MAHASISWA KOST
Disusun Oleh :
Kelas Reguler A
2018
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA
MAHASISWA KOST
Latar Belakang
Akibat yang paling menonjol dari perilaku seks bebas adalah meningkatnya
angka Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD). Berdasarkan data yang
diperoleh BKKBN, di Indonesia terdapat sekitar 2,4 juta kasus aborsi setiap
tahunnya, di mana 700 ribu di antaranya dilakukan oleh remaja (Nurhasto et al.,
2016). Selain itu, besar kemungkinan remaja mendapat sanksi sosial seperti,
dikucilkan oleh teman, dihujat oleh masyarakat bahkan dianggap aib oleh
keluarga (Kartikasari, 2016). Akibat lain yang disebabkan dari perilaku seks bebas
adalah meningkatnya ancaman Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
HIV/AIDS.World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2008
terdapat 340 juta kasus baru IMS (gonore, infeksi chalmidya, siflis, dan
trikomonas) setiap tahunnya (Juwita, 2015).
Menurut Gunarsa (dalam Pratiwi, 2009) dorongan atau hasrat seks selalu
muncul jauh lebih awal daripada kesempatan untuk melakukannya secara bebas.
Inilah yang terjadi pada remaja dengan gejolak hasrat seksnya yang besar padahal
remaja belum menikah.
Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang
belum menikah cenderung meningkat.Hal ini terbukti dari penelitian Fuad dkk
(dalam Darmasih, 2009) yang menunjukkan usia remaja ketika pertama kali
mengadakan hubungan seksual aktif bervariasi antara usia 14-23 tahun dan usia
terbanyak adalah antara 17-18 tahun.
Menurut Sarwono (dalam Monika, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual pada remaja antara lain : 1) Faktor internal yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri remaja. Perubahan-perubahan hormonal yang
meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat
seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tungkah laku seksual tertentu.
2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar remaja.
Padahal Handayani (2009) menjelaskan bahwa perilaku seks pranikah dapat
mengakibatkan resiko seperti, (1) terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
(KTD); (2) putus sekolah (drop out), jika pelaku seks pranikah tersebut masih
sekolah; (3) pengguguran kandungan (aborsi); (4) terkena penyakit menular
seksual (PMS/ HIV/ AIDS); dan (5) tekanan psikosoial yang timbul karena
perasaan bersalah telah melanggar aturan agama dan takut diketahui oleh orangtua
dan masyarakat.
Menurut Daradjat (1991), mahasiswa yang tergolong remaja akhir dengan
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan yang mendekati sempurna,
diharapkan mampu mengendalikan dorongan seksual yang muncul agar vtidak
terjerumus ke dalam tindakan yang merugikan diri remaja sendiri. Namun pada
kenyataannya menunjukkan bahwa pada masa sekarang ini ternyata mahasiswa
belum mampu mengendalikan dorongan seksualnya dengan baik.
Upaya yang dapat dilakukan berupa perubahan cara berpikir (kognitif),
perubahan perilaku yang lebih positif atau perubahan lingkungan yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan spiritual sudah
diterapkan oleh lembaga pendidikan agama melalui mata ajar fikih seks untuk
memberikan edukasi mengenai seks pada para santri (Rayyan, 2016). Upaya
tersebut merupakan bentuk mekanisme koping adaptif individu dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Upaya tersebut merupakan bentuk mekanisme koping individu dalam
mencegah seks bebas. Menurut Videbeck (2008), mekanisme koping adalah
segala usaha yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan rasa kendali
terhadap situasi yang mengurangi rasa nyaman dan menghadapi situasi yang
menimbulkan stress.
DAFTAR PUSTAKA