02 Tahun 2020
p ISSN : 2580-1899 | e ISSN : 2656-5706 | DOI:
Abstract
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai hambatan komunikasi antar budaya yang dialami oleh
mahasiswa yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) selama menempuh pendidikan
di kota Yogyakarta. Penelitian ini bermula dari kondisi Yogyakarta yang menjadi salah
satu tujuan mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Salah
satunya mahasiswa dari NTT. Penelitian ini merupakan studi deskriptif kualitatif,
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan mengumpulkan data dari media.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan bahasa, kebiasaan, dan persepsi
menjadi hambatan bagi mahasiswa NTT untuk berkomunikasi di Yogyakarta. Selain itu,
adanya stereotipe yang dilekatkan kepada mahasiswa NTT seperti terbelakang, suka
membuat keributan, dan rentan melakukan tindakan kriminal menjadi sumber adanya
kesenjangan antara mahasiswa NTT dan mahasiswa yang berasal dari daerah lain.
Yogyakarta adalah kejadian konflik yang konlik yang terjadi dan melibatkan
pernah terjadi di kota ini. Kejadian yang mahasiswa NTT di tempat perantauannya.
cukup menyita perhatian adalah kasus Pembahasan mengenai aspek-aspek
penembakan di Lapas Cebongan (Pos hambatan komunikasi antarbudaya
Kupang, 2013). Kasus ini membawa khususnya mengenai hambatan
dampak bagi mahasiswa NTT yang sedang komunikasi antarbudaya dapat ditinjau
melanjutkan studi di Yogyakarta. Sejak dari beberapa penelitian sebelumnya.
peristiwa itu terjadi banyak ancaman dan Pertama, Adi Bagus Nugroho, Puji Lestari,
isu yang beredar setelah peristiwa itu. Ida Wiendijarti (2012, h.403-418) dengan
Peristiwa ini kemudian menyebabkan judul “Pola komunikasi antarbudaya
Asrama Mahasiswa NTT di Yogyakarta di mahasiswa suku Batak di UPN “Veteran”
kosongkan (Merdeka, 2013). Pada waktu Yogyakarta dan masyarakat asli
yang berbeda, pernah terjadi pula Yogyakarta”. Penulis menemukan bahwa
perkelahian antara mahasiswa Sumba dan terdapat perbedaan pola budaya yang
mahasiswa Alor (Hasanudin, 2012), dan dimiliki mahasiswa suku Batak di UPN
tawuran antar mahasiswa NTT di Tambak “Veteran” Yogyakarta dan masyarakat asli
Bayan yang menimbulkan kerusakan pada Yogyakarta. Pola budaya yang dimiliki
tempat usaha warga (Detik, 2007). oleh mahasiswa suku Batak di UPN
Kejadian - kejadian di atas “Veteran” Yogyakarta adalah budaya Low
mempengaruhi komunikasi yang terjadi Context dan budaya maskulinitas.
antara warga Yogyakarta dan mahasiswa Sedangkan pola budaya yang dimiliki oleh
NTT yang akan menempuh studi di kota masyarakat asli Yogyakarta adalah budaya
ini, salah satunya karena adanya stereotipe High Context dan budaya Feminitas.
negatif yang dilekatkan kepada mahasiswa Kedua, penelitian dari Femmita
NTT. Pada penelitian ini, penulis ingin Adelina, Fattah Hanurawan, dan Indah
melihat salah satu aspek mendasar dari Yasminum Suhanti (2017, h. 1-8) yang
komunikasi antar budaya, yakni hambatan berjudul “Hubungan Antara Prasangka
komunikasi. Pembahasan tentang Sosial dan Intensi Melakukan
hambatan komunikasi yang dialami oleh Diskriminasi Mahasiswa Etnis Jawa
mahasiswa NTT dapat menjadi uraian Terhadap Mahasiswa yang berasal dari
benang kusut dari stereotipe dan konflik- Nusa Tenggara Timur". Penelitian ini
menekankan bahwa prasangka sosial
mahasiswa etnis Jawa terhadap mahasiswa menyebabkan penelitian ini kurang luas
yang berasal dari Nusa Tenggara Timur terjait pembahasanya.
sebagian besar termasuk dalam kategori Penelitian ini mengungkapkan
sedang. Sedangkan intensi melakukan bagaimana hambatan komunikasi yang
diskriminasi mahasiswa etnis Jawa terjadi diantara mahasiswa-mahasiswi
terhadap mahasiswa yang berasal dari NTT di Yogyakarta. Tujuan peneltian ini
Nusa Tenggara Timur sebagian besar juga adalah untuk mengetahui hambatan
termasuk dalam kategori sedang. Hasil komunikasi antarbudaya mahasiswa-
penelitian ini menunjukkan bahwa ada mahasiswi NTT di Yogyakarta.Selain itu
hubungan positif dan signifikan antara penelitian ini bertujuan untuk
prasangka sosial dan intensi melakukan mengidentifikasi masalah-masalah yang
diskriminasi mahasiswa etnis Jawa diakibatkan oleh hambatan-hambatan
terhadap mahasiswa yang berasal dari komunikasi antarbudaya mahasiswa-
Nusa Tenggara Timur. mahasiswi NTT di Yogyakarta. Manfaat
Penelitian lain yang menjadi acuan penelitian ini adalah : (1) Penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh bermanfaat untuk mengimplementasikan
Wihelmina Rosa Laka pada tahun 2015 teori hambatan komunikasi,teori
Penelitian ini berjudul “ Studi Deskriptif interprtasi simbolik dan persepsi
Perilaku Agresi Mahasiswa Etnis NTT di budaya.,(2). Penelitian ini diharapkan
Yogyakarta”. Penelitian ini melihat dapat memberikan pengetahuan dari segi
permasalahan ini dari sisi pandang ilmu akademis khususnya komunikasi
psikologi.Berdasarkan hasil penelitianya antarbudaya.
disimpulkan bahwa perilaku mahasiswa Manfaat lain dari penelitian ini adalah:
NTT disebabkan oleh tiga faktor.Pertama (1). Untuk mengetahui proses hambatan
faktor sosial seperti lingkungan tempat komunikasi antarbudaya yang terjalin
tinggal,rasa solidaritas dan kelompok antara mahasiswa etnis NTT di
pertemanan. Kedua, faktor individu Yogyakarta.,(2). Penelitian ini di harapkan
mencakup emosi negatif. Ketiga faktor dapat memberikan pandangan yang baru
situasional yaitu alkohol.Kekurangan dari mengenai hambatan komunikasi yang
penelitian ini adalah penelitian ini hanya terjalin selama ini diantara mahasiswa-
melihat faktor kekerasan berdasarkan satu mahasiswi NTT.(3).Mengurangi
sudut pandang saja. Hal ini tentu saja terjadinya potensi konflik yang mungkin
saja bisa terjadi diantara mahasiswa NTT Sereno dan Bodaken (dalam
di Yogyakarta. Mulyana,2008, h. 181) menyebutkan
TINJAUAN PUSTAKA bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas,
Persepsi Budaya dan Hambatan yaitu : seleksi, organisasi, dan interpretasi.
Komunikasi Antar Budaya Seleksi mencakup sensasi dan atensi,
Mulyana (2008, h.18) mengemukakan sedangkan organisasi melekat pada
bahwa persepsi merupakan inti interpretasi, yang dapat didefinisikan
komunikasi karena jika persepsi kita tidak sebagai peletakan suatu rangsangan
akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi bersama rangsangan lainnya.
dengan efektif. Persepsi yang menentukan Pada proses persepsi, tidak jarang
apakah seseorang akan memilih suatu muncul prasangka. Prasangka sendiri
pesan untuk diproses atau mengabaikan menurut Gordon Allport (dalam Liliweri,
pesan tersebut. Hal ini yang menyebabkan 2005, h.199) merupakan pernyataan atau
semakin tinggi derajat kesamaan persepsi kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan
antar individu, semakin mudah dan perasaan atau pengalaman yang dangkal
semakin sering mereka berkomunikasi. terhadap seseorang atau sekelompok orang
Konsekuensinya dari proses persepsi ini tertentu. Prasangka juga diartikan sebagai
adalah semakin menguatnya identitas suatu kekeliruan persepsi terhadap orang
kelompok budaya tertentu. yang berbeda adalah prasangka. Prasangka
Persepsi menjelaskan bahwa setiap adalah sikap yang tidak adil terhadap
simbol yang diberikan kepada orang lain seseorang atau suatu kelompok.
belum tentu dipersepsi sama dengan apa Ada keterkaitan antara persepsi
yang akan diharapkan oleh pengirim pesan budaya dan diskriminasi. Persepsi budaya
harapkan. Proses interpretasi dan yang keliru terhadap suatu masyarakat atau
pengalaman yang terjadi pada seseorang etnis tertentu dapat menentukan sikap
dapat memungkinkan seseorang tersebut seseorang. Jika persepsi tersebut negatif
memiliki persepsi yang sama terhadap tentu saja dapat menyebabkan
informasi yang akan disampaikan. Hal ini diskiriminasi terhadap suatu kelompok
tentu saja disebabkan oleh proses belajar tertentu.
dan perbedaan pengalaman yang terjadi Diskriminasi adalah perilaku negatif
pada masa lalu orang tersebut. yang ditujukan kepada orang lain.
Diskriminasi, menurut Samovar, dkk
“Kalau dulu awal masuk kuliah saya Pencampuran antara bahasa Indonesia
lebih nyaman berkomunikasi dengan
dengan bahasa Jawa disebutkan DF
orang orang yang berasal dari NTT
karena pada saat awal kuliah saya sebagai hambatan baginya selama
masih berusaha untuk menyesuaikan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
dengan orang baru, budaya baru
serta lingkungan baru.Jadi butuh Hal ini dikarenakan keterbatasannya
orang yang sesama dari NTT sebagai
memahami bahasa Jawa itu sendiri. Hal
teman untuk menghadapi sesuatu
yang baru di Yogykarta, hal ini inilah yang menyebabkan DF lebih
dilakukan untuk berinteraksi dengan
nyaman berkomunikasi dengan teman
warga Yogyakarta. Saya juga banyak
mengikuti kegiatan yang diikuti oleh sesama dari NTT karena adanya
banyak mahasiswa NTT dan juga dari
persamaan bahasa. Selain DF, informan
luar NTT” (DF wawancara tanggal 4
November 2019) lain yang juga mengalami hambatan
adalah RH. Pengalaman RH saat berkuliah
Pada proses penyesuaian ini, DF melihat
mengemukakan bahwa ia menggunakan
bahwa perbedaan dialek dan bahasa
bahasa yang berbeda dengan orang yang
menjadi alasan DF mengalami kesulitan
bukan berasal dari NTT.
saat berinteraksi dengan warga sekitar
Hambatan komunikasi antar budaya
kosnya.
tidak berhenti pada persoalan bahasa saja.
Salah satu hal yang berpengaruh adalah
“Ada beberapa kalimat atau kata
yang memiliki arti berbeda misalnya sikap etnosentrime. Menurut Zastrow
kata sorong bagi kami orang NTT
(dalam Liliweri, 2002) Etonesntrime
artinya berpindah tempat, tapi
memiliki arti yang berbeda bagi orang adalah kecendrungan seorang individu
jawa. Hal tersebut mempengaruhi
untuk melihat suatu norma dan nilai dalam
dina saat berkomunikasi karena
takutnya nanti apa yang dikatakan kelompoknya sebagai sesuatu yang
dina bisa ditafsirkan berbeda. Terus,
mutlak. Hal ini kemudian digunakan
Awal-awal saya masih kaku untuk
berkomunikasi. Komunikasi saya sebagai standar untuk mengukur
agak susah karena mayoritas orang
kebudayaan yang lain. Etnosentrisme
asli Yogyakarta masih mencampur
bahasa Indoensia dan bahasa Jawa memunculkan sikap prasangka dan
dalam proses komunikasi disekitar
streotip negatif terhadap etnik atau
lingkungan saya, malah terkadang
lebih banyak bahasa Jawa kelompok lain. Etnosentrisme
dibandingkan bahasa Indonesia (DF,
dimunculkan oleh kelompok masyarakat
wawancara tanggal 14 November
2019). non NTT maupun dilakukan oleh
mahasiswa NTT itu sendiri. Etnosentrisme
yang dimunculkan oleh masyarakat non Budaya. Pada hasil wawancara dengan
NTT, dalam hal ini masyarakat di sekitar para informan, maka dapat dilihat bahwa
tempat kos mahasiswa NTT di Yogyakarta hambatan komunikasi antar budaya yang
adalah anggapan bahwa Jawa jauh lebih dialami mencakup hal-hal berikut:
maju daripada NTT. Padangan bahwa Mengabaikan perbedaan antara anda
NTT terbelakang dan primitif muncul dan kelompok yang secara kultural
melalui pengalaman informan DF yang berbeda. Pengabaian ini merujuk pada
sering ditanyai mengenai ketersediaan sikap pelaku komunikasi yang
listrik dan makanan. menyamakan budayanya dengan budaya
Hambatan lain juga ada pada orang lain. Hal ini, ditunjukkan pada sikap
mahasiswa NTT sendiri yang melakukan EB yang menyalakan musik keras-keras di
sikap etnosentrime dari mahasiswa NTT kosnya karena merasa bahwa hal itu
sendiri. Etonesntrisme adalah sikap yang lumrah dilakukan di daerah asalnya.
menganggap budaya kita sebagai budaya Tindakan EB ini mengabaikan bahwa
yang paling benar dibandingkan budaya tempat kosnya yang berada di Yogyakarta
lainnya, kita menganggap budaya yang memiliki budaya berbeda dengan NTT.
kita miliki paling berkuasa dibandingkan Terjebak dalam stereotipe: Stereotipe
budaya yang lain. Kita percaya bahwa nilai atau pelabelan merupakan hambatan
dan kepercayaan kita harus diakui oleh dalam komunikasi antar budaya karena
orang lain. Hal ini muncul pada informan stereotipe ini mengganggu cara pandang
EB yang mengatakan bahwa kebudayaan yang seharusnya objektif. Stereotipe
NTT adalah yang paling superior sehingga muncul karena adanya kejadian,
EB memiliki sudut pandang bahwa penanaman mitos yang kuat maupun yang
kebudayaan lain di luar NTT dipandang berasal dari prasangka. Pada penelitian ini,
rendah dibandingkan dengan budaya yang dapat dilihat bahwa stereotipe dialami oleh
EB miliki. EB saat awal kuliah merasa para mahasiswa NTT melalui anggapan
seenaknya seperti contoh membunyikan bahwa NTT merupakan daerah yang
suara musik dengan keras karena terbelakang, memiliki keterbatasan akses
menurutnya, di NTT hal tersebut sudah teknologi dan pembangunan. Selain itu,
sangat lumrah. stereotipe bahwa mahasiswa NTT
DeVito (2018) mengemukakan pula merupakan sumber masalah dan pemicu
bahwa hambatan dalam Komunikasi Antar konflik menjadi hambatan bagi mahasiswa
Perilaku diskriminasi bersumber dari seolah-olah orang timur itu atau NTT
makanan sehari-harinya itu ubi.
sikap seseorang yang didahului dengan
Kemudian stereotype yang kedua
rasa prasangka. Ada keterkaitan antara mereka itu lebih ke wilayah geografis.
Pengalaman saya saat bekerja di
persepsi budaya dan diskriminasi. Persepsi
warnet itu ada teman yang bertanya di
budaya yang keliru terhadap suatu NTT itu ada listrik enggak, terus saya
bilang adalah. Kemudian dia
masyarakat atau etnis tertentu dapat
bertanya lagi, NTT itu ada pelabuhan
menentukan sikap kita. Jika persepsi nggak. Jadi seolah-olah mereka
berpikir kalau NTT itu sangat
tersebut negatif tentu saja dapat
terbelakang dan kurang
menyebabkan diskiriminasi terhadap suatu pembangunan, jadi yang ada
dipikiran mereka, NTT itu cuman ada
kelompok tertentu. Sarwono dan Eko
hutan” (DF wawancara tanggal 14
(2009) menjelaskan diskriminasi sebagai November 2019)
perilaku negatif terhadap orang lain yang
Hal ini menunjukkan adanya stereotipe
menjadi target prasangka. Diskriminasi
terhadap mahasiswa NTT yang masih
merupakan tingkah laku di mana individu
dianggap terbelakang. Berkaitan dengan
atau kelompok memperlakukan orang
stereotipe, hal yang sama juga
secara berbeda karena keanggotaan orang
disampaikan oleh EB. EB sering mendapat
itu. Diskriminasi yang dialami oleh
perlakuan yang kurang menyenangkan.
kelompok budaya tertentu dapat memicu
Menurut EB, NTT sering dipandang
adanya hambatan komunikasi antar
sebagai tempat yang asing dan terpencil.
budaya pada proses interaksi dan dinamika
Hal ini kemudian diperkuat dengan
masyarakat. Stereotipe kemudian
persepsi negatif yang pernah dialami oleh
menimbulkan prasangka. Stereotipe
EB. Ia menuturkan bahwa sering tidak
seperti ini juga dialami oleh mahasiswa
mendapatkan kos-kosan atau rumah
NTT.
kontrakan karena asal dia yang dari NTT.
Tindakan seperti ini kemudian pernah 3 kali ditolak saat mencari kos.
Saat itu ada tertera tulisan “kos puteri
menyebabkan ada sebagian warga
masih ada kamar” tapi saat di tanya
Yogyakaarta yang memiliki pandangan asalnya dan saya beritahu dari NTT
seketika langsung kamarnya penuh.
negatif terhadap mahasiswa NTT.
Dan pernah satu kali mencari kos
Sebagian masyarakat Yogyakarta untuk teman cowok di daerah
Tambakbayan tapi karena di kasih tau
kemudian merasa terancam dan menolak
kosnya penuh. Tentunya juga saya
kehadiran mahasiwa NTT. sebagai anak NTT harus intropeksi
diri karena saya sadar bahwa saya
Beberapa informan dalam penelitian
merantau ke daerah lain yang
ini mengatakan tindakan penolakan ini, budayanya juga lain sehingga saya
sebisa mungkin untuk menjaga sikap
sebenanya tidak seharusnya terjadi
dan perilaku agar tidak menimbulkan
terhadap mahasiswa-mahasiswi NTT. Hal stigma.” (wawancara RH, 17
November 2019)
ini seperti yang disampaikan informan RH
dalam wawancara. RH mengatakan, Hal ini tentu saja menunjukan bahwa
bahwa maraknya pengusiran atau persepsi terhadap mahasiswa NTT
penolakan kos harus segera dicari cenderung dipandang masih rendah. Hal
solusinya. RH menuturkan bahwa perlu ini mengibaratkan stereotipe terhadap
adanya pertemuan antara RT/RW setempat mahasiswa NTT masih dianggap
dengan teman-teman NTT untuk terbelakang.
mengetahui alasan jelas kenapa teman- Mahasiswa NTT juga memiliki
teman NTT mendapatkan perlakuan streotipe terhadap masyarakat lain
seperti itu. RH menuturkan : khususnya terhadap lingkungan sekitar
khususnya orang Jawa. Mahasiswa NTT
“Pandangan saya terkait maraknya
memberikan stereotipe negatif. Stereotipe
pengusiran atau penolakan kos atau
rumah kontrakan terhadap negatif adalah Negatif, dimana seorang
mahasiswa-mahasiswi yang berasal
individu mengevaluasi budaya yang ada
dari NTT ialah salah satu solusi dari
saya sebaiknya diadakan rapat atau disekelilingnya dan percaya bahwa budaya
musyawarah RT/RW setempat dengan
yang dia miliki adalah yang paling baik
teman-teman NTT untuk mengetahui
alasan jelas kenapa teman-teman NTT dan budaya yang ada diluar individu
tidak boleh tinggal (Kos) dan
tersebut harus diukur berdasarkan budaya
mendapat perlakuan yang kurang
baik. Stigma tentang NTT tidak boleh yang individu tersebut miliki.
dibawah ke generasi berikutnya
karena tidak semua anak NTT itu
melakukan tindakan buruk
(berkelahi,mabuk dll). Saya juga dulu