Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN PEER GROUPING DAN REGULASI EMOSI

DENGAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA USIA 13


– 14 TAHUN
DI SMP NEGERI 20 MAKASSAR
Ayu Aryani S.1, Rizky Pratiwi2, Muaningsih3
1
Mahasiswa Prodi S1 Keperawatan, STIKES Panakkukang Makassar
2
Dosen Pembimbing I, STIKES Panakkukang Makassar
3
Dosen Pembimbing II, STIKES Panakkukang Makassar
Email: @ayuaryani

ABSTRAK
Pendahuluan: Bullying merupakan perilaku kurang baik dikarenakan orang yang
kuat memaksa, melecehkan, memojokkan dan melukai secara berkali-kali kepada
orang yang lebih lemah. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, peer
grouping dan regulasi emosi. Adapun dampak dari perilaku bullying dapat
menyebabkan korban merasa malu, tertekan, perasaan takut, sedih dan cemas. Jika
kondisi ini berkepanjangan bisa mengarah ke depresi. Sebelum perilaku bullying
menimbulkan dampak bagi kesehatan fisik dan psikologis yang lebih lanjut,
keperawatan memainkan peranan penting dalam penyampaian pelayanan
kesehatan dan meningkatkan kesehatan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peer grouping dan
regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja usia 13-14 tahun di SMP
Negeri 20 Makassar.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini adalah survei analitik dengan
pendekatan Cross-Sectional Study, teknin sampel dalam penelitian ini iyalah
Purposive Sampling berjumlah 174 sampel.
Hasil: Berdasarkan hasil uji Chi-Square tidak terdapat hubungan peer grouping
dengan perilaku bullying (p= 0,273 dimana p=α 0,005) dan tidak terdapat
hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja (p = 0,521
dimana p=α 0,005).
Kesimpulan dan saran: Dengan demikian diharapkan institusi terkait dapat
memberikan penyuluhan atau edukasi tentang bullying untuk meminimalisir
kejadian bullying.

Kata kunci: Remaja, Peer Grouping (Teman Sebaya), Regulasi Emosi dan
Perilaku Bullying

PENDAHULUAN perubahan, yang terjadi pada diri


Masa remaja adalah periode
mereka sendiri dan berdampak pada
transisi dari masa anak-anak ke masa
luapan emosi dan tekanan jiwa, yang
dewasa. Perubahan termasuk perubahan
menyebabkan frustasi dan perilaku
biologis, psikologis, dan sosial. Banyak
kekerasan yang terkait erat dengan
remaja tidak dapat menghadapi
bullying (Swearer, 2019). Bullying, Terdapat banyak faktor penyebab
fenomena remaja, kembali menjadi remaja terlibat dalam kasus bullying
perhatian publik. Bullying adalah salah satunya adalah teman sebaya.
perilaku yang tidak baik dimana orang Interaksi sosial secara mendalam
yang kuat memaksa, melecehkan, dengan teman sebaya dapat
memojokkan, dan melukai orang yang meningkatkan pengaruh kelompok
lemah secara berulang kali (Hanifah & teman sebaya terhadap remaja. Hal ini
Nurmaguphita, 2018). terjadi sebab remaja lebih banyak
Data hasil riset Programme for menghabiskan waktu dengan teman
Internasional Students Assessment sebayanya dibandingkan keluarganya.
(PISA) 2018 prevalensi kejadian Bullying sangat erat hubungannya
bullying tertinggi terjadi di wilayah dengan emosi. Seseorang yang merasa
Filipina sebanyak 64,9 %, diikuti cemas, cemburu, putus asa, atau
Brunei Darussalam sebanyak 50,1 %, terasingkan akan menyebabkan
Republik Dominika sebanyak 43,9 %, kesulitan belajar, banyak diam, serta
Maroko 43,8 %, Indonesia 41,1 %, Jordan sulit membangun hubungan dengan
38 %, Rusia 36,6 %, Baku (Azerbaijan teman yang lain sehingga akan
35,8 %, Malaysia 35,7 %, Latvia 35,5%). mendorong anak untuk melakukan
Data dari Komisi Perlindungan Anak
tindakan bullying di sekolah. Bullying
Indonesia (KPAI) terkait dengan
sangat merugikan semua pihak baik
perlindungan anak di Tahun 2021 yaitu ada
pelaku maupun korban jika tidak bisa
2.982 kasus. Sedangkan di provinsi
mengontrol emosi atau regulasi emosi.
Sulawesi Selatan, dilaporkan bahwa
Dampak bagi pelaku bullying
kasus bullying yang terjadi sangat
yakni tidak dapat mengembangkan
memprihatinkan. Peneliti Yayasan
hubungan yang sehat, kurang cakap
Indonesia Mengajar, Farida Ohan
untuk memandang dari perspektif lain,
melaporkan 6 hingga 10 orang siswi
tidak memiliki empati, dan
setiap hari mengalami serta melakukan
menganggap dirinya kuat sehingga
tindakan bullying di lingkungan
dapat mempengaruhi pola hubungan
sekolahnya, khususnya Makassar dan
sosialnya di masa mendatang,
Gowa
melakukan tindakan bullying, pelaku
merasa bahwa mereka memiliki didapatkan sebanyak 309 siswa.
kekuasaan (Coloroso, 2007). Dampak Pengambilan sampel dilakukan dengan
yang disebabkan dapat berkepanjangan memilih siswa yang sesuai kriteria
dan berpengaruh pada perkembangan eksklusi dan inklusi. Teknik sampling
masa depan anak, perlu dilakukan dalam penelitian ini adalah
penanganan yang serius dari berbagai Nonprobality sampling. Instrument
pihak. Remaja yang terkena dampak yang digunakan pada penelitian ini
bullying harus diberikan perhatian adalah kuesioner Peer Grouping
khusus (Joseph, 2019). Sebelum (Teman sebaya), Regulasi Emosi dan
bullying menimbulkan dampak pada Perilaku Bullying. Penelitian ini
kesehatan fisik dan psikologis yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret – 9
lebih lanjut, keperawatan memiliki April 2023 di SMP Negeri 20 Makassar
peranan penting dalam penyampaian HASIL
pelayanan kesehatan dan meningkatkan 1. Analisa Univariat
kesehatan Regulas n %
Emosi
Maka dari itu, berdasarkan uraian Baik 98 56,3
latar belakang dan fenomena di atas, Buruk 76 43,7
peneliti menganggap penting untuk Total 174 100,0
mengetahui lebih lanjut
tentang Analisa univariat dilakukan untuk
hubungan peer grouping dan regulasi menjelaskan atau mendeskripsikan
emosi dengan perilaku bullying pada karakteristik setiap variabel yang
remaja usia 13 diteliti. Pada analisa univariat ini
– 14 tahun di SMP Negeri 20 Makassar. data kategori dapat dijelaskan
METODE dengan angka atau nilai jumlah data
Desain peneliti menggunakan
persentase setiap kelompok.
penelitian survey analitik dengan
a. Peer Grouping
pendekatan Cross-Sectional study. Tabel 5. 6 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Peer
Populasi pada penelitian ini adalah Grouping DI SMP Negeri 20
Makassar
semua siswa di SMP Negeri 20
Peer n %
Makassar yang berusia 13 – 14 tahun Groupin
g
dengan jumlah populasi yang
Tinggi 72 41,4
Rendah 102 58,6 Negeri 20 Makassar termasuk
Total 174 100,0
Sumber : Data Primer, April 2023
dalam kategori rendah

Berdasarkan tabel 5.6 bahwa sebanyak 118 (67,8%)


pengaruh teman sebaya responden
(Peer Grouping) di SMP
Negeri 20 Makassar
termasuk dalam kategori
rendah sebanyak 102
(58,6%) responden.
b. Regulasi Emosi
Tabel 5. 7 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Regulasi
Emosi Di SMP Negeri 20 Makassar

Sumber : Data Prime, April 2023

Berdasarkan tabel 5.7 bahwa


pengaruh regulasi emosi di
SMP Negeri 20 Makassar
termasuk dalam kategori
baik sebanyak 98 (56,3%)
responden.
c. Perilaku Bullying
Tabel 5. 8 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Perilaku Bullying Di SMP
Negeri 20 Makassar

Perilaku n
Bullying
Tinggi 56 32,2
Rendah 118 67,8
Total 174 100,0
Sumber : Data Primer, April 2023

Berdasarkan tabel 5.8 bahwa

perilaku bullying di SMP


2. Analisa Bivariat
Analisa bivariate dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen (Peer Grouping dan Regulasi Emosi) dan variabel dependen

(Perilaku Bullying) dengan uji statistic dengan menggunakan uji Chi-

Square dengan tingkat derajat kemaknaan α = 0,05.

a. Hubungan peer grouping dengan perilaku bullying pada remaja

Tabel 5. 9 Hubungan Peer Grouping Dengan Perilaku Bullying

Di SMP Negeri 20 Makassar

Perilaku Bullying
Peer Total
Tinggi Rendah P Value
Grouping
n % n % n %
Tinggi 27 37,5 45 62,5 72 100
Rendah 29 28,4 73 71,6 102 100 0,273
Total 58 32,2 118 67,8 174 100
Sumber : Data Primer, April (2023)

Berdasarkan tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa didapatkan


jumlah reponden yaitu 174 (100%), responden dengan pengaruh
peergrouping yang tinggi dengan perilaku bullying tinggi sebanyak 27
(37,5%) responden, sedangkan responden dengan pengaruh peer grouping
tinggi dengan perilaku bullying rendah sebanyak 45 (62,5%). responden
dengan pengaruh peer grouping yang rendah dengan perilaku bullying tinggi
sebanyak 29 (28,4%) responden, sedangkan responden dengan pengaruh peer
grouping rendah dengan perilaku bullying rendah sebanyak 73 (71,6%)
responden.
Berdasarkan hasil analisis uji statistic dengan menggunakan uji Chi-
Square diperoleh nilai p value = 0,273 > (α = 0,05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa Ha ditolak dan H0 diterima. Sehingga dapat
disimpulkan tidak ada hubungan signifikan antara Peer Grouping dengan
perilaku bullying pada remaja di SMP Negeri 20 Makassar.
b. Hubungan regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja

Tabel 5. 10 Hubungan Regulasi Emosi Dengan Perilaku Bullying


DI SMP Negeri 20 Makassar

Perilaku Bullying
Total
Regulasi Emosi Tinggi Rendah P Value
n % n % n %
Baik 34 34,7 64 65,3 98 100
Buruk 22 28,9 54 71,1 76 100 0,521
Total 56 32,2 118 67,8 174 100
Sumber : Data Primer, April (2023)

Berdasarkan tabel 5.11 di atas menunjukkan bahwa didapatkan


jumlah reponden yaitu 174 (100%), Responden dengan pengaruh regulasi
emosi yang baik dengan perilaku bullying tinggi sebanyak 34 (34,7%)
responden, sedangkan responden dengan pengaruh regulasi emosi baik
dengan perilaku bullying rendah sebanyak 64 (65,3%). r\esponden dengan
pengaruh regulasi emosi yang buruk dengan perilaku bullying tinggi
sebanyak 22 (28,9%) responden, sedangkan responden dengan pengaruh
regulasi emosi buruk dengan perilaku bullying rendah sebanyak 54
(71,1%) responden.
Berdasarkan hasil analisis uji statistic dengan menggunakan uji Chi-Square
diperoleh nilai p value = 0,521 > (α = 0,05). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa Ha ditolak dan H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada
hubungan signifikan antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada
remaja di SMP Negeri 20 Makassar
PEMBAHASAN pada remaja di SMP Negeri 20
1. Gambaran Peer Grouping
Makassar adalah rendah.
Hasilnya menunjukkan
Hasilnya menunjukkan bahwa
bahwa pengaruh kelompok
kekompakan adalah faktor yang
teman sebaya (teman sebaya)
paling penting dalam pengaruh
teman sebaya dibandingkan waktu di sekolah daripada
dengan faktor lain seperti anggota keluarga mereka
kesepakatan dan ketaatan. Hal sendiri, yang menghasilkan
ini dibuktikan dengan jawaban lebih banyak interaksi dengan
siswa yang setuju bahwa teman sebaya mereka. Remaja
mereka berpartisipasi dalam akan memiliki kesempatan
membantu menyelesaikan untuk bergabung dan
masalah yang muncul di antara berkontribusi dalam kelompok
teman dalam kelompok teman sebayanya jika kelompok
pertemanan. Mereka juga teman sebaya tetap ada di
berusaha meluangkan waktu sekolah dan kelas mereka
untuk berkumpul dengan teman (Surilena, 2019).
sebaya. Remaja di SMP Negeri Pengaruh teman sebaya
20 Makassar memiliki pengaruh yang rendah terhadap sebagian
yang rendah hingga tinggi dari besar remaja berusia 14 tahun
teman sebaya karena dalam penelitian ini. Perubahan
kekompakan yang kuat sikap dan perilaku terjadi pada
(Saarento, 2019). masa remaja; ini lebih sering
Kekompakan dalam terjadi pada masa remaja awal
hubungan teman sebaya (antara 13 dan 16 tahun)
membuat remaja merasa daripada pada masa remaja
nyaman, membuat mereka ingin akhir (antara 17 dan 18 tahun)
tetap bersama (Hymel, 2020). (Wolke & Lereya, 2019).
Selain itu, remaja yang Keluarga sudah tidak lagi
tergabung dalam kelompok berfungsi sebagai sumber utama
teman sebaya memiliki yang memberikan umpan balik
perasaan suka dengan orang dan standar perilaku bagi
lain dan memiliki tujuan yang remaja. Akibatnya, kelompok
sama untuk mendapatkan teman sebaya menjadi sangat
manfaat dari kelompok. Remaja penting (Herdyanti &
menghabiskan lebih banyak Margaretha, 2020). Remaja
memiliki kesempatan untuk dan memiliki kepercayaan
menjalin persahabatan yang tertentu terhadap teman sebaya
kuat dalam kelompok teman (Kusuma, 2019). Oleh karena
sebaya, yang memberikan rasa itu kekompakan dalam teman
aman dan memberi tahu mereka sebaya memiliki pengaruh
bahwa mereka berbeda dari penting dalam hubungan teman
teman-temannya. Jadi, remaja sebaya.
belajar untuk memahami orang 2. Gambaran Regulasi Emosi
lain dan menerima Berdasarkan hasil
kekurangannya, sehingga ia penelitian, dapat disimpulkan
dapat belajar menyesuaikan diri bahwa subjek penelitian
dengan teman-temannya. memiliki regulasi emosi yang
Remaja yang tergabung dalam baik. Kegiatan ekstrakurikuler
kelompok teman sebaya di sekolah dapat membantu
memiliki kekompakan yang siswa dalam pengembangan
kuat dengan teman mereka, emosi. Selain itu, peran guru
sehingga mereka dapat berbuat dalam membantu siswa dengan
apa saja asalkan sejalan dengan masalah internal dan eksternal
aturan yang telah ditetapkan juga ada, seperti yang
oleh kelompoknya (Bahar, ditunjukkan oleh guru BK. Hal
2021). Ketika remaja melihat ini dapat membantu siswa
teman sebayanya melakukan mengatasi masalah mereka,
perilaku tertentu mereka akan sehingga mereka dapat
mungkin melakukan hal yang mengurangi kemungkinan
sama seperti yang dilakukan berperilaku bullying. Anak-
teman sebayanya dengan alasan anak berusia antara tiga belas
kekompakan, sehingga mereka dan lima belas tahun
dapat menghindari penolakan, meninggalkan sekolah dasar
demi memenuhi harapan untuk memasuki sekolah
kelompok, karena melihat lanjutan tingkat pertama (SLTP
adanya daya tarik kelompok atau SMP). Saat ini, anak-anak
ingin berkontribusi dan dihargai hal-hal yang dapat menyakiti
dalam kelompoknya. Perilaku orang lain atau melakukan
yang baik adalah perilaku yang tindakan bullying (Puspitasri,
menyenangkan dan diterima 2020).
oleh teman sebayanya. Dia Hasil penelitian
mencari dukungan dan menunjukkan bahwa siswa/i di
persetujuan dari teman- SMP Negeri 20 Makassar
temannya tentang tindakannya memiliki kemampuan untuk
yang buruk atau baik (Lie, mengendalikan emosinya
2003). Fithria (2019) Karena dengan baik. Ini menunjukkan
perubahan dalam berbagai bahwa siswa/i di SMP Negeri
aspek perkembangan mereka, 20 Makassar memiliki
seperti fisik, psikologis, emosi, kemampuan untuk melacak,
mental, sosial, dan moral, mengevaluasi, dan mengubah
remaja kurang dapat emosi mereka sehingga mereka
mengendalikan emosinya, dapat mengendalikannya
sehingga mereka bingung dengan cara yang positif.
dalam menempatkan diri Mereka juga belajar untuk
mereka di masyarakat. menghindari tindakan atau
Akibatnya, perilaku bullying perilaku yang dapat merusak
kerap terjadi di usia remaja. emosi mereka.
Remaja yang dapat 3. Gambaran Perilaku Bullying
mengendalikan emosinya, Perilaku bullying yang
memahami emosinya, dan ditunjukkan oleh remaja di
mengarahkan emosinya ketika SMP Negeri 20 Makassar
mendapat tekanan dapat dianggap tinggi. Hal ini
bertindak lebih positif. Mereka ditunjukkan oleh fakta bahwa
dapat mengendalikan diri beberapa siswa pernah
mereka saat kesal sehingga mengolok-olok dan melakukan
mereka dapat memahami diri kekerasan fisik kepada teman
mereka untuk tidak melakukan sebayanya. Penemuan ini terkait
dengan perilaku yang laki-laki. Laki-laki memiliki
ditunjukkan oleh siswa ketika sifat maskulin, seperti rasional,
teman sebayanya mengolok- tegas, persaingan, sombong,
olok dan melakukan kekerasan agresif, dan fisikal, sedangkan
fisik kepada siswa lain. Siswa perempuan memiliki sifat lebih
juga menggunakan kata-kata feminin, seperti emosional,
kasar untuk memerintah teman fleksibel, kerjasama, selalu
sebayanya dan memanggil mengalah, berfokus pada
nama siswa lain dengan menjalin hubungan,
panggilan yang tidak disukai. menggunakan insting, pasif,
Selain itu, mereka melakukan mengasuh, dan cerewet (Mazur,
kekerasan fisik, termasuk Tabak, & Zawadzka, 2021).
mendorong, memukul, dan Karena karakter maskulin dan
menendang siswa lain. Ini agresi yang ada pada remaja
menunjukkan bahwa remaja di laki-laki, dapat disimpulkan
SMP Negeri 20 Makassar bahwa remaja laki-laki lebih
melakukan bullying. cenderung berperilaku bullying
Sebagian besar siswa secara fisik dibandingkan
cenderung berperilaku bullying, remaja perempuan. Kesimpulan
menurut data penelitian ini. ini didasarkan pada teori dan
Remaja di rentang usia 13-17 penelitian terkait yang
tahun memiliki emosional yang dipaparkan di atas.
lebih labil dan banyak konflik Menurut penelitian ini,
karena kecenderungan untuk sebagian besar remaja telah
memberontak, yang mengakses informasi tentang
menyebabkan tingginya perilaku bullying melalui
perilaku bullying (Bara, 2019). internet. Dalam penelitian
Hasil penelitian ini Primasti (2020), ditemukan
menunjukkan bahwa perilaku bahwa ada hubungan yang
bullying pada remaja memiliki signifikan antara tindakan
hubungan dengan jenis kelamin bullying dan tayangan tindakan
kekerasan di media massa yang remaja di SMP Negeri 20
dilakukan oleh remaja. Dalam Makassar tidak memiliki
kehidupan sehari-hari, internet perbedaan antara pengaruh
adalah media elektronik yang teman sebaya yang rendah
sangat umum. Bullying sering maupun tinggi. Peneliti tidak
dipertontonkan dan dapat mengendalikan beberapa
digambarkan sebagai perilaku faktor pengganggu, sehingga
lucu yang mengandung elemen pengaruh teman sebaya
kekerasan (memperlakukan bukanlah satu-satunya faktor
seseorang, ejekan, menendang, yang mempengaruhi perilaku
atau memukul) dan dianggap pelecehan. Faktor-faktor
sebagai hiburan. Hal tersebut tersebut termasuk responden
akan terakumulasi dalam yang tidak terlalu tertarik untuk
pikiran remaja dan dapat mengisi kuesioner karena jumlah
memicu bullying. item yang cukup banyak dan
4. Hubungan Peer Grouping Dengan mereka yang tidak memiliki
Perilaku Bullying Pada Remaja pengawasan dari guru, yang
Hasil penelitian membuat mereka kurang teliti
menunjukkan bahwa tidak ada dalam menjawab semua item
hubungan antara kelompok kuesioner. Selain itu, ditemukan
teman sebaya (teman sebaya) variabel lain yang
dengan perilaku bullying yang mempengaruhi perilaku bullying
dilakukan oleh remaja di SMP secara internal, seperti jenis
Negeri 20 Makassar. Ini kepribadian dan keyakinan
disebabkan oleh fakta bahwa seseorang, serta variabel
baik pengaruh teman sebaya eksternal, seperti pola asuh
yang rendah maupun tinggi orang tua, lingkungan sekolah,
menunjukkan perilaku bullying dan media sosial.
yang lebih rendah. Menurut penelitian Hadi
Kesimpulannya, perilaku (2019), tidak ada hubungan
bullying yang dilakukan oleh antara pengaruh teman sebaya
dengan perilaku bullying. kemungkinan remaja mengalami
Penelitian ini sejalan dengan perilaku bullying (Budiarto &
temuan ini. Tipe kepribadian Ervina, 2018).
dapat memengaruhi perilaku Studi Primasti (2019)
bullying; remaja ekstrovert menunjukkan bahwa media
cenderung lebih terbuka sosial memengaruhi perilaku
terhadap lingkungan, aktif, bullying. Media sosial
agresif, dan bertindak tanpa membiarkan penggunanya
berpikir panjang, sementara mengontrol akun mereka sendiri.
introvert cenderung tertutup dan Dengan kebebasan ini, orang
pasif. yang memiliki akun mungkin
Percaya diri dianggap tidak menyadari bahwa semua
sebagai salah satu faktor yang yang ada di akun mereka dapat
mempengaruhi perilaku bullying diakses oleh orang lain. Remaja
remaja (Hymel, 2019). Remaja sering mengalami kesulitan
dengan tingkat kepercayaan diri untuk mengendalikan emosi
rendah menunjukkan perilaku mereka dan mungkin sering
bullying yang tinggi dalam meluapkan perasaan mereka di
penelitian tersebut. Mereka yang depan orang tua, saudara, atau
percaya diri cenderung melihat media sosial. Media sosial
segalanya secara positif dan memberi remaja kebebasan yang
baik; mereka yang berani lebih besar daripada media lain,
berpendapat dan mengambil memungkinkan mereka untuk
keputusan berani tanpa takut meluapkan amarah, kecewa,
akan dikucilkan. Remaja yang sedih, memaki, bahkan mem-
percaya diri akan berperilaku bully teman mereka. Karena
positif sesuai keinginan mereka. kurangnya kontrol di media
Sehingga dapat disimpulkan sosial, remaja biasanya
bahwa kepercayaan diri adalah melakukan bullying.
salah satu faktor yang Menurut penelitian
berhubungan dengan Rohman (2019), teman sebaya
sangat mempengaruhi perilaku salah satu di antara mereka
bullying remaja, temuan ini tidak menghadapi masalah. Mereka
sejalan. Remaja yang termasuk akan saling menolong karena
dalam penelitan ini berada di rasa solidaritas mereka, terutama
fase remaja pertengahan (15-17 ketika salah satu dari anggota
tahun), dimana pengaruh teman kelompok teman sebaya
sebaya sangat besar. Remaja mendapatkan perlakuan buruk
tengah akan berusaha mencari dari teman lainnya.
teman baru agar mereka Studi Dewi (2020) juga
memiliki lebih banyak teman menemukan bahwa ada
seusia mereka. Remaja hubungan antara teman sebaya
melakukan perilaku bullying dan perilaku bullying. Hal ini
untuk mendapatkan perhatian dapat dikaitkan dengan fakta
dari teman sebaya mereka. Jika bahwa tekanan kelompok teman
teman-teman mereka tertawa sebaya menyebabkan banyak
saat mereka melakukan perilaku remaja berperilaku serupa.
bullying, mereka akan merasa Banyak kasus bullying yang
bangga, yang mendorong remaja terjadi dalam geng, sebuah
untuk terus melakukan perilaku kelompok teman sebaya. Ketika
bullying. remaja melihat teman sebayanya
Studi Shears (2018) juga berperilaku tertentu, seperti
memperkuat pengaruh teman bullying, mereka mungkin
sebaya terhadap perilaku melakukan hal yang sama.
bullying, yang menemukan Mereka melakukan hal tersebut
bahwa remaja dengan hubungan untuk menghindari penolakan
teman sebaya yang kuat dan memenuhi harapan
memiliki perilaku bullying yang kelompok, karena kelompok
lebih rendah. Hal ini disebabkan teman sebaya meiliki daya tarik
oleh fakta bahwa teman yang tinggi dan dipercaya oleh
sebaya yang kuat akan saling remaja. Akibatnya, teman
mendukung satu sama lain saat sebaya memainkan peran
penting dalam pembentukan lain dan khawatir jika emosi
perilaku bullying pada remaja. tersebut akan memperburuk
5. Hubungan Regulasi Emosi Dengan keadaan sekitarnya. Akibatnya,
Perilaku Bullying Pada Remaja mereka lebih suka menyendiri
Hasil penelitian atau menjauh dari
menunjukkan bahwa tidak ada lingkungannya agar tidak
hubungan antara regulasi emosi terlibat dalam masalah bullying.
dengan perilaku bullying yang Seperti yang
dilakukan oleh remaja di SMP disampaikan oleh subjek
Negeri 20 Makassar, karena penelitian yang berinisial R,
baik regulasi emosi yang baik seorang perempuan berusia 13
maupun buruk menunjukkan tahun. Ia mengatakan bahwa ia
perilaku bullying yang lebih sering menyembunyikan
rendah. Kesimpulannya, perasaan marah dan sedihnya
perilaku bullying yang karena ia merasa malu jika ia
dilakukan oleh remaja di SMP diketahui orang lain, dan karena
Negeri 20 Makassar tidak ia takut keadaan akan menjadi
berbeda dengan regulasi emosi lebih buruk jika ia harus
yang rendah atau tinggi. marah-marah kepada orang
Hal ini sejalan dengan lain. Namun, itu tidak
penelitian sebelumnya (Topcu, mencegah dia melampiaskan
2019), yang menunjukkan kemarahannya kepada orang
bahwa tidak ada hubungan lain, seperti memukul atau
negatif yang signifikan antara menghina mereka. Subjek FK,
strategi pengungkapan emosi seorang remaja laki-laki berusia
ekspresif dan perilaku bullying. 14 tahun, membuat pernyataan
Remaja kadang-kadang serupa: ia mengaku malu jika
menyembunyikan emosinya, harus mengungkapkan emosi
terutama emosi negatifnya, marahnya dan kesedihan kepada
karena mereka tidak ingin teman atau orang tuanya, dan
emosi tersebut diketahui orang lebih memilih untuk
memendamnya sendiri karena ia perilaku memukul atau
percaya bahwa laki-laki harus menghina, emosi negatifnya
lebih kuat secara mental. diukur dalam penelitian ini,
Namun, pernyataan ini tidak tetapi tidak secara khusus
berkaitan dengan tindakan menggambarkan emosi negatif
buruknya terhadap orang lain, yang mengarah pada perilaku
seperti memukul atau bullying
menendang. Sehingga dapat KESIMPULAN
disimpulkan bahwa para remaja Berdasarkan hasil penelitian
tidak melakukan bullying yang dilaksanakan di SMP Negeri
meskipun mereka sering 20 Makassar, maka dapat ditarik
menggunakan strategi regulasi kesimpulan sebagai berikut:
emosi ekspresif untuk 1. Di SMP Negeri 20 Makassar,
mengendalikan emosi remaja usia 13–14 tahun
negatifnya karena mereka pikir menunjukkan pengaruh teman
itu tabu dan kekhawatiran akan sebaya rendah dibandingkan
memperburuk keadaan dan dengan pengaruh teman sebaya
tidak pantas untuk anak laki- tinggi. Ketika remaja melihat
laki. teman sebayanya berperilaku
Untuk menggunakan tertentu, mereka mungkin
strategi pengusiran emosi melakukan hal yang sama untuk
ekspresif, remaja harus benar- memenuhi harapan kelompok
benar mengalami situasi yang dan menghindari penolakan.
tidak menyenangkan agar 2. Remaja SMP Negeri 20
mereka dapat menekan emosi Makassar yang berusia 13–14
yang tidak diinginkan mereka tahun memiliki regulasi emosi
dan menghasilkan respons yang yang lebih baik daripada yang
sesuai dengan keadaan emosi buruk. Kondisi ini menunjukkan
mereka (Gross & John, 2004). bahwa siswa memiliki
Seperti emosi kemarahan dan kemampuan untuk mengawasi,
kesedihan tidak terkait dengan menilai, dan mengubah emosi
mereka sehingga mereka dapat agresif, dan bertindak tanpa
mengendalikannya dengan baik. berpikir panjang, dibandingkan
Jika siswa dapat mengontrol dengan introvert.
emosi mereka, mereka dapat 5. Dengan nilai signifikan p value
mengarahkan emosi mereka ke = 0,521 (>α= 0,005), tidak ada
arah yang positif dan belajar korelasi antara regulasi emosi
untuk menghindari tindakan atau dan perilaku bullying pada
hal-hal yang dapat menyakiti remaja usia 13–14 tahun di SMP
orang lain. Negeri 20 Makassar. Terkadang
3. Remaja usia 13–14 tahun di remaja menyembunyikan
SMP Negeri 20 Makassar emosinya, terutama yang
menunjukkan perilaku bullying negatif, karena mereka tidak
rendah dibandingkan dengan ingin diketahui orang lain dan
perilaku bullying tinggi. Remaja khawatir jika emosi tersebut
dalam rentang usia 13–17 tahun akan memperburuk keadaan
memiliki banyak konflik dan sekitarnya. Akibatnya, mereka
kecenderungan untuk memilih untuk menyendiri atau
memberontak, yang menjauh dari lingkungannya
menyebabkan tingginya perilaku agar tidak terlibat dalam masalah
bullying bullying.
4. Dengan nilai signifikan p value DAFTAR PUSTAKA
Adriel, Y., & Indrawati, E. S.
= 0,273 (>α= 0,005), tidak ada (2019). Hubugan Antara
hubungan antara kelompok Konformitas Teman Sebaya
Dengan Perilaku Bullying
teman sebaya dengan perilaku Pada Siswa Kelas Xii Smk
bullying pada remaja usia 13–14 Teuku Umar Semarang.
Jurnal EMPATI, 8(1), 271–
tahun di SMP Negeri 20 276.
Makassar. Jenis kepribadian https://doi.org/10.14710/emp
ati.2019.23603
dapat memengaruhi perilaku
Asrori, M., & Ali, M. (2006).
bullying; remaja ekstrovert
Psikologi remaja
cenderung lebih terbuka perkembangan peserta
terhadap lingkungan, aktif,
didik. Jakarta: PT Bumi Cook, C. R., Williams, K. R.,
Aksara. Guerra, N. G., Kim, T. E., &
Sadek, S. (2010). Predictors
AUDIANA, C. (2018). of bullying and victimization
PENGARUHI EXTERNAL in childhood and
LOCUS OF CONTROL adolescence: A meta-
analytic investigation.
TERHADAP PERILAKU
School psychology quarterly,
BULLYING DI SMA 25(2), 65.
NEGERI 1 CERME
(Doctoral dissertation, Farrington, D., & Baldry, A.
UNIVERSITAS (2010). Individual risk
MUHAMMADIYAH factors for school bullying.
GRESIK). Journal of aggression,
conflict and peace research,
Ceilindri, R. A., & Budiani, M. S. 2(1), 4-16.
(2016). Harga diri dan
konformitas dengan perilaku Forsberg, C., & Thornberg, R.
bullying pada siswa sekolah (2016). The social ordering
menengah pertama. Jurnal of belonging: Children’s
Psikologi Teori dan perspectives on bullying.
Terapan, 6(2), 64-70.
International Journal of
Chapple, C. L., Vaske, J., & Hope, Educational Research, 78,
T. L. (2010). Sex differences 13-23.
in the causes of self-control:
An examination of Garnefski, N., Koopman, H., Kraaij,
mediation, moderation, and V., & ten Cate, R. (2009).
gendered etiologies. Journal Brief report: Cognitive
of Criminal Justice, 38(6), emotion regulation strategies
1122-1131. and psychological
adjustment in adolescents
Charalampous, K., Demetriou, C.,
with a chronic disease.
Tricha, L., Ioannou, M.,
Journal of adolescence,
Georgiou, S., Nikiforou, M.,
32(2), 449-454.
& Stavrinides, P. (2018).
The effect of parental style Gómez-Ortiz, O., Romera, E. M., &
on bullying and cyber Ortega-Ruiz, R. (2015).
bullying behaviors and the Parenting styles and
mediating role of peer bullying. The mediating role
attachment relationships: A of parental psychological
longitudinal study. Journal aggression and physical
of adolescence, 64, 109-123. punishment. Child abuse &
Coloroso, B. (2007). The Bully, The neglect, 51, 132-143.
Bullied, and The Bystander. Gratz, K. L., & Roemer, L. (2004).
New York: HarperCollins. Multidimensional
assessment of emotion A., & Jensen-Campbell, L.
regulation and A. (2015). The impact of
dysregulation: peer victimization. J
Development, factor Bullying Soc Aggression, 1.
structure, and initial
Jahja, Y. (2013). Psikologi
validation of the difficulties in emotion Perkembangan (1st ed.).
regulation scale. Journal of Kencana Prenada Media
psychopathology and behavioral Group.
assessment, 26, 41-54. Jimerson, S. R., Swearer, S. M., &
Espelage, D. L. (2009).
Gross, J. J.& Mauss, I. B., Bunge,
International scholarship
S. A., (2007). Automatic advances science and
emotion regulation. Social practice addressing bullying
and Personality Psychology in schools. In Handbook of
Compass, 1(1), 146-167. bullying in schools (pp. 1-6).
Routledge.
Hanifah, N., & Nurmaguphita, D.
(2018). Hubungan Peran Lereya, S. T., Samara, M., & Wolke,
Teman Sebaya Dengan D. (2013). Parenting
Perilaku Bully pada Siswa behavior and the risk of
Kelas VIII Di SMP becoming a victim and a
Muhammadiyah 1 bully/victim: A meta-
Bambanglipuro Bantul analysis study. Child abuse
Yogyakarta. Naskah & neglect, 37(12), 1091-
Publikasi. 1108.

Hong, J. S., Espelage, D. L., Malm, E. K., & Henrich, C. C.


Grogan-Kaylor, A., & Allen- (2019). Longitudinal
Meares, P. (2012). relationships between parent
Identifying potential factors, children’s bullying,
mediators and moderators of and victimization behaviors.
the association between child Child Psychiatry & Human
maltreatment and bullying Development, 50(5), 789-
perpetration and 802.
victimization in school. Marliyani, L., Mariyati, & Tamrin.
Educational Psychology (2020). Hubungan Kejadian
Review, 24(2), 167-186. Bullying dengan Mekanisme
Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Koping pada Remaja. Jurnal
Perkembangan, Suatu Ners Widya Husada, 7(1), 9–
Pendekatan Sepanjang 14.
Rentang Kehidupan Martínez, I., Murgui, S., Garcia, O.
(terjemahan). Jakarta: F., & García, F. (2019).
Erlangga. Parenting in the digital era:
Iyer-Eimerbrink, P. A., Scielzo, S. Protective and risk parenting
styles for traditional bullying
and cyberbullying can do.
victimization. Computers in Cambridge, MA: Blackwell.
human behavior, 90, 84-92.
Papadaki, E., & Giovazolias, T.
Mazzone, A., & Camodeca, M. (2015). The protective role
(2019). Bullying and moral of father acceptance in the
disengagement in early relationship between
adolescence: Do personality maternal rejection and
and family functioning bullying: A moderated-
matter?. Journal of Child mediation model. Journal of
and Family Studies, 28(8), Child and Family Studies,
2120-2130. 24(2), 330-340.
Moshman, D. (2005). Adolescent Pendidikan
psychological development:
Rationality, morality, and Keperawatan Indonesia,
identity. Psychology Press. 5(1), 25–33.
https://doi.org/10.17509/jpki.
Murphy, T. P., Laible, D., & v5i1.11180
Augustine, M. (2017). The
influences of parent and peer Rahmawati, M. N., Rohaedi, S., &
attachment on bullying. Sumartini, S. (2019).
Journal of child and family Tingkat Stres Dan Indikator
Stres Pada Remaja Yang
studies, 26(5), 1388- 1397.
Melakukan Pernikahan Dini.
Ningrum, R. E. C., Matulessy, A., & Jurnal
Rini, R. A. P. (2019). Rezapour, M., Khanjani, N., &
Hubungan antara Mirzai, M. (2019). Exploring
konformitas teman sebaya associations between school
dan regulasi emosi dengan environment and bullying in
kecenderungan perilaku Iran: Multilevel contextual
bullying pada remaja. effects modeling. Children
Insight: Jurnal Pemikiran and youth services review,
Dan Penelitian Psikologi, 99, 54-63.
15(1), 124.
doi:10.32528/ins.v15i1.1669 Rose, C. A., Swearer, S. M., &
. Espelage, D. L. (2012).
Bullying and students with
Nurwahidah. (2021). Hubungan disabilities: The untold
Antara Strategi Regulasi narrative. Focus on
Emosi Dengan Perilaku exceptional children, 45(2),
Bullying Pada Remaja Di 1-10.
DKI Jakarta. JCA Psikologi,
Volume 2. Santosa, M., & Sugiarti, R. (2022).
Studi Literatur: Perilaku
Olweus, D (2012). Bullying at school:
Bullying Terhadap Regulasi
What we know and what we
Emosi Pada Remaja Di
Sekolah. Jurnal Pendidikan
dan Konseling (JPDK), 4(5),
474-481.

Sejiwa. (2008). Bullying. Jakarta: PT


Grasindo.
Sugiyono. (2017). Metode
penelitian kuantitatif
kualitatif R&D. Alfabeta.
Sujarweni, V. W. (2014).
Metodologi penelitian
keperawatan. Yogyakarta:
Gava
Media.

Trisnani, R. P., & Wardani, S. Y.


(2016). Perilaku bullying di
sekolah. G-Couns: Jurnal
Bimbingan dan Konseling,
1(1).

Umasugi, S. C. (2013). Hubungan


antara regulasi emosi dan
religiusitas dengan
kecenderungan perilaku
bullying pada remaja.
Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan,
2(1).

Anda mungkin juga menyukai