelanja, Hari Raya Idul Fitri dan
sebagainya. Di menu Pembelajaran dijelaskan target pelajaran, tata bahasa,
penjelasan isi video, dan penutupan. Menu Kosakata dan Menyimak berguna untuk
beberapa kali mendengar kosakata dan kalimat dasar. Di menu Latihan Menulis
peserta kuliah diberikan kesempatan mencoba membuat kalimat dengan kata-kata
yang disediakan, lalu mengecek jawabannya, kemudian mendengarkan suara
orang Indonesia. Menu Percakapan & Latihan merupakan sesi berlatih pola kalimat.
Pengguna buku aplikasi ini bisa berulang kali mencoba membuat kalimat baru
dengan menggantikan satu kata dalam kalimat sebelumnya. Menu Uji Percakapan
merupakan menu yang paling canggih di buku aplikasi ini. Pengguna dapat
merekam kalimat buatannya sendiri di buku aplikasi tersebut, kemudian dapat
dicek dengan suara orang Indonesia. Menyimak terdiri dari contoh soal-soal yang
muncul dalam ujian FLEX. Peserta kuliah mendengarkan dulu dialog antara dua
orang, kemudian dia memberi jawaban di aplikasi, dan mengecek jawaban dengan
sedikit penjelasan.
Kedua, demi kelancaran pelaksanaan FL ini, diperlukan suatu perangkat
(device) seperti iPad. Ini karena para pelajar harus belajar dulu di rumah dengan
buku aplikasinya yang bisa dioperasikan hanya dengan perangkat seperti itu.
Buku aplikasi tersebut tidak dapat dibuka dengan komputer. Sebagaimana yang
tersebut di atas, buku aplikasi berbeda degan ebook atau video pembelajaran.
Ketiga, perlu suatu platform yang menghubungkan pengajar dengan
pelajar untuk menjalankan program ini. Pengajar dapat memberi informasi
tentang mata pelajarannya, memberi tugas, mengecek tugas dan memberi
tanggapan terhadapnya, membuka forum diskusi, dan memperkenalkan aplikasi
terkait kepada para mahasiswa.
Keempat, setiap pengajar perlu berusaha untuk mengembangkan
aktivitas yang akan dilaksanakan di dalam ruang kelas. Ini penting karena
mahasiswa dianggap sudah mempelajari pelajaran tertentu kemudian diberi
tugas yang sesuai di dalam ruang kelas. Misalnya tugas membuat video terkait
konten pelajaran yang sudah dipelajari sendiri di rumah. Dengan demikian,
pengajar harus berusaha mencari dan mengembangkan aktivitas untuk dilakukan
di dalam ruang kelas.

2. Penerapan “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning) di HUFS


Sudah dua tahun FL diterapkan di dalam kelas Membaca Bahasa
Indonesia (tahap dasar) di PSMI HUFS. Seperti disebutkan di atas, mata pelajaran
ini dilaksanakan dalam dua kelas karena jumlah pesertanya banyak. Untuk
membandingkan hasil smart learning ini, FL diterapkan pada satu kelas saja, dan
satu kelas lain dijalankan dengan pembelajan tradisional. Peserta kelas pertama,
yang diajar dengan FL, sebanyak 35 orang, dan kelas kedua yaitu kelas tradisional
jumlah pesertanya 90 orang.
Terlebih dahulu, pihak HUFS menyewakan sejumlah 35 perangkat kepada
peserta kuliah ini. Masing-masing perangkat sudah dilengkapi buku aplikasi
Membaca Bahasa Indonesia dan Percakapan Bahasa Indonesia, ebook Membaca
Bahasa Indonesia, serta berbagai aplikasi terkait. Kelas pertama diberi informasi
dan cara mengikuti mata kuliah termasuk cara menggunakan sejumlah
aplikasinya. Sebelum masuk ke kelas kedua, mereka harus belajar sendiri dulu di
rumah dengan menggunakan buku aplikasi yang sudah diunduh dalam
perangkatnya. Di kelas kedua, mereka melaksanakan aktivitas yang berhubungan
dengan konten pelajaran tersebut.
Sebanyak 35 orang peserta dibagi menjadi lima atau enam grup, dan setiap
grup diberi tugas untuk mengajar poin-poin penting di grup lain. Ini salah satu
cara untuk mengecek masing-masing peserta sudah belajar sendiri di rumah atau
belum. Seandainya belum belajar, tentu mereka tidak bersedia mengajar di grup
lain. Sebelum mulai mengajar, setiap grup diberi waktu sekitar dua puluh menit
untuk mempersiapkan pengajaran sebaik mungkin. Setelah itu, masing-masing
orang mengajar di grup lain tentang poin-pon penting yang sudah ditentukan.
Setelah itu, semua peserta menilai hasil pengajaran rekannya, dan kemudian
dipilih beberapa orang yang menampilkan pengajaran dengan baik.
Setelah itu, dibuka sesi tanya jawab. Pada sesi ini peserta bisa mengajukan
pertanyaan kepada pengajar tentang poin-poin yang belum dimengerti dengan
baik ketika mereka belajar di rumah. Kemudian, dilakukan juga aktivitas lain,
misalnya para mahasiswa diberi tugas membuat video atau slide tentang
kejadian di restoran ketika makan siang. Mereka membuat video dengan
menggunakan aplikasi dalam perangkatnya dalam waktu satu jam di luar ruang
kelas. Ini berarti mereka harus mengunggah hasil tugasnya di platform terkait
dalam waktu satu jam. Para pelajar menyuting video dengan telepon genggam
mereka dan memberikan subtitle pada video itu. Setelah itu, mereka berkumpul
kembali di ruang kelas, dan membahas bersama hasil tugas yang sudah diunggah
di perangkat dengan komentar dari pengajarnya. Selain tugas membuat video itu,
ada beberapa aktivitas yang berkaitan dengan pelajaran tersebut. Misalnya para
peserta kuliah diberi tugas lain dan kadang-kadang ikut diskusi tentang pelajaran
terkait. Para pelajar bisa berkomunikasi dengan pengajar melalui platform yang
digunakan itu setiap saat.

3. Hasil Penerapan Metode “Pembelajaran Bersayap” (Flipped Learning)


Hasil jajak pendapat yang dilakukan sesudah selesai kuliah pada akhir
semester menunjukkan bahwa sejumlah 92 persen peserta baru pertama kali ikut
kuliah yang diterapkan dengan cara FL. Sebanyak 89 persen peserta menganggap
kelas FL yang harus belajar sendiri dulu sebelum masuk kelas ini efektif. Dan, 89
persen mahasiswa juga berpendapat prestasinya meningkat. Menanggapi
penggunaan perangkat dalam pembelajaran bahasa, 89 persen pelajar
mengatakan penggunaan perangkat pembelajaran itu berguna. Ketika mereka
ditanya apa mereka mau mengikuti lagi atau tidak mata pelajaran yang
menerapkan FL, sebanyak 95 persen mahasiswa memberi jawaban positif.
Perbandingan prestasi antara kelas yang diajar dengan FL (Kelas A) dan kelas
yang tidak menerapkan metode ini (Kelas B) adalah kelas A jauh lebih baik
daripada kelas B. Nilai rata-rata kelas A sebesar 84,2 dan kelas B adalah 76,9.
Ketika diwawancarai di akhir semester, ada tanggapan tentang kelebihan
penerapan FP seperti i) bisa berulang kali mendengarkan kuliah yang ada dalam
perangkat, ii) bisa belajar di dalam subway, iii) bisa menggunakan waktu dengan
efektif, iv) bisa menyerahkan hasil tugas di mana saja dan kapan saja, v) bisa
berlatih sendiri di rumah dengan menggunakan buku aplikasi.

V. Sarana untuk Pembelajaran Bahasa Indonesia di Korea


Terdapat beberapa sarana yang digunakan untuk mengajar bahasa dan
sastra Indonesia dengan efektif di PSMI HUFS. Beberapa siaran TV Indonesia dapat
disaksikan di kampus HUFS, antara lain MetroTV, TVRI, Indosiar, dan RCTI. Para
pelajar langsung dapat menyaksikannya di ruang kelas atau Audio-Visual Center.
Ini sangat membantu sabagai salah satu rujukan yang dapat meningkatkan
kemahiran berbahasa Indonesia bagi para mahasiswa. Selain itu, dengan
menyaksikan siaran TV Indonesia di Korea, para pelajar dapat mengikuti
perkembangan keadaan Indonesia, misalnya keadaan politik dan ekonomi pada
masa ini.
Mata kuliah Sastra Indonesia Modern diajarkan di ruang kelas, tetapi kuliah
ini direkam oleh pihak HUFS dan langsung dapat disaksikan siapa saja di luar kelas.
Sebenarnya, kuliah ini diunggah dalam KOCW (Korea Open Course Ware) yang
dijalankan atas kerja sama dengan gerakan OER (Open Educational Resources).
Informasi mengenai konsorsium OCW dan OER dapat diketahui dari laman web
http://www.ocwconsortium.org/en/aboutus dan
http://www.oecd.org/edu/ceri/38654317.pdf. Saat ini sejumlah 5,000 bahan
kuliah sudah diunggah di KOCW dan dapat diakses oleh masyarakat umum. Latar
belakang sistem pembukaan konten kuliah ini untuk berbagi ilmu pengetahuan
yang diajarkan di dalam kampus. Tentu sayang sekali kalau isi kuliah di kampus
hanya diikuti sejumlah mahasiswa tertentu saja.
Kelas Membaca Teks Sastra Melayu-Indonesia diberikan di dunia maya,
yaitu situs web yang disediakan pihak Pusat Multimedia HUFS. Sebelumnya,
konten kuliah dalam bentuk video sudah disediakan dan para peserta menyimak
konten tersebut. Kemudian, setiap minggu mereka diberi tugas untuk
menterjemahkan sebagian teks sastra Indonesia dan diunggah pada situs web.
Dosen bercakap dan memberi nilai secara online. Hasil pekerjaan rumah ini
langsung digunakan sebagai bahan kuliah juga. Ujian akhir semester diadakan
secara offline. Mahasiswa boleh mengajukan pertanyaan dan minta informasi
yang berhubungan dengan kuliah ini. Pengajar dan aisiten memberi jawaban
terhadap pertanyaannya. Di kelas ini pengajar dapat mengecek jumlah waktu
yang diikuti oleh para pelajar. Sandainya peserta tertentu yang tidak menenuhi
syarat minimal seperti menyerahkan hasil pekerjaan rumah, jumlah waktu ikut
kuliah dan sebagainya, ia tidak mendapat nilai dari mata pelajaran ini.

PENUTUP
Pada saat ini banyak perusahaan Korea membuka kantor cabangnya di
Indonesia untuk tujuan perdagangan dan penanaman modal. Dalam pada itu,
lulusan PSMI HUFS yang lebih mengenal Indonesia disambut baik oleh perusahaan
tersebut, karena "tak kenal, maka tak sayang". Mereka mendapatkan pengetahuan
tentang pandangan yang berpegang teguh kepada nilai-nilai yang dihargai di
Indonesia melalui pendidikan di PSMI. Dapat dikatakan bahwa peranan PSMI
sangat penting, karena PSMI menghasilkan tenaga kerja yang menguasai bahasa
Indonesia dan mengenal budaya Indonesia. Dalam konteks ini, pihak PSMI HUFS
memasukkan unsur budaya dalam kurukulumnya.
Perguruan tinggi di negara manapun sekarang tidak dapat mengabaikan
tututan zaman dan masyarakat. Kuliah yang dijalankan hanya dengan sebuah
buku teks dan papan tulis saja dapat dikatakan ketinggalan zaman dan
mempunyai keterbatasan. Anak-anak zaman ini yang sejak kecil sudah terbiasa
dengan komputer dan situs web tentu merasa jemu jika kuliah dilaksanakan
dengan cara lama. Teknologi canggih perlu diterapkan untuk mengembangkan
sarana pembelajaran di sekolah, khususnya dalam bidang pembelajaran bahasa.
Oleh karena itu, metode FL yang merupakan salah satu sayap smart learning
perlu digalakkan penerapannya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada satu hal yang ingin saya sampaikan.
Sebagaimana diketahui, saat ini lebih kurang 30 negara mengajarkan bahasa
Indonsia sebagai program khusus atau sebagai bagian dari Kajian Asia Tenggara.
Dengan demikian, perlu adanya satu ujian standar yang menguji penutur asing
dalam keterampilan berbahasa secara internasional seperti ujian TOEFL®.
Dalam konteks yang sama, perlu juga perguruan tinggi di Indonesia yang
menawarkan studi Korea memainkan peran yang mendukung hubungan kerja
sama yang sudah terjalin antara kedua negara. Mendirikan suatu program studi
di perguruan tinggi tentu saja harus dipertimbangkan dari berbagai segi,
misalnya keperluannya, ketersediaan tenaga pengajar, pekerjaan lulusan, dan
sebagainya. Namun, dapat dirasakan suasananya cukup matang. Korea dan
Indonesia memerlukan kerja sama yang lebih maju dalam berbagai bidang.
Berdirinya Prodi Korea di Indonesia akan dapat memberikan faedah yang besar.

Sumber Rujukan
Aveling, Harry (ed.). 1979. The Development of Indonesian Society. St. Lucia:
University of Queensland Press.

Goldmann, Lucien. 1975. Towards a Sociology of the Novel. London: Tavistock.

Ismail Hussein. 1966. “Arti Kata Kebudayaan” dalam Shahrim Abdullah(ed.)


Warna Sari Kebudayaan. Kota Bahru: Pustaka Aman Press. pp.15-20.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.


_____________ . 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembengunan. Jakarta:
Gramedia.

Koh Young Hun. 2014. Membaca Bahasa Indonesia. Application Book. Seoul: HUFS
Press.

Koh Young Hun. 2013. Percakapan Bahasa Indonesia. Application Book. Seoul:
HUFS Press..

Mochtar Lubis. 1992. Budaya, Masyarakat, dan Manusia Indonesia. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Mulder. 1984. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: Gramedia.

Hofstede, Geert. 1995. Cultures and Organizations: Software of the Mind.


Maastricht: Univ. of Limburg.

Zoetmulder, P. J. 1983. Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Terjemahan


Dick Hartoko. Jakarta: Djambatan.

http://www.ocwconsortium.org/en/aboutus
http://www.oecd.org/edu/ceri/38654317.pdf
Masalah Materi dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Universitas di Jepang dan
Tindakan Lanjutannya10

HARA Mayuko
Universitas Osaka

1. Latar Belakang dan Tujuan

Masalah dalam pendidikan bahasa Indonesia di tingkat universitas yang kami


hadapi ada kaitan dengan gejala atau masalah yang ada dalam masyarakat Jepang.
Pada masa kini jumlah kelahiran anak terus menurun, sehingga penduduk generasi
muda makin berkurang di Jepang. Di samping itu, subsidi pemerintah pun dikurangi
setiap tahun. Oleh karena itu, manajemen sekolah termasuk universitas sangat sulit.
Setiap universitas harus berusaha agar tidak bangkrut dan tetap diminati oleh calon
mahasiswa dan masyarakat. Jalan keluar yang sudah ditempuh, antara lain, dua
universitas berintegrasi, di dalam satu universitas pun terjadi integrasi jurusan,
penghapusan jurusan, dan lowongan yang ada akibat pensiunnya seorang dosen
tidak diisi oleh tenaga baru. Dampak yang terjadi pada para dosen, mereka dituntut
dengan banyak pekerjaan di luar pengajaran dan penelitian.

Tentu saja hal tersebut juga berpengaruh pada pengajaran bahasa. Misalnya,
Universitas Bahasa Asing Osaka, yaitu tempat kerja saya yang dulu telah
berintegrasi 10 tahun lalu dengan Universitas Osaka. Dengan adanya integrasi itu,
kami mengalami perubahan besar baik secara struktural, maupun dalam segi
pelajaran. Universitas lain, juga keadaannya mirip. Apabila dibandingkan antara
besarnya beban tugas mengajar, maka jumlah tenaga dosen tidak cukup. Dalam

10 Penelitian ini mendapat dukungan dari JSPS KAKENHI Grant No. 25370660, 16K02901.
keadaan demikian, kami tidak sempat untuk membuat materi yang betul-betul
cocok dengan tingkat universitas masing-masing. Keadaan seperti ini diperkirakan
akan tetap terus berlanjut, bahkan akan bertambah buruk.

Walaupun dalam keadaan demikian, pengajaran bahasa Indonesia tetap diminati


di tingkat universitas dan permintaan dari masyarakat juga sangat besar dengan
mempertimbangkan eratnya hubungan dengan Indonesia di berbagai bidang.

Makalah ini bertujuan untuk memantau masalah yang ada dalam pengajaran
bahasa Indonesia di universitas, terutama untuk jurusan atau program bahasa
Indonesia (kajian Indonesia) di Jepang, dan untuk mengatasi masalah itu akan saya
berikan suatu usulan dengan mewakili tim kami, terutama dari segi materi
pengajaran, dan tindak-lanjutan yang telah dilakukan selama ini.

2. Masalah dalam Pengajaran Bahasa Indonesia

Masalah yang paling besar dan mendesak adalah kekurangan materi pengajaran,
seperti dua butir berikut. Pertama, pada tingkat pemula, yaitu tingkat satu atau
tingkat dua, materi yang diajarkan menliputi tata bahasa dasar, lafal dan kosakata.
Dalam buku-buku tentang tata bahasa Indonesia yang digunakan sebagai acuan
terdapat perbedaan konsep linguistik, misalnya tentang makna, fungsi afiks,
afiksasi, dan kaidah sintaksis. Memang boleh saja ada perbedaan di antara buku-
buku pelajaran tersebut, namun selama ini di antara para dosen yang berkecimpung
di dalam pengajaran bahasa Indonesia pada tingkat universitas belum ada usaha
bersama untuk mendiskusikan materi pengajaran termasuk konsep dan istilah yang
akan digunakan.
Butir yang kedua adalah masalah pada tingkat menengah dan atas. Hampir tidak
ada buku pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Dalam kelas
buku pegangan atau petunjuk tidak disiapkan, tetapi digunakan bahan yang sudah
jadi, seperti artikel, novel, rekaman berita dan sebagainya. Penggunaan bahan
seperti itu baik, tetapi dosen tidak menunjukkan target yang dicapai oleh
mahasiswa tersebut.

Demikian, materi pengajaran di tingkat mana pun terlihat kekurangan dan perlu
dikembangkan.

3. Usulan

Untuk mengubah keadaan tersebut di atas dosen-dosen dari universitas yang


berbeda harus bekerja sama untuk memikirkan bagaimana pengajaran bahasa
Indonesia di tingkat perguruan tinggi di Jepang dan berupaya untuk menghasilkan
sebuah acuan sebagai patokan dalam bentuk materi pengajaran. Usaha ini akan
bermanfaat, karena masing-masing universitas tidak perlu membuat materi
pengajaran dari nol, dan di samping itu para pengajar juga dapat berbagi masalah
untuk perkembangan pengajaran bahasa Indonesia di universitas di Jepang. Usulan
ini telah sebagian direalisasikan dalam bentuk proyek 11 oleh tiga orang pengajar
dari universitas yang berbeda, yaitu Bapak Moriyama dari Universitas Nanzan,
Bapak Furihata dari Universitas Bahasa Asing Tokyo, dan saya dari Universitas
Osaka.

3.1 Pengembangan Materi Pengajaran

11 Lihat catatan kaki No.1.


Materi pengajaran yang kami usulkan mempunyai tiga ciri khas seperti berikut.
Pertama, materi tersebut bersifat bahan yang dapat digunakan secara langsung oleh
dosen, bukan pemelajar. Kedua, materi tersebut disimpan di Bank Materi
Pengajaran yang dapat digunakan sewaktu-waktu oleh para pengajar. Ketiga, dosen
dapat memilih materi yang diperlukan dan mengolah atau “customize” sesuai
dengan tingkat kemampuan mahasiswanya dan tujuan mata kuliah.

Materi pengajaran tersebut terdiri dari dua jenis materi, yaitu Materi Dasar dan
Materi Terapan. Dalam Materi Dasar terdapat tiga bidang, Tata Bahasa, Kosakata,
dan Lafal. Pada dasarnya Materi Dasar ini ditujukan untuk tingkat pemula, yang
dapat dianggap sebagai tingkat 1 dan 2, sedangkan Materi Terapan ditujukan untuk
tingkat menengah dan atas, yang dapat dianggap sebagai tingkat 3 dan 4 setelah
menguasai tingkat dasar. Materi Terapan dipakai untuk menambah kemahiran
empat keterampilan tersebut, yaitu Membaca, Menulis, Mendengar, dan Berbicara.

3.2 Materi Dasar

Tata bahasa dari Materi Dasar mencakup penjelasan tata bahasa dasar termasuk
contoh kalimat. Tata bahasa ini ditulis berdasarkan tulisan atau kajian mengenai
tata bahasa Indonesia yang dianggap sebagai buku acuan, misalnya Sneddon et al.
(2010) 12 , Alwi et.al. (1988) 13 , agar sesuai dengan perkembangan ilmu dan
pemakaian bahasa Indonesia yang nyata pada masa kini. Tetapi tata bahasa yang
kami maksudkan adalah tata bahasa untuk pendidikan, jadi perlu diperhatikan agar
penjelasannya tidak terlalu teoritis dan istilah yang dipakai hendaknya istilah yang
sederhana saja. Terkait istilah dan konsep tata bahasa, perlu dipertimbangkan juga
agar menggunakan yang dipakai dalam pendidikan bahasa Inggris dan bahasa

12 Sneddon, James Neil et al. (2010) Indonesian: A Comprehensive Grammar 2nd Edition, Routledge.
13 Alwi, Hasan et al. (1988) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka.
Jepang, mengingat pengajar maupun mahasiswa sudah biasa dengan istilah yang
dipakai dalam pengajaran dua bahasa tersebut.

Kosakata, berupa daftar kata yang diklasifikasikan sesuai dengan tingkat,


misalnya 500 kata untuk tingkat pemula, 500 kata untuk tingkat menengah dan
seterusnya. Kosakata yang dipilih harus mempertimbangkan tingkat kesulitan,
frekuensi, bidang, perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia, dll.

Bagian Lafal mencakup fonetik dan fonologi termasuk intonasi serta kaitan
dengan aspek struktur kalimat maupun struktur informasi. Intonasi, yang
khususnya menyangkut aspek struktur informasi akan dipelajari pada tahap tingkat
menengah dan atas.

Seperti dikatakan tadi, Materi Dasar ditujukan untuk tingkat pemula pada
dasarnya, namun sebagian dari bidang Kosakata dan Lafal akan diperlukan juga
untuk tingkat menengah dan atas.

3.3 Materi Terapan

Materi Terapan ditujukan terutama untuk tingkat menengah dan atas setelah
menguasai tingkat dasar agar mahir dalam empat keterampilan tersebut. Dalam
Materi Terapan disiapkan contoh-contoh kalimat serta latihan dan soal untuk setiap
bab dari tata bahasa. Di samping itu, disiapkan pula materi untuk meningkatkan 4
keterampilan, misalnya bahan yang diambil dari artikel dari berbagai bidang, novel,
cerpen, wawancara, film dll. Materi ini dipakai untuk mempertajam cara
pemahaman tingkat wacana, lain dengan latihan dan soal untuk setiap bab tata
bahasa yang hanya pada tingkat kalimat.
Bahasa Indonesia yang diajarkan di universitas adalah ragam formal, tetapi
dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia tentu saja banyak muncul ragam informal.
Oleh karena itu, untuk mengenal ragam tersebut, beberapa contoh ragam informal
maupun dialek juga perlu diambil dari sumber-sumber yang telah disebut di atas.

3.4 Pangkalan Data dan Korpus

Untuk memilih bahan Materi Terapan tersebut, kami perlu membuat pangkalan
data atau korpus terlebih dahulu. Sumber pangkalan data yang direncanakan adalah
koran, majalah, karya sastra, film, wawancara dan sebagainya agar menjangkau
berbagai bidang dan situasi. Berdasarkan pangkalan data, bahan Materi Terapan,
maupun contoh kalimat dan kosakata untuk Materi Dasar bisa diambil. Di samping
itu bisa dipakai untuk sumber penyusunan kamus di masa depan.

Pangkalan data ini dapat digunakan sebagai data untuk dikaji secara linguistik,
misalnya dengan menggunakan alat analisis, Wordlist dan Concordance.

4. Tindak Lanjutan

Gagasan untuk membuat Materi Dasar dan Materi Terapan yang disebut di atas
telah sebagiannya direalisasikan. Dalam makalah ini akan saya laporkan apa yang
kami kerjakan selama ini, antara lain, deskripsi tata bahasa dasar sebagai Materi
Dasar dan penyusunan contoh-contoh kalimat yang sesuai dengan setiap bab tata
bahasa dasar sebagai Materi Terapan.

4.1 Deskripsi Tata Bahasa Dasar untuk Materi Dasar

Kami sudah menyusun tata bahasa dasar yang terdiri dari 31 bab sebagai salah
satu Materi Dasar. Sebagaimana disebut di atas, tata bahasa dasar bahasa Indoensia
yang kami maksudkan adalah tata bahasa untuk pendidikan. Di makalah ini saya
jelaskan ciri dalam tata bahasa tersebut dengan mengambil contoh bab 22 tentang
prefiks ter- (lihat lampiran).

Setiap bab dari tata bahasa terdiri dari empat pasal, yaitu (1) inti, definisi,
cakupan, (2) pembentukan kata (proses derivasi), (3) fungsi (semantis dan
sintaksis/gramatikal), dan (4) catatan tambahan. Pada pasal (1) ditulis inti dengan
menekankan bahwa prefiks ter- berbeda dengan pasif yang memakai prefiks di-
dalam menonjolkan ’keadaan’ setelah terjadi aksi, bukan aksi sendiri. Mengenai
fungsi prefiks ter-, dalam pasal (3) kami sengaja membagi uraian menjadi dua sub-
pasal, yaitu fungsi semantis dan fungsi sintaksis/gramatikal, karena aspek semantis
saja tidak cukup untuk memahami pemakaian kata berafiks dalam kalimat. Pada
pasal ini dijelaskan beberapa makna prefiks ter- dan menjelaskan kembali dengan
lebih rinci apa yang ditekankan pada pasal (1) dengan memberi contoh kalimat ter-
sendiri maupun contoh kalimat pasif di-. Di samping hal itu, ditulis juga bahwa
perlu memperhatikan subyek berperan sebagai pelaku atau penderita terhadap kata
yang berprefiks ter- sebagai predikat. Pada pasal (4) sebagai catatan tambahan
ditulis pengetahuan yang penting untuk pemahaman afiks ter-, tetapi periferal atau
prioritasnya belakangan. Contoh yang diberikan di sini adalah kelas kata selain kata
verba, seperti kata nomina, adverbia.

Kami mencoba mendeskripsikan tata bahasa Indonesia dengan harapan bahwa


buku referensi ini akan dipakai sebagai buku rujukan dalam pengajaran bahasa
Indonesia yang dilakukan di Jepang.

Kami sudah memuat di situs web


(http://www.tufs.ac.jp/ts/personal/furihata/ind_kyozai_bank/) bagian tata
bahasa dari Materi Dasar yang masih dalam tahap percobaan dan dengan kerjasama
Perhimpunan Peneliti Indonesia Seluruh Jepang telah mohon para pengajar bahasa
Indonesia di universitas di Jepang, agar menggunakan atau “customize” materi ini
untuk dipakai di kelas dan kemudian memberi masukan dan saran terhadap isi dan
keterangan dari materi tersebut.

4.2 Penyusunan Contoh-Contoh Kalimat Sesuai Tata Bahasa Dasar

Tata bahasa dasar bahasa Indonesia yang dibahas pada 4.1 di atas sudah berisi
contoh kalimat, namun jumlahnya sedikit saja. Oleh karena itu, dibutuhkan contoh
kalimat yang cukup banyak jumlahnya dan bervariasi dari segi fungsi semantis
maupun sintaksis. Selain itu, contoh-contoh kalimat dibutuhkan juga untuk
membuat soal dan latihan yang sesuai dengan isi setiap bab.

Kami baru mulai mengerjakan tugas ini dan dalam makalah ini mau
memperlihatkan bagaimana caranya untuk menyusun contoh-contoh kalimat
sementara ini. Seperti dikatakan pada 3.4, untuk mencari contoh kalimat,
diperlukan pangkalan data terlebih dahulu. Sementara ini kami mencoba mencari
contoh kalimat berdasarkan artikel koran Kompas tahun 2004 selama setahun, serta
beberapa kamus bahasa Indonesia.

Pertama, sekitar 10 kata di antara contoh kata (misalnya kata turunan yang
mengalami afiksasi) yang telah dimuat dalam bab bersangkutan dipilih berdasarkan
berbagai faktor seperti frekuensi, fungsi semantis maupun sintaksis/gramatikal,
tingkat kesulitan dll. Kemudian, untuk setiap kata dari 10 kata tersebut dicari
sekitar 10 kalimat dalam artikel Kompas, berdasarkan pula frekuensi, kolokasi
(cooccurence), dan sebagainya. Pekerjaan kami demikian dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak concordance seperti Antconc. Terkait frekuensi kata
atau kalimat, kami merujuk juga sebagian pada Leipzig Corpora versi web14 maupun
versi buku cetak, Quasthoff et al. (2015)15, di samping artikel Kompas sendiri.

Setelah kami mengerjakan mengenai beberapa butir tata bahasa, kami


mengetahui beberapa hal atau masalah yang perlu dipikirkan. Pertama, frekuensi
dalam Kompas dan Leipzig Corpora tidak selalu sesuai dengan apa yang biasa
diajarkan dalam pelajaran tata bahasa dasar. Walaupun frekuensinya tinggi, belum
tentu kata bersangkutan dicantumkan sebagai contoh kata dalam tata bahasa.
Sebaliknya, kata-kata dasar yang perlu dikuasai pada pelajaran awal belum tentu
tinggi frekuensinya. Kami perlu mempertimbangkan kembali kata yang mana saja
sebaiknya dicantumkan sebagai contoh kata dalam tata bahasa, sebelum memilih
dan menentukan contoh kalimat. Kedua, kalimat yang dipilih dari koran Kompas
tidak selalu bisa dipakai langsung untuk contoh kalimat, karena kalimatnya terlalu
panjang, atau tidak dapat dimengerti tanpa konteks, dan sebagainya. Oleh karena
itu kalimat demikian perlu modifikasi untuk dijadikan contoh kalimat yang
sederhana dan mudah, dengan mengganti kata atau menghilangkan konteks. Yang
ketiga, ada hubungan dengan temuan pertama. Kalimat yang sering dipakai dalam
percakapan tentu saja jarang ditemukan dalam karangan tertulis seperti koran.
Maka, kami perlu mencari contoh kalimat yang biasa muncul dalam percakapan di
pangkalan data yang lain atau membuat contoh kalimat.

14 http://corpora.uni-leipzig.de/en?corpusId=ind_mixed_2013

15 Uwe Quasthoff, Sabine Fielder, Erla Hallsteindottir (eds.) (2015), Frequency Dictionary Indonesian / Kamus Frekuensi
Bahasa Indonesia. Lipziger Universitatverlag.
Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di
Universitas Bonn, Jerman

Simposium Internasional BIPA di Yogyakarta, 23 - 24.08.2017

Christa Maria Saloh-Foerster


Dosen BIPA di Universitas Bonn, Jerman

I. Pengantar

Pengajaran dan pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas


Bonn tidak terlepas dari perkembangan studi bahasa dan ilmu-ilmu Asia yang
memiliki sejarah cukup panjang. Tahun 1818, saat berdirinya Universitas Bonn,
indologist dan pakar Sankskrit August Wilhelm von Schlegel (1767-1845) diangkat
sebagai guru besar pertama ilmu Orientalistik di lembaga pendidikan ini. Tahun
tersebut menandai geliat studi yang menatap ke arah Asia di Universitas Bonn.
Sejak itu, kegiatan pengajaran dan penelitian ilmu-ilmu Oriental berkembang
menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman dan waktu.

Pada tahun 1959, Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing merupakan salah satu dari
delapan bahasa lainnya, yaitu Arab, Turki, Persia, China, Jepang, Hindi dan Urdu,
yang ditawarkan pada institut yang dinamakan SOS (Seminar für Orientalische
Sprachen) di Bonn. Dalam program “Diplomstudium”, bahasa Indonesia dapat
dipilih oleh mahasiswa dari berbagai jurusan untuk melengkapi studi mereka.

Tahun 1980, program bahasa Indonesia untuk penutur asing ini mengalami
perubahan status menjadi studi pendidikan penerjemah. Program ini merupakan
suatu keunikan karena tidak ada institusi pendidikan lainnya di Jerman yang
menawarkan pendidikan penerjemah bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jerman.
Waktu itu, studi tersebut demikian populernya, sehingga pada semester musim
dingin tahun 1987/1988 terdaftar 184 mahasiswa baru. Bapak Berthold Damshäuser
yang sekarang adalah Kepala Program BIPA di Bonn, saat itu sempat mengajar
bahasa Indonesia untuk sekitar 100 mahasiswa dalam satu kelas.

Satu dekade berlalu. Pada tahun 1997, program pendidikan penerjemah di SOS,
termasuk bahasa Indonesia, kembali mengalami perubahan struktural. Program
bahasa Indonesia digabung dengan studi Kawasan Asia
Tenggara/Regionalwissenschaften yang menawarkan program Magister (S2). 40
persen dari jumlah tawaran mata kuliah diisi oleh bahasa Indonesia. Jumlah yang
cukup tinggi untuk sebuah program BIPA di universitas Jerman.

Sejalan dengan perkembangan di Universitas Bonn, semester musim dingin


2004/2005 mencatat berdirinya IOA, Institut für Orient- und Asienwissenschaften
Universität Bonn (Institute of Oriental and Asian Studies). Pengajaran BIPA dalam
studi Kawasan Asia Tenggara yang sekarang menyandang nama SOA atau
Südostasienswissenschaften (Southeast Asian Studies), merupakan salah satu dari
keseluruhan delapan jurusan yang bernaung di bawah IOA. Studi SOA menawarkan
program Bachelor dan Master yang mewajibkan mahasiswanya menentukan pilihan
mata kuliah antara bahasa Indonesia atau bahasa Vietnam.

Penguasaan bahasa Indonesia memainkan peranan penting dalam studi kawasan.


Kurikulum utama perkuliahan SOA bersifat interdisiplinar dan menyentuh berbagai
bidang ilmu pengetahuan sosial, budaya dan filologi. Teori-teori ilmu pengetahuan
yang dipelajari diterapkan atas permasalahan yang saat ini muncul di negara-
negara Asia Tenggara. Studi kawasan yang berorientasi masa kini ini, terutama
berkaitan dengan bentuk-bentuk modern dari budaya dan masyarakat serta
perubahan-perubahannya, misalnya juga mengenai kebijakan lingkungan dllnya.

Dalam proses pendekatan studi kawasan budaya, langkah-langkah analisa yang


digunakan didasari pendekatan sosiologis, etnologis dan politologis sementara
metode yang diterapkan adalah metode ilmu pengetahuan sosial empiris. Direktur
SOA saat ini, Prof. Dr. Christoph Antweiler yang pandai berbahasa Indonesia,
mengungkapkan:

“Saya adalah seorang etnolog, ilmuwan yang meneliti kebudayaan, terutama


kehidupan sehari-hari. Dulu, penelitian dilakukan di lingkungan budaya yang
sangat asing, namun sekarang dapat dilaksanakan di mana saja. Kami meneliti
masalah dan tema-tema seperti yang terdapat pada ilmu Sosiologi, namun dengan
metode yang amat dekat dengan pengalaman. Kami terutama melakukan penelitian
lapangan dan wawancara intensif. Sebelumnya, melalui pendahulu-pendahulu saya,
jurusan ini mempunyai tradisi sosiologis, terutama sosiologi perkembangan. Jadi
kami di sini melakukan penelitian Asia Tenggara dengan bertitik tolak dari ilmu
pengetahuan sosial.”

Ditegaskannya bahwa berdasarkan alasan-alasan yang disebutkannya itu, adalah


penting dan betapa bergunanya memiliki pengetahuan bahasa Indonesia yang baik
dan benar sesuai dengan kaidah baku. Beliau menambahkan, kemampuan ini
diperlukan misalnya untuk memungkinkan menganalisa secara baik tentang
perubahan sosial dalam masyarakat Indonesia khususnya, dan dalam masyarakat
Asia Tenggara pada umumnya. Juga untuk mengkaji masyarakat plural, suku
minoritas, konflik antarsuku dalam kaitannya dengan pembentukan bangsa, untuk
meneliti peran pemerintah dan masyarakat sipil, proses demokratisasi serta
keistimewaannya dan masalah perkembangan ekonominya. Demikian diungkapkan
Prof.Dr. Christoph Antweiler. (Wawancara untuk Deutsche Welle Radio, 12.12. 2008
dengan Christa Saloh-Foerster)

Pada brosur SOA bahkan tertulis bahwa pengajaran dan pembelajaran intensif BIPA
di jurusan ini merupakan suatu keistimewaan dalam studi SOA Universitas Bonn.
Berikut ini saya paparkan program bahasa Indonesia yang ditawarkan.

II. Program BIPA di SOA Bonn

1. Pengajar

Program Bahasa Indonesia di Bonn memiliki dua tenaga dosen yang mengemban
dua tugas sesuai dengan moto dari seluruh universitas di Jerman, yaitu mengajar
dan meneliti.

Ditetapkan bahwa salah satu dari posisi ini harus diisi oleh seorang penutur asli
dengan tugas utama memberikan mata-mata kuliah latihan yang menekankan
kemampuan lisan mahasiswa. Sementara tugas akademis pengajar Jerman yang
sekaligus kepala program ialah memegang mata kuliah tata bahasa, terjemahan dan
Kolloqium und Repetitorium, yakni perjumpaan dengan mahasiswa Master tingkat
akhir untuk membahas tugas terakhir mereka yang berupa makalah terkait bahasa
Indonesia.

Mengenai penelitian dosen BIPA saya akan mengemukakannya nanti pada akhir
makalah.
2. Mahasiswa

Mahasiswa baru hanya dapat memulai studinya pada semester musim dingin yang
berlangsung dari bulan Oktober sampai akhir Februari. Sejak beberapa tahun
terakhir ini, program Indonesia kembali sangat diminati. Jumlah mahasiswa yang
mendaftar melebihi dari kapasitas pengajar yang ada. Padahal sudah diumumkan
sebelumnya bahwa program Indonesia hanya dapat menerima maksimal 30
mahasiswa baru tetapi lebih dari 60 orang yang mendaftar. Akibatnya, pada awal
semester musim dingin, para pengajar dihujani pos elektronik dari mahasiswa baru
yang mengutarakan minat besarnya terhadap program BIPA dan ingin
diprioritaskan untuk diterima sebagai pembelajar.

Sesuai dengan kapasitas yang tersedia di universitas, pada akhirnya jumlah


mahasiswa yang diterima untuk belajar bahasa Indonesia untuk saat ini ditetapkan
maksimal 35 orang. Di satu sisi kami sangat gembira melihat minat yang tinggi, di
sisi lain tidaklah mudah untuk mengajar bahasa dengan jumlah mahasiswa sekian
banyaknya. Oleh karena itu, kelas latihan pada semester pertama dibagi dua.

Pada umumnya jumlah mahasiswa BIPA menurun pada semester kedua. Tak semua
pembelajar semester satu menyelesaikan studi BIPA hingga lulus Bachelor. Sebagian
kecil dari jumlah tadi, belajar bahasa Indonesia satu semester saja, sebab mereka
hanya memerlukan kredit poin untuk melengkapi persyaratan studi di jurusan lain.
Dan jumlah ini menyusut lagi pada program Master. Sesuai dengan tradisi di Jerman,
setelah mengantongi ijazah Bachelor, tidak sedikit mahasiswa memilih pindah
universitas dan berguru pada profesor di perguruan tinggi lain sesuai dengan minat
dan penekanan studi mereka dalam program Master, atau lebih cenderung memilih
untuk bekerja. Demikian jumlah keseluruhan mahasiswa BIPA setiap tahunnya
berkisar antara 50 sampai 60 orang.
Apa yang membedakan program BIPA di sebuah universitas Jerman dengan lainnya
dapat dilihat dari tujuan pengajaran dan pembelajaran yang tertuang dalam
kurikulum dan pelaksanaannya.

3. Fokus Pengajaran dan Pembelajaran

Tujuan dari program BIPA SOA di Bonn adalah mendidik mahasiswa agar mereka
nantinya mampu membaca dan mengerti teks-teks atau narasumber yang
diperlukan dalam studi kawasan dan penelitian-penelitian yang akan dilakukannya.
Empat kemampuan dasar penguasaan bahasa dalam aspek belajar bahasa lisan,
yaitu menyimak dan berbicara, serta aspek belajar bahasa tulis, yaitu membaca dan
menulis, tidak dapat selalu dipisahkan dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Keempat kemampuan tersebut plus kemampuan menerjemahkan merupakan suatu
kesatuan yang saling mengisi. Seperti yang tercermin dalam kurikulum melalui
mata kuliah terjemahan (Lektüre & Übersetzen). Mata kuliah ini melengkapi studi
BIPA dan mulai diberikan pada semester keempat.

Mungkin karena itulah program ini dapat dikatakan sebagai ciri khas dari BIPA SOA
Universitas Bonn. Perlu disinggung di sini bahwa tekanan tema yang diambil adalah
tema-tema Indonesia saat ini dalam konteksnya sebagai bagian dari masyarakat
global.

Namun berhasil atau tidaknya studi ini tentu sangat bergantung pada persiapan
pengajar, materi dan sarana-sarana ajar yang ada dan seberapa jauh pembelajar
ikut aktif terlibat dalam proses ini.

4. Bahan Ajar
a. Buku Acuan Utama dan Sarana Media
Dari semester pertama hingga semester ketiga, program BIPA SOA Bonn
menggunakan buku acuan utama Bahasa Indonesia Jilid 1 dari Yohanni Johns. Buku
ini ditulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Selain itu mahasiswa
juga menggunakan sejumlah buku lainnya sebagai referensi, misalnya Bahasa
Indonesia Jilid 1 dan 2 dari Bernd Nothofer/Karl-Heinz Pampus dengan bahasa
pengantar bahasa Jerman.

Untuk latihan-latihan tambahan, pengajar penutur asli menyediakan bahan yang


disusun dan dikembangkan sendiri, sesuai dengan kebutuhan, dan selaras dengan
proses pengajaran dan pembelajaran di kelas. Materi tersebut berupa latihan
struktural, teks atau percakapan pendek autentik yang diambil dari internet.

Mulai semester keempat, pengajar kelas latihan menggunakan bahan ajar tambahan
yang lebih bervariasi, misalnya cuplikan dari sebuah karya sastra, teks dari majalah
ilmiah, artikel online dari harian Indonesia terkemuka seperti Tempo, Kompas dll.
atau teks dari situs web berbahasa Indonesia seperti BBC, Deutsche Welle, VOA
Indonesia.

b. Bahasa Komunikasi

Mengantisipasi keterbatasan kemungkinan penggunaan bahasa Indonesia bagi


pembelajar BIPA di negerinya sendiri, pengajar berusaha memanfaatkan
semaksimal mungkin waktu beberapa jam per minggu yang tersedia di kelas, untuk
memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi.

Bahasa Jerman digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran pada dua
semester pertama untuk menerangkan struktur bahasa yang lebih kompleks.
Namun untuk mencapai komunikasi autentik yang sangat penting bagi pembelajar,
sejak perjumpaan pertama dengan mahasiswa di kelas latihan, mereka sudah
dibiasakan mendengarkan pengajar menggunakan bahasa Indonesia dalam konteks
tertentu. Mahasiswa juga dibiasakan secara dini untuk mengerti kalimat-kalimat
situatif dengan ungkapan-ungkapan yang selalu dipergunakan di dalam kelas.

Misalnya:

Selamat pagi! Selamat siang! Selamat sore! Selamat malam!

Apa kabar?

Silakan! Silakan duduk!

Tolong ulang!

Apa semua mengerti?

Sudah selesai?

Apakah ini perlu saya tulis?

PR (pekerjaan rumah)

baik, bagus, lumayan, terima kasih, maaf, permisi, pekerjaan rumah, latihan,
pelajaran, selesai, belum, dll.
Dalam bukunya „Aufgeklärte Einsprachfertigkeit. Zur Entdogmatisierung der
Methode im Sprachunterricht. Heidelberg, 1978“, pakar bahasa Jerman bagi penutur
asing, Wolfgang Butzkamm menyebut pemakaian bahasa asing dan bahasa ibu
pada fase awal pengajaran sebagai aufgeklärte Einsprachfertigkeit. Butzkamm
menggunakan pengertian tersebut untuk menempatkan posisi yang berseberangan
dengan metode pengajaran yang secara ketat sudah menggunakan bahasa asing
pada fase awal.

Butzmann menegaskan, bahasa asing yang dipelajari harus menjadi bahasa


komunikasi dalam pengajaran tanpa mengabaikan penggunaan bahasa ibu.
Disebutkannya bahwa pemakaiannya di kelas adalah sarana dan jalan guna
mencapai tujuan untuk memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik.

Mulai semester tiga, bahasa Indonesia digunakan di kelas secara lebih intensif, baik
oleh pengajar maupun mahasiswa. Pada mata kuliah tertentu pada program
Bachelor dengan fokus kemampuan berbicara (Sprachpraktische Übungen IV dan V),
pemakaian Bahasa Indonesia mendominasi keseluruhan jam pengajaran dan
pembelajaran. Sementara pada program Master, mahasiswa pada kelas peningkatan
kemampuan berbicara (Sprachkommunikative Praxis I & II dan Fachsprachliche
Konversation) hanya menggunakan Bahasa Indonesia.

c. Media Audio dan Audio-Visual


Selain materi ajar yang disebutkan sebelumnya, radio online, video, film,
baik dokumentasi maupun film untuk layar lebar, juga diintegrasikan
dalam proses pembelajaran. Video-video pendek dari internet, misalnya
berita-berita aktual di Indonesia yang menyangkut keseharian, politik dan
budaya dll. sangat menunjang proses pengenalan Indonesia secara
autentik, memberikan informasi-informasi yang melengkapai
pengalaman dasar, membuka kontak orisinal pada bahasa dan budaya
lingkungan narasumber, dan memancing reaksi komunikatif yang spontan.

Referensi lainnya yang kami anjurkan kepada mahasiswa adalah sumber


ajar dari internet, misalnya:

Bahan ajar BIPA A1 – C2 dari Kementerian Pendidikan & Kebudayaan


Republik Indonesia.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/1997

Pelajaran bahasa Indonesia disusun oleh Dr. George Quinn (Australian


National University) yang kemudian dikembangkan oleh Prof. Dr. Uli
Kozok (University of Hawai’i at Mānoa).
https://indonesianway.com/

Situs web yang ditawarkan program Indonesia dari Northern Illinois


University, Amerika Serikat.
http://www.seasite.niu.edu/indonesian/

Pada perjumpaan dengan mahasiswa awal semester, pengajar


memperkenalkan situs web tersebut kemudian membahas bersama
beberapa halaman. Selanjutnya mahasiswa dapat memutuskan intensitas
penggunaan situs tersebut secara pribadi.
BIPA di Bonn tidak menggunakan sarana pembelajaran dengan computer
di kelas atau E-Learning. Terkait tema ini Hans-Werner Huneke dan
Wolfang Steinig (Deutsch als Fremdsprache, Eine Einführung, S.229,
Berlin 2013) menulis bahwa penggunaan komputer dan E-Learning tidak
otomatis membuat proses pembelajaran lebih efektif, namun berguna
karena dapat mendukung program utama pembelajaran melalui materi
yang berbeda dan juga karena pada latihan-latihan tertentu digunakan
bahasa tak resmi.

Latihan-latihan yang ditawarkan itu dapat membantu mahasiswa untuk


melengkapi proses pembelajaran bahasa Indonesia menurut minat,
kemampuan, kebutuhan dan waktu yang tersedia bagi mereka. Karena itu
kami hanya menganjurkan penggunaannya di luar jam pelajaran.

5. Kurikulum BIPA SOA Universitas Bonn

Semester Musim Dingin


Bachelor Master

Einführung ins 2 Lektüre und 2


Indonesische I Ja Übersetzen I Ja
m m

Basismodul Aufbaumod
Indonesisch I ul
Indonesisch

Sprachpraktisc 4 I Sprachkommunikati 2
he Übungen I Ja ve Praxis I Ja
m m

Einführung ins Lektüre und


Indonesische Übersetzten
4 2
III fachsprachliche
Ja Ja
Texte
Aufbaumod
m m
ul
Basismodul Indonesisch
Indonesisch II III

Sprachpraktisc 2 Fachsprachliche 2
he Übungen III Ja Konversation Ja
m m

Vertiefungsmod Lektüre und 2 Kolloquium 2 Jam


ul Indonesisch Übersetzten II Ja und
II m Repetitoriu
m

Semester Musim Panas


Bachelor Master

Einführung ins 4 Kontraste 2


Indonesische II Ja Sprachanalyse Ja
m m

Basismodul
Indonesisch II

Sprachpraktisc 2 Sprachkommunikati 2
Aufbaumod
he Übungen II Ja ve Praxis II Ja
ul
m m
Indonesisch
II

Lektüre und 2 Fachsprachliche 2


Übersetzen I Ja Konversation Ja
m m
Vertiefungsmod
ul Indonesisch I

Sprachpraktisc 2 Kolloquium 2 Jam


he Übungen IV Ja und
m Repetitoriu
m

Lektüre und 2
Übersetzen II Ja
m

Vertiefungsmod
ul Indonesisch
II

Sprachpraktisc 2
he Übungen V Ja
m
6. Keterangan tentang Mata Kuliah
a. Tata Bahasa/Einführung ins Indonesische I - III

Di kelas yang diberikan dari semester pertama sampai semester ketiga ini
mahasiswa mempelajari bahasa Indonesia dengan tekanan pada pelajaran tata
bahasa. Seperti yang sudah disebut sebelumnya, buku pegangan utama adalah
Bahasa Indonesia dari Yohanni Johns. Mata kuliah ini mencakup pertemuan dua jam
setiap minggu pada semester satu, dan pada semester dua meningkat menjadi
empat jam.

Kelas tata bahasa dipegang oleh tenaga pengajar penutur asli Jerman. Di kelas ini
digunakan bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia. Bahasa Jerman diperlukan untuk
menjelaskan struktur bahasa Indonesia dengan segala kompleksitasnya sehingga
keterangan menjadi lebih transparan, lebih cepat dan mudah dimengerti oleh
penutur asing.

Penguasaan tata bahasa yang benar sangat mendukung pembelajar untuk


meningkatkan kemampuan membaca. Selama di universitas atau kelak setelah
selesai studi, kemampuan ini akan memungkinkannya membaca berbagai bentuk
teks dan mampu mengerti isinya.

Pembelajaran tata bahasa Indonesia tidak berhenti hanya sampai semester ketiga,
melainkan dilanjutkan dan diintegrasikan ke dalam mata kuliah berikutnya,
terutama pada kelas-kelas terjemahan.

b. Percakapan Tingkat Pemula dan Latihan-Latihan/Sprachpraktische


Übungen I - III
Di kelas latihan percakapan yang selalu dipegang oleh penutur asli, mahasiswa
mendapat kesempatan tidak hanya melatih penggunaan ungkapan-ungkapan yang
dipelajari dari bahan acuan dan bahan yang dikembangkan pengajar, tetapi juga
membuat latihan-latihan dari materi pelengkap yang berorientasi pada penggunaan
bahasa secara kreatif dari berbagai media di internet.

Melalui latihan terstruktur, mahasiswa diharapkan terbiasa mempergunakan


ungkapan-ungkapan baru yang nantinya dapat digunakan otomatis atau tanpa
banyak kesulitan jika diperlukan. Penguasaan ini dibutuhkan untuk bisa memulai
materi baru yang didasari pengetahuan sebelumnya.

Dalam tulisannya yang berjudul „Üben“/Wörterbuchschulpädagogik. Ein


Nachschlagwerk für Studium und Schulpraxis, Bad Heilbrunn 1994, Barbara Götze
mengatakan, pengetahuan dan kemampuan baru harus dilatih, disempurnakan dan
dihafalkan agar pembelajar dengan mudah dan tanpa harus berpikir panjang dapat
menggunakan materi yang sudah dipelajari dalam suatu situasi komunikatif.

Lewat latihan-latihan mahasiswa juga bersentuhan dengan perspektif situasi


keseharian yang memungkinkan mereka berkenalan dengan budaya Indonesia
melalui bahasa.

Pengajaran BIPA di SOA di Bonn berusaha untuk mengintegrasikan semaksimal


mungkin konsep pendekatan penguasaan tatabahasa dan kemampuan bahasa lisan.
c. Percakapan Tingkat Madya/Sprachpraktische Übungen IV – V

Di kelas yang juga dipegang oleh penutur asli ini, mahasiswa belajar meningkatkan
kemampuan penggunaan bahasa lisannya secara kreatif. Pada awal semester
mahasiswa menentukan waktu dan tema pilihan yang akan dibawakan secara lisan
pada minggu-minggu berikutnya. Setelah nama, tema dan waktu sudah tercantum
di daftar, tema-tema tersebut dibicarakan di kelas untuk memastikan
pelaksanaannya. Pengalaman menunjukkan bahwa jika diberi kesempatan dan
dibimbing, mahasiswa bisa membuat kejutan yang menyenangkan.

Saat menyampaikan presentasi itu mahasiswa biasanya menggunakan sarana


elektronik seperti laptop dan beamer yang tersedia di ruang belajar. Dengan
demikian pengalaman berbahasa asing bagi penggunanya menjadi lebih hidup dan
suasana pembicaraan pun lebih rileks.

Segi positif lainnya di kelas ini adalah orientasi pembelajaran yang bersifat
pragmatis dan memperhatikan keinginan serta kebutuhan dari pembelajar dalam
pemilihan tema yang dibicarakan. Materi ajar menjadi lebih terbuka, karena
tipologi latihan yang digunakan bervariasi, proses belajar lebih aktif, karena si
pembelajar lah yang berdiri di depan kelas. Tema yang dipilih relevan untuk
masing-masing mahasiswa, dan metode audio-visual mendukung pengertian.

Dalam bukunya yang berjudul „Mehrsprachigkeit und interkulturelles


Lernen“ Orientierungen im Fach Deutsch als Fremdsprache/Jahrbuch Deutsch als
Fremdsprache 20, 1994, Hans-Jürgen Krumm menulis bahwa tujuan utama dari
pengajaran dan pembelajaran bahasa bagi penutur asing ialah agar pembelajar
dapat memahami kehidupan masyarakat yang multibudaya dan dapat melakukan
komunikasi antarbudaya melalui penguasaan bahasa asing yang dipelajari.
Dalam tulisannya itu Krumm menegaskan pentingnya penguasaan bahasa asing
untuk mampu memahami masyarakat tersebut. Pakar bahasa dan kesusateraan
Jerman ini menggarisbawahi pembelajaran yang bertitik tolak dari perspektif
situasi keseharian, di mana pembelajar melakukan kontak atau melakukan interaksi
dengan penutur asli melalui yang disebutnya tindak komunikatif yang ditentukan
oleh budaya penutur asing dan penutur asli.

Di kelas percakapan ini mahasiswa dapat melakukan upaya menjalin kontak atau
berinteraksi melalui bahan autentik yang diambilnya dan komentar yang
diberikannya mengenai materi tersebut.

Selain itu, kelas percakapan ini juga memberikan peluang bagi mahasiswa untuk
bercerita tentang suatu berita aktual yang terjadi di Indonesia atau di Jerman atau
tentang apa saja yang dialami dan ingin disampaikan kepada mahasiswa lainnya.

d. Terjemahan/Lektüre und Übersetzen, Kontrastive Sprachanalyse

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tujuan dari pengajaran dan


pembelajaran BIPA di SOA Bonn ialah kemampuan penguasaan bahasa Indonesia
resmi yang baik dan benar, terutama kemampuan membaca. Fokus ini ditegaskan
sepanjang studi. Pembelajaran terjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Jerman adalah latihan yang sangat mendukung upaya mencapai tujuan tersebut.
Kelas terjemahan dimulai pada semester keempat dan dilanjutkan sampai akhir
semester pada program Master.

Kemampuan komunikatif dalam percakapan keseharian memang bukan tujuan dari


mata kuliah ini. Arahannya lebih cenderung agar pembelajar mendapat akses pada
teks-teks yang tuntutan bahasanya melebihi kemampuan komunikasi sehari-hari.
Mempelajari tata bahasa Indonesia dalam hal ini merupakan suatu jalan yang tak
mungkin dihindari agar pembelajar memahami dan menguasainya secara baik.
Karena tujuan bahasa yang diterjemahkan adalah bahasa Jerman, maka pengajaran
diberikan dalam bahasa Jerman dan dilaksanakan oleh penutur aslinya.

Bahan yang diterjemahkan beragam, dari teks yang menyentuh berbagai aspek
budaya, sosial dan politik di Indonesia saat ini hingga karya sastra Indonesia,
berupa puisi, cerita pendek dan cuplikan dari berbagai novel. Bapak Damshäuser
yang mempunyai pengalaman profesional yang panjang dalam menerjemahkan
karya sastra merupakan tulang punggung dari proses pengajaran dan pembelajaran
mata kuliah ini.

e. Percakapan Tingkat Mahir/Sprachkommunikative Praxis I-II,


Fachsprachliche Konversation

Mata kuliah pada program Master ini merupakan kelanjutan dari kelas percakapan
program Bachelor. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan berbicara
pembelajar, membuka peluang bagi mahasiswa untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia mengenai tema-tema aktual terkait kehidupan di Indonesia, baik dilihat
dari segi sosial, budaya maupun politik. Topik yang dibicarakan dipilih oleh
mahasiswa dan dosen pada awal pertemuan.

Menurut pengalaman saya sebagai penutur asli selama ini, sebagian mahasiswa
sudah pernah magang atau melakukan penelitian di Indonesia selama beberapa
bulan, bahkan ada mahasiswa yang pergi setiap tahun. Tetapi ada juga yang pergi
untuk sekedar berliburan dalam jangka waktu pendek. Hanya satu atau dua
mahasiswa yang belum pernah menginjakkan kakinya di Indonesia.
Meskipun kemampuan bahasa lisan para pembelajar berbeda, kelas ini memberi
kesempatan kepada semua mahasiswa untuk ikut aktif dan saling memberikan
masukan dalam proses pembelajaran melalui pengalaman-pengalaman komunikasi
praktis mereka.

Kelas tingkat mahir ini menekankan pembicaraan komunikatif mengenai topik yang
melampaui percakapan situatif pada kelas pemula. Sementara mata kuliah
Fachsprachliche Konversation bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam penggunaan ragam bahasa Indonesia yang tercermin pada tulisan
dengan bahasa Indonesia baku mengenai tema tertentu, baik itu berupa sebuah
kesimpulan dari sebuah tulisan ilmiah, jajak pendapat maupun artikel tentang
politik, lingkungan dll. Bahan diambil dari harian terkemuka di internet, misalnya
ulasan politik, budaya dsbnya.

Teks yang dipilih dipersiapkan sebelum pertemuan, kemudian dibahas di kelas.


Mata kuliah yang juga selalu diberikan oleh penutur asli ini. Materi yang
dipersiapkan harus sejalan dengan kemampuan bahasa dan pengetahuan
mahasiswa mengenai tema yang dipilih.

f. Kolloqium und Repetitorium

Pada pertemuan ini mahasiswa membicarakan tugas akhir tertulisnya dalam


program Bahasa Indonesia sebelum menyelesaikan tesis Master SOA. Tugas akhir
berupa makalah ini dibimbing oleh dosen penutur asli Jerman.
7. Evaluasi
a. Evaluasi kemampuan mahasiswa dilaksanakan lewat ujian tertulis pada
akhir semester. Yang diuji semua mata kuliah kecuali mata kuliah
kemampuan berbicara. Kelulusan merupakan syarat untuk dapat
mengikuti kelas lanjutan pada semester berikutnya.
b. Evaluasi dosen oleh mahasiswa dilaksanakan anonim sebelum ujian.
Mahasiswa menerima beberapa lembar formulir dengan pertanyaan yang
jumlahnya cukup banyak mengenai materi dan kualitas pengajaran serta
mengenai hubungan antara pengajar dan pembelajar di kelas. Formulir itu
diisi mahasiswa di kelas. Beberapa saat kemudian, dosen-dosen mendapat
hasil evaluasi yang diselenggarakan universitas secara serentak.

8. Kegiatan Ekstra Kurikuler


Sudah menjadi tradisi program Indonesia di Universitas Bonn untuk
mengundang penulis, sasterawan, sutradara, ilmuwan terkemuka Indonesia.
Melalui perjumpaan ini diharapkan, mahasiswa Jerman dapat langsung
berkenalan dengan tokoh-tokoh Indonesia serta karya-karyanya.

W.S. Rendra, Ramadhan K.H., Sitor Situmorang, Agus Sarjono, Ayu Sutami,
Goenawan Mohammad, Dorothea Rosa Herliany, serta sejumlah sutradara
film, a.l. sutradara film dokumentasi Ucu Agustin (Di Balik Frekuensi,
Pertaruhan) adalah nama-nama dari sejumlah tokoh dunia sastra dan film
Indonesia yang penah berkunjung ke jurusan Indonesia Universitas Bonn.

Dua tahun yang silam, kami menerima sekitar 20 mahsiswa Program Bahasa
Jerman Universitas Negeri Yogyakarta. Atas permintaan pimpinan delegasi
dari Yogyakarta, saya menyelenggarakan workshop dua hari mengenai
terjemahan untuk mahasiswa-mahasiswa Indonesia tersebut. Selain itu
mereka juga ikut menghadiri beberapa kelas BIPA dan berkenalan dengan
mahasiswa Jerman. Sebelumnya kami juga pernah menerima delegasi
mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Parahiyangan, Bandung.

Kegiatan lainnya di kampus adalah penayangan film layar lebar Indonesia


yang sudah merupakan bagian dari tawaran program Indonesia bagi
mahasiswa Jerman. Penayangan biasanya dilaksanakan pada semester musim
dingin yang lebih panjang daripada semester musim panas.

9. Publikasi Pengajar BIPA di Bonn


a. Berthold Damshäuser
Program Indonesia, khususnya Bapak Berthold Damshäuser,
menampilkan deretan publikasi yang cukup panjang. Di antaranya
terjemahan karya puisi sejumlah pengarang ternama Jerman yang
diterbitkan dalam rangkaian Seri Puisi Jerman. Berikut ini hanya untuk
menyebutkan beberapa judul dari daftar publikasi Damshäuser yang tak
dapat saya sebutkan satu persatu. Bersama Agus Sarjono telah
diterbitkan:
Bertolt Brecht – Zaman Buruk Bagi Puisi. Kumpulan Puisi Dwibahasa.
Seri Puisi Jerman. Horison/Jakarta, 2004.

Paul Celan – Candu dan Ingatan. Kumpulan Puisi Dwibahasa dengan


Video-CD. Seri Puisi Jerman. Horison/Jakarta 2005.

Johann Wolfgang von Goethe – Satu dan Segalanya. Kumpulan Puisi


Dwibahasa. Seri Pusi Jerman. Horison/Jakarta 2007.
Nietzsche – Syahwat Keabadian. Kumpulan Puisi Dwibahasa. Seri Puisi
Jerman. Horison/Jakarta 2010.

Di luar Seri Puisi Jerman, publikasi Damshäuser juga mencakup terjemahan


serangkaian karya penulis Indonesia Ramadhan KH. Bersama Agus Sarjono
juga telah diterbitkan antologi puisi Indonesia dalam bahasa Jerman
Sprachfeuer. Regiospectra-Verlag Berlin 2015. Di samping itu sejak 1992
bersama Prof. Dr. Wolfgang Kubin dari Sinologi, Damshäuser menerbitkan
majalah berisikan tulisan-tulisan mengenai kebudayaan di Asia
„Orientierung-Zeitschrift zur Kultur Asiens“.

Publikasi lain dari Damshäuser dalam bahasa Indonesia berjudul Ini dan itu
Indonesia. Pandangan seorang Jerman, Komodo Books, Jakarta 2015.
Buku ini adalah kumpulan kolom-kolom yang ditulisnya di rubrik Bahasa di
Majalah Tempo. Setiap kolomnya ini memiliki latar yang sama, yakni ruang
kelas kuliah bahasa Indonesia Universitas Bonn.

b. Christa Saloh-Foerster
Publikasi terjemahan:
Padamkanlah Mataku. Kumpulan Puisi Dwibahasa dari Maria Rainer
Rilke. Seri Puisi Jerman. Horison/Jakarta 2003.
Tuan Puntila dan Bujangnya Matti. Drama dari Bertolt Brecht. Goethe-
Institut Bandung 1985.
Berbagai artikel dan terjemahan online.
III. Penutup

Pengajaran dan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di SOA Bonn
adalah suatu proses bersama dari semua yang terlibat di dalamnya. Ini tidak hanya
merupakan program yang harus diambil mahasis wa untuk mencapai gelar
akademis di SOA Universitas Bonn, tetapi juga bertujuan memperkenalkan dan
mendekatkan Indonesia melalui bahasanya kepada mahasiswa-mahasiswa asing.
Dari pihak mahasiswa dituntut ketekunan dan keuletan untuk belajar, dan dari
pengajar dituntut kemahiran didaktik dan dedikasi untuk membimbing dan
menggiring mahasiswa agar menyukai, dan merasa tidak terpaksa mempelajari
bahasa Indonesia. Karena hasil yang baik akan memberikan motivasi kepada
pengajar dan pembelajar.

Melalui pengajaran BIPA di universitas, dosen tidak hanya mengajar bahasa asing,
tetapi juga memperkenalkan Indonesia yang meliputi semua segi kehidupannya
masa kini. Sementara di luar kelas, melalui publikasi terjemahan dan aktifitas
terkait Indonesia lainnya, para pengajar dapat aktif menyebarkan informasi dan
pengetahuan tentang Indonesia, termasuk karya-karya sastranya. Atau juga
sebaliknya, melalui publikasi terjemahannya, pengajar dapat memperkenalkan
karya sastra penulis-penulis terkemuka Jerman kepada masyarakat Indonesia.
Kemungkinan ini merupakan hal yang sangat menarik dan menyenangkan dalam
proses pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing di luar negeri.
Sumber Rujukan:
Yohanni Johns, Bahasa Indonesia Book One, Periplus Edition (HK) Australia 1977.
Bernd Nothofer/Karl-Heinz Pampus, Bahasa Indonesia Teil 1 & 2 Julius Groos
Verlag Tübingen 2001.
Wolfgang Butzkamm, Aufgeklärte Einsprachfertigkeit. Zur Entdogmatisierung der
Methode im Sprachunterricht Heidelberg, 1978.
Barbara Götze, Üben/Wörterbuchschulpädagogik. Ein Nachschlagwerk für Studium
und Schulpraxis, Bad Heilbrunn 1994.
Hans-Werner Huneke dan Wolfang Steinig, Deutsch als Fremdsprache, Eine
Einführung, Berlin 2013.
Hans-Jürgen Krumm, „Mehrsprachigkeit und interkulturelles
Lernen“ Orientierungen im Fach Deutsch als Fremdsprache/Jahrbuch Deutsch als
Fremdsprache 20, 1994.

Anda mungkin juga menyukai