Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Kognisia, Volume 2 Nomor 1, Februari 2019

HUBUNGAN PERSEPSI CO-PARENTING DENGAN INTERAKSI TEMAN


SEBAYA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2
MARTAPURA
THE RELATIONSHIP OF CO-PARENTING PERCEPTION WITH THE PEER INTERACTION
ON THE FIRST MIDDLE SCHOOL 2 MARTAPURA STUDENTS

Ripyatul Ansyah1, Jehan Safitri2, Rika Vira Zwagery3


Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Uiversitas Lambung Mangkurat, Jalan A. Yani Km.
36.00 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70712 Indonesia
E-Mail: Ripyatulansyah12@Gmail.Com

ABSTRAK
Co-parenting merupakah hal yang penting, karena gangguan dalam hubungan co-parenting memiliki dampak
yang merugikan pada perkembangan sosial dan kognitif anak pada tahun-tahun pertama kehidupan hingga masa remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi co-parenting dengan interaksi teman
sebaya pada siswa SMP Negeri 2 Martapura. Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara persepsi
co-parenting dengan interaksi teman sebaya. Semakin tinggi persepsi co-parenting maka semakin tinggi interaksi teman
sebaya. Populasi pada penelitian ini berjumlah 131 yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Martapura. Pengambila sampel
sebagai subjek dalam penelitian menggunakan purposive random sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel
penelitian dengan beberapa pertimbangan atau karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 65 orang
siswa, dengan karakteristik yaitu siswa yang diasuh secara langsung oleh ibu dan ayahnya. Penelitian ini akan
menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisa korelasi product-moment dari Karls Pearson.
Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan rendah dengan arah kedua variabel adalah positif. Berdasarkan nilai r dapat diperoleh
nilai r2 (0,369) = 0,136. Sumbangan efektif persepsi co-parenting dengan interaksi teman sebaya sebesar 13,6%
sedangkan 86,4% merupakan sumbangan dari faktor lainnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa siswa dengan persepsi co-parenting tinggi, maka interaksi dengan teman sebaya juga tinggi, artinya
siswa dapat memenuhi tugas perkembangan pada remaja untuk mencapai hubungan baru, lebih baik, dan yang lebih
matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

Kata Kunci: Persepsi co-parenting, interaksi teman sebaya.

ABSTRACT
Co-parenting is important, because disruption in co-parenting relationships has a detrimental
impact on children's social and cognitive development in the first years of life until adolescence.
This study aims to determine whether there is a relationship between perceptions of co-parenting
and peer interaction in students of SMP Negeri 2 Martapura. The hypothesis proposed is that there
is a positive relationship between perceptions of co-parenting and peer interaction. The higher the
perception of co-parenting, the higher the peer interaction. The population in this study amounted
to 131, namely eighth grade students of SMP Negeri 2 Martapura. Samples as subjects in the study
used purposive random sampling, which is a technique for determining research samples with
certain considerations or characteristics. The subjects in this study were 65 students, with
characteristics namely students who were directly cared for by their mother and father. This study
will use quantitative research methods with the analysis of product-moment correlation from Karls
Pearson. Data collection uses research instruments, quantitative or statistical data analysis. The
results of the study show that there is a low relationship with the direction of the two variables is
positive. Based on the value of r can be obtained the value of r2 (0.369) = 0.136. The effective

15
16 Jurnal Kognisia, Volume 2 Nomor 1, Februari 2019

contribution of co-parenting perceptions with peer interactions was 13.6% while 86.4% was
contributed by other factors. Based on the results of these studies, it can be concluded that students
with high co-parenting perceptions, then interaction with peers is also high, meaning that students
can fulfill developmental tasks in adolescents to achieve new, better, and more mature relationships
with peers both men and woman.

Keywords: Perception of co-parenting, peer interaction.


Ansyah, Safitri & Zwagery, Hubungan Persepsi Co-Parenting dengan Interaksi
Teman Sebaya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura 17

Sejatinya Manusia adalah makhluk interaksi orang tua, misalnya seperti keadaan
sosial yang tidak bisa hidup sendirian. suasana di rumah ataupun dikeluarga yang kurang
Seringkali mereka berinteraksi dan menyenangkan dan tekanan yang diberikan di
berkomunikasi dengan individu lain atau rumah akan mendorong individu khususnya anak-
sekelompok individu. Manusia berusaha anak untuk berinteraksi lebih banyak dengan teman
menjalin hubungan yang baik dengan orang sebaya (Monks, 2006).
lain, baik itu dengan orang yang lebih tua atau Orang tua atau keluarga merupakan sekolah
dengan yang lebih muda darinya, bahkan pertama bagi anak, karena dengan orang tua
dengan teman seusianya atau teman sebaya. pertama kali anak memulai berinteraksi serta
Interaksi teman sebaya sering terjadi pada saat mendapat pengalaman- pengalaman baru di
anak berada di sekolah. Anak sering hidupnya. Pendidikan anak dalam keluarga
menghabiskan banyak waktunya disekolah, merupakan awal dan pusat bagi seluruh
namun tidak semua anak dapat berinteraksi pertumbuhan dan perkembangan anak untuk
dengan baik. Seiring dengan perkembangan menjadi dewasa, dengan demikian menjadi hak
jaman yang semakin pesat, tidak heran jika dan kewajiban orang tua sebagai penanggung
kita banyak menemui orang-orang yang jawab yang utama dalam mendidik dan mengasuh
berusaha menjalin hubungan atau mencoba anaknya. Pola asuh adalah istilah yang umum
berinteraksi melalui media sosial. Akibatnya digunakan, yang berarti upaya untuk menjadi
menjauhkan orang-orang yang sudah dekat orangtua, atau upaya membesarkan anak (Afrisia,
serta interaksi secara tatap muka cenderung Yusmansyah, & Widiastuti, 2015).
menurun. Upaya menjadi orang tua terdapat tugas
Sartika, Said, & Ibrahim (2013) harian untuk merawat dan mendidik anak,
mengatakan bahwa terdapat permasalahan termasuk di dalamnya adalah kegiatan- kegiatan
interaksi teman sebaya pada siswa di sekolah, para ibu dalam berinteraksi dengan anak, memberi
misalnya seperti siswa yang tidak dapat petunjuk aturan, memberi hadiah, atau hukuman
bekerja sama dalam kegiatan sekolah dengan (Setiawan, 2017). Tugas kedua orang tua adalah
teman sebayanya dengan baik, sebagian siswa melengkapi anak dengan memberikan pengawasan
tidak diterima di kelas dalam kelompok yang dapat membantu anak agar dapat menghadapi
belajarnya, pemalu dalam mengutarakan kehidupan dengan baik, sehingga penting adanya
pendapatnya dan malu tampil ke depan umum kerjasama atau keterlibatan antara kedua orang tua
atau kelas karena takut salah dan dalam mengasuh anak. Orang tua harus bisa
dicemoohkan oleh teman-temannya, siswa mengkoordinasikan agar dapat membangun
tidak mau membantu teman yang mengalami kerjasama demi mencapai tujuan bersama yaitu
kesulitan dalam pemahaman materi belajar, pengasuhan yang terbaik bagi anak. keterlibatan
masih ada sebagian siswa yang suka kedua orang tua dalam pendidikan, tanggung
menyendiri dengan tidak mau bergabung jawab, dan keputusan tentang kehidupan anak
bermain dengan teman sebayanya dan mereka disebut juga sebagai co-parenting
membentuk kelompok-kelompok kecil dalam (Feinberg dalam Pinto, Figueiredo, & Feinberg,
pergaulannya di kelas. 2018).
Usia remaja biasanya berada pada taraf Co-parenting ialah kerja sama antara kedua
jenjang pendidikan menengah pertama. Siswa belah pihak orang tua (Priyatna, 2010). Co-
sekolah menengah pertama biasanya berusia parenting tidak hanya berfokus pada hubungan
sekitar 12-15 tahun yang mana usia tersebut pernikahan, tetapi pada bagaimana dua atau lebih
masuk dalam tahap perkembangan masa figure penting berelasi satu sama lain seperti
remaja. Salah satu tugas perkembangan remaja mereka bekerja sama dalam membesarkan anak.
menurut Hurlock (2003) ialah mencapai Feinberg (Lamela, & Figueiredo, 2016) juga
hubungan baru dan yang lebih baik dan yang menyatakan bahwa co-parenting mengacu pada
lebih matang dengan teman sebaya baik pria cara orang tua dan orang dewasa lainnya yang
maupun wanita. Salah satu faktor yang dapat mengambil tanggung jawab sebagai orang tua
mempengaruhi interaksi teman sebaya adalah dapat saling berinteraksi saat melakukan fungsi
18 Jurnal Kognisia, Volume 2 Nomor 1, Februari 2019

pengasuhan.
Berdasarkan pembahasan yang yaitu: Kerja sama, Perjanjian dalam perawatan dan
dipaparkan sebelumnya, peneliti tertarik pendidikan anak-anak, Konflik, dan Triangulasi.
untuk mengetahui bagaimana hubungan Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka
persepsi co-parenting dengan interaksi teman semakin tinggi persepsi co-parenting pada subjek,
sebaya pada siswa SMPN 2 Martapura. begitu juga sebaliknya.
Minuchin (Favez, widmer, doan, & tissot, Interaksi teman sebaya akan diukur
2015) menyatakan bahwa peranan co- menggunakan skala yang terdiri dari aspek- aspek
parenting juga tidak kalah pentingnya, karena interaksi teman sebaya yang dikemukakan oleh
gangguan dalam hubungan co-parenting atau Hervey (2012) yaitu, komunikasi antar teman
adanya koordinasi yang buruk memiliki sebaya, penyesuaian diri terhadap teman atau
dampak yang merugikan pada perkembangan adaptasi, dan tuntutan konformitas. Semakin tinggi
sosial dan kognitif anak pada tahun-tahun skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi
pertama kehidupannya. Secara khusus, anak interaksi teman sebaya pada subjek, begitu juga
lebih cenderung beraktivitas di lingkungan sebaliknya.
luar yang mungkin memunculkan gejala Penelitian ini menggunakan teknik corrected
misalnya seperti, tingkat adaptasi yang lebih item-total correlation untuk melihat kesesuaian
rendah di sekolah, kurang kompetensi dalam aitem dalam skala persepsi co- parenting dengan
hubungan teman sebaya, atau perkembangan interaksi teman sebaya. Corrected item-total
teori pikiran yang lebih lambat. sehingga correlation digunakan untuk seleksi aitem agar
peneliti perlu melakukan penelitian untuk dapat melihat sejauh mana aitem tersebut
mendapatkan bukti secara empiris. memenuhi persyaratan kualitas.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah Kriteria pemilihan aitem didasarkan pada
131 yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 2 pendapat Azwar (2015) yang menjelaskan bahwa
Martapura. Pengambila sampel sebagai subjek biasanya digunakan koefisien korelasi aitem total
dalam penelitian menggunakan purposive sama dengan atau lebih besar daripada 0,30.
random sampling, yaitu teknik untuk Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi
menentukan sampel penelitian dengan minimal 0,30 daya pembedanya dianggap
beberapa pertimbangan atau karakteristik memuaskan. Sedangkan, aitem yang memiliki
tertentu. Adapun Subjek dalam penelitian ini koefisien korelasi aitem total kurang dari 0,30
berjumlah 65 orang siswa, dengan diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki
karakteristik yaitu siswa yang diasuh secara daya beda rendah.
langsung oleh ibu dan ayahnya. Tempat Validitas skala persepsi co-parenting dengan
penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 interaksi teman sebaya dalam penelitian ini
Martapura. Pada tahap pelaksanaan try out menggunakan pengujian validitas isi yaitu validitas
skala, yang akan menjadi sampel adalah tampang. Validitas tampang adalah validitas yang
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 didasarkan pada penilaian terhadap format
Martapura sebanyak 53 orang siswa penampilan alat ukur dan kesesuaian konteks aitem
berdasarkan teknik pengambilan sampel. dengan tujuan alat ukur (Azwar, 2015).
Instrumen penelitian yang digunakan Pengujian reliabilitas alat ukur (skala
dalam penelitian ini menggunakan skala likert persepsi co-parenting dengan interaksi teman
yang meliputi skala persepsi co-parenting dan sebaya) dengan menggunakan teknik koefisien
skala interaksi teman sebaya yang telah reliabilitas Alpha Cronbach dengan koefisien
dirancang menjadi empat alternatif pilihan reliabilitas berada pada rentang angka dari 0
jawaban. Persepsi co-parenting akan diukur sampai dengan 1,00. Bila koefisien reliabilitas
menggunakan skala yang terdiri dari aspek- semakin tinggi mendekati 1,00 berarti pengukuran
aspek persepsi dari Walgito (2015) yaitu semakin reliabel (Azwar, 2015).
Kognisi, Afeksi, dan Konasi digabung dengan Analisis data yang digunakan dalam
aspek co-parenting yang dikemukakan oleh penelitian ini adalah analisis korelasi product
Lamela & Figueiredo (2016) moment dari Karl Pearson untuk pengujian
Ansyah, Safitri & Zwagery, Hubungan Persepsi Co-Parenting dengan Interaksi
Teman Sebaya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura 19

hipotesis dalam penelitian ini. Data penelitian Interak 24 96 60 12 48 90 72,57 7,7


si 98
yang diperoleh dilakukan skoring. Skor-skor Teman
yang diperoleh dilakukan analisis deskriptif Sebaya
dengan membandingkan skor hipotetik
dengan skor empirik variabel penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh,
Statistik hipotetik didapat dengan rumus diketahui variabel persepsi co-parenting
(Azwar, 2012): memiliki mean hipotetik sebesar 117,5 dengan
standar deviasi sebesar 23,5 sedangkan mean
Xmin = jumlah aitem × 1,
Xmax = jumlah aitem × 4, empirik sebesar 146,75 dengan standar deviasi
Mean (µ) = ½ (Xmax + sebesar 15,133 Hasil ini menunjukkan bahwa
Xmin), Standar Deviasi (�) = 1/6 mean hipotetik lebih rendah dibandingkan mean
(Xmax - Xmin). empirik (117,5 < 146,75). Hal ini berarti bahwa
Skala persepsi co-parenting terdiri dari 47 secara umum skor persepsi co-parenting secara
aitem yang setiap aitemnya diberi skor teoritis lebih rendah dibandingkan skor persepsi
minimum 1 dan maksimum 4, sehingga pada co- parenting secara empirik pada subjek
skor hipotetik diperoleh Xmin = 47 × 1 = 47; penelitian.
Xmax = 47 × 4 = 188; µ = ½ (188 + 47) = 117,5; Berdasarkan hasil analisis mengenai
dan 𝜎 = 1/6 (188 - 47) = 23,5 . perbandingan nilai mean dan standar deviasi
Skala interaksi teman sebaya terdiri dari pada skala persepsi co-parenting. Perbandingan
24 aitem yang setiap aitemnya diberi skor nilai mean hipotetik dan mean empirik persepsi
minimum 1 dan maksimum 4, sehingga co-parenting menunjukkan bahwa nilai mean
pada skor hipotetik diperoleh Xmin = 24 × 1 hipotetik lebih kecil daripada mean empirik
= 24; Xmax = 24 × 4 = 96; µ = ½ (96 + 24) = (117,5 < 146,75). Secara statistik, subjek
60 ; dan � = 1/6 (96 - 24) = 12. Adapun skor penelitian telah melakukan persepsi co-
hipotetik diperoleh melalui rumus parenting karena angka rata-rata (mean empirik)
perhitungan pada tabel 8 sebagai berikut: persepsi co- parenting yang diperoleh dari
subjek penelitian (mean empirik) berada lebih
Tabel 8. Rumus Perhitungan Skor Hipotetik tinggi daripada nilai mean hipotetik yang
Variabel Penelitian berasal dari nilai skala yang telah ditentukan
Variabel Jumlah Skor Hipotetik
Aitem Xmin Xmax Mean SD
oleh peneliti.
Persepsi 47 Xmin Xmax µ=½ �= Perbandingan nilai standar deviasi
co- = 47 = 47 × (188 + 1/6 hipotetik dan standar deviasi empirik persepsi
parenting ×1= 4= 47) = (188- co-parenting, menunjukkan bahwa standar
47 188 117,5 47) =
23,5 deviasi hipotetik lebih besar daripada standar
Interaksi 24 Xmin Xmax µ=½ �= deviasi empirik (23,4 > 15,133) yang artinya
Teman = 24 = 24 × (96 + 1/6 (96 bahwa skor persepsi co-parenting para subjek
Sebaya ×1= 4 = 96 24) = - 24) =
24 60 12 penelitian memiliki variasi yang rendah, atau
Adapun data deskriptif penelitian dapat dikatakan skor para subjek tidak jauh
meliputi perbandingan skor hipotetik berbeda, cenderung mirip atau cenderung
dan skor empirik kedua variabel dapat seragam.
dilihat pada tabel 9 sebagai berikut: Pada variabel interaksi teman sebaya
memiliki mean hipotetik sebesar 60 dengan
Tabel 9. Perbandingan Skor Hipotetik dan Skor standar deviasi sebesar 12 sedangkan mean
Empirik Variabel Penelitian empirik sebesar 72,57 dengan standar deviasi
Varia Skor Hipotetik Skor Empirik sebesar7,798. Hasil ini menunjukkan bahwa
bel Xm Xm Mea S X X Mean SD
in ax n D min max
mean hipotetik lebih rendah dibandingkan mean
Persep 47 18 117, 23 11 188 146,75 15, empirik (60 < 72,57). Hal ini berarti bahwa
si Co- 8 5 ,5 3 13 secara umum skor interaksi teman sebaya secara
parenti 3
ng empirik pada subjek penelitian lebih tinggi
dibandingkan skor interaksi teman sebaya secara
20 Jurnal Kognisia, Volume 2 Nomor 1, Februari 2019

hipotetik yang berasal dari nilai skala yang Mean hipotetik adalah 117,5 dan standar
telah ditentukan oleh peneliti. deviasi adalah 23,5. Berdasarkan data tersebut,
Berdasarkan hasil analisis mengenai maka dapat ditentukan kategori untuk data
perbandingan nilai mean dan standar variabel persepsi co-parenting pada tabel 11
deviasi pada interaksi teman sebaya. sebagai berikut:
Perbandingan nilai mean hipotetik dan
mean empirik interaksi teman sebaya Tabel 11. Rumusan Norma Kategorisasi Variabel
menunjukkan bahwa nilai mean hipotetik Persepsi Co-parenting
Variabel Kategori
lebih kecil daripada mean empirik (60 <
Persepsi co- Rendah Sedang Tinggi
72,57). Secara statistik, subjek penelitian
parenting X < (µ-1,0 (µ-1,0 �) ≤ X < (µ+1,0 �) ≤
mengalami interaksi teman sebaya karena �) (µ+1,0 �) X
angka rata-rata (mean empirik) interaksi X < (117,5 (117,5– 23,5) ≤ (117,4+
teman sebaya yang diperoleh dari subjek – 23,5) X < (117,5 + 23,5) ≤ X
23,5)
penelitian lebih tinggi daripada nilai mean X < 94 94≤ X < 141 141≤ X
hipotetik yang berasal dari nilai skala yang
telah ditentukan oleh peneliti.
Perbandingan nilai standar deviasi Tabel 12. Kategorisasi Data Variabel Persepsi Co-
parenting
hipotetik dan standar deviasi empirik Variabel Rentan Kategor Frekuens Persentas
interaksi teman sebaya, menunjukkan g Nilai i i e
bahwa standar deviasi hipotetik lebih besar Persepsi X < 128 Rendah 0 0%
co-
daripada standar deviasi empirik (12 > parentin 128 ≤ X Sedang 24 36,9 %
7,798) yang artinya bahwa skor interaksi g < 192
192 ≤ X Tinggi 41 63,1 %
teman sebaya para subjek penelitian
memiliki variasi yang rendah, atau dapat
dikatakan skor para subjek tidak jauh Berdasarkan hasil kategori pada tabel 12
berbeda, cenderung mirip atau cenderung tersebut, dapat diketahui tidak ada peserta didik
seragam. (0%) yang memiliki persepsi co- parenting
Selanjutnya dilakukan pengkatagori- rendah, 24 peserta didik (36,9%) memiliki
sasian data dengan 3 kategori yaitu rendah, persepsi co-parenting yang sedang dan 41 peserta
sedang, dan tinggi hal ini bertujuan untuk didik (63,1%) memiliki persepsi co-parenting
menempatkan individu ke dalam kelompok- yang tinggi.
kelompok yang terpisah secara berjenjang Setelah dilakukan perhitungan sesuai
menurut kontinum berdasarkan atribut ukur dengan rumus tabel 10 diperoleh kategorisasi
(Azwar, 2015). Adapun rumus pembuatan pada variabel interaksi teman sebaya berdasarkan
norma kategorisasi sesuai tabel 10 sebagai skor total setiap subjek penelitian. Skala interaksi
berikut: teman sebaya terdiri dari 24 aitem diberi skor
Tabel 10. Rumusan Norma Kategorisasi minimum 1 dan maksimum 4. Rentang minimum
No Kategorisasi Rumus Norma dan maksimum skala interaksi teman sebaya
1 Rendah X < (µ-1,0 �)
2 Sedang (µ-1,0 �) ≤ X < (µ+1,0
adalah 24 × 1 sampai dengan 24 × 4 yaitu 24 –
�) 96. Mean hipotetik adalah 60 dan standar deviasi
3 Tinggi (µ+1,0 �) ≤ X adalah 12. Berdasarkan data tersebut, maka dapat
Perhitungan sesuai dengan rumus ditentukan kategori untuk data variabel interaksi
pada tabel 10 diperoleh kategorisasi pada teman sebaya pada tabel 13 sebagai berikut:
variabel persepsi co-parenting Tabel 13. Rumusan Norma Kategorisasi Variabel
berdasarkan skor total setiap subjek Interaksi Teman Sebaya
Var Kategor
penelitian. persepsi co-parenting terdiri iabel i
dari 47 aitem diberi skor minimum 1 dan I Re Sedang Ti
nteraksi ndah nggi
maksimum 4. Rentang minimum dan Teman X (µ-1,0 (µ
maksimum skala co-parenting adalah 47 × Sebaya < (µ-1,0 �) ≤ X < +1,0 �)
1 sampai dengan 47 × 4 yaitu 47 – 188. �) (µ+1,0 ≤
�) X
Ansyah, Safitri & Zwagery, Hubungan Persepsi Co-Parenting dengan Interaksi
Teman Sebaya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura 21

X (60 – (6 variabel lebih besar dari 0,05 dapat disimpulkan


< (60 – 12) ≤ X < 0 + 12)
12) (60 + ≤ bahwa populasi data persepsi co- parenting dan
12) X interaksi teman sebaya berdistribusi normal.
X 48 ≤ X 72 Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui
< 48 < 72 ≤X
bahwa dua variabel mempunyai hubungan yang
Tabel 14. Kategorisasi Data Variabel linear atau tidak secara signifikan. Uji linearitas
Interaksi Teman Sebaya dengan teknik Test for Linearity. Kedua variabel
Va R Ka Fr Per penelitian dinyatakan memiliki hubungan yang
riabel entang tegori ekuensi sentase
Nilai
linear apabila taraf signifikansi (linearity) yang
I X R 1 1,5 diperoleh kurang dari 0,05 (5%) (Priyatno, 2010).
nteraksi < 48 endah % Berikut hasil uji linearitas pada kedua variabel
Teman 48 S 33 50,
Sebaya ≤X< edang 8% dapat dilihat pada tabel 16 sebagai berikut:
72 Tabel 16. Hasil Uji Linearitas
7 T 31 47,
Variabel F Taraf
2≤X inggi 7%
Signifikansi
Berdasarkan hasil kategorisasi pada Persepsi Co-parenting 8,548 0,007
tabel 14 tersebut, dapat diketahui 1 peserta Interaksi Teman Sebaya
didik (1,5%) memiliki tingkat interaksi Berdasarkan hasil uji linearitas diperoleh
teman sebaya yang rendah, 33 peserta didik bahwa antara variabel persepsi co-parenting dengan
(50,8%) memiliki tingkat interaksi teman interaksi teman sebaya menunjukkan adanya
sebaya yang sedang dan 31 peserta didik hubungan linear dengan F = 8,548 dan p = 0,007
(47,7%) memiliki tingkat interaksi teman (p < 0,05). Analisis tersebut menunjukkan bahwa
sebaya yang tinggi. terdapat hubungan yang linear antara variabel
Data penelitian yang diperoleh terdiri persepsi co-parenting dengan interaksi teman sebaya.
atas skor jawaban tiap-tiap aitem pernyataan, Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
kemudian hasil tersebut diolah dengan menggunakan analisis korelasi product moment
menggunakan analisis statistik melalui dari Karl Pearson. Adapun hipotesis yang
bantuan program statistik komputer. Sebelum digunakan dalam penelitian ini menyatakan ada
melakukan analisis data penelitian, terlebih hubungan antara persepsi co- parenting dengan
dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu interaksi teman sebaya pada siswa SMP Negeri 2
berupa uji asumsi yang meliputi uji Martapura. Pengujian hipotesis ini bertujuan
normalitas dan uji linearitas untuk syarat untuk mengetahui bahwa variabel independen
analisis korelasi. berhubungan secara signifikan terhadap variabel
dependen.
Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov Hasil uji korelasi pada kedua
Test. Adapun hasil uji normalitas dapat variabel penelitian pada tabel 17 sebagai berikut:
dilihat pada tabel 15 berikut:
Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Tabel 17. Hasil Uji Korelasi Variabel Persepsi Co-
Variabel Kolmogorov-Smirnova parenting dengan Interaksi Teman Sebaya
Statistic Df Taraf Variabel R Taraf r2
Signifikansi Signifikansi
Persepsi Co- 0,080 65 0,200 Persepsi Co- 0,369 0,002 0,136
parenting parenting
Interaksi Teman 0,085 65 0,200 Interaksi Teman
Sebaya Sebaya

Pada tabel 15 nilai signifikansi untuk Hasil analisis data menunjukkan bahwa
skor persepsi co-parenting adalah 0,200 dan hubungan persepsi co-parenting dengan interaksi
nilai signifikansi untuk skor interaksi teman teman sebaya memiliki korelasi r = 0,369 dari
sebaya adalah 0,200. Berdasarkan nilai taraf signifikansi 0,002 (p < 0,05). Nilai ini
signifikansi ini, maka signifikansi seluruh menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
22 Jurnal Kognisia, Volume 2 Nomor 1, Februari 2019

signifikan antara kedua variabel. Sesuai adaptasi yang baik di sekolah. Balsa, A.,
dengan dari itu, hipotesis yang menyatakan Gandelman, N., & Roldan, F. (2018) juga
bahwa adanya hubungan antara persepsi co- mengatakan bahwa selama masa kanak- kanak,
parenting dengan interaksi teman sebaya keluarga memiliki peran kunci dalam
pada siswa SMP Negeri 2 Martapura dapat pembentukan kemampuan, memberikan
diterima. perawatan, stimulasi, nutrisi, dan ingkungan yang
Berdasarkan pedoman interpretasi tepat serta ditemukan peranan yang signifikan
hubungan korelasi menurut Sugiyono antara intraksi dengan teman sebaya dengan
(Priyatno, 2010) ialah sebagai berikut: keluarga pada masa remaja. Namun, sejumlah
a. 0,00 – 0,199 = sangat rendah, besar penelitian menyarankan bahwa di awal dan
b. 0,20 – 0,399 = rendah, bahkan di akhir masa remaja interaksi orang tua
c. 0,40 – 0,599 = sedang, tetap penting dalam penentuan perilaku dan sikap
d. 0,60 – 0,799 = kuat dan remaja. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
e. 0,80 – 1,00 = sangat kuat. Wahyuni dan Ninawati (2017) dalam
Jadi sesuai dengan pedoman interpretasi penelitiannya memaparkan bahwa terdapat
tersebut, dapat diketahui bahwa nilai r = hubungan yang signifikan antara pola asuh orang
0,369 yang diperoleh menunjukkan tua di rumah dengan interaksi sosial teman
signifikansi hubungan korelasi antara sebaya. Hal ini menujukkan semakin positif pola
persepsi co-parenting dengan interaksi asuh orang tua di rumah maka semakin tinggi pula
teman sebaya pada siswa SMP Negeri 2 interaksi teman sebayanya, sebaliknya jika peserta
Martapura termasuk dalam kategori rendah. didik mendapatkan pola asuh yang negatif maka
Nilai positif pada r (0,369) menunjukkan semakin rendah interaksi teman sebaya.
bahwa arah hubungan kedua variabel adalah Co-parenting merupakan kerjasama kedua
positif, sehingga dapat diartikan bahwa orang tua dalam mengasuh anak adalah faktor
semakin tinggi persepsi co-parenting maka yang dibutuhkan seorang anak untuk membentuk
semakin tinggi interaksi teman sebaya pada karakter atau kepribadian, sedangkan interaksi
siswa SMP Negeri 2 Martapura. Namun, teman sebaya merupakan suatu bentuk interaksi
sebaliknya semakin rendah persepsi co- untuk mengendalikan emosinya. Oleh karena itu,
parenting maka semakin rendah interaksi dari penelitian tersebut menguatkan temuan
teman sebaya pada siswa SMP Negeri 2 peneliti, bahwa antara persepsi co-parenting dan
Martapura. interaksi teman sebaya memiliki hubungan yang
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada positif, yaitu persepsi co-parenting yang tinggi
hubungan rendah dengan arah kedua variabel menghasilkan interaksi teman sebaya yang tinggi
adalah positif. Berdasarkan nilai r tersebut juga.
dapat diperoleh nilai r2 (0,369) = 0,136. Berdasarkan kategorisasi diketahui bahwa
Sesuai dengan hasil demikian, dapat dilihat persepsi co-parenting pada siswa SMP Negeri 2
bahwa sumbangan efektif persepsi co- Martapura menunjukan tidak ada peserta didik
parenting dengan interaksi teman sebaya (0%) yang memiliki persepsi co- parenting
sebesar 13,6% sedangkan 86,4% merupakan rendah, 24 peserta didik dengan persentase
sumbangan dari faktor lainnya. Oleh karena (36,9%) yang memiliki persepsi co-parenting
itu, persepsi co- parenting bukan merupakan sedang dan 41 peserta didik dengan persentase
satu-satunya faktor yang memiliki hubungan (63,1%) yang memiliki persepsi co-parenting
dengan interaksi teman sebaya pada siswa tinggi.
SMP Negeri 2 Martapura. Hasil ini menunjukan bahwa persepsi co-
Hasil penelitian ini dipekuat oleh parenting pada siswa SMP Negeri 2 Martapura
penelitian Favez, dkk. (2015) yang secara umum memiliki persepsi co-parenting
mengatakan bahwa koordinasi co-parenting dalam kategori tinggi. Kategori tinggi dengan
yang baik akan memiliki dampak yang baik nilai persentase 63,1% menunjukkan 41 dari 65
pula untuk perkembangan anak khususnya siswa memiliki persepsi co-parenting yang
perkembangan sosial misalnya seperti tingkat tinggi. Persepsi co-parenting terhadap orang tua
Ansyah, Safitri & Zwagery, Hubungan Persepsi Co-Parenting dengan Interaksi
Teman Sebaya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura 23

artinya bagaimana cara pandang seorang materi belajar, masih ada sebagian siswa yang
anak memberi makna mengenai kerjasama suka menyendiri dengan tidak mau bergabung
kedua orang tuanya dalam mengasuh dan bermain dengan teman sebayanya dan membentuk
membesrkan anak, misalnya seperti kelompok-kelompok kecil dalam pergaulannya di
keterlibatan kedua orang tua dalam kelas.
pendidikan, tanggung jawab, dan keputusan Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa SMP
tentang kehidupan anak mereka (Feinberg Negeri 2 Martapura secara umum memiliki
dalam Pinto, Figueiredo, & Feinberg 2018). interaksi teman sebaya dalam kategori sedang.
Wahyuni & Ninawati (2017) Kategori sedang dengan nilai persentase sebesar
menyebutkan bahwa pada masa remaja, 50,8% menunjukkan 33 dari 65 siswa yang
kehadiran orang tua sangat dibutuhkan agar memiliki interaksi teman sebaya sedang. Interaksi
terhindar dari yang tidak baik. Interaksi teman sebaya adalah sebuah interaksi yang berupa
sosial paling awal yang dialami remaja dukungan informasi dan material dapat diberikan
adalah interaksi dalam keluarga, disinilah dalam interaksi yang berlangsung yang berupa
konsep awal mengenai diri muncul ketika pertukaran informasi kepada teman sebaya
anak berinteteraksi dengan orang tua dan dukungan teman sebaya terhadap lingkungan sosial
anggota keluarga yang lain dan bagaimana dan dapat membantu secara psikologis (Hervey,
anak memberikan persepsi sikap orang tua 2012).
terhadapnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
Berdasarkan kategorisasi diketahui investigasi Desmita, (2015) bahwa anak
bahwa interaksi teman sebaya pada siswa berhubungan dengan teman sebaya 10% dari
SMP Negeri 2 Martapura terdapat 1 peserta waktunya setiap hari pada usia 2 tahun, 20% pada
didik dengan persentase (1,5%) memiliki usia 4 tahun dan lebih dari 40% pada usia antara 7-
tingkat interaksi teman sebaya yang rendah, 11 tahun ke atas. Artinya perkembangan sosial
33 peserta didik dengan persentase (50,8%) pada anak terus berlanjut hingga pada tahap
memiliki tingkat interaksi teman sebaya yang perkembangan anak yang selanjutnya yaitu masa
sedang dan 31 peserta didik dengan remaja. Usia remaja biasanya berada pada taraf
persentase (47,7%) memiliki tingkat interaksi jenjang pendidikan menengah pertama yaitu sekitar
teman sebaya yang tinggi. Dari hasil 12-15 tahun yang mana usia tersebut masuk dalam
kategorisasi data interaksi teman sebaya tahap perkembangan masa remaja.
terdapat 1,5% atau 1 orang siswa yang Salah satu tugas perkembangan remaja
memiliki interaksi teman sebaya yang menurut Hurlock (2003) ialah mencapai hubungan
rendah. Hal ini disebabkan karena adanya baru dan yang lebih baik dan yang lebih matang
siswa yang suka menyendiri, malu jika harus dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
bergabung dengan teman-teman yang lain, Kemampuan berinteraksi merupakan hal yang
serta adanya kelompok-kelompok kecil harus dimiliki oleh individu khususnya remaja.
dalam pergaulan di sekolah. Pada tahapan remaja, peran teman sebaya sangat
Hasil ini sesuai dengan Sartika, Said, & penting. Melalui interaksi dengan teman sebaya
Ibrahim (2013) mengatakan bahwa terdapat remaja dapat belajar bagaimana memecahkan
permasalahan interaksi teman sebaya pada pertentangan tanpa agresi dan mengajarkan anak
siswa di sekolah, misalnya seperti siswa yang menjadi lebih independen (Desmita, 2015). Hal ini
tidak dapat bekerja sama dalam kegiatan menunjukan bahwa siswa SMP Negeri 2
sekolah dengan teman sebayanya dengan Martapura mampu untuk saling memberikan
baik, sebagian siswa tidak diterima di kelas dukungan informasi dan material, dapat beinteraksi
dalam kelompok belajarnya, pemalu dalam secara langsung berupa saling bertukar informasi
mengutarakan pendapatnya dan malu tampil kepada teman sebaya, saling mendukung teman
ke depan umum atau kelas karena takut salah sebaya terhadap lingkungan sosial dan dapat
dan dicemoohkan oleh teman-temannya, membantu secara psikologis.
siswa tidak mau membantu teman yang Berdasarkan koefisien determinasi (r2) yang
mengalami kesulitan dalam pemahaman diperoleh sebesar 0,136 menunjukkan besaran
24 Jurnal Kognisia, Volume 2 Nomor 1, Februari 2019

sumbangan efektif yang diberikan oleh Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik
variabel persepsi co-parenting terhadap kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif
interaksi teman sebaya adalah sebesar 13,6% antara persepsi co-parenting dengan interaksi
yang termasuk dalam kategori korelasi teman sebaya pada siswa SMP Negeri 2
rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa Martapura, artinya hipotesis dalam penelitian ini
persepsi co-parenting merupakan salah satu diterima. Koefisien bernilai positif menunjukkan
faktor yang berhubungan dengan interaksi bahwa arah hubungan kedua variabel adalah
teman sebaya pada siswa SMP Negeri 2 positif, sehingga dapat diartikan bahwa semakin
Martapura, Sedangkan 86,4% sumbangan tinggi persepsi co- parenting maka semakin tinggi
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian interaksi teman sebaya pada siswa SMP Negeri 2
ini. Martapura.
Faktor-faktor lain yang tidak diteliti Persepsi co-parenting pada siswa SMP Negeri
dalam penelitian ini yang mungkin memiliki 2 Martapura terhadap orang tua berada pada taraf
hubungan dengan interaksi teman sebaya persentase (63,1%) artinya termasuk dalam
sepeti penelitian yang dilakukan oleh persepsi co-parenting tinggi, angka korelasi juga
Dewi, N. K (2011) menunjukkan bahwa menunjukkan hasil yang positif, sehingga persepsi
terdapat perbedaan interaksi teman sebaya co-parenting yang tinggi dapat menghasilkan
antara siswa yang berkepribadian ekstrovert interaksi teman sebaya yang tinggi (50,8%)
dan introvert. Berdasarkan hasil uji-t yang misalnya seperti saling memberikan dukungan
dilakukan diperoleh hasil nilai p (0,000) < a informasi, dapat beinteraksi secara langsung
(0,05) maka dapat dinyatakan terdapat berupa saling bertukar informasi kepada teman
perbedaan yang signifikan pada penerimaan sebaya, serta saling mendukung teman sebaya
teman sebaya antara siswa yang terhadap lingkungan sosial. Sesuai dengan hasil
berkeribadian ekstrovert dan siswa yang demikian, dapat dilihat bahwa sumbangan efektif
berkepribadian introvert. Berdasarkan teori persepsi co-parenting dengan interaksi teman
Monks (2006) mengatakan bahwa terlihat sebaya sebesar (13,6%) yang dapat dikategorikan
kecenderungan remaja laki-laki untuk dalam hubungan rendah, namun demikian (86,4%)
berinteraksi dengan teman sebaya lebih merupakan sumbangan faktor lain yang tidak
tinggi dibandingkan remaja perempuan. diteliti dalam penelitian ini misalnya seperti umur,
Kecenderungan remaja laki-laki berinteraksi keadaan sekeliling, kepribadian, jenis kelamin,
dengan teman sebaya lebih tinggi dari pada besarnya kelompok, keinginan ingin mempunyai
remaja perempuan dimana teman sebaya status, dan pendidikan. Oleh karena itu, persepsi
dianggap sebagai faktor yang kuat untuk co- parenting bukan satu-satunya faktor yang
memicu mereka untuk melakukan hal-hal memiliki hubungan dengan interaksi teman sebaya
yang bebas (Hurlock, 2003). pada siswa SMP Negeri 2 Martapura.
Faktor-faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini yang mungkin memiliki DAFTAR PUSTAKA
hubungan atau berkorelasi tinggi dengan
interaksi teman sebaya. Beberapa faktor yang Afrisia, L., Yusmansyah, & Widiastuti, R.
menimbulkan individu untuk melakukan (2015). Hubungan Antara Pengasuhan
interaksi teman sebaya seperti yang Orang Tua Dengan Kemampuan Interaksi
dipaparkan oleh Monks (2006) ialah umur, Sosial Pada Siswa SMA. Universitas
keadaan sekeliling, kepribadian, jenis Lampung. Jurnal Bimbingan Konseling. 4
kelamin, besarnya kelompok, keinginan ingin (2).
mempunyai status, pendidikan. Faktor-faktor Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi
yang tidak diteliti tersebut kemungkinan Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
memiliki hubungan dengan interaksi teman Balsa, A., Gandelman, N., & Roldan, F. (2018).
sebaya yang membuat penelitian ini pada Peer and parental influence in academic
akhirnya memiliki korelasi yang rendah serta performance and alcohol use. Labour
memiliki keterbatasan. Economics.55.
Ansyah, Safitri & Zwagery, Hubungan Persepsi Co-Parenting dengan Interaksi
Teman Sebaya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura 25

doi:10.1016/j.labeco.2018.08.010 Priyatno, D. (2010). Paham Analisis Statistik Data


Darmawan, T., Nurwati, R.N., & Gutama, Dengan Spss. Yogyakarta: Media Kom.
A.S. (2016). Pengaruh Interaksi Teman Sartika, Said, & Ibrahim. (2013). Masalah-
Sebaya Terhadap Kenakalan Remaja Di Masalah Interaksi Sosial Siswa Dengan
Sman 1 Cicaleng ka Kecamatan Teman Sebaya Di Sekolah. Jurnal Ilmiah
Cicalengka Kabupaten Bandung. Konseling. 2 (1).
Prosiding Ks. 3 (1). Setiawan, J. L. (2017). Optimizing Co- parenting
Desmita. (2015). Psikologi Perkembangan. to Develop Entrepreneurial Personality in
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Children. Anima Indonesian Psychological
Dewi, N. K. 2011. Perbedaan penerimaan Journal. 32 (2).
teman sebaya antara siswa yang http://dx.doi.org/10.24123/aipj.v32i2.58 5.
Berkepribadian ekstrovert dan introvert Wahyuni, N., & Ninawati, M. ( 2017). Hubungan
pada siswa smk negeri 1 madiun tahun pola asuh orang tua di rumah dengan
pelajaran 2010/2011. Jurnal Bimbingan interaksi teman sebaya pada siswa kelas IV
dan Konseling. 1 (1). DOI: di SD Negeri jati 03 pagi Jakarta timur.
http://doi.org/10.25273/counsellia.v1i1. Jurnal ilmiah pendidikan dasar. 4 (22).
163. Walgito, B. (2010) . Pengantar Psikologi Umum.
Favez, N., Widmer, E. D., Doan, M. T., & Yogyakarta: Andi.
Tissot, H. (2015) . Coparenting in
Stepfamilies: Maternal Promotion of
Family Cohesiveness with Partner and
with Father. Journal of child and family
studies. doi: 10.1007/s10826-015-0130-
x.
Harvey, J. (2012). Young Men In Prison
Surviving And Adapting To Life Inside.
New York.
Hurlock, E. B. (2003). Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Erlangga.
Lamela, D., & Figueiredo, B. (2016).
Coparenting after marital dissolution
and children’s mental health: a
systematic review. Jornal de Pediatr.
92 (4).
http://dx.doi.org/10.1016/j.jped.2015.09
.01.
Monk,F.J Knoers, A.M.P. Haditono. (2006).
Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Pinto, M.T., Figueiredo, B., & Feinberg, M.
E. (2018). The Coparenting
Relationship Scale—Father’s Prenatal
Version. Journal of Adult Development.
http://doi.org/10.1007/s10804-018-
9308-y.
Priyatna, A. (2010). Focus On Children.
Jakarta: PT. Elex Media Computindo

Anda mungkin juga menyukai