Anda di halaman 1dari 11

STUDENT PROJECT II

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP RESILIENSI PADA


MAHASISWA YANG MENGALAMI PELECEHAN SEKSUAL
METODOLOGI PENELITIAN
(ASKKB3238)

Oleh:

Serena Kartikasari
1902521052

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
1.1 Latar Belakang
Kejadian kekerasan seksual merupakan peristiwa penyalahgunaan, pemaksaan
untuk menjadi objek kesenangan seseorang. Faktor yang melatarbelakangi adanya
kekerasan seksual yaitu, faktor internal berupa keiawaan, faktor biologis. Sedangkan
faktor eksternalnya yaitu faktor lingkungan (Syahputra, 2018). Di Indonesia, kasus
kekerasan seksual menurut data dari Komnas Perempuan tercatat ada 955 kasus di
tahun sepanjang 2020, serta untuk kasus pelecehan seksual terdapat 181 kasus.
Pelecehan seksusal yang terjadi pada bidang pendidikan ini, dapat terjadi di area
pendidikan yaitu kampus atau universitas. Berikut ini yaitu data dan jumlah kasus
jenis kekerasan seksual di Indonesia :

Gambar 1.1 Data Kasus Pelecehan Seksual


Sumber : BBC Indonesia

Berdasarkan hasil data gambar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


pelecehan seksual banyak terjadi melalui verbal, yaitu dengan aksi siulan, suara
kecupan, komentar yang bersifat sensual. Korban dari pelecehan seksual, di Indonesia
setiap tahunnya selalu ada peningkatan, serta cenderung lebih banyak korbannya
yaitu perempuan, dibandingkan laki-laki.
Pada kasus pelecehan seksual, Komnas Perempuan memberikan perhatian
khusus pada anak perempuan yang menjadi korban. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Undang Undang Perlindungan Anak, yang didalamnya terdapat perlindungan
terhadap korban kekerasan seksual. Berdasarkan banyaknya pelaporan pelecehan
seksual, maka perlu memperhatikan dampaknya yaitu menimbulkan trauma, dampak
pada kondisi fisik, emosi serta psikisnya. Perlu diadakannya dukungan sosial, yaitu
sebuah dukungan yang melibatkan emosi, penyampaian informasi secara positif pada
seseorang yang sedang menghadap permasalahannya, hal ini dijelaskan oleh House &
Khan. Sedangkan menurut Cohen & Syme, bahwa tindakan dukungan sosial dapat
mempengaruhi kesejahteraan seseorang. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan, dukungan sosial merupakan aluran bantuan, dengan memberikan
nasihat, pesan yang positif, terhadap seseorang yang sedang memperbaiki
permasalahan-permasalahannya. Dukungan sosial tersebut dapat memberikan
manfaat yaitu bantuan yang nyata, informasi serta dukungan emosional. Penelitian
yang membahas mengenai dukungan sosial, yaitu menurut penelitian (Faizah, 2015)
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel dukungan sosial terhadap
kekerasan seksual remaja, maka dapat disimpulkan dengan adanya dukungan sosial
menjadi proses penyembuhan korban atas peristiwa yang terjadi.
Dengan adanya pengaruh negatif tersebut, maka perlu adanya proses resiliensi
terhadap korban pelecehan seksual ini. Resiliensi adalah proses seseorang bangkit
dari adanya kejadian traumatis. Berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu, oleh
(Inayah, 2020) bahwa dengan adanya proses resiliensi sebagai proses pendewasaan
dan menjadikan bentuk rasa syukur terhadap apa yang terjadi. Maka dapat
disimpulkan bahwa resiliensi merupakan proses seseorang untuk menjadi bangkit dari
keterpurukan. Berdasarkan permasalahan yang dibahas yaitu meningkatnya kasus
kekerasan seksual di Indonesia dan dampak yang terjadi pada korban, maka peneliti
tertarik untuk membahas penelitian yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial
Terhadap Resiliensi Pada Mahasiswa yang Mengalami Pelecehan Seksual”.
Daftar Pustaka

Apollo, & Cahyadi. (2012). Konflik Peran Ganda Perempuan Menikah Yang Bekerja
Ditinjau Dari Dukungan Sosial Keluarga Dan Penyesuaian Diri. Widya
Warta.
Faizah, N. (2015). Pengaruh Dukugan Sosial dan Forgiveness Terhadap Kekerasan
Seksual Pada Remaja. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Retrieved from repository.uinjkt.ac.id
Inayah, R. (2020). Resiliensi Pada Perempuan Korban Kekerasan Seksual. Skripsi
Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta. Retrieved from digilib.uin-suka.ac.id
Syahputra. (2018). Penanggulangan Terhadap Tindakan Kekerasan Seksual Pada
Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Perlidungan. Lex Crimen, 123-131.
STUDENT PROJECT II
HUBUNGAN QUARTER LIFE CRISIS DENGAN SELF ESTEEM PADA
MAHASISWA TINGKAT AKHIR
METODOLOGI PENELITIAN
(ASKKB3238)

Oleh:

Serena Kartikasari
1902521052

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
1.1 Latar Belakang
Tahap perkembangan diri pada dasarnya akan dihadapi oleh setiap individu
mulai dari anak-anak hingga masa tua. Setiap proses perkembangan tersebut yang
akan memberikan banyak pengalaman bagi setiap individu untuk menjadi lebih baik
dan lebih dewasa lagi dalam hal pengambilan keputusan dan langkah dalam
kehidupan masing-masing. Perkembangan diri dari setiap individu yang menjadi
perhatian penting saat ini adalah perkembangan yang terjadi pada fase remaja hingga
dewasa. Pada fase ini dianggap sebagai fase dimana permasalahan mulai
bermunculan, terjadinya perubahan yang cukup signifikan, terjadinya perlombaan
dalam mencari jati diri dan adanya tuntutan dalam diri sendiri untuk menjadi pribadi
yang jauh lebih baik dari sebelumnya (Sari, 2017). Salah satu fase perkembangan
yang menjadi perhatian hingga saat ini adalah fase yang terjadi pada diri mahasiswa
terutama pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengalami fase dimana dalam
diri timbul adanya kegelisahan terhadap masa depan yang akan dihadapi.
Terjadinya masa transisi di dunia belajar yang dihadapi oleh setiap individu
sebagai pelajar ini memberikan dampak dan perubahan yang mengakibatkan
munculnya kondisi stress. Terjadinya Quarter life crisis pada mahasiswa tingkat
akhir pada umumnya dikarenakan adanya banyak tuntutan yang harus dihadapi oleh
setiap individu sehingga menjadi sebuah kewajiban yang harus diwujudkan dalam
waktu yang bersamaan. Quarter life crisis dapat diartikan sebagai adanya respon
yang terjadi dikarenakan situasi dengan ketidakstabilan yang tinggi, adanya
perubahan dan banyaknya pilihan yang dapat memberikan efek panik dan sense of
helpness yang muncul pada fase menuju dewasa. Ketika mahasiswa berada pada
tingkat akhir maka individu tersebut akan dihadapkan dalam kondisi dimana harus
memikirkan pekerjaan, kisah asmara dan peran sosial dalam kehidupan kedepannya.
Hal ini tentunya berkaitan dengan Self Esteem (Harga Diri) setiap individu yang harus
dipertaruhkan dan dibuktikan dengan nyata adanya (Purnasari & Abdullah, 2018).
Terjadinya sikap meningkatkan harga diri tentunya akan timbul dalam diri
setiap individu mahasiswa tingkat akhir dengan menunjukkan keberhasilan yang
dicapai setelah mengabdi selama beberapa tahun dengan instansi pendidikan yang
terkait. Hal ini dibuktikan dengan adanya kelulusan yang digapai oleh setiap individu
serta perolehan pekerjaan yang pas setelah dinyatakan lulus merupakan tolak ukur
yang saat ini menjadi perhatian bagi setiap mahasiswa tingkat akhir dalam
menentukan kesuksesan. Pemahaman terkait harga diri dalam setiap individu pada
dasarnya masih kurang dipahami sehingga menimbulkan perselisihan antar individu
karena meningkatnya persaingan karir. Hal tersebut justru menimbulkan pertikaian
batin yang hanya memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental setiap individu
karena tidak adanya motivasi dalam diri untuk tetap menjadi pribadi yang lebih baik.
Perlunya pemahaman terkait Self Esteem ini harus ditanamkan dalam diri individu
terutama bagi mahasiswa tingkat akhir sehingga tidak terpacu dalam persaingan yang
hanya memberikan efek negatif bagi kesehatan mental. Pentingnya untuk mengetahui
hubungan antara Quarter life crisis dengan Self Esteem dikarenakan untuk
memberikan pemecahan masalah dalam diri setiap individu agar dapat memberikan
gambaran yang dapat menentukan arah dan tujuan bagi setiap mahasiswa tingkat
akhir. Sehingga mahasiswa tingkat akhir diharapkan untuk tidak cemas dan terus
meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan tanggungan yang harus segera
diselesaikan yang berkaitan dengan instansi pendidikan masing-masing. Berdasarkan
persoalan tersebut, peneliti tertarik untuk membahas penelitian yang berjudul
“Hubungan quarter life crisis dengan self esteem pada mahasiswa tingkat akhir”.

Daftar Pustaka
Purnasari, K. D., & Abdullah, S. M. (2018). Harga Diri Dan Kematangan Karier Pada
Mahasiswa Tingkat Akhir. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 20(1), 51.
https://doi.org/10.26486/psikologi.v20i1.633
Robbins, A., Wilner, A. (2001). Quarter Life Crisis : The Unique Challenges of Life
in Your Twenties. Tarcher Penguin.
Sari, S. Y. (2017). Tinjauan perkembangan psikologi manusia pada usia kanak-kanak
dan remaja. Jurnal Primary Education, 1(1), 46–50.
http://pej.ftk.uinjambi.ac.id/index.php/PEJ/index
STUDENT PROJECT II
PENGARUH TOXIC PRODUCTIVITY TERHADAP KESEHATAN MENTAL
PADA MAHASISWA DI MASA PANDEMI
METODOLOGI PENELITIAN
(ASKKB3238)

Oleh:

Serena Kartikasari
1902521052

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
1.1 Latar Belakang
Produktif menjadi salah satu acuan setiap individu untuk mencapai sebuah
keberhasilan di masa mendatang. Menjadi produktif merupakan hal baik bagi setiap
individu terutama mahasiswa. Hal ini dikarenakan dapat menjadi bukti bahwa setiap
individu mahasiswa memiliki tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi. Produktif
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan sebuah hasil, manfaat
dan keuntungan bagi individu itu sendiri. Meskipun setiap tanggung jawab individu
wajib untuk dipenuhi dan diselesaikan, namun kapasitas produktif setiap individu
harus sesuai porsinya dan tidak berlebihan. Semakin produktif individu maka
semakin banyak kegiatan yang harus dihadapi sehingga dapat menimbulkan
pengorbanan-pengorbanan kecil yang bisa menjadi permasalahan setiap individu.
Seperti permasalahan yang menyerang mental dan jiwa pada mahsiswa sehingga
terdapat tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan dengan maksimal. Kondisi seperti
ini dapat dikatakan sebagai toxic productivity (Maul, 2020).
Menurut (Admin, 2021), Toxic Productivity merupakan situasi dimana setiap
individu memiliki keinginan yang tinggi dalam mengembangkan diri dan merasa
tidak berguna apabila sedang tidak memiliki kegiatan apapun. Situasi ini sering sekali
dirasakan setiap individu terutama mahasiswa karena merasa gengsi dengan
mahasiswa lain yang memiliki kesibukan lebih banyak. Efeknya yaitu setiap individu
mahasiswa merasa ingin mengambil banyak peran dari setiap kegiatan dalam
kegiatan kampus sehingga dapat mengambil seluruh tantangan yang ada agar tidak
ada peristiwa yang terlewatkan satupun. Akibatnya, setiap individu mahasiswa
merasa kesusahan dalam membagi waktu, tenaga dan pikiran yang dipunyai sehingga
menimbulkan efek kelelahan, cemas dan dapat juga menimbulkan depresi yang
berkepanjangan. Terlebih lagi pada kondisi pandemic covid-19 saat ini yang semakin
hari semakin meningkat mengharuskan setiap individu untuk tetap berada di dalam
rumah dan tidak bisa melakukan kegiatan seperti sebelumnya sehingga dapat memicu
meningkatnya kekhawatiran bagi setiap individu. Setiap individu merasa tidak
produktif dan terbelenggu karena tidak bisa melakukan kegiatan apapun selain
berisitirahat dirumah. Sehingga kondisi mental setiap individu mahasiswa semakin
terganggu dan semakin tidak terkontrol. Kondisi ini mungkin tidak dirasakan seluruh
mahasiswa, namun mayoritas mahasiswa terutama mahasiswa akhir pasti memiliki
kecemasan berlebih yang dapat mengganggu kesehatan mental (Ortiz-Calvo et al.,
2022).
Menurut (Dewi, 2012), kesehatan mental adalah kondisi yang disadari setiap
individu dalam menghadapi permasalahan yang ada pada kehidupan pribadi dengan
tujuan dapat menghasilakn dan bekerja secara produktif. Sampai saat ini masih
terdapat kesalahan yang sering dilakukan setiap individu menghadapi mitos dan
konsep terkait kesehatan mental. Sehingga mayoritas individu merasa tidak peduli
akan pentingnya kesehatan mental. Pada dasarnya kesehatan mental berkaitan dengan
kesehatan fisik, karena jika fisik setiap individu sedang terganggu atau terdapat
penyakit maka dapat mempengaruhi kondisi mental. Oleh karena itu, dengan menjaga
kondisi kesehatan fisik bagi setiap individu sama saja menjaga kondisi mental. Hal
ini berkaitan dengan adanya kegiatan produktif setiap individu yang harus dikelola
dengan baik agar tidak merasa lelah yang berlebih dan mempengaruhi kesehatan
mental yang ada. Mengatasi hal ini penting akan rasa peka terhadap dampak menjadi
produktif dengan kondisi kesehatan yang dimiliki setiap individu mahasiswa.
Pentingnya memahami terkait bagaimana menjadi produktif yang sesuai
dengan kemampuan setiap individu mahasiswa. Memahami motivasi dan tujuan
menjadi produktif yang sebenarnya sehingga tidak terjadi paksaan untuk menjadi
lebih baik. Perlunya evaluasi dan introspeksi bagi setiap individu mahasiwa dalam
mengatasi adanya toxic productivity agar tidak terjadi gangguan kesehatan mental
sehingga bisa lebih memahami pentingnya kesehatan mental masing-masing.
Kesehatan setiap individu mahasiswa adalah hal penting yang harus diperhatikan baik
kesehatan jasmani maupun rohani. Peduli akan kesehatan mental harus ditegakkan
bagi setiap individu mahasiswa agar dapat meningkatkan generasi masa depan yang
lebih baik lagi. Dengan ini perlu adanya pembahasan lebih lanjut terkait pengaruh
adanya toxic productivity yang ada pada setiap individu mahasiswa bagi kesehatan
mental sehingga dengan mengetahui pengaruh yang ada ada dapat segera
diminimalisir dan tidak menimbulkan banyak korban jiwa.
Daftar pustaka
Admin. (2021). BAHAYA TOXIC PRODUCTIVITY: OBSESI UNTUK SELALU
PRODUKTIF. Econo Channel. http://econochannelfeunj.com/2021/07/bahaya-
toxic-productivity-obsesi-untuk-selalu-produktif/.
Dewi, K. S. (2012). Buku ajar kesehatan mental. In UPT UNDIP Press Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/38840/1/KESEHATAN_MENTAL.pdf.
Maul. (2020). Toxic Productivity. Sacties. https://doi.org/10.1016/j.jad.2022.03.038.
Ortiz-Calvo, E., Martínez-Alés, G., Mediavilla, R., González-Gómez, E., Fernández-
Jiménez, E., Bravo-Ortiz, M. F., & Moreno-Küstner, B. (2022). The role of
social support and resilience in the mental health impact of the COVID-19
pandemic among healthcare workers in Spain. Journal of Psychiatric Research,
148(July 2021), 181–187. https://doi.org/10.1016/j.jpsychires.2021.12.030.

Anda mungkin juga menyukai