Anda di halaman 1dari 24

Makalah Tugas Kelompok Kuliah Matrikulasi

Magister Manajemen 058-2021/2022


Judul :
"Tawuran antar pelajar : Tindakan yang melanggar Nilai Luhur Bangsa Indonesia"

Mata Kuliah : Wawasan Budi Luhur


Dosen : DR. Sugeng Riyadi Ak, M.Si

Kelompok 4
1. Asih Dwi Pawestri (NIM : 2131600922 )
2. Dessy Kurniawan (NIM : 2131600617)
3. Jemmy (NIM : 2131600849)
4. Sr. Theresilla, CIJ (NIM : 2)
5. Susanto (NIM : 2131600708)
6. Yustinus Eri Prastiantoko (NIM : 2131600690)

Jakarta-26022022
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar belakang

Tawuran antar pelajar yang terjadi di Indonesia, sudah sedemikian luas dan kronis serta
semakin memprihatinkan. Data Perundungan Selama 2021 yang dirilis oleh Komisi
Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa tawuran antar pelajar adalah kasus yang
paling banyak1. Kasus tawuran antar pelajar meliputi 11 provinsi seperti Jawa Barat, Jawa
Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi tenggara, Kalimantan
Utara, NTT, NTB dan Sumatera Selatan. Insiden tawuran ini tidak hanya menimbulkan korban
luka namun korban jiwa dan rusaknya sarana dan prasarana umum.

Para pelajar tersebut adalah generasi muda harapan bangsa Indonesia yang akan
melanjutkan estafet kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang lebih
gemilang. Maju atau tidaknya bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh kualitas para pelajar
saat ini. Munculnya peristiwa tawuran antar pelajar di Indonesia menjadikan fungsi pelajar
mengalami distorsi atau penyimpangan dari hakikatnya. Pelajar yang seharusnya menjadi tolak
ukur masa depan bangsa, mulai menyimpang dari hakikatnya sebagai generasi yang mampu
memajukan bangsa ke arah yang lebih baik. Menurunnya nilai-nilai sikap dari para pelajar
menjadi sesuatu yang seharusnya mendapat perhatian ekstra, baik itu dari sekolah, orang tua
dan seluruh warga masyarakat.

Fenomena tawuran pelajar yang merupakan bagian dari kekerasan di masyarakat dan telah
berulang terjadi. Gejala sosial semacam ini jelas sangat melanggar norma dan nilai yang ada
dalam masyarakat. Tawuran antar pelajar dapat mengganggu ketertiban dan keamanan
lingkungan sekitar. Banyaknya tawuran yang menelan korban merefleksikan sudah mulai
luruhnya nilai-nilai luhur bangsa. Oleh karena itu, kelompok 4 mengangkat permasalahan ini
untuk diteliti dan dikaji lebih mendalam. Adapun judul penelitian ini adalah Tawuran Antar
Pelajar : Tindakan yang melanggar nilai-nilai luhur bangsa.

1
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-013345547/kpai-rilis-data-
perundungan-selama-2021-tawuran-pelajar-paling-banyak diakses pada Tanggal 27 Pebruari 2022
1. 2. Perumusan Masalah

Dengan adanya tindakan tawuran antar pelajar yang sering menimbulkan keresahan di
tengah masyarakat, maka timbul pertanyaan:
1. Apa faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari tawuran antar pelajar?
3. Bagaimana fenomena tawuran antar pelajar dalam perspektif wawasan nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia?

1. 3. Tujuan.

Tujuan penyusunan makalah ini antara lain:


1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tawuran antar pelajar.
3. Untuk mengetahui fenomena tawuran antar pelajar dalam perspektif wawasan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia.

1. 4. Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain:


1. Manfaat Teoritis.
Makalah ini diharapkan memberi manfaat khususnya di bidang penanganan masalah kenakalan
remaja dalam insiden tawuran antar pelajar
2. Manfaat Praktis.
Penyusunan makalah ini menjadi masukan bagi masyarakat dalam mencegah dan
menindak terjadinya tawuran antar pelajar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi Tawuran Antar Pelajar

Tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan
oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Tawuran adalah perilaku agresi dari seorang
individu atau kelompok. Agresi itu sendiri diartikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan
sangat kuat, menyerang, membunuh atau menghukum orang lain. Dengan kata lain agresi
secara singkat didefinisikan sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau
merusak milik orang lain.

Tawuran merupakan suatu insiden perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan
sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Tawuran adalah perilaku agresi dari seorang
individu atau kelompok yang saling merugikan, karena satu pihak dengan pihak yang lain
berusaha saling menyakiti secara fisik baik dengan atau tanpa alat bantu.

Istilah tawuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung pengertian
perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai2. Sedangkan pelajar
adalah seorang manusia yang belajar. Dengan demikian tawuran antar pelajar dapat diartikan
sebagai perkelahian yang dilakukan secara massal atau beramai-ramai antar kelompok pelajar
dengan sekelompok pelajar lainnya. Sementara menurut Rais (1997)3, perkelahian antar pelajar
adalah salah satu perbuatan yang sangat tercela yang dilakukan oleh seorang atau kelompok
pelajar kepada pelajar lain atau kelompok pelajar lain.

Tawuran yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk dari
kenakalan remaja (juvenile delinquency) yang menunjuk pada semua bentuk perilaku yang
tidak sesuai dengan norma yang hidup di dalam lingkungan masyarakat. Hal ini senada dengan
yang disampaikan oleh Ruth May Strang yaitu “a juvenile delinquency is an act of child or
adolescent who breaks a law. When a child is old enough to know that he is doing wrong and

2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://www.kamusbesar.com//Kamus Besar Bahasa Indonesia diakses tanggal 23
Pebruari 2022
he does it, that is being delinquency. A person under 21 who breaks the law is a juvenile
delinquent3. Kartini Kartoyo menyatakan bahwa remaja yang nakal itu disebut pula sebagai
anak cacat sosial4. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada
di tengah masyarakat sehingga perilaku mereka dinilai sebagai suatu kelainan dan disebut
kenakalan.

Tawuran antar pelajar dapat digolongkan ke dalam dua jenis delikuensi, yaitu situasional
dan sistematik. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena situasi yang mengharuskan
mereka untuk berkelahi. Situasi seperti ini biasanya terjadi karena ada kebutuhan untuk
memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan delikuensi sistematik, para pelajar yang terlibat
perkelahian itu berada dalam suatu kelompok atau geng.

Tawuran antar pelajar semakin menjadi semenjak terciptanya kelompok atau geng-geng
anak muda. Kelompok tersebut memiliki kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya.
Tradisi kekerasan yang diwariskan menjadi penyebab utama terjadinya tawuran antar pelajar.
Perselisihan bisa bertahan puluhan tahun karena terwariskan kepada anggota baru selanjutnya.
Secara tidak langsung, hal tersebut memperlihatkan betapa kekerasan telah menjadi cara
membuktikan diri serta identitas (Rudi, 2013)5. Mereka tidak lagi merasa bahwa perbuatan
tawuran yang dilakukan adalah tindakan tidak terpuji dan mengganggu ketenangan dan
ketertiban masyarakat. Sebaliknya, mereka malah merasa bangga jika masyarakat itu takut
dengan kelompok atau gengnya. Seorang pelajar yang berpendidikan seharusnya tidak
melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.

Jensen (dalam Sarwono, 2006, h.200) membagi perilaku tawuran menjadi empat jenis.
Pertama, perilaku tawuran yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Kedua, perilaku
tawuran yang menimbulkan korban materi. Ketiga, pelaku tawuran yang tidak menimbulkan
korban di pihak orang lain. Keempat, perilaku tawuran yang melawan status.

3
Ruth May Strang, Fact About Juvenile delinquency. Guidance series booklets., (Chicago: Science Research Associates,
1968 hlm. 6.
4
Kartini Kartoyo, Patologis Sosial 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 209
5
Rudi, A. 2013.Selain Tradisi Kekerasan Ini Penyebab Lain Tawuran Pelajar.
https://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/11/1840481/Selain.Tradisi.Kekerasan.Ini.Penyebab.Lain.Tawuran.Pel
ajar. Diakses pada tanggal 27 Pebruari 2022
2.2. Nilai-nilai Luhur Bangsa Indonesia

Nilai-nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar,
dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat. Jadi
nilai merupakan sesuatu yang dapat memberi acuan dan tujuan hidup (Adisusilo 2012:56)6.

Menurut Endang Ekowarni (2010), nilai luhur yang menjadi karakter bangsa adalah nilai-
nilai yang berkembang, berlaku, diakui, diyakini dan disepakati oleh setiap warga masyarakat7.
Nilai-nilai ini merupakan supreme values yang menjadi pedoman hidup dan digunakan untuk
mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi. Nilai luhur tidak dibentuk hanya oleh satu
orang atau sekelompok orang namun dibentuk oleh tiap-tiap masyarakat yang terhubung secara
dinamis di negara Indonesia.

Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari
kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai alat untuk mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya.

Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia merupakan karakter bangsa Indonesia yang mampu
memberikan ciri khas dari bangsa-bangsa lainnya di dunia. Nilai luhur bangsa Indonesia sangat
beragam diantaranya karakter masyarakat, norma masyarakat, kebudayaan yang tercermin
melalui Bhineka Tunggal Ika, sampai dengan tata negara bangsa Indonesia.

Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia adalah nilai
keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri.
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa. Orang Indonesia punya ikatan kebersamaan dan visi yang
sama serta menjadi gugus berpikir, bernalar, bertindak, dan berelasi. Dari lahir, darah daging Pancasila
sudah menjadi habitus bangsa. Pancasila menjadi pemberi petunjuk dalam mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin bagi masyarakat yang beraneka ragam sifatnya,

6
Adisusilo, S. (2012). Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan
Pembelajaran Afektif. Jakarta : P.T Raja Grafindo Persada
7
Endang Ekowarni. 2010. “Pengembangan nilai-nilai luhur budi pekerti sebagai karakter bangsa”
https://belanegarari.wordpress.com/2009/08/25/pengembangan-nilai-nilai-luhur-budi-pekerti-sebagai-karakter-
bangsa/ Pada tanggal tanggal 27 Pebruari 2022
seperti dikutip dari Buku Ajar Pendidikan Pancasila oleh Irwan Gesmi, S.Sos. dan M.Si, Yun
Hendri, S.H., M.H.8

2. 3. Wawasan Budi Luhur

Wawasan adalah cara pandang manusia, khususnya manusia Indonesia, tentang


bagaimana manusia harus bersikap, bertutur kata, berperilaku yang mulia menurut norma-
norma moral (etika, etiket, agama, adat kebiasaan ajaran atau hukum), sehingga dapat selalu
mendatangkan manfaat dan tidak merugikan manusia dalam masyarakat.

Budi adalah sikap mental, sikap mental manusia dapat dilihat dari ucapan tingkah laku,
pikiran, tutur kata dan perbuatannya. Sedangkan luhur adalah suatu ukuran sikap mental yang
tinggi sekali yang tidak ada yang melebihi tingginya dan sangat mulia. Jadi, Wawasan Budi
Luhur adalah cara pandang dan sikap mental seseorang tentang bagaimana harus bersikap,
bertutur kata dan berperilaku yang mulia menurut norma-norma moral yang bersumber pada
etika, etiket, agama, kebiasaan, adat maupun hukum.

Wawasan Budi Luhur akan selalu mendatangkan yang bermanfaat dan tidak merugikan
kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Moral merupakan sikap, tutur kata dan perilaku yang
berdasarkan dalam hati nurani manusia sesuai dengan norma - norma yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam implikasinya, manusia harus berbudi luhur karena manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Djaetun HS (2015) yang
adalah Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti, menyampaikan bahwa Hakikat Budi Luhur adalah
tingkah laku manusia dimana ia akan dikenali selalu berupaya menjadi orang baik, karena orang
baik dibedakan Tuhan, dan ia bermanfaat untuk sesamanya; ia menjadi manusia utama, dan ia
akan bahagia dunia akhirat9.

Manusia utama memiliki tiga komponen karakter yang baik, Pertama : moral knowing,
yaitu pengetahuan tentang moral, meliputi kesadaran moral, pengetahuan nilai-nilai moral,

8
Irwan Gesmi, Buku Ajar Pendidikan Pancasila, Uwais Inspirasi Indonesia, 2018
9
Djaetun HS, Hakikat Budi Luhur, Pusat Studi Kebudiluhuran, Universitas Budi Luhur, Jakarta 2017
logika moral dan pengenalan diri (Kognitif); Kedua, moral feeling, yaitu perasaan tentang moral
yaitu meliputi aspek emosi untuk manusia berkarakter, percaya diri, dan peka terhadap derita
orang lain. (Afektif); Ketiga, moral action, yaitu perbuatan moral yang merupakan hasil dari
dua komponen karakter lainnya (Psikomotorik).

Moralitas budi luhur diwujudkan dalam tindakan yang baik tanpa pamrih dan tidak
mencari keuntungan untuk diri sendiri tetapi diarahkan agar mendatangkan kebaikan dan tidak
berakibat buruk bagi orang lain. Menjaga keharmonisan dengan lingkungan dilakukan dengan
mencoba agar dapat diterima dengan baik di lingkungannya dan dapat selalu hidup rukun
dengan sesama anggota masyarakat. Dengan demikian orang akan merasa nyaman menjalani
hidup di masyarakat. Hal ini dapat terjadi jika orang selalu menaati norma-norma yang berlaku
di masyarakat, baik norma-norma yang berlandaskan hukum maupun adat kebiasaan, menjaga
sikap, tutur kata, dan perilaku agar tidak merugikan atau menyebabkan orang lain menjadi tidak
senang. Perilaku demikian merupakan salah satu ciri dari manusia berbudi luhur.

Dengan demikian untuk mencapai kebahagiaan, orang tidak dapat hanya memikirkan
kepentingan diri sendiri saja, tetapi yang lebih perlu adalah selalu memikirkan pula kepentingan
orang lain dalam masyarakat, menjaga sikap, tutur kata dan perilakunya agar tidak merugikan
dan membuat ketidaknyamanan orang lain. Dengan pola hidup demikian dia akan dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat sehingga dapat menjalani hidupnya dengan tenang
dan nyaman
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3. 1. Metode Penelitian
Sebagaimana pandangan John W. Cresswell (2013:4-5) dalam bukunya Research
Design, metode penelitian kualitatif adalah proses yang terdiri dari langkah-langkah yang
digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman
kita tentang suatu topik atau masalah yang terdiri dari tiga langkah, mengajukan pertanyaan,
mengumpulkan sumber dan data-data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan
menyajikan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Dan menurut ilmuwan kita, Soerjono Soekanto, penelitian adalah kegiatan ilmiah yang
berdasarkan pada suatu analisis dan konstruksi yang harus dilakukan dengan sistematis,
metodologis dan konsisten yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu kebenaran.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian adalah proses kegiatan
untuk mengolah data, dengan metode tertentu, dalam rangka memahami sesuatu yang diteliti
tersebut. Dari dua definisi di atas, dapat dirinci beberapa metode penelitian, yaitu : Penelitian
Kualitatif, Penelitian Kuantitatif, Penelitian Eksperimen, Penelitian Deskriptif, Penelitian
Campuran.
Pada penugasan makalah Wawasan Budi Luhur ini penelitian yang dilakukan
menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami gejala-gejala atau fenomena tawuran
antar pelajar yang tidak memerlukan kuantifikasi, yang akan dilanjutkan dengan proses analisis.
Kelompok 4 ini akan memaparkan dan memberikan gambaran empirik tentang tawuran antar
pelajar yang terjadi, faktor penyebab, bagaimana proses pembentukan solidaritas yang
mempengaruhi perilaku antar pelajar.

3. 2. Metode Pengumpulan Data


Seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2008, hlm. 59-60) bahwa, “Instrumen yang
paling utama adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi instrumen
penelitian utama karena sesuatu yang dicari dari objek penelitian belum begitu jelas, baik itu
dari segi masalahnya, prosedur penelitiannya, ataupun dari hasil yang diharapkan”.
Yvonna S Lincoln & Egon G Guba dalam buku Naturalistic Inquiry (1985, hlm. 39-40)
menyatakan bahwa “Peneliti berperan sebagai instrument (human instrument) yang utama”
yang secara penuh mengadaptasikan diri ke dalam situasi yang dimasukinya. Human
Instrument ini dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang sesuai dengan
tuntutan penelitian.” Dengan demikian Kelompok 4 sebagai peneliti menjadi penentu utama
bagaimana penelitian ini dapat berlangsung.
Dalam menyusun makalah Wawasan Budi Luhur pada tahun 2022 ini, melaksanakan
pengumpulan data penelitian yang dilakukan Kelompok 4 melalui studi literatur seperti;
pemberitaan tentang tawuran antar pelajar dari media online, jurnal, buku referensi dan e-book
yang relevan dengan pembahasan topik tawuran antar pelajar.
Data yang terkumpul, dikaji oleh kelompok 4 melalui diskusi untuk mengkonfirmasi
dan verifikasi data dengan cara memilah, memilih dan menentukan data mana saja yang
memenuhi kriteria relevan dan yang tidak relevan dengan topik dan dibahas. Sehingga
didapatkan gambaran secara deskriptif kondisi fenomena tawuran antar pelajar dikaitkan
dengan teori atau konsep yang sesuai dengan masalah.

3. 3. Analisis Data
Data yang ditampilkan dalam pada makalah kelompok 4 tentang "Tawuran antar pelajar
: Tindakan yang melanggar Nilai Luhur Bangsa Indonesia" adalah hasil analisis secara
kualitatif. Suatu analisis yang dilakukan melalui kajian terhadap literasi, narasi-narasi yang
ada, teori dan konsep yang telah dibangun oleh penulis/peneliti dan para jurnalis yang telah
mengolahnya terlebih dulu.
Hasil analisis data menggunakan kalimat atau kata-kata dan tidak dengan menggunakan
rumus statistik atau matematika.
BAB IV
PEMBAHASAN

4. 1. Data Yang Terkumpul

KPAI merilis data kasus pengaduan anak antar tahun 2016-2020 didalamnya terdapat
jumlah pelaku dan korban dan tawuran pelajar. Data tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel 4. 1. 1. Data Kasus Pengaduan Anak 2016 - 202010

Kode Kasus Perlindungan Anak 2016 2017 2018 2019 2020

801 Anak sebagai pelaku kekerasan fisik (Penganiayaan, 108 112 107 121 58
Pengeroyokan, Perkelahian dsb)

812 Anak sebagai korban kekerasan fisik (Penganiayaan, 146 173 166 157 249
Pengeroyokan, Perkelahian dsb)

808 Anak sebagai pelaku kepemilikan senjata tajam 28 52 64 37 11

819 Anak sebagai korban kepemilikan senjata tajam 23 25 37 21 12

Sumber : Bank Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Selain itu KPAI juga merilis Data Perundungan selama 2021, tawuran antar pelajar yang
paling banyak disebutkan bahwa kasus tawuran meliputi provinsi seperti Jawa Barat, Jawa
Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, Kalimantan
Utara, NTT, NTB dan Sumatera Selatan. Sedangkan untuk kabupaten/kota, meliputi Bekasi,
Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Bandung, Karawang (Jawa Barat); Kulon Progo dan Bantul
(D.I. Yogyakarta); Malang (Jawa Timur); Jakarta Selatan (DKI Jakarta); Tangerang Selatan
(Banten); Kota Batam (Kepri); Bau Bau (Sulawesi Tenggara); Kota Tarakan (Kalimantan
Utara); Alor (NTT); Dompu (NTB); Musi Rawas (Sumatera Selatan).

10
Data Kasus Pengaduan Anak 2016 – 2020 | Bank Data Perlindungan Anak (kpai.go.id) diakses pada tanggal 27
Februari 2022y
Berikut beberapa foto tawuran pelajar yang terjadi di beberapa wilayah lainnya,
khususnya Negara Republik Indonesia :
Jakarta Sukabumi

Bogor Tangerang Selatan

Sumatera utara Sorong Papua


4. 2. Analisa Data
Analisa data pada Tabel 4. 1. 1. didapatkan bahwa data tawuran antar pelajar dalam bentuk
beberapa tabel berikut ini :

Tabel 4.2.1. Data terkait Korban dan Pelaku Tawuran Antar Pelajar

No. Tahun Korban Pelaku

1 2016 55 76

2 2017 57 74

3 2018 56 88

4 2019 84 84

Total 308 322

Perbandingan Korban dengan


95,65%
Pelaku
Sumber : KPAI

Dari sumber data KPAI yang diolah pada Tabel 4.2.1. tersebut di atas dapat dianalisis, dengan
hasil : bahwa para pelaku tawuran antar pelajar tidak pernah tidak jatuh korban, secara angka
95,65% selalu menimbulkan korban dari para pelakunya.

Selanjutnya Tabel 4.2.2. ini diolah dari Data Perundungan KPAI tahun 2021, terdapat data
lokasi tempat kejadian perkara tawuran antar pelajar seluruh Indonesia, sebagai berikut :

Tabel 4.2.2.
Provinsi Lokasi Terjadinya Tawuran Antar Pelajar di Indonesia Tahun 2021

No. Provinsi Kab / Kota Lokasi di Pulau

1 Jawa Barat Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa


Bandung, Karawang

2 Jawa Timur Malang Jawa

3 DI Yogyakarta Kulon Progo, Bantul Jawa

4 DKI Jakarta Jakarta Selatan Jawa


5 Banten Tangerang Selatan Jawa

6 Kepulauan Riau Batam Batam

7 Sulawesi Tenggara Bau-bau Sulawesi

8 Kalimantan Utara Tarakan Tarakan

9 Nusa Tenggara Timur Alor Alor

10 Nusa Tenggara Barat Dompu Lombok

11 Sumatera Selatan Musi Rawas Sumatera


Sumber : KPAI

Dari Data dalam Tabel 2 dapat dianalisis, dengan hasil yaitu : lokasi terjadinya peristiwa
tawuran antar pelajar di dominasi Pulau Jawa terdapat 5 (lima) Provinsi dengan 11 (sebelas)
Kabupaten/Kota, hal ini menjadi konsekuensi Pulau Jawa menjadi Pulau terpadat
penduduknya di Indonesia, sehingga potensi gesekan antar penduduk menjadi lebih besar.
Dari sub bab 4.1 disajikan data terkait pengenaan ancaman KUHP terhadap para pelaku
tawuran pelajar, dapat dianalisis dengan hasil yaitu : pelaku tawuran hanya dapat dijerat
hukum pidana jika peristiwa tawuran antar pelajar tersebut menimbulkan korban luka atau
meninggal dunia11. Selama hanya mengancam dengan senjata tajam atau alat-alat lain hal
tersebut sulit untuk dikenakan pasal.

Merujuk pada harian Kompas maupun data KPAI, nyata bahwa kasus tawuran pelajar
yang telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia, belum lagi dengan jumlah korban dan
pelaku tawuran yang terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini terkait
peningkatan tawuran di Kota Bogor antara tahun 2020 hingga 2021.

11
Tanpa Ada Unsur Pidana Pelaku Tawuran Tak Bisa Dihukum,
https://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/18/2018451/Tanpa.Ada.Unsur.Pidana.Pelaku.Tawuran.Tak.Bisa.Dihukum
Tabel 4. 2. 3. Data Tawuran Antar Pelajar di Kota Bogor di Indonesia Tahun 2020-202112

Jumlah Kasus Korban Jiwa Pelajar Penggunaan


No Kabupaten/Kota diamankan Senjata tajam

2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021

1 Kota Bogor 14 45 2 5 39 146 117 314

Sumber : Dikumpulkan dari berbagai sumber

Kasus tawuran antar pelajar yang ada di Indonesia merupakan salah satu tindakan yang
melanggar Nilai Luhur Bangsa Indonesia. Tentunya untuk mengatasi kasus tersebut perlu
melibatkan berbagai pihak agar tidak terulang kembali, seperti sekolah, lingkungan keluarga,
masyarakat, dan aparat penegak hukum.

4.3. Pembahasan

Secara historis, munculnya fenomena tawuran antar pelajar ini tidak diketahui secara
pasti. Adanya berita fenomena tawuran antar pelajar yang pertama kali dimuat di media
Kompas edisi 29 Juni 1968 dengan judul “Bentrokan Peladjar Berdarah” dan membuat
Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin harus turun tangan menangani insiden perkelahian
pelajar tersebut. Informasi tersebut menggambarkan bahwa keadaan pelajar yang terlibat dalam
tawuran saat itu sangat arogan, sehingga memungkinkan adanya korban luka atau tidak
menutup kemungkinan timbul korban jiwa. Selain itu kejadian tersebut tampaknya sulit
ditangani oleh sekolah, masyarakat maupun aparat penegak hukum, sehingga Gubernur DKI
Jakarta harus turun tangan menangani masalah yang ada.

Kasus-kasus kekerasan fisik/perundungan dan pembullyan di satuan pendidikan terjadi di


sejumlah daerah mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai SMA/SMK.
Seluruh kasus yang tercatat melibatkan sekolah-sekolah di bawah kewenangan

12
Sepanjang 2021, Kasus Tawuran Pelajar di Kota Bogor Naik 200 Persen https://jakarta.ayoindonesia.com/bodetabek/pr-
762179044/sepanjang-2021-kasus-tawuran-pelajar-di-kota-bogor-naik-200-persen Diakses tanggal 28 Pebruari 2022
KememndikbudRistek13. Catatan tersebut berdasarkan hasil pemantauan media dan
pengawasan KPAI sejak 2 Januari–27 Desember 2021.

4. 3 . 1. Faktor penyebab tawuran antar pelajar


Faktor-faktor penyebab tawuran antar pelajar, disebabkan oleh faktor Internal
dan Eksternal14. Faktor internal terjadi karena adanya missed interpretation self
internalization diantara para pelajar dalam menanggapi pengaruh dari lingkungan di
luar dirinya. Ada 4 (empat) kategori, yaitu : Pertama, reaksi frustasi negatif terkait
terjadinya perubahan sosial; remaja sulit menyesuaikan diri sehingga terjadi agresi
(ledakan emosi tanpa kendali). Kedua, adanya gangguan pengamatan dan tanggapan
pada remaja berupa : ilusi, halusinasi dan gambaran semu. Ketiga, Gangguan berpikir
dan intelegensi pada remaja, yang berpotensi mengganggu remaja pelaku tawuran
berpikir logis dan tidak dapat membedakan antara kenyataan dan fantasi. Keempat,
remaja mengalami gangguan perasaan atau emosional, yang didominasi : emosi yang
labil dan moody, kurang perhatian, cemas dan ketakutan dan perasaan rendah diri.
Faktor Eksternal yang melatarbelakangi tawuran antar pelajar yang merupakan
temuan penelitian, diantaranya : Pertama, faktor pengaruh pihak ketiga, Kedua, faktor
adu gengsi, Ketiga, faktor dendam lama. Keempat, faktor perempuan, Kelima, faktor
ketersinggungan dan keenam, saling ejek. Faktor-faktor tersebut merupakan ciri khas
dari tawuran antar pelajar yang didominasi perasaan emosi. Menurut Soekanto (1982
: 91) bahwa perasaan yang memegang peranan penting dalam mempertajam
perbedaan-perbedaan, sehingga berusaha untuk saling menghancurkan. Selain emosi,
pengaruh dari orang lain atau lingkungan sekitarnya juga mampu mengubah nilai dan
moral yang tertanam pada dirinya selaras dengan pendapat Freud dalam Haricahyono
(1995:251) moralitas seseorang akan tampak lebih jelas lagi pada saat ia mulai bergaul
dan berhubungan dengan orang lain.
Asmani (2012: 14) mengatakan pada masa remaja seorang manusia mulai
membangun jati diri, memiliki kehendak bebas (free will untuk memilih), memegang
teguh prinsip, dan mengembangkan kapasitasnya. Karena kehendak bebas yang

13
https://tirto.id/kpai-kasus-kekerasan-banyak-terjadi-di-sekolah-kemendikbud-ristek-gmQL
14
Harian Kompas dan Fenomena Tawuran Pelajar http://eprints.undip.ac.id/46917/3/BAB_II.pdf hal. 74-75
mereka miliki serta dorongan pergaulan yang semakin dinamis, menyebabkan remaja
cenderung mudah mengikuti pengaruh lingkungan sekitarnya. Jika lingkungan tempat
mereka tinggal positif, maka mereka akan semakin berkembang ke arah yang positif.
Tetapi jika mereka terjerumus ke lingkungan yang negatif, maka remaja juga akan
terdorong melakukan hal-hal negatif.

4. 3. 2. Dampak yang ditimbulkan dari tawuran antar pelajar


Seperti telah diketahui bahwa Indonesia telah memasuki era bonus demografi
di mana usia produktif (15-64 tahun) mendominasi jumlah penduduk di dalam negeri.
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 yang dilaksanakan oleh Badan
Pusat Statistik RI, memperkirakan 2021 menjadi puncak bonus demografi di
Indonesia, di mana 60 tenaga kerja produktif mendukung 100 penduduk. Dengan
demikian para pelajar periode 2015 – 2019 sesuai Batasan data tersebut di atas, masuk
dalam bonus demografi, termasuk para pelaku tawuran tersebut.
Jelas sekali dampak dari para pelajar pelaku tawuran tersebut yaitu pertama,
akan menjadi pemicu dampak pada Kualitas Sumber Daya Manusia / SDM , yaitu akan
menjadi generasi penghambat peluang besar bagi sebuah negara untuk meningkatkan
performa ekonomi industri, karena akan menjadi SDM yang potensi indisiplinernya
tinggi, berperilaku keras15. Hal ini akan menjadi benih-benih generasi yang sulit di-
manage sebagai Human Capital, mudah demonstrasi apabila tuntutannya tidak
dipenuhi dan mudah merusak fasilitas umum.
Kedua, stigma negatif bagi institusi sekolah/Lembaga pendidikan para pelajar
pelaku tawuran tersebut, Ketiga menjadi sumber munculnya kecemasan dan
keresahan masyarakat di lingkungan sekitar lokasi kejadian tawuran pelajar tersebut

4. 3. 3. Fenomena tawuran antar pelajar dalam perspektif wawasan nilai-nilai luhur


bangsa Indonesia.
Tawuran antar pelajar dalam perspektif wawasan nilai-nilai luhur bangsa, jelas
sekali sangat bertentangan. Peristiwa tawuran antar pelajar akan menjadi big barrier

15
Harian Kompas dan Fenomena Tawuran Pelajar, http://eprints.undip.ac.id/46917/3/BAB_II.pdf hal. 71-72
bagi penerapan Nilai luhur bangsa Indonesia dalam Pancasila yang seharusnya dapat
dipetik, yaitu :
● Mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain;
● Menerima keputusan yang diambil dalam rapat atau pertemuan;
● Melaksanakan keputusan bersama;
● Rendah hati;
● Mengutamakan persatuan
● Kerja keras
● Rela berkorban;
tidak akan bisa diaplikasikan dalam hidup sehari-hari, ciri khas masyarakat Nusantara
yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa tersebut, tidak akan mampu
diwujudkan seperti dalam hal musyawarah untuk mufakat. Sikap perilaku keras
terhadap sesama, tidak akan mampu menjadi solusi bersama.
Namun demikian Wawasan Nilai Luhur Bangsa Indonesia, akan selalu
menawarkan solusi bagi tawuran antar pelajar ini, yaitu menyalurkan energi militan
dari para pelaku tawuran melalui kegiatan Gotong Royong. Tentunya hal ini sejalan
dengan RUU KUHP akan mengusung mazhab hukum neo klasik, yaitu ancaman
pidana untuk perbaikan si jahat, agar mampu kembali ke masyarakat. Hal tersebut
sangat berbeda dengan KUHP saat ini yang menganut mazhab klasik yang
menitikberatkan Efek Jera / membuat orang Kapok.
Untuk itu agar tujuan pemidanaan di atas tercapai, maka ragam hukuman lebih
bervariasi, tidak selalu berorientasi penjara dan paksa badan. Antara lain yaitu Pidana
Kerja Sosial16. Sayangnya hal ini masih dalam pembahasan dalam RUU KUHP yang
belum diketahui kapan selesainya, karena selalu naik turun prioritasnya dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.

16
Artikel detiknews, "RUU KUHP Kenalkan Hukuman Kerja Sosial, Ini Teknis Pelaksanaannya" https://news.detik.com/berita/d-
4690456/ruu-kuhp-kenalkan-hukuman-kerja-sosial-ini-teknis-pelaksanaannya
4. 3. 4. Fenomena tawuran antar pelajar dalam perspektif Wawasan Budi Luhur

Fenomena yang dalam Bahasa Indonesia diserap dari kata Yunani :


phenomenon yang artinya a fact or situation that is observed to exist or happen,
especially one whose cause or explanation is in question. Fakta yang Kelompok 4
observasi, bagaimana tawuran antar pelajar dalam perspektif Wawasan Budi Luhur,
adalah fakta yang secara jelas melanggar Hakikat Manusia yang Multidimensional.
Manusia yang melakukan tawuran antar pelajar ini adalah Manusia yang tidak mampu
menggunakan dimensi akal, dimensi agama, dimensi perasaan, dimensi kerja, dimensi
budaya dan dimensi Bahasa17.

Manusia yang berperilaku tawuran antar pelajar adalah manusia yang


dibutakan secara psikis dan dikuasai oleh Nafsu Amarah, sehingga menurunkan
kemampuannya untuk menggunakan bermacam-macam Kecerdasan yang dimilikinya
sebagai manusia, seperti kecerdasan interpersonal, bahasa, penalaran, interpersonal,
musikan motorik dan spasial18.

Devie Rahmawati, seorang pemerhati sosial dari Universitas Indonesia


berpendapat bahwa selama pencegahan tawuran pelajar hanya dilakukan melalui
himbauan dan penyuluhan, maka akan selama itu pula tawuran antar pelajar akan terus
terjadi. Bahkan Devie Rahmawati, berpendapat tawuran pelajar merupakan bentuk
kekerasan khas karena para pelakunya tidak bertindak atas dasar politik atau ekonomi,
tetapi untuk identitas kebanggaan19.

4. 3. 5. Wawasan Budi Luhur sebagai Solusi

Bagaimana secara teori Wawasan Budi Luhur menjadi solusi bagi fakta
tawuran antar pelajar tersebut? Mengingat Wawasan Budi Luhur adalah cara pandang

17
Materi Kuliah WBL Dr. Drs. Sugeng Riyadi Ak, MSi Bab II Hakikat Manusia hal. 2 Manusia Multidimensi
18
Ibid hal. 11 Macam-macam Kecerdasan
19
Tanpa Ada Unsur Pidana Pelaku Tawuran Tak Bisa Dihukum,
https://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/18/2018451/Tanpa.Ada.Unsur.Pidana.Pelaku.Tawuran.Tak.Bisa.Dihukum
manusia, khususnya manusia untuk berbudi luhur menjadi manfaat bagi sesamanya,
tentunya tidak melulu hanya melalui penyuluhan. Namun melalui kegiatan nyata
dengan subjek kegiatan adalah Pertama, pendampingan pada Lembaga Pendidikannya
sekolah-sekolah; Kedua, dialog dengan para guru / tenaga pendidik tempat para pelaku
tawuran antar pelajar dididik, terhadap semua guru, tidak boleh mewakilkan guru BK
/ Bimbingan Konselingnya saja. Sekolah-sekolah tersebut di profil, dipetakan latar
belakang murid-muridnya, membuat program “detawuranisasi”, dengan proses target
jangka pendek dan jangka panjang, serta pemberian Apresiasi bagi yang berhasil.
Keempat, membangun sistem informasi teknologi berupa Tawuran Early Warning
System, dengan membangun teknologi CCTV dan Emergency direct communication
ke Satpol PP, Polres, Brimob, Kodim atau Batalyon terdekat, sebagai perpanjangan
tangan Forkompimda untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar ini secara lebih
sistematis, dialogis dan melalui pendekatan kelembagaan.

Program “detawuranisasi” yang berpedoman Wawasan Budi Luhur ini,


berpedoman pada prinsip Hakikat Budi Luhur adalah tingkah laku manusia dimana ia
akan dikenali selalu berupaya menjadi orang baik, karena orang baik dibedakan
Tuhan,dan ia bermanfaat untuk sesamanya; ia menjadi manusia utama, dan ia akan
bahagia dunia akhirat, dengan menyasar pelajar yang tertangkap tawuran, yang hanya
sebagai “penggembira” bukan pelaku utama yang mencederai lawannya dan bernafsu
membunuh. Para “penggembira” ini dimasukkan dalam Program Kerja Sosial, seperti
merenovasi tempat ibadah, panti asuhan, panti sosial dan panti wredha.

Dan yang terakhir yaitu Menggugah kembali Kemendikbud Ristek sebagai


pemangku kepentingan, sebagaimana diingatkan oleh Menteri Nadiem Makarim, yang
mengungkapkan saat ini dunia pendidikan mengalami tantangan besar dengan adanya
"tiga dosa besar", yaitu perundungan, kekerasan (seksual), dan intoleransi. Dampak
dari ketiganya selain menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, juga
memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup seorang anak. Untuk
itu, Kemendikbud Ristek akan lebih serius menangani "tiga dosa besar" di dunia
pendidikan ini, salah satunya dengan membentuk pokja yang spesifik menangani isu
"tiga dosa besar" dunia pendidikan. Untuk itu Kemendikbud membentuk Kelompok
Kerja (pokja) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan, dan
mengintegrasikannya dengan Kementerian PANRB dengan memasukkan kategori
kekerasan di satuan pendidikan dalam lapor.go.id20.

Selanjutnya Kelompok 4 tidak melupakan tentang Efek jera tetap


dipertahankan sebagai target jangka Panjang, dengan melibatkan aparat penegak
hukum dan aparat pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) , namun dilengkapi dengan
proses pembinaan terlebih dulu.

Pertama, bagi para pelajar yang terbukti melakukan tindak pidana dan
menimbulkan korban terhadap pelajar lain, harus diproses secara hukum demi rasa
keadilan bagi korbannya. Kedua, pembinaan terhadap Institusi/Lembaga
pendidikannya. Institusi pendidikan yang melakukan ditemukan oknum pelajarnya
dipidana akibat tawuran antar pelajar, dan atau sekolah/Lembaga pendidikan yang
tidak mampu mengendalikan tawuran di sekolahnya, dikenakan sanksi administratif,
misalnya setelah diberikan surat teguran pembinaan sebanyak 3 (tiga) kali dari Dinas
Pendidikan, kasus tawuran tetap terjadi maka untuk tahun ajaran berikutnya kena
suspend tidak diperkenankan menerima murid baru. Sanksi ini diharapkan mampu
mendidik sekolah-sekolah yang tidak mampu melindungi hak-hak dasar dari para
murid / pelajarnya, yang harus terampas, karena perbuatan segelintir dari oknum
pelajar yang melakukan tawuran; untuk menumbuhkan rasa keadilan bagi pelajar-
pelajar yang tidak melakukan tawuran.

Dan Ketiga, peran serta dan awareness warga masyarakat sekitar sekolah, juga
ditingkatkan. Jangan masa bodoh atau bahkan mengambil keuntungan dari peristiwa
tawuran antar pelajar ini. Masyarakat sekitar sekolah, diberikan edukasi tentang
Lapor.go.id dan diharapkan pro aktif dengan cepat menghubungi pihak sekolah dan
aparat yang berwajib bila tanda-tanda akan terjadinya tawuran mulai nampak,
misalnya : Adanya kerumunan siswa membawa senjata, terlihat nongkrong di kantin
luar sekolah dan merencanakan penyerangan, segera lapor kepada pihak sekolah dan

20
Kemendikbudristek Hadirkan Pokja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/12/kemendikbudristek-hadirkan-pokja-pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-di-
bidang-pendidikan
pihak yang berwajib untuk membubarkannya. Gunakan medsos untuk memviralkan
dan merekam jejak digital peristiwa tawuran antar pelajar, sebagai evidence tindak
kejahatan menjadi lebih lengkap.
Kerjasama antara 4 (empat) elemen ini yaitu Sekolah, Pelajar Masyarakat dan
Aparat Pemerintah (Kemendikbud dan Penegak Hukum), diharapkan mampu
menurunkan kasus tawuran antar pelajar.
BAB V
KESIMPULAN

5. 1. Kesimpulan

1. Tawuran antar pelajar, adalah fakta dan akan terus terjadi bila akar permasalahan berupa
faktor internal dan eksternal tawuran itu sendiri tidak dapat dikendalikan. Nilai-nilai Luhur
Bangsa Indonesia dan Wawasan Budi Luhur, apabila diterapkan secara konsisten dan
sistematis berpotensi mampu menjadi solusi pengendalian kasus tawuran antar pelajar ini.
2. Tawuran antar pelajar tidak boleh dipandang sebelah mata, karena apabila tidak aware
akan menjadi beban negatif bonus demografi Indonesia, yang SDM-nya sangat dibutuhkan
kualitasnya untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi.

5. 2. Implikasi
Implikasi penugasan makalah Wawasan Budi Luhur dengan judul "Tawuran antar pelajar
: Tindakan yang melanggar Nilai Luhur Bangsa Indonesia", terhadap Kelompok 4 MM-058-
2022 ini adalah memberikan dampak positif, ternyata tawuran antar pelajar ini adalah fenomena
sosial yang dalam proses pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, pelajar
itu sendiri, aparat pemerintah saja, tapi kita semua sebagai warga masyarakat juga terlibat.
Berikut beberapa foto proses pengendalian/pendekatan yang dilakukan untuk mengurangi
terjadinya tawuran pelajar di beberapa wilayah, khususnya Negara Republik Indonesia
5. 3. Keterbatasan
Keterbatasan dalam makalah ini adalah :

1. Riset yang dilakukan dalam hal pengumpulan data, mengandalkan dari internet saja. Hal
ini dapat dilihat dari Kelompok 4 belum mampu menyajikan data empiris jenis sekolah apa
yang menjadi locus delicti para pelaku tawuran, yaitu SMA sejumlah berapa sekolah atau
SMK sejumlah berapa sekolah.
2. Solusi yang ditawarkan melalui makalah ini, masih berupa teori belum executable, namun
paling tidak mampu memberikan gambaran tentang fenomena sosial ini beserta dampak-
dampaknya

5. 4. Saran

1. Kelompok 4 diharapkan mampu melakukan riset dengan menghubungi para pemangku


kepentingan secara lebih intens, untuk menggali data dengan lebih komprehensif.
2. Kelompok 4 diharapkan melanjutkan riset dengan lebih mendetail, dan mampu
menggunakan tulisan ini sebagai rujukan mengenai tawuran antar pelajar di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai