DISUSUN OLEH:
AYU ARYANI. S
21.01.024
2023
ii
HUBUNGAN PEER GROUPING DAN REGULASI EMOSI DENGAN
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
AYU ARYANI. S
21.01.024
2023
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa.
tidak dapat menghadapi perubahan, yang terjadi pada diri mereka sendiri dan
berdampak pada luapan emosi dan tekanan jiwa, yang menyebabkan frustasi dan
adalah perilaku yang tidak baik dimana orang yang kuat memaksa, melecehkan,
memojokkan, dan melukai orang yang lemah secara berulang kali (Hanifah &
(Hanifah & Nurmaguphita, 2018). Menurut Andrew Mellor, ada dua jenis
pelecehan: (1) Pelecehan fisik, yang mencakup pelecehan fisik; dan (2)
1
sebanyak 43,9 %, Maroko 43,8 %, Indonesia 41,1 %, Jordan 38 %, Rusia 36,6
perlindungan anak di Tahun 2021 yaitu ada 2.982 kasus. Berdasarkan jumlah
tersebut, diperoleh 38% korban kekerasan fisik serta psikis 50% kekerasan fisik
Farida Ohan melaporkan 6 hingga 10 orang siswi setiap hari mengalami serta
dan Gowa. Beliau mengatakan bahwa hal ini tidak bisa dibiarkan, sebab jika
salah satunya adalah teman sebaya. Interaksi sosial secara mendalam dengan
remaja. Hal ini terjadi sebab remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan
teman sebaya dapat berpengaruh baik serta buruk. Teman sebaya yang baik akan
meskipun tidak ada orang tua yang mengajarkan mereka tentang dampak
perilaku bullying mereka tetap mendapatkan informasi itu dari teman sebayanya
belajar, banyak diam, serta sulit membangun hubungan dengan teman yang lain
Bullying sangat merugikan semua pihak baik pelaku maupun korban jika tidak
(Nurwahidah, 2021, pp. 68-80). Gross dan John (2003) mengemukakan terdapat
melibatkan seseorang dalam mengubah cara berpikir tentang situasi yang dapat
SMP Negeri 20 Makassar, diperoleh data siswa sebanyak 941 siswa, yang terdiri
30 kelas dengan rincian kelas VII terdiri dari 10 ruang kelas dengan jumlah siswa
309 siswa, 10 ruang kelas VIII dengan jumlah siswa 312 siswa, dan 10 ruang
kelas IX dengan jumlah siswa 320 siswa. Berdasarkan hasil wawancara salah
kelas VII, perilaku bullying yang biasa terjadi diantaranya mengejek, memanggil
nama orang tua serta mengolok-olok bentuk fisik. Jam istirahat dan jam kosong
merupakan salah satu faktor penyebab dari perilaku bullying di sekolah ini.
2022 adalah bullying verbal dan bullying fisik yang melibatkan 10 orang siswa.
depan umum, sedangkan bullying fisik yang terjadi yakni: memukul dan
memberikan nasehat, memanggil pelaku dan korban serta memanggil orang tua
siswa. Namun kurangnya pengawasan dari guru BK sehingga tidak setiap saat
Apakah perilaku tersebut dapat diminimalisir? Seperti yang kita ketahui remaja
merupakan generasi penerus bangsa. Adapun dampak dari bullying dapat
mengakibatkan korban merasa malu, tertekan, perasaan takut, sedih dan cemas.
Bila hal ini berkepanjangan dapat menyebabkan depresi (Adriel & Indrawati,
perspektif lain, tidak memiliki empati, dan menganggap dirinya kuat sehingga
perkembangan masa depan anak, perlu dilakukan penanganan yang serius dari
berbagai pihak. Remaja yang terkena dampak bullying harus diberikan perhatian
fisik dan psikologis yang lebih lanjut, keperawatan memiliki peranan penting
yakni menjadi edukator dan konselor. Perawat wajib aktif berperan di sekolah
sehingga anak mengetahui dampak dari perilaku bullying. Perawat juga wajib
memberikan pelayanan secara holistik yaitu aspek biopsikososial anak
Maka dari itu, berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena di atas,
peer grouping dan regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja usia 13
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan Peer
Grouping dan regulasi emosi dengan perilaku bullying ada remaja usia 13 – 14
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Makassar.
2. Tujuan Khusus
Negeri 20 Makassar.
Negeri 20 Makassar.
Negeri 20 Makassar.
d. Diketahuinya hubungan Peer Grouping dengan perilaku bullying pada
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
dan regulasi emosi dengan perilaku bullying (perundungan) pada remaja usia
2. Manfaat praktis
perilaku bullying.
b. Bagi institusi
remaja.
c. Bagi Peneliti
1. Definisi Remaja
ketika anak-anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih
tua, tetapi berada di tingkat yang sama dengan mereka. Dalam hal hak,
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Fungsi rohaniah dan jasmaniah
periode ini, remaja mulai memperoleh kesadaran diri yang kuat dan
mana seseorang mengalami krisis atau pencarian identitas diri. James Marcia
menemukan bahwa remaja memiliki empat status identitas diri: difusi atau
masalah karena karakteristik ini, yang merupakan bagian dari proses mencari
identitas diri mereka. Papalia dan Olds (2001) mengatakan bahwa masa
remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Ini
biasanya dimulai pada usia dua belas atau tiga belas tahun dan berakhir pada
transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai
dengan elemen fisik psikis dan psikososial. Usia remaja adalah antara 12 dan
21 tahun.
2. Klasifikasi Remaja
Kesehatan, 2017).
Menurut Kartini (1995), ada batasan usia remaja yang berfokus pada
yaitu:
Remaja saat ini sangat tertarik pada dunia luar karena mereka
etika dan filosofi. Karena itu, kepercayaan diri akan muncul dari
perasaan yang penuh dengan keraguan selama masa remaja yang rawan.
sendiri.
Remaja saat ini sudah kuat dan stabil. Remaja mulai memahami jalan
dan tujuan hidup mereka dan ingin menjalani gaya hidup yang
remaja:
dengan dirinya.
tubuh, minat, dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), dan nilai-
mereka.
inginkan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa
4. Perkembangan Remaja
a. Perkembangan Fisik
berat tubuh, pertumbuhan otot dan tulang, dan kematangan organ seksual
dan fungsi reproduksi adalah semua tanda perubahan fisik. Tubuh remaja
dan salah satu tanda transisi ini adalah kematangan. Perubahan fisik yang
terjadi pada struktur otak semakin menyempurnakan untuk
Purwaningrum, 2009):
berat uterus kira-kira 5,3 gram, dan pada usia 16 tahun, beratnya
pengeluaran uterus secara berkala dari darah, lendir, dan jaringan sel
yang hancur, yang terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlanjut
lima puluhan.
menjadi lebih besar dan lebih kuat. Ini akan mengarah pada
terjadi di belakangnya.
baru.
d. Perkembangan Kognitif
2013).
dunia. Menurut teori Piaget, remaja secara aktif membuat dunia kognitif
mereka alami dan amati, tetapi mereka juga memiliki kemampuan untuk
Mereka belajar berpikir dalam jangka panjang dan berpikir tentang apa
e. Perkembangan Sosial
dengan orangtua pada tahap ini karena remaja merasa mereka sudah bisa
memiliki pandangan yang berbeda tentang masalah ini. Pada titik ini,
hubungan yang lebih serius. Karena mereka sudah menjadi individu yang
mandiri secara utuh, konflik dengan orang tua hampir tidak terjadi lagi.
f. Perkembangan Moral
moral Pieget. Mereka tidak memperoleh kemampuan ini dari orang tua
mereka, tetapi dari interaksi mereka dengan teman sebaya mereka (Pieget
mereka. Namun, masih ada nilai dari keluarga yang menjadi acuan untuk
g. Perkembangan Spiritual
spiritual remaja.
5. Tugas Perkembangan Remaja
orang dewasa. Menurut William Key (Jahja, 2013), tanggung jawab yang
bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual
maupun kolompok.
kemampuannya sendiri.
(Weltanschauung).
kekanak-kanakan.
B. Perilaku Bullying
fisik atau mental. Apabila tindakan dilakukan berulang kali dan membuat
sengaja dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk melukai
orang lain secara berulang kali sehingga orang lain tidak dapat membela
dirinya sendiri. Tindakan ini dapat terjadi antara pelaku yang lebih kuat dan
korban yang lebih lemah, baik secara verbal maupun nonverbal, atau secara
serangan yang bertujuan untuk melukai atau membuat orang lain sakit atau
intensitas, dan durasi. Perilaku ini terjadi berulang kali dan menunjukkan
2. Keluarga
anak terbiasa menerima hukuman fisik dari orang tua mereka saat mereka
pada orang tua, dan lingkungan keluarga yang buruk juga sering
dikaitkan dengan bullying. Selain itu, orang tua yang tidak dekat dengan
3. Lingkungan Sekolah
dengan perilaku bullying. Selain itu, ada korelasi antara jenis sekolah dan
Faktor Internal
a. Jenis Kelamin
b. Perilaku Eksternalisasi
rendah). Menurut Cool CR, Williams KR, Guerra NG, dan Kim
c. Self-esteem
Ada anggapan yang masuk akal bahwa harga diri yang buruk
Menurut Cook CR, Williams KR, Guerra NG, dan Kim TE pada
tahun 2010.
e. Tingkat Kelas
(2009))
f. Karakteristik Fisik
g. Etnis
h. Cacat Fisik
Faktor Eksternal
a. Teman Sebaya
berdasarkan hobi dan tingkah laku yang sama (Sari, 2021, hal.
950-957)
b. Lingkungan Sekolah
c. Keluarga
Olweus (1993 dalam Rosen, Ornelas & Scoot 2017: 2-3) pertama kali
Namun, bullying terdiri dari tiga jenis: verbal, fisik, dan psikologis, menurut
a. Bullying verbal
yang kejam, penghinaan (baik secara pribadi maupun rasial), ajakan atau
Bullying verbal adalah jenis yang paling mudah untuk dilakukan dari
ketiga jenis penindasan lainnya. Ini juga merupakan awal dari bullying
fisik dan psikologis, serta merupakan langkah pertama menuju kekerasan
b. Bullying fisik
adalah yang paling jelas dan mudah dikenali. Namun, kurang dari
setengah dari semua kasus bullying fisik yang dilaporkan oleh siswa,
properti korban. Bahkan jika mereka tidak melakukan cedera yang serius,
pelaku yang lebih kuat dan dewasa akan semakin berbahaya. Anak-anak
serius.
c. Bullying psikologis
Bullying psikologis adalah yang paling sulit untuk diidentifikasi dari luar.
penjelasan di atas.
ataupun perhatian.
b. Kurang memiliki empati dan sulit bertenggang rasa terhadap anak lain
e. Memiliki orang tua dan orang terdekat yang menjadi model perilaku
agresif.
lanjut. Hasil penelitian para ahli, seperti yang ditunjukkan oleh Migliaccio
kekuatan. Pelaku pelecehan biasanya lebih tua, lebih besar, lebih kuat,
lebih mahir berbicara, lebih tinggi dalam status sosial, dan lebih dari satu
ras.
yang dapat melukai. Selain itu, bullying membuat pelaku merasa senang
itu adalah salah satu dari perilaku agresif yang terjadi berulang kali,
kehidupan korban.
a. School bullying
Tindakan agresif yang dilakukan secara berulang kali oleh siswa yang
c. Workplace bullying
Bullying di tempat kerja adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan
peraktek negatif yang berulang yang ditujukan kepada satu atau lebih
kerja.
d. Cyberbullying
e. Political bullying
Political bullying rasa cinta tanah air yang tinggi ketika suatu Negara
bahwa stress adalah kondisi yang dirasakan oleh seseorang yang disebabkan
oleh dirinya sendiri yang berhadapan dengan kondisi internal dan eksternal.
aman dan tidak nyaman sebagai akibat dari situasi tersebut. Akibat
perlakukan bullying yang mereka alami, korban akan mengalami rasa takut
dalam jangka pendek, seperti perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga
diri yang rendah, depresi, atau stress yang dapat menyebabkan bunuh diri.
Baik pelaku, korban, maupun guru dan orang tua mungkin tidak menyadari
efek bullying dalam jangka panjang. Karena efeknya lebih bersifat psikologis
dan emosi yang tidak dapat dilihat dan berlangsung lama, mereka tidak
et al., 2019). Selain itu, anak-anak yang menjadi korban pelecehan akan
pengasingan diri dari sekolah atau mengalami kecemasan sosial, juga dikenal
sebagai kecemasan sosial (Astuti 2008 dalam Sakdiyah et al., 2020). Mereka
8. Pencegahan Bullying
a. Sekolah
(Trisnani, 2016).
b. Pemerintah
c. Keluarga
merasa aman dan percaya diri saat menceritakan masalah mereka. Orang
d. Individu
Strategi lain untuk bertahan hidup adalah keaktifan diri, sikap membaur,
bahwa teman sebaya tidak hanya memiliki usia yang sama, tetapi juga
adalah kelompok di mana siswa dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam
kelompok rekan, orang memiliki kesamaan usia, kebutuhan, dan tujuan yang
dapat menemukan dirinya (pribadi) dan belajar rasa sosialnya seiring dengan
memberikan semangat dan motivasi kepada teman sebaya yang lain. Adanya
dan dampak yang signifikan bagi semua orang yang terlibat dalam kelompok
tersebut.
orang tua.
mereka sendiri.
yang sangat dekat satu sama lain. Dalam kebanyakan kasus, kelompok
chums terdiri dari dua sampai tiga orang yang berjenis kelamin sama dan
memiliki minat, kemampuan, dan keinginan yang hampir sama. Jadi,
keinginan yang sama dan biasanya terdiri dari empat sampai lima orang.
Cliques biasanya terbentuk dari dua rekan teman yang menjadi satu
putri berteman dengan remaja putri, dan remaja putra berteman dengan
anggotanya yang besar, perasaan emosional anggota pun agak jauh satu
sama lain. Crowds terbentuk dari chums menjadi cliques dan kemudian
belum.
e. Kelompok Gangs
tidak dipenuhi karena mereka menolak atau tidak bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan tersebut. Jadi, remaja yang kecewa ini melarikan diri
dan membentuk gangs. Anggota gangs dapat berasal dari remaja yang
dendam yang tidak terkontrol. Namun, ada gangs yang tenang atau santai
mereka dapat menilai dan mengevaluasi apakah mereka lebih baik, sama
saja, atau lebih buruk dari teman sebaya yang lain. Ini adalah peran yang
paling penting dari pergaulan teman sebaya. Mereka melihat orang lain
c. Teman sebaya merupakan informasi baru bagi orang tua, guru dan
masyarakat
tanggung jawab
a. Teman Dekat
b. Kelompok kecil
Dalam kelompok kecil ini, teman-teman dekat biasanya terdiri dari jenis
c. Kelompok besar
Kelompok besar ini, yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan
remaja.
e. Kelompok geng
memiliki minat dan tujuan yang sama. Salah satu peran yang paling penting dari
teman sebaya adalah bahwa anak-anak dapat menerima umpan balik dari teman
menentukan apakah mereka lebih baik, sama atau lebih buruk dari teman
sebayanya.
a. Kesamaan Umur
b. Situasi
c. Keakraban
Sangat penting bagi pertemanan teman sebaya untuk menjadi akrab satu
sama lain. Ini disebabkan oleh fakta bahwa teman sebaya tidak akan
d. Ukuran Kelompok
orang dapat membantu teman sebaya berinteraksi baik satu sama lain
e. Perkembangan Kognisi
juga berperilaku jahat begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, lebih baik
rata-rata adalah tingkat usia yang sama, situasi atau keadaan di sekitar,
keakraban dalam menilai pertemanan, jumlah atau ukuran kelompok teman
sebaya, dan kemampuan untuk berpikir sama karena usia yang sama. Selain
itu, berteman dengan teman sebaya akan lebih baik bagi seorang anak untuk
D. Regulasi Emosi
strategi yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar untuk mempertahankan,
meningkatkan, atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respons emosi,
sesuai untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat mencakup
proses secara sadar maupun tidak sadar untuk mengelola emosi postif dan
sosial.
Hubungan antara remaja dan orang tua sangat penting selama masa
sama lain. Namun, emosi yang negatif terdiri dari emosi yang "dingin",
mencintai Rice.
Dengan adanya kebutuhan affect, Banerju (dalam Kartika 2004)
dengan cara yang benar akan memiliki anak-anak yang lebih berperasaan
Jenis kelamin dan umur juga ada. Wanita berusia 7 hingga 17 tahun
mereka.
3. Hubungan Interpersonal
program televisi yang mereka tonton, dan teman bermain mereka juga dapat
Menurut Gratz & Roemer, 2004 (dalam Ningrum, 2019, pp. 124-136),
berlebihan.
b. Engaging in goal directed behavior (goals)
emosi yang mereka alami serta respons emosi mereka yang ditunjukkan,
seperti respons fisiologis, tingkah laku, dan nada suara, sehingga mereka
emosi yang dirasakan dan respons emosi mereka, dan kemampuan untuk
Menurut Gross dan John (Monica Santosa, Rini Sugiarti, 2022), ada dua
1. Cognitive reappraisal
2. Expressive Suppression
positif.
Perilaku bullying adalah salah satu jenis perilaku adresif yang memiliki
berarti bahwa semakin tinggi konfirmasi teman sebaya, semakin banyak perilaku
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina Dermawan
(2007), "Perilaku Agresif pada anak ditinjau dari Konformitas terhadap Teman
konformitas.
melakukan perilaku bullying. Perilaku bullying yang sering terjadi saat ini dapat
dilakukan bukan hanya oleh individu, tetapi juga dapat dilakukan secara
seseorang akan menganggap bullying sebagai hal yang wajar terjadi di sekolah.
yang sebanding dengan perilaku orang lain. Perilaku ini dipaksa oleh orang lain,
baik secara nyata maupun tersirat. Ini dilakukan untuk memenuhi harapan
kelompok tentang tindakan yang dianggap benar dalam berbagai situasi. Ini juga
sesuatu dalam situasi tertentu, sedangkan bagian lain melihat bahwa rangsangan
emosional ini tidak sesuai dengan keadaan, yang membuat seseorang melakukan
hal lain atau tidak melakukan apa pun (dalam Kartika, 2004). Seluruh proses
dan mengubah reaksi emosi untuk mencapai tujuan tertentu juga dapat disebut
Secara sosial, emosi diatur dengan mencari dukungan nyata dan hubungan
beberapa contoh tingkah laku yang tampaknya berusaha mengontrol emosi yang
mengatur proses kognitif yang disadari, seperti menyalahkan diri sendiri atau
Kebanyakan regulasi ini disebabkan oleh reaksi sosial diakui atau tidak
diakui atau tindakan norma sosial yang disebabkan oleh rasa sopan dan perasaan
malu dalam kelompok sosial. Menurut Frijda (dalam Kartika 2004) dan
emosi positif.
merupakan salah satu hubungan antara regulasi emosi, menurut Cowie dkk.
temperamen adalah salah satu hubungan antara regulasi emosi dan perilaku
bullying. Temperamen adalah sifat atau kebiasaan yang dihasilkan dari respons
dengan orang lain; mereka juga mengontrol emosi, psikologi, dan perilaku
mereka. Kebahagiaan seseorang dalam hidup bukan karena dia tidak memiliki
berulang kali untuk menyerang target atau korban yang lemah, mudah diejek,
dan tidak dapat membela diri sendiri. Bullying didefinisikan sebagai perilaku
agresif yang dilakukan dengan tenang, tanpa beban, dan berulang kali untuk
menyerang target atau korban yang lemah, mudah diejek, dan tidak dapat
membela diri sendiri (Sejiwa, 2008). Remaja yang tertindas biasanya tidak
karakteristik yang disebutkan di atas memiliki regulasi emosi yang negatif. Ini
karena regulasi emosi yang negatif mendorong tingkah laku agresif yang
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
(baik yang diteliti maupun tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu
Gambar 1.
Kerang Konseptual
Peer grouping
Perilaku bullying
Regulasi emosi
Keterangan:
56
57
B. Hipotesis
merupakan suatu pernyataan asumsi dari hubungan antar dua atau lebih variabel
(Nursalam, 2017).
(Ha):
(H0):
57
58
BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode ini meliputi: rancangan penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi
dan sampel, kerangka kerja, definisi operasional, pengumpulan dan analisa data dan
A. Definisi Penelitian
1. Populasi
2018). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa di
58
59
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2017).
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2
Keterangan:
n: Besar sampel
N: Besar populasi
d: Tingkat signifikasi (d = 0,05)
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2
309
𝑛=
1 + 309(0,05)2
309
𝑛=
1 + 309(0,0025)
309
𝑛=
1 + 0,7725
309
𝑛=
1,7725
59
61
Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel yang akan diambil dari
sampel tersebut akan berkurang apabila tidak sesuai dengan kriteria yang
a. Kriteria Inklusi
lengkap.
b. Kriteria eksklusi
penelitian.
menyeluruh.
responden.
3. Sampling
61
62
yaitu Purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
C. Variabel Penelitian
yang digunakan sebagai sifat, ciri dan ukuran yang dimiliki atau diperoleh
1. Variabel Independen
2. Variabel Dependen
oleh variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel respons akan muncul sebagai
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
Kriteria Penilaian:
a. Dikatakan
Tinggi jika ≥
40
b. Dikatakan
rendah jika ˂
40
2 Independen: Kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai, mengatasi, Kuesioner Ordinal Peryataan positif
Regulasi mengolah dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam rangka (favorable):
Emosi mencapai keseimbangan emosional. SS (Sangat Sesuai):
4
S (Sesuai): 3
TS (Tidak Sesuai):
2
STS (Sangat Tidak
Sesuai): 1
Pernyataan negatif
(unfavorable)
SS (Sangat Sesuai):
1
S (Sesuai): 2, TS
(Tidak Sesuai): 3
STS (Sangat Tidak
Sesuai): 4
64
Kriteria Penilaian:
a. Dikatakan baik
jika ≥ 55.
b. Dikatakan
buruk jika ˂ 55.
3 Dependen: Tindakan agresif berupa menyakiti, mengancam, dan Kuesioner Ordinal Pernyataan positif
Perilaku mengintimidasi yang dilakukan individu atau kelompok dalam (favorable):
Bullying bentuk verbal, fisik, mental dan cyberbullying kepada orang lain TP (Tidak Pernah):
secara berulang-ulang. 4
P (Pernah): 3
JR (Jarang): 2
SR (Sering): 1
S (Selalu): 0
Pernyataan negatif
(unfavorable):
TP (Tidak Pernah):
0
P (Pernah): 1
JR (Jarang): 2
SR (Sering): 3
S (Selalu): 4
Kriteria Penilaian:
a. Dikatakan
tinggi jika ≥ 55.
Dikatakan rendah
jika ˂ 55.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
2. Tempat Penelitian
F. Instrument Penelitian
Instrument adalah alat ukur yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
(Teman Sebaya) yang di adopsi dari penelitian terdahulu milik Yurika Ratna
Pratiwi (2018). Skala dalam penelitian ini disusun dengan item sebanyak 10
keseluruhan.
77
78
(Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Penilaian diberikan pada
= 1 x 20
= 20
= 3 x 20
= 60
79
R =X–Y
= 60 – 20
= 40
Maka: I = R/K
= 40/2
= 20
= 60 – 20
= 40
keseluruhan.
80
memperoleh skor 1.
= 1 x 22
= 22
81
= 4 x 22
= 88
R =X–Y
= 88 – 22
= 66
Maka: I = R/K
= 66/2
= 33
= 88 – 33
= 55
memperoleh skor 0.
= 1 x 22
83
= 22
= 4 x 22
= 88
R =X–Y
= 88 – 22
= 66
Maka: I = R/K
= 66/2
= 33
= 88 – 33
= 55
1. Sumber data
a) Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus
objek penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari
b) Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan oleh
1. Pengelompokan data
yang benar paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus
dilalui, yaitu:
a. Editing
jawabannya konsisten.
b. Coding
c. Processing
kekurangan. Salah satu paket program yang sudah umum digunakan untuk
d. Cleaning
data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan
a) Analisa Univariant
Pada analisa ini dilakukan analisis tabel distribusi frekuensi dari tiap
b) Analisa Bivariant
chi square (X2) dengan nilai kemaknaan (α = 0, 05). Setelah uji hipotesa
diterima, yaitu berarti ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel
I. Etika Penelitian
Menurut (Hidayat, 2018) masalah etika yang perlu diperhatikan antara lain
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
3. Kerahasiaan (Confidentality)
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
4. Privacy
Identitas responden tidak akan diketahui oleh orang lain dan mungkin oleh
pilihan jawaban dari kuesioner tanpa takut di intimidasi oleh pihak lain.
89
BAB V
A. Hasil Penelitian
mulai tanggal 10 Maret sampai 9 April 2023. Data yang terkumpul selanjutnya
SPSS dengan uji statistic chi-square dengan derajat kemaknaan (α) 0,05. Hasil
1. Karakteristik Responden
diperoleh data terkait karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin, kelas,
berikut:
a. Usia
Usia n %
13 Tahun 80 46,0
90
14 Tahun 94 54,0
b. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n %
Laki – laki 87 50,0
Perempuan 87 50,0
Total 174 100.0
Sumber : Data Primer, April 2023
c. Kelas
Kelas n %
7 72 41,4
8 102 58,6
Total 174 100.0
Sumber : Data Primer, April 2023
Berdasarkan tabel 5.3 di atas diperoleh data dari responden yang duduk
Pernah mendapatkan n %
informasi
Ya 163 93,7
Tidak 11 6,3
Total 174 100.0
Sumber : Data Primer, April 2023
Berdasarkan tabel 5.4 di atas diperoleh data dari responden yang pernah
responden.
e. Sumber Informasi
Sumber Informasi n %
Internet 73 42,0
Televisi 5 2,9
Teman 23 13,2
Sekolah 62 35,6
Belum Pernah 11 6,3
Total 174 100,0
Sumber : Data Primer, April 2023
2. Analisa Univariat
karakteristik setiap variabel yang diteliti. Pada analisa univariat ini data
kategori dapat dijelaskan dengan angka atau nilai jumlah data persentase
setiap kelompok.
a. Peer Grouping
Peer Grouping n %
Tinggi 72 41,4
Rendah 102 58,6
Total 174 100,0
Sumber : Data Primer, April 2023
(58,6%) responden.
b. Regulasi Emosi
Regulasi Emosi n %
Baik 98 56,3
Buruk 76 43,7
Total 174 100,0
Sumber : Data Prime, April 2023
c. Perilaku Bullying
Perilaku Bullying n %
Tinggi 56 32,2
Rendah 118 67,8
Total 174 100,0
Sumber : Data Primer, April 2023
responden.
3. Analisa Bivariat
n % n % n %
Tinggi 27 37,5 45 62,5 72 100 0,273
Rendah 29 28,4 73 71,6 102 100
Total 58 32,2 118 67,8 174 100
Sumber : Data Primer, April (2023)
n % n % n %
Baik 34 34,7 64 65,3 98 100 0,521
Buruk 22 28,9 54 71,1 76 100
Total 56 32,2 118 67,8 174 100
Sumber : Data Primer, April (2023)
B. Pembahasan
seperti kesepakatan dan ketaatan. Hal ini dibuktikan dengan jawaban siswa
tinggi dari teman sebaya karena kekompakan yang kuat (Saarento, 2019).
96
Selain itu, remaja yang tergabung dalam kelompok teman sebaya memiliki
perasaan suka dengan orang lain dan memiliki tujuan yang sama untuk
berusia 14 tahun dalam penelitian ini. Perubahan sikap dan perilaku terjadi
pada masa remaja; ini lebih sering terjadi pada masa remaja awal (antara 13
dan 16 tahun) daripada pada masa remaja akhir (antara 17 dan 18 tahun)
(Wolke & Lereya, 2019). Keluarga sudah tidak lagi berfungsi sebagai
sumber utama yang memberikan umpan balik dan standar perilaku bagi
memberikan rasa aman dan memberi tahu mereka bahwa mereka berbeda
dari teman-temannya. Jadi, remaja belajar untuk memahami orang lain dan
mereka dapat berbuat apa saja asalkan sejalan dengan aturan yang telah
hal yang sama seperti yang dilakukan teman sebayanya dengan alasan
peran guru dalam membantu siswa dengan masalah internal dan eksternal
juga ada, seperti yang ditunjukkan oleh guru BK. Hal ini dapat membantu
lanjutan tingkat pertama (SLTP atau SMP). Saat ini, anak-anak ingin
seperti fisik, psikologis, emosi, mental, sosial, dan moral, remaja kurang
dapat bertindak lebih positif. Mereka dapat mengendalikan diri mereka saat
kesal sehingga mereka dapat memahami diri mereka untuk tidak melakukan
hal-hal yang dapat menyakiti orang lain atau melakukan tindakan bullying
(Puspitasri, 2020).
juga belajar untuk menghindari tindakan atau perilaku yang dapat merusak
emosi mereka.
Makassar dianggap tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa beberapa
99
fisik kepada siswa lain. Siswa juga menggunakan kata-kata kasar untuk
panggilan yang tidak disukai. Selain itu, mereka melakukan kekerasan fisik,
bullying.
penelitian ini. Remaja di rentang usia 13-17 tahun memiliki emosional yang
(Mazur, Tabak, & Zawadzka, 2021). Karena karakter maskulin dan agresi
yang ada pada remaja laki-laki, dapat disimpulkan bahwa remaja laki-laki
dilakukan oleh remaja di SMP Negeri 20 Makassar. Ini disebabkan oleh fakta
responden yang tidak terlalu tertarik untuk mengisi kuesioner karena jumlah
item yang cukup banyak dan mereka yang tidak memiliki pengawasan dari
guru, yang membuat mereka kurang teliti dalam menjawab semua item
serta variabel eksternal, seperti pola asuh orang tua, lingkungan sekolah, dan
media sosial.
teman sebaya dengan perilaku bullying. Penelitian ini sejalan dengan temuan
pasif.
positif dan baik; mereka yang berani berpendapat dan mengambil keputusan
berani tanpa takut akan dikucilkan. Remaja yang percaya diri akan
bahwa kepercayaan diri adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan
2018).
102
mereka sendiri. Dengan kebebasan ini, orang yang memiliki akun mungkin
tidak menyadari bahwa semua yang ada di akun mereka dapat diakses oleh
mereka dan mungkin sering meluapkan perasaan mereka di depan orang tua,
saudara, atau media sosial. Media sosial memberi remaja kebebasan yang
yang termasuk dalam penelitan ini berada di fase remaja pertengahan (15-17
tahun), dimana pengaruh teman sebaya sangat besar. Remaja tengah akan
berusaha mencari teman baru agar mereka memiliki lebih banyak teman
perhatian dari teman sebaya mereka. Jika teman-teman mereka tertawa saat
sebaya yang kuat memiliki perilaku bullying yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa teman sebaya yang kuat akan saling
103
mendukung satu sama lain saat salah satu di antara mereka menghadapi
Studi Dewi (2020) juga menemukan bahwa ada hubungan antara teman
sebaya dan perilaku bullying. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa
serupa. Banyak kasus bullying yang terjadi dalam geng, sebuah kelompok
harapan kelompok, karena kelompok teman sebaya meiliki daya tarik yang
regulasi emosi dengan perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja di SMP
Negeri 20 Makassar, karena baik regulasi emosi yang baik maupun buruk
karena mereka tidak ingin emosi tersebut diketahui orang lain dan khawatir
mereka lebih suka menyendiri atau menjauh dari lingkungannya agar tidak
ia diketahui orang lain, dan karena ia takut keadaan akan menjadi lebih
buruk jika ia harus marah-marah kepada orang lain. Namun, itu tidak
bahwa laki-laki harus lebih kuat secara mental. Namun, pernyataan ini tidak
itu tabu dan kekhawatiran akan memperburuk keadaan dan tidak pantas
menghasilkan respons yang sesuai dengan keadaan emosi mereka (Gross &
John, 2004).
C. Keterbatasan Penelitian
hambatan yaitu:
D. Implikasi Keperawatan
edukasi kesehatan kepada sekolah atau siswa/I tentang perilaku bullying dan
A. Kesimpulan
mungkin melakukan hal yang sama untuk memenuhi harapan kelompok dan
menghindari penolakan.
regulasi emosi yang lebih baik daripada yang buruk. Kondisi ini
dengan baik. Jika siswa dapat mengontrol emosi mereka, mereka dapat
dalam rentang usia 13–17 tahun memiliki banyak konflik dan kecenderungan
97
98
4. Dengan nilai signifikan p value = 0,273 (>α= 0,005), tidak ada hubungan
antara kelompok teman sebaya dengan perilaku bullying pada remaja usia
5. Dengan nilai signifikan p value = 0,521 (>α= 0,005), tidak ada korelasi
antara regulasi emosi dan perilaku bullying pada remaja usia 13–14 tahun di
terutama yang negatif, karena mereka tidak ingin diketahui orang lain dan
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan
a. Bagi Sekolah
yang berkelanjutan.
99
b. Bagi Remaja
Adriel, Y., & Indrawati, E. S. (2019). Hubugan Antara Konformitas Teman Sebaya
Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas Xii Smk Teuku Umar Semarang.
Jurnal EMPATI, 8(1), 271–276. https://doi.org/10.14710/empati.2019.23603
Asrori, M., & Ali, M. (2006). Psikologi remaja perkembangan peserta
didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
AUDIANA, C. (2018). PENGARUHI EXTERNAL LOCUS OF CONTROL
TERHADAP PERILAKU BULLYING DI SMA NEGERI 1 CERME (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK).
Ceilindri, R. A., & Budiani, M. S. (2016). Harga diri dan konformitas dengan
perilaku bullying pada siswa sekolah menengah pertama. Jurnal Psikologi
Teori dan Terapan, 6(2), 64-70.
Chapple, C. L., Vaske, J., & Hope, T. L. (2010). Sex differences in the causes of
self-control: An examination of mediation, moderation, and gendered
etiologies. Journal of Criminal Justice, 38(6), 1122-1131.
Charalampous, K., Demetriou, C., Tricha, L., Ioannou, M., Georgiou, S., Nikiforou,
M., & Stavrinides, P. (2018). The effect of parental style on bullying and cyber
bullying behaviors and the mediating role of peer attachment relationships: A
longitudinal study. Journal of adolescence, 64, 109-123.
Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Bystander. New York:
HarperCollins.
Cook, C. R., Williams, K. R., Guerra, N. G., Kim, T. E., & Sadek, S. (2010).
Predictors of bullying and victimization in childhood and adolescence: A meta-
analytic investigation. School psychology quarterly, 25(2), 65.
Farrington, D., & Baldry, A. (2010). Individual risk factors for school
bullying. Journal of aggression, conflict and peace research, 2(1), 4-16.
Forsberg, C., & Thornberg, R. (2016). The social ordering of belonging: Children’s
perspectives on bullying. International Journal of Educational Research, 78,
13-23.
Garnefski, N., Koopman, H., Kraaij, V., & ten Cate, R. (2009). Brief report:
Cognitive emotion regulation strategies and psychological adjustment in
adolescents with a chronic disease. Journal of adolescence, 32(2), 449-454.
Gómez-Ortiz, O., Romera, E. M., & Ortega-Ruiz, R. (2015). Parenting styles and
bullying. The mediating role of parental psychological aggression and physical
punishment. Child abuse & neglect, 51, 132-143.
Gratz, K. L., & Roemer, L. (2004). Multidimensional assessment of emotion
regulation and dysregulation: Development, factor structure, and initial
105
106
Murphy, T. P., Laible, D., & Augustine, M. (2017). The influences of parent and
peer attachment on bullying. Journal of child and family studies, 26(5), 1388-
1397.
Ningrum, R. E. C., Matulessy, A., & Rini, R. A. P. (2019). Hubungan antara
konformitas teman sebaya dan regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku
bullying pada remaja. Insight: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi,
15(1), 124. doi:10.32528/ins.v15i1.1669.
Nurwahidah. (2021). Hubungan Antara Strategi Regulasi Emosi Dengan Perilaku
Bullying Pada Remaja Di DKI Jakarta. JCA Psikologi, Volume 2.
Olweus, D (2012). Bullying at school: What we know and what we can do.
Cambridge, MA: Blackwell.
Papadaki, E., & Giovazolias, T. (2015). The protective role of father acceptance in
the relationship between maternal rejection and bullying: A moderated-
mediation model. Journal of Child and Family Studies, 24(2), 330-340.
Pendidikan Keperawatan Indonesia, 5(1), 25–33.
https://doi.org/10.17509/jpki.v5i1.11180
Rahmawati, M. N., Rohaedi, S., & Sumartini, S. (2019). Tingkat Stres Dan
Indikator Stres Pada Remaja Yang Melakukan Pernikahan Dini. Jurnal
Rezapour, M., Khanjani, N., & Mirzai, M. (2019). Exploring associations between
school environment and bullying in Iran: Multilevel contextual effects
modeling. Children and youth services review, 99, 54-63.
Rose, C. A., Swearer, S. M., & Espelage, D. L. (2012). Bullying and students with
disabilities: The untold narrative. Focus on exceptional children, 45(2), 1-10.
Santosa, M., & Sugiarti, R. (2022). Studi Literatur: Perilaku Bullying Terhadap
Regulasi Emosi Pada Remaja Di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Konseling
(JPDK), 4(5), 474-481.
Sejiwa. (2008). Bullying. Jakarta: PT Grasindo.
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif kualitatif R&D. Alfabeta.
Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi penelitian keperawatan. Yogyakarta: Gava
Media.
Trisnani, R. P., & Wardani, S. Y. (2016). Perilaku bullying di sekolah. G-Couns:
Jurnal Bimbingan dan Konseling, 1(1).
Umasugi, S. C. (2013). Hubungan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan
kecenderungan perilaku bullying pada remaja. Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan, 2(1).