Anda di halaman 1dari 11

P-ISSN : 2597-5064

https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2 E-ISSN : 2654-8062

ANALISIS FENOMENA TAWURAN ANTAR PELAJAR


DENGAN TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION

Fachmi Hamdani1, Adhi Setyawan2, Zaldy Kurniawan3, Temmy Toni4,


R. A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat5, Andis Anshori6, Andreanus7
1,2,3,4,5,6,7
Kepolisian Republik Indonesia
Sespim Lemdiklat Polri
Jl. Raya Maribaya No.53, Lembang, Bandung
E-mail : fachmihamdani1@gmail.com

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk dapat memberikan analisis mengenai fenomena tawuran yang terjadi
antar remaja yang sebabkan oleh faktor budaya yang dipelajari. Hal ini dapat disebut sebagai
gembelan. Gembelan adalah tawuran yang mayoritas di lakukan oleh pelajar, dan gembelan sudah
ada sejak lama. Gembelan terbentuk bisa jadi karena lingkungan pertemanan yang bersinergi dala
perilaku kearah negatif, dan tentunya diimingi-imingkan dengan sebuah keuntungan yang dapat
diterima. Dianalisis dengan teori differential association yang menegaskan bahwa perilaku
menyimpang dipelajari melalui interaksi dengan orang lain. Terlepas dari apapun yang ingin di capai
dari aksi tawuran itu, tidak ada pembenaran untuk fenomena bentuk kekerasan yang dilakukan oleh
anak diusia remaja. Sebab hal itu dapat dikategorikan sebagai kenalakan anak yang bisa
menghantarkan anak berhadapan dengan hukum pidana yang berlaku.
.
Kata kunci : Tawuran, Kenakalan Anak, Dipelajari

ABSTRACT

This paper aims to provide an analysis of the phenomenon of brawls that occur between teenagers due to
learned cultural factors. This can be referred to as gembelan. gembelan is a brawl that is mostly carried out by
students, and gembelan has been around for a long time. Gembelan is formed because of a friendship
environment that synergizes in negative behavior, and of course is lured with an acceptable advantage.
Analyzed with Differential Association theory which asserts that deviant behavior is learned through
interaction with others. Regardless of what the brawl is trying to achieve, there is no justification for the
phenomenon of violence committed by teenagers. Because it can be categorized as child abuse that can lead
children to face the applicable criminal law.
Keyword : Brawl, Child Delinquency, Studied.

1. PENDAHULUAN menampilkan berbagai gejolak emosi,


menarik diri dari interaksi keluarga,
Masa remaja sering dikenal dengan serta mengalami masalah baik di
istilah masa pemberontakan. Pada dalam rumah, lingkungan sekolah dan
masa-masa ini, seorang anak yang lingkungan pertamanannya. Pada
baru mengalami pubertas sering kali hakikatnya manusia pada umumnya

Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024 235


P-ISSN : 2597-5064
E-ISSN : 2654-8062 https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2

dilahirkan seorang diri, namun ia yang merupakan perilaku kekerasan


memiliki naluri untuk selalu hidup antar kelompok pelajar laki-laki yang
dengan orang lain. Atau dengan kata ditujukan pada kelompok pelajar dari
lain, manusia adalah makhluk sosial sekolah lain”. Jadi jika dilihat dari
yang membutuhkan manusia lain di kedua definisi di atas, dapat
hidupnya (Welianto, 2022). Naluri ini disimpulkan bahwa tawuran adalah
dinamakan gregariousness. suatu Tindakan perkelahian yang
Di dalam hubungan antara manusia dilakukan secara massal oleh
dengan manusia lain, yang terpenting kelompok satu dengan kelompok yang
adalah reaksi yang timbul sebagai lain. Penyebab dari tawuran ini sendiri
akibat hubungan tersebut. Keinginan bisa saja karna kesalah pahaman dan
manusia untuk menjadi satu dengan emosi sesaat para remaja yang masih
manusia lain yang berada di sibuk mencari jati dirinya. Peran
sekelilingnya dan menjadi satu dengan keluarga sangatlah penting untuk
alam sekitarnya menimbulkan kasus seperti ini.
kelompok-kelompok sosial atau sosial Tawuran merupakan salah satu
grup di dalam kehidupan manusia bentuk kenakalan remaja, yaitu
(Rustina, 2014). kecenderungan remaja untuk
Dalam perkembangannya menuju melakukan Tindakan yang melanggar
dewasa, anak melewati satu tahapan aturan yang dapat mengakibatkan
yang disebut dengan ‘remaja’. kerugian dan kerusakan baik terhadap
Kenakalan remaja saat ini, seperti dirinya sendiri maupun orang lain
yang banyak diberitakan di berbagai yang umumnya dilakukan remaja
media, sudah dikatakan melebihi batas dibawah usia 17 tahun (Sari, 2023).
yang sewajarnya. Banyak anak remaja Aspek kecenderungan kenakalan
dan anak dibawah umur sudah remaja terdiri dari:
mengenal rokok, narkoba, free sex, 1. Aspek perilaku yang melanggar
tawuran, pencurian dan terlibat banyak aturan atau status
tindak kriminal lain yang menyimpang 2. Perilaku yang membahayakan
norma-norma yang berlaku di diri sendiri dan orang lain
masyarakat dan berhadapan dengan 3. Perilaku yang mengakibatkan
hukum. korban materi
4. Perilaku yang mengakibatkan
Menurut Kamus Besar Bahasa
korban fisik
Indonesia (2008), “tawuran adalah
perkelahian massal atau perkelahian Salah satu fenomena yang
yang dilakukan beramai-ramai”. mengkhawatirkan di kalangan remaja
Berdasarkan definisi tersebut, maka Indonesia saat ini, mereka seakan-
tawuran pelajar dapat diartikan akan kelebihan waktu luang untuk
sebagai perkelahian yang dilakukan mengisi kehidupannya dengan hal –
secara massal atau beramai-ramai hal yang positif. Seolah olah fenomena
antara sekelompok pelajar dengan tawuran selepas waktu sekolah
sekelompok pelajar lainnya. berakhir dijadikan sarana berkegiatan
Menurut Mansoer (dikutip dalam yang memicu adrenalin mereka,
Solikhah, 1999) “perkelahian pelajar bahkan tak jarang menyebutnya
atau yang biasa disebut dengan kebutuhan atau bahkan hobi, seperti
tawuran adalah perkelahian massal seolah olah itu adalah ilmu yang harus

236 Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024


P-ISSN : 2597-5064
https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2 E-ISSN : 2654-8062

dipelajari dalam jangka waktu yang dan SMA yang sangat fenomenal,
panjang. kedua macam agresivitas tersebut di
Inilah salah satu permasalahan soal atas ada pada pelaku. Situational or
yang menimpa beberapa remaja kita sub-cultural character ditujukan pada
saat ini, yaitu tingkah laku yang situasi rasa permusuhan diantara
menyimpang dapat dicap sebagai sekolah yang terjadi secara turun
kenakalan remaja. Fenomena tawuran menurun mendominasi penyebab
ini menjadi slah satu prioritas utama tawuran antar pelajar. Sedangkan
yang harus cepat diselesaikan dan individual of psycogonic character
menjadi beban pemerintah serta menurut Prof. Ronny R. Nitibaskara,
masyarakat, khususnya pemerhati Kompas, 2 Oktober 2012 ditujukan
Pendidikan. Peran semua masyarakat, oleh kecerdasan siswa dalam melihat
termasuk keluarga dalam memberikan dan mempelajari situasi dan kondisi.
perhatian terhadap perkembangan Biasanya anak yang cerdas disekolah
anak menjadi sebuah keharusan dalam yang ditujukan oleh prestasi belajar
mencegah tawuran terulang kembali. yang tinggi, akan cerdas pula di
Remaja yang selalu mendapatkan lapangan. Kecerdasan ini diperlukan
bimbingan dan perhatian dari kedua untuk mengatur strategi tawuran dan
orang tuanya. Karena keluarga adalah proses penyelamatan pada saat atau
lembaga terpenting dalam kehidupan setelah terjadi tawuran.
seorang anak. Diharapkan seorang Kasus tawuran pelajar yang sedang
anak akan melewati kehidupan hangat-hangatnya dibicarakan oleh
remajanya dengan sangat baik. Baik publik adalah kasus tawuran antara
menurut dirinya, serta orang lain. SMA N 6 Jakarta dengan SMA N 70
Namun ada saja faktor yang membuat Jakarta yang menyebabkan salah satu
seorang remaja menyimpang dari pada siswa SMA N 6 tewas. Tawuran yang
yang seharusnya. Faktor tersebut bisa terjadi pada hari Senin, tanggal 24
dari lingkungan luar, yaitu pergaulan. September 2012 yang berlokasi di
Penyimpangan tersebut bisa bundaran Bulungan, Jakarta Selatan
merugikan diri sendiri bahkan orang menyebabkan salah satu siswa SMA N
lain. Contoh penyimpangan yang 6 tewas terkena luka bacok di bagian
marak terjadi di kehidupan remaja dada. Kedua SMA Negeri unggulan
adalah perkelahian atau tawuran. ini memang sangat sering terlibat
Dalam kejahtan kekerasan terdapat tawuran bahkan tak bisa terhitung lagi
karakteristik yang spesifik yaitu seberapa banyak kedua SMA Negeri
agresivitas. Menurut gibbon dalam ini bentrok. Penyebab tawuran tidak
Romli Atmasasmita (2007;7), diketahui pasti, banyak siswa SMA
agresivitas yang disebut assaultibe bersangkutan yang berdalih bahwa
conduct, ada 2 macam yaitu : SMAN 6 dan SMAN 70 sudah
1. Situational or sub-cultural in menjadi musuh bebuyutan sejak lama,
character sehingga sah-sah saja menyerang satu
2. Individualistic of psychogenic sama lain. Tawuran antara SMAN 6
dan SMAN 70 sudah merupakan
in character
budaya yang dilestarikan, dan
Pada realitanya tawuran antar paradigma yang tertanam pada siswa-
pelajar yang terjadi antara SMA 70 siswi SMAN 70 adalah tidak boleh

Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024 237


P-ISSN : 2597-5064
E-ISSN : 2654-8062 https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2

kalah dengan SMAN 6, begitupun (1934) dalam bukunya, Principle of


sebaliknya. Criminology, mengenalkan teori
kriminologi yang ia namakan dengan
2. METODOLOGI istilah “Teori Asosiasi Diferensial” di
kalangan kriminologi Amerika
Metode penelitian yang digunakan Serikat, dan ia orang pertama kali yang
dalam penelitian ini adalah metode memperkenalkan teori ini. Dari
penelitian kualitatif deskriptif dengan banyak pendapat para ahli
menggunakan studi pustaka. Studi kriminologi, bahwa Sutherland
pustaka merupakan suatu proses yang memperkenalkan teori ini dengan dua
dilakukan oleh peneliti atau akademisi versi, pertama pada tahun 1939 dan
untuk mengumpulkan, mengevaluasi, kemudian pada tahun 1947.
dan menyintesis berbagai literatur Dalam teorinya tersebut,
yang relevan dan terkait dengan topik Sutherland berpendapat bahwa
penelitian yang sedang dihadapi. perilaku kriminal merupakan perilaku
Tujuan utama dari studi pustaka yang dipelajari di dalam lingkungan
adalah untuk memperoleh pemahaman sosial, artinya semua tingkah laku
yang mendalam tentang topik dapat dipelajari dengan berbagai cara.
penelitian, memahami perkembangan Oleh karena itu, perbedaan tingkah
terkini dalam bidang tersebut, serta laku yang conform dengan kriminal
mengidentifikasi kerangka teoretis dan adalah apa dan bagaimana sesuatu itu
metodologi yang sesuai untuk dipelajari (Sugiyarto, 2017:5) Dalam
penelitian yang akan dilakukan. versi pertama, Sutherland
Dengan melakukan studi pustaka, mendefinisikan Asosiasi Diferensial
peneliti dapat mengeksplorasi adalah sebagai “the contents of the
berbagai konsep, teori, hasil penelitian patterns presented in association
sebelumnya, dan pandangan- would differ from individual” hal ini
pandangan yang telah dikemukakan tidaklah berarti bahwa hanya
oleh para ahli. Selain itu, studi pustaka kelompok pergaulan dengan penjahat
juga membantu peneliti untuk akan menyebabkan perilaku kriminal,
mengidentifikasi kesenjangan akan tetapi yang terpenting adalah isi
pengetahuan yang masih perlu diisi dari proses komunikasi dengan orang
melalui penelitian baru (Purwono, lain. Jelas di sini perilaku jahat itu
2008). Dengan demikian, studi karena adanya komunikasi, yang
pustaka merupakan tahap awal yang tentunya komunikasi ini dilakukan
penting dalam proses penelitian yang dengan orang jahat pula.
dapat memberikan landasan teoretis Maka jelas pula, Sutherland tidak
yang kuat dan arahan yang tepat bagi pernah mengatakan “Mere association
penyelenggaraan penelitian yang with criminalis would cause criminal
berkualitas. behaviour” (Frank P. Willian dan
Marilyn D. McShane, 1998: 51 dalam
3. LANDASAN TEORI (Sugiyarto, 2017:6). Kemudian pada
tahun 1947, Sutherland mengenalkan
Dalam penelitan ini, peneliti versi keduanya, beliau menekankan
menggunakan teori Differential bahwa semua tingkah laku itu dapat
Association, Edwin H. Sutherland dipelajari dan ia mengganti pengertian

238 Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024


P-ISSN : 2597-5064
https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2 E-ISSN : 2654-8062

social disorganization dengan hukum yang menguntungkan atau


differential social organization. tidak menguntungkan).
Dengan demikian, teori ini menentang 6. A person becomes delinquent
bahwa tidak ada tingkah laku (jahat) because of an accessof definitions
yang diturunkan dari kedua orangtua. favorable of violation of law over
Dengan kata lain, pola perilaku jahat definitions unfavorable to violation
tidak diwariskan akan tetapi dipelajari of law (seseorang menjadi
melalui suatu pergaulan yang akrab. menyimpang karena akses terhadap
Untuk lebih jelasnya, Teori Asosiasi definisi-definisi yang
Diferensial yang dikemukakan oleh menguntungkan dari pelanggaran
Sutherland dalam versi kedua ini terhadap hukum melebihi definisi-
adalah sebagai berikut: definisi yang tidak menguntungkan
untuk melanggar hukum).
1. Criminal behavior is learned 7. Differential association may vary
(perilaku jahat dipelajari). in frequency, duration, priority,
2. Criminal behavior is learned in and intensity (asosiasi yang
interaction with other person of berbeda-beda dapat bervariasi
communication (perilaku jahat dalam frekuensi, lamanya,
dipelajari dalam interaksi dengan prioritas, dan intensitas).
orang lain melalui komunikasi). 8. The process of learning criminal
3. The principle of the learning of behavior by association with
criminal behavior occurs with in criminal and anticriminal patterns
intiminate personal groups (dasar involves all the mechanism that are
pembelajaran perilaku jahat terjadi involves in any other learning
dalam kelompok pribadi yang (proses pembelajaran perilaku jahat
intim). melalui akses dengan pola-pola
4. When criminal behavior is learned, kejahatan dan anti-kejahatan
the learning includes, techniques meliputi seluruh mekanisme yang
of committing the crime, which are juga berlalu dalam setiap
very complicated, something very pembelajaran lainnya).
simple, the specific direction of 9. While a criminal behavior is an
motives, drives, rationalization, explanation of general needs and
and attitudes (ketika perilaku jahat values, it is not explained by those
dipelajari, pembelajaran itu general needs and values since non
mencakup, (a) teknik melakukan criminal behavior is an explanation
kejahatan, yang kadang-kadang of the same need and values
sangat sulit kadang-kadang sangat (walaupun perilaku jahat
sederhana, (b) tujuan khusus dari merupakan penjelasan dari
motif, dorongan, rasionalisasi, dan kebutuhan dan nilai umum, tetapi
sikap-sikap). hal itu tidak dijelaskan oleh
5. The specific direction of motives kebutuhan dan nilai umum tersebut.
and drives is learned from perilaku non kriminal dapat
definitions of legal code as tercermin dari kebutuhan dan nilai
favorable or unfavorable (tujuan yang sama) (Sutherland dan
khusus dari motif dan dorongan Cressey, 1960 : 77 dalam
dipelajari dari definisi aturan (Sugiyarto, 2017:6).

Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024 239


P-ISSN : 2597-5064
E-ISSN : 2654-8062 https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2

Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan


apabila dapat melakukan apa yang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN diharapkan oleh kelompoknya. Masa
remaja seorang remaja akan cenderung
Dalam kamus bahasa Indonesia membuat sebuah geng yang mana dari
“tawuran” dapat diartikan sebagai pembentukan geng inilah para remaja
perkelahian yang meliputi banyak bebas melakukan apa saja tanpa
orang. Sedangkan “pelajar” adalah adanya peraturan-peraturan yang harus
seorang manusia yang belajar. Dan dipatuhi karena ia berada dilingkup
“kelompok” adalah sekumpulan kelompok teman sebayanya.
orang yang mengidentifikasi satu sama Tawuran merupakan salah satu
lain dan merasa bahwa mereka saling bentuk kenakalan remaja, yaitu
memiliki. Suatu kelompok ketika dua kecenderungan remaja untuk
atau lebih orang berinteraksi selama melakukan tindakan yang melanggar
lebih dari beberapa saat, saling aturan yang dapat mengakibatkan
mempengaruhi satu sama lain melalui kerugian dan kerusakan baik terhadap
beberapa cara, dan memikirkan diri dirinya sendiri maupun orang lain
mereka sebagai “kita”. Sehingga yang umumnya dilakukan remaja di
pengertian tawuran pelajar adalah bawah umur 17 tahun. Aspek
perkelahian yang dilakukan oleh kecenderungan kenakalan remaja
sekelompok orang yang mana terdiri dari :
perkelahian tersebut dilakukan oleh
orang yang sedang belajar. 1. Aspek perilaku yang melanggar
aturan atau status,
1. Secara psikologis, perkelahian yang 2. Perilaku yang membahayakan
melibatkan pelajar usia remaja diri sendiri dan orang lain,
digolongkan sebagai salah satu bentuk 3. Perilaku yang mengakibatkan
kenakalan remaja (juvenile korban materi, dan
deliquency). Kenakalan remaja, dalam
4. Perilaku yang mengakibatkan
hal perkelahian, dapat digolongkan ke
dalam 2 jenis delinkuensi yaitu korban fisik.
situasional dan sistematik.
2. Delinkuensi situasional, perkelahian
terjadi karena adanya situasi yang Tawuran pelajar didefinisikan
“mengharuskan” mereka untuk sebagai perkelahian massal yang
berkelahi. Keharusan itu biasanya dilakukan oleh sekelompok siswa
muncul akibat adanya kebutuhan terhadap sekelompok siswa lainnya
untuk memecahkan masalah secara dari sekolah yang berbeda. Tawuran
cepat. terbagi dalam tiga bentuk:

Delinkuensi sistematik, para remaja


yang terlibat perkelahian itu berada di 1. Tawuran pelajar yang telah
dalam suatu organisasi tertentu atau memiliki rasa permusuhan secara
geng. Di sini ada aturan, norma dan turun temurun,
kebiasaan tertentu yang harus diikuti 2. Tawuran satu sekolah melawan
anggotanya, termasuk berkelahi. satu perguruan yang di dalamnya

240 Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024


P-ISSN : 2597-5064
https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2 E-ISSN : 2654-8062

terdapat beberapa jenis sekolah dengan peradaban yang lebih maju.


dan Para pelajar remaja yang sering
3. Tawuran pelajar yang sifatnya melakukan aksi tawuran tersebut lebih
insidental yang dipicu oleh situasi senang melakukan perkelahian di luar
dan kondisi tertentu. Tawuran sekolah daripada masuk kelas pada
juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan belajar mengajar.
perkelahian massal yang adalah Dari konflik ini dapat kita analisis
perilaku kekerasan antar dengan teori konflik Ibn Khaldun, ia
kelompok pelajar laki-laki yang membaginya menjadi tiga perspektif.
ditujukan kepada kelompok Pertama, perspektif psikologis yang
pelajar dari sekolah lain. merupakan dasar sentimen dan ide
yang membangun hubungan sosial di
antara berbagai kelompok manusia
Seperti peristiwa tawuran antara
(keluarga, suku, dan lainnya). Kedua,
pelajar SMA Negeri 6 dan SMA
Negeri 70, Jakarta, kerap kali terjadi. fenomena politik yang berhubungan
Usianya sudah menahun. Banyak dengan perjuangan memperebutkan
spekulasi berkembang seputar kekuasaan dan kedaulatan yang
"terpeliharanya" aksi kekerasan melahirkan imperium, dinasti, dan
antarpelajar dua sekolah ini. Mulai negara. Ketiga, fenomena ekonomi
dari "dendam" yang sengaja dipelihara yang berhubungan dengan pemenuhan
turun-temurun, hingga desas-desus kebutuhan ekonomi baik pada tingkat
aksi ini ditunggangi oknum dengan individu, keluarga, masyarakat
motif bisnis. Ada yang menyebutkan maupun keluarga. Dengan teori ini kita
bahwa lahan salah satu sekolah tengah dapat berpacu bahwa tawuran dapat
diincar untuk kepentingan bisnis. Hal terjadi karena hubungan keluarga yang
itu akhirnya memicu pelajar di sekolah kurang dan lebih memilih untuk
tersebut melakukan aksi tawuran berhubungan dengan teman yang
dengan jangka waktu panjang dan dapat membuatnya lebih nyaman
intensitas yang berlebihan, dalam sehingga timbullah rasa solidaritas
artian disini adalah ujung dari konflik pada dirinya terhadap kelompoknya
yang sudah turun menurun ini masih dan kemudian adanya keinginan
terus menjadi budaya yang terus penguasaan wilayah yang
dipelajari dan di wariskan ketiap diperjuangkan dengan melakukan
generasi. Hal tersebut membuktikan kekerasan antar pelajar sekolah.
adanya budaya yang diwariskan dan Menurut Ruth May Strang (1968)
dalam (Aji, 2017:162) menjelaskan
dipelajari.
bahwa “a juvenile delinquency is an
act of child or adolescent who breaks
Tawuran pelajar adalah fenomena
a law. When a child is old enough to
sosial yang sudah dianggap lumrah
know that he is doing wrong and he
oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan
does it, that is being delinquent. A
ada sebuah pendapat yang
person under 21 who breaks the law is
menganggap bahwa tawuran adalah
a juvenile delinquent”. Kartini
salah satu kegiatan rutin dari pelajar
Kartono (1986) menyatakan bahwa
yang menginjak usia remaja. Tawuran
remaja yang nakal itu disebut pula
pelajar sering terjadi di kota-kota besar
sebagai anak cacat sosial. Mereka
yang seharusnya memiliki masyarakat

Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024 241


P-ISSN : 2597-5064
E-ISSN : 2654-8062 https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2

menderita cacat mental disebabkan memberikan tanggapan terhadap


oleh pengaruh social yang ada di realitas cenderung melalui
tengah masyarakat, sehingga perilaku pengelolaan batin yang keliru,
mereka dinilai sebagai suatu kelainan
sehingga timbullah pengertian
dan disebut “kenakalan”. Pelaku
tawuran jika dilihat dari kelompok usia yang salah. Hal ini disebabkan
perkembangan manusia dalam rentang oleh harapan yang terlalu muluk-
kehidupannya tergolong sebagai muluk dan kecemasan yang
remaja. Kelompok remaja ini masih terlalu berlebihan. Aman dan
berstatus sebagai pelajar yang sedang takut terhadap sesuatu yang tidak
menjalankan tugas belajar atau jelas, dan perasaan rendah diri
menempuh pendidikan di sekolah,
yang dapat melemahkan cara
baik jenjang SMP (sekolah menengah
pertama) maupun jenjang SMA berpikir intelektual dan kemauan
(sekolah menengah atas). Remaja anak.
sebagai pelaku tawuran yang masih 2. Faktor Eksternal, Selain faktor
berstatus sebagai pelajar, secara didalam (internal) yang dapat
harfiah definisinya berasal dari istilah menyebabkan tawuran juga ada
bahasa inggris, yakni adolescence atau beberapa faktor dari luar, yaitu:
dalam bahasa latin adolescere (kata
keluarga, lingkungan sekolah
bendanya adolescentia artinya remaja)
yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh yang tidak menguntungkan dan
menjadi dewasa”. Batasan usia remaja lingkungan sekitar. Keluarga
yang umum digunakan para ahli memang berperanan penting
adalah antara usia 12 hingga 21 tahun. dalam membentuk karakter anak
Beberapa faktor yang dan watak anak. Kondisi keluarga
mempengaruhi terjadinya tawuran,
sangat berdampak pada
terdapat faktor internal dan faktor
eksternal, yaitu: perkembangan seorang anak,
apabila hubungan dalam
1. Faktor Internal, Faktor internal kekeluargaan baik akan
mencangkup realisasi frustrasi berdampak positif begitupun
negatif, gangguan pengamatan sebaliknya, jika hubungan dalam
dan tanggapan pada diri remaja, kekeluargaan buruk maka akan
dan gangguan emosional atau pula membawa dampak buruk
perasaan pada diri remaja. terhadap perkembangan anak,
Tawuran pada dasanya dapat misalnya rumah tangga yang
terjadi karena tidak berhasilnya berantakan akan menyebabkan
remaja untuk mengontrol dirinya anak mengalami ketidakpastian
sendiri, gangguan pengamatan emosional, perlindungan dari
dan tanggapan pada diri remaja orang tua, penolakan orang tua
antara lain: berupa ilusi, dan pengaruh buruk orang tua
halusinasi dan gambaran semu. (Rafia, 2015: 5).
Pada umumnya remaja dalam

242 Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024


P-ISSN : 2597-5064
https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2 E-ISSN : 2654-8062

Faktor Penyebab Perkelahian 3. Terdapat provokasi dari SMA


Pelajar Dalam kasus yang penulis teliti lain, dalam hal ini seperti SMA N
yaitu kasus tindak pidana perkelahian 6, STM, dan lain-lain.
antara siswa dari SMA N 6 dengan
SMA N 70, terdapat banyak faktor
yang menjadi penyebab para siswa Pernyataan yang sama juga
melakukan tindak pidana. Para siswa dilontarkan oleh pihak SMA N 6
yang terlibat dalam perkelahian ini tentang penyebab tawuran dengan
biasanya melakukan aksi mereka SMA N 70, bahwa penyebabnya
setelah sepulang sekolah, selesai adalah siswa dari SMA N 70 melintasi
melaksanakan ujian, saat akhir pekan, jalan Mahakam yang “dimiliki” oleh
atau pada saat libur sekolah, karena SMA N 6 yang kemudian “memancing
pada waktu seperti ini tidak banyak kemarahan” siswa, atau terprovokasi
guru maupun staf sekolah yang masih oleh ucapan dari alumni maupun pihak
berada di dalam sekolah atau di lainnya, yang kemudian menyulut
kawasan sekolah. Alat atau benda perkelahian antara kedua SMA
yang digunakan oleh para siswa yang tersebut. Terdapatnya provokasi dari
terlibat perkelahian meliputi senjata pihak alumni maupun senior kepada
tajam seperti arit, parang, celurit, juniornya yang tergabung dalam
kemudian alat pemukul seperti kayu organisasi “Gorasix”, yaitu
atau bambu, serta alat pelempar seperti perkumpulan atau organisasi luar
batu atau gir yang kemudian diikat sekolah yang didirikan oleh siswa dari
pada sabuk atau tali, yang nantinya SMA N 6 yang tergolong sebagai
akan digunakan untuk melukai lawan. siswa-siswa yang “rajin nongkrong”
Namun pada kasus perkelahian yang atau kumpul-kumpul. Para alumni atau
penulis teliti, pelaku perkelahian senior dari SMA N 6 yang tidak
menggunakan arit, bambu dan kayu senang akan adanya junior mereka
dalam melaksanakan aksinya tersebut. yang ditindas, disenggol atau kalah
Pelaku FR yang berasal dari SMA N dari perkelahian dengan siswa dari
70 menggunakan arit untuk melukai SMA N 70 akan memprovokasi junior
korban Alawy dan melukai beberapa mereka agar supaya tidak mau kalah
siswa, yang berasal dari SMAN 6. dari SMA N 70
Berdasarkan penuturan dari pihak Tawuran antar warga sangat
SMAN 70 Jakarta, yaitu Bapak merugikan banyak pihak. Paling tidak
Feriansyah selaku Staf Pengajar dan ada 3 katagori dampak negatif dari
Pembina OSIS SMA N 70 Jakarta, perkelahian antar warga, yaitu:
faktor penyebab tindak pidana
perkelahian atau tawuran yang sering 1. Warga atau masyarakat (dan
terjadi ialah: keluarga tentunya) yang terlibat
tawuran jelas mengalami
1. Ada semacam pengkavlingan
dampaknya, contohnya apabila
atau pembatasan wilayah oleh
warga tersebut cidera atau
murid SMA 6 dan SMA 70.
bahkan tewas dalam kejadian
2. Terdapat doktrin dari alumni
itu.
untuk melestarikan tawuran.

Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024 243


P-ISSN : 2597-5064
E-ISSN : 2654-8062 https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2

2. Rusaknya sarana dan fasilitas kriminologi yang ia namakan dengan


umum seperti toko, bus, halte, istilah Teori Asosiasi Diferensial di
dll. kalangan kriminologi Amerika serikat,
dan ia orang pertama kali yang
3. Yang cukup mengkhawatirkan
memperkenalkan teori ini. Dalam
adalah berkurangnya rasa teorinya tersebut, Sutherland
kepercayaan dari pihak berpendapat bahwa perilaku kriminal
lingkungan dia tinggal kepada merupakan perilaku yang dipelajari di
si pelaku tawuran. dalam lingkungan sosial, artinya
semua tingkah laku dapat dipelajari
dengan berbagai cara. Oleh karena itu,
5. KESIMPULAN perbedaan tingkah laku yang conform
dengan kriminal adalah apa dan
Pada umumnya remaja dalam bagaimana sesuatu itu dipelajari.
memberikan tanggapan terhadap Dengan demikian, teori ini
realita cenderung melalui pengelolaan menentang bahwa tidak ada tingkah
batin yang keliru, sehingga timbullah laku yang diturunkan dari kedua
pengertian yang salah. Hal ini orangtua. Dengan kata lain, pola
disebabkan oleh harapan yang terlalu perilaku jahat tidak diwariskan akan
muluk-muluk dan kecemasan yang tetapi dipelajari melalui suatu
terlalu berlebihan. Aman dan takut pergaulan yang akrab. Criminal
terhadap sesuatu yang tidak jelas, dan behavior is learned, the learning
perasaan rendah diri yang dapat includes, techniques of committing the
melemahkan cara berpikir intelektual crime, which are very complicated,
dan kemauan anak. Kondisi keluarga something very simple, the specific
sangat berdampak pada perkembangan direction of motives, drives,
seorang anak, apabila hubungan dalam rationalization, and attitudes.
kekeluargaan baik akan berdampak Ketika perilaku jahat dipelajari,
positif begitupun sebaliknya, jika pembelajaran itu mencakup, teknik
hubungan dalam kekeluargaan buruk melakukan kejahatan, yang kadang-
maka akan pula membawa dampak kadang sangat sulit kadang-kadang
buruk terhadap perkembangan anak, sangat sederhana.
misalnya rumah tangga yang
berantakan akan menyebabkan anak DAFTAR PUSTAKA
mengalami ketidakpastian emosional,
perlindungan dari orang tua,
penolakan orang tua dan pengaruh Achmad, L. (2015, 11 30). Cerita
buruk orang tua . Atau masyarakat Lulusan Salah Satu SMA
yang terlibat tawuran jelas mengalami Paling 'Keras' di Jakarta,
dampaknya, contohnya apabila warga Tentang Pengalaman Tawuran
tersebut cedera atau bahkan tewas yang Paling Berkesan.
dalam kejadian itu. Retrieved 5 20, 2021, from
Dalam kasus yang diteliti, peneliti rencanamu.id.
menggunakan teori Differential Fahrani, N. A. (1980). Penyelesaian
Association, Edwin H. Sutherland Perkelahian Antar Pelajar
dalam bukunya, Principle of SMA Jakarta Oleh Kepolisian
Criminology, mengenalkan teori Resort Jakarta Selatan (Studi

244 Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024


P-ISSN : 2597-5064
https://doi.org/10.37817/ikraith-humaniora.v8i2 E-ISSN : 2654-8062

Kasus : Tawuran Pelajar SMA a/read/2020/07/07/123000469/


Enam dengan SMA 70 manusia-sebagai-makhluk-
Jakarta). Jurnal Hukum, 7 No. sosial-dan-cirinya
2, 81. University of Florida. (1997). IS
Fakultas Hukum Universitas DIFFERENTIAL
Suryakencana. (2019, 12). ASSOCIATION/SOCIAL
Studi Kasus Sistem Peradilan LEARNING CULTURAL
Pidana Terhadap Anak Pelaku DEVIANCE THEORY? (R. L.
Tawuran Pelajar Pada Tahap AKERS, Ed.)
Penyidikan. (M. M. Rozi, Ed.) CRIMINOLOGY, 32, 229-245.
Jurnal Hukum Mimbar Wesley T. Church, T. W. (2008, 11
Justitia, 5 no 2, 91-114. 20). An Examination of
KOMPAS. (2012, 09 25). Tawuran Differential and Social Control
SMA (ENAM) VS SMA 70 Theory : Family Systems and
Menahun, Ada Apa? (I. D. Deliquency. Youth Violence
Wedhaswary, Editor) and Juvenile Justice, 3-13.
Retrieved 05 20, 2021, from
Edukasi.
Rebellon, C. J. (2012). Differential
Association and Substance
Use : Assessing the Roles of
Discriminant Validity,
Socialization and Selection in
Traditional Emoirical Tests.
Universitas of New Hamphire,
73-95.
Purwono. (2008). Studi Kepustakaan.
Yogyakarta: Pustakawan
Utama UGM.
Rustina. (2014). Keluarga Dalam
Kajian Sosiologi. MUSAWA,
6(2), 287-322.
Sari, A. M. (2023, Agustus 26).
Ancaman Bagi Pelaku
Tawuran Antar Pelajar.
Dipetik Februari 10, 2024, dari
fahum.umsu.ac.id:
https://fahum.umsu.ac.id/anca
man-bagi-pelaku-tawuran-
antar-pelajar/
Welianto, A. (2022, Januari 31).
Manusia sebagai Makhluk
Sosial dan Cirinya. Dipetik
Februari 10, 2024, dari
kompas.com:
https://www.kompas.com/skol

Vol. 8 No. 2 (2024): IKRAITH-HUMANIORA VOL 8 NO 2 Juli 2024 245

Anda mungkin juga menyukai