Anda di halaman 1dari 13

Sosietas

Fikka Nadya, 10 (1)


dkk. (2020) 775-790
Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 774

Sosietas Jurnal Pendidikan Sosiologi


Journal homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/

Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal


dan Urgensinya pada Siswa

Fikka Nadya, Elly Malihah, Wilodati

Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia
Correspondence: E-mail: fikkanadya@student.upi.edu

ABSTRAK ARTIKEL INFO


Received 16 Aug 2018
Konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang Revised 20 Aug 2018
seringkali ditanggapi secara negatif sehingga Accepted 25 Aug 2018
Available online 09 Sep 2018
penyelesaiannya bersifat destruktif. Konflik dapat
diselesaikan secara konstruktif melalui resolusi konflik. ____________________
Keywords:
Mengetahui gambaran kemampuan resolusi konflik pada Kemampuan resolusi konflik,
siswa sangat penting dalam penerapan pendidikan resolusi konflik interpersonal,
siswa.
konflik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan dengan metode survei eskplanatori. Subjek
penelitian terdiri dari 90 orang siswa SMA Negeri 2 Cimahi
dengan teknik probability sampling. Data di peroleh dan
dikumpulkan melaui angket langsung tertutup. Hasil
penelitian menunjukkan: (1) Mayoritas siswa memiliki
kemampuan resolusi konflik yang baik ditandai dengan nilai
skor kemampuan resolusi konflik yang tinggi dan
penyelesaian konflik interpersonal dilakukan secara mandiri;
(2) Kemampuan resolusi konflik yang paling dominan adalah
kemampuan komunikasi; (3) Kemampuan resolusi konflik
yang masih rendah adalah kemampuan mengelola emosi.
Kemampuan resolusi konflik dapat dipadukan dengan
penerapan nilai luhur budaya Indonesia agar generasi
selanjutnya mampu menjadi agen perdamaian sekaligus
melestarikan kebudayaan Indonesia. Penelitian ini memiliki
implikasi pada siswa, guru, dan sekolah untuk meningkatkan
kemampuan resolusi konflik interpersonal pada siswa.

© Sosietas 2019
Fikka Nadya, dkk, Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 775

1. PENDAHULUAN ini berbahaya bagi perkembangan psikis


siswa dan memungkinkan penurunan pres-
Kehidupan damai dan tentram tanpa
tasi karena proses belajar yang tidak nyaman
konflik dalam masyarakat merupakan
dan maksimal. Konflik yang dilakukan siswa
keadaan yang dicita-citakan. Setiap individu
tak jarang menggunakan kekerasan verbal
sebagai makhluk sosial idealnya dapat saling
maupun fisik sebagai bentuk pelampiasan
memahami perbedaan, bekerjasama, dan
rasa kesal atau kekecewaan terhadap
hidup rukun. Kehidupan harmonis dalam
sesuatu yang tidak sesuai harapan dan meli-
masyarakat tidak bisa begitu saja muncul
batkan situasi emosional. Konflik akan se-
melainkan harus diciptakan. Namun pada
makin berbahaya jika bukan hanya me-
kenyataannya, konflik dalam kehidupan akan
nyebabkan kenakalan remaja tapi juga me-
selalu ada karena keterlibatan setiap individu
nyebabkan tindakan kriminal (Maftuh, 2008).
dalam perbedaan memungkinkan mereka
Konflik yang terjadi pada peserta didik
berselisih dan bersaing (Susan, 2014, hlm.
sangat membahayakan mengingat usia
xxiii). Konflik merupakan suatu bentuk in-
remaja merupakan fase seseorang men-
teraksi sosial ketika dua individu mempunyai
galami kondisi yang belum matang atau labil
kepentingan yang berbeda dan kehilangan
dan masih dalam masa pencarian jati diri. Pe-
keharmonisan di antara mereka (Maftuh,
serta didik bisa terjerumus ke dalam kegiatan
2008).
tidak bermanfaat seperti tawuran. Belum lagi
Konflik merupakan gejala sosial yang
ketika peserta didik tidak mampu mengatasi
bisa terjadi pada siapa saja dan dimana saja.
konflik yang terjadi pada dirinya sendiri,
Konflik bisa terjadi bukan hanya dalam
mereka bisa terjerumus pada penyimpangan
tatanan masyarakat secara luas, tetapi juga
sosial seperti penggunaan obat terlarang.
bisa terjadi dalam lingkup yang lebih kecil
Perselisihan dan kenakalan remaja pada
seperti dalam keluarga dan di sekolah. Kon-
umumnya timbul akibat konsep diri remaja
flik di sekolah biasanya terjadi diantara pe-
yang negatif (Saputro, 2018).
serta didik, guru, hingga pejabat struktural
Fenomena permasalahan remaja di In-
(Raya, 2016).
donesia berupa konflik interpersonal jika
Konflik yang terjadi di kalangan remaja
tidak ditangani dan diarahkan secara tepat
biasanya berupa kolflik interpersonal. Konflik
sedikitnya berdampak pada hubungan sosial,
interpersonal disebut juga dengan konflik
konsentrasi belajar, bahkan perkembangan
antarpribadi. Menurut Setiadi & Kolip (2011,
diri individu tersebut. Dampak paling berba-
hlm. 353) “Konflik antar individu adalah kon-
haya dari ketidakmampuan mengatasi masa-
flik sosial yang melibatkan individu di dalam
lah adalah kenakalan remaja dan penyimpan-
konflik tersebut. Konflik ini terjadi karena
gan yang bisa menimbulkan kerugian harta
adanya perbedaan atau pertentangan atau
benda, gangguan mental, dan kehilangan
juga ketidakcocokan antara individu satu dan
nyawa (Maftuh, 2008).
individu lain. Masing masing individu bersiku-
Beberapa hal yang dapat memicu konflik
kuh mempertahankan tujuannya atau
di sekolah adalah gender, konsep diri, ek-
kepentingannya masing-masing”.
spektasi kepada orang lain, faktor
Sekolah merupakan lembaga sosial yang
situasional, kekuasaan, dan pengalaman. Be-
idealnya menghadirkan iklim yang kondusif.
berapa hal tersebut bisa jadi pemicu konflik
Iklim dan lingkungan yang suportif pada
yang hebat dan menyebabkan tindakan bully
siswa berdampak pada proses belajar yang
sampai pada tawuran (Nawantara, 2017).
maksimal sehingga siswa dapat berprestasi.
Salah satu contohnya, kasus perun-
Namun, kenyatannya perilaku bullying dan
dungan yang marak terjadi dalam lingkungan
tawuran masih sering terjadi di sekolah. Hal
Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 776

sekolah di Indonesia memberikan kita gam- resolusi konflik. Resolusi konflik merupakan
baran bahwa, masih banyak kasus konflik in- upaya menanggulangi konflik dan
terpersonal di sekolah yang belum bisa mengarahkan konflik menjadi sesuatu yang
secara maksimal diantisipasi. Fenomena so- bermakna positif (Maftuh, 2008; Setiadi &
sial tersebut perlu menjadi perhatian khusus Kolip, 2011).
bagi semua pihak, terlebih orang tua dan Resolusi konflik merupakan upaya untuk
sekolah. Jika diperhatikan, iklim sekolah saat mengurangi kekerasan di sekolah hal ini di-
ini tidak selamanya damai dan aman, karena jelaskan Johnson & Johnson (1995) bahwa
konflik sering terjadi di sekolah baik dalam “Conflicts can become destructive
bentuk yang sederhana maupun yang lebih when they are denied, suppressed, or
serius. Pada latar persekolahan, konflik yang avoided. If students do not have conflict
sering timbul adalah konflik hubungan antar management training, they will use their
pribadi (Sridasweni, et al., 2017). own techniques, which are often inade-
Namun demikian, selalu ada solusi da- quate. They may get angry, fight, and
lam setiap permasalahan. Konflik tidak harass or abuse each other verbally. Such
melulu berdampak buruk dan menyeramkan. actions do not usually resolve problems
Konflik interpersonal sering dialami individu and often result in alienating students
pada usia rawan atau pada usia remaja. from their peers and faculty” (hlm. 15-
Mekanisme penyelesaian konflik pada ting- 16)
kat ini relatif tidak terlalu sulit diselesaikan Kemampuan resolusi konflik menjadi
atau dengan kata lain konflik pada tingkat in- sangat bermanfaat untuk bekal peserta didik
terpersonal dapat diatasi dengan kemam- dalam mengatasi permasalahan yang timbul
puan resolusi konflik (Suhardono, 2015). ketika terjun ke masyarakat. Disamping itu,
Dalam menghadapi konflik, terdapat dua salah satu kemampuan resolusi konflik juga
respon yang secara garis besar dapat digo- merupakan kemampuan abad-21 yang perlu
longkan ke dalam respon yang negatif dan re- dimiliki oleh siswa. Sekolah sebagai lembaga
spon yang positif. Respon negatif terbagi sosial formal yang memberikan pendidikan
menjadi dua, respon menghindar dan dan pelatihan pada siswa ditantang untuk
mengkonfrontasi. Sedangkan respon positif mampu menjadikan peserta didiknya sukses
cenderung menghasilkan penyelesaian ma- dengan kemapuan yang mumpuni sesuai
salah yang konstruktif. Respon tersebut san- tuntutan zaman (Zubaidah, 2016).
gat bergantung pada persepsi seseorang ter- Berdasarkan penjelasan tersebut, pent-
hadap konflik (Ramadhani & Rahmasari, ing untuk mengetahui bagaimana kemam-
2011). puan resolusi konflik pada siswa sehingga
Masih banyak yang berpandangan penulis melakukan penelitian untuk menge-
bahwa konflik adalah suatu hal yang negatif tahui tingkat kemampuan resolusi konflik
dan cenderung dihindari padahal kita hidup pada siswa dan menjelaskan urgensinya pada
berdampingan dan selalu berhadapan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).
dengannya. Tak jarang konflik berujung pada Penelitian dilakukan pada salah satu sekolah
dampak negatif yang merugikan. Padahal, favorit di Kota Cimahi yakni SMA Negeri 2
konflik bisa berdampak positif misalnya Cimahi.
meningkatkan solidaritas kelompok, melatih
kemampuan berpikir kritis dan membentuk 2. METODE
pribadi yang tangguh. Dampak konflik ber-
Desain penelitian ini menggunakan
gantung pada sudut pandang dan pema-
pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan
haman seseorang terhadap konflik. Pemak-
di SMA Negeri 2 Cimahi dengan responden
naan konflik sebagai hal yang bisa berdam-
yang berjumlah 90 orang. Responden
pak positif dijadikan dasar pemikiran adanya

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 777

merupakan peserta didik pada tingkat satu mengalami masalah baik di kelas maupun di
dan dua tahun ajaran 2019/2020 yang terdiri luar kelas (Bungin, 2005).
dari 47 orang kelas sepuluh dan 43 orang Pengumpulan data melalui studi
kelas sebelas. Responden yang terlibat literatur peneliti lakukan dengan mencari
berasal dari kelas IPA dan IPS, baik laki-laki referensi sebanyak mungkin dari buku,
maupun perempuan dengan latar belakang jurnal, proceeding, dan berita online yang
ekonomi, sosial, budaya, dan agama yang dipublikasikan. Peneliti membuat tabel yang
beragam. berisi informasi tentang jurnal yang relevan
Instrumen dalam penelitian ini dengan penelitian. Data, teori, dan penelitian
menggunakan kuisioner (angket), observasi, terdahulu yang terkumpul akan dijadikan alat
dan studi literatur. Angket dalam penelitian analisis, pembanding, serta dapat digunakan
ini digunakan peneliti sebagai alat utama untuk memperjelas data hasil temuan di
dalam memperoleh data. Sedangkan lapangan.
observasi dan studi literatur digunakan Prosedur penelitian yang dilakukan
peneliti sebagai teknik sekunder atau disesuaikan dengan pendekatan kuantitatif
pendukung dalam mengumpulkan data dengan langkah mengidentifikasi masalah,
(Bungin, 2005). menentukan rumusan masalah, memilih
Adapun bentuk angket yang dipilih pendekatan yang sesuai, menetapkan
adalah angket tertutup dengan variabel yang hendak diuji, menentukan
menggunakan skala likert yang berisi 40 butir sumber data, menyusun dan menguji
soal. Soal dibuat berupa pernyataan yang kelayakan instrumen, melakukan
terbagi menjadi pernyataan positif dan pengumpulan data, pengolahan data,
negatif dengan empat buah tanggapan yakni, menganalisis data, dan terakhir menjelaskan
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan hasil penemuan serta menarik kesimpulan
sangat tidak setuju. Pada penyataan positif yang ditulis melalui laporan penelitian.
tanggapan sangat setuju pada diberi nilai 4, Pengolahan data dengan statistik
setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, inferensial dilakukan menggunakan alat
dan sangat tidak setuju diberi nilai. bantu software exel 2013 dan SPSS Ver 16.0.
Sebaliknya, pada pernyataan negatif Proses pengolahan data terdiri dari editing,
tanggapan sangat setuju diberi nilai 1, setuju coding, dan tabulasi. Setelah data diolah,
diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 3, dan data dianalisis berdasarkan kategorisasi dari
sangat tidak setuju diberi nilai 4. indikator variabel penelitian. Kategorisasi
Observasi dilakukan peneliti selama terbagi ke dalam 4 kriteria yakni tinggi,
peneliti melaksanakan PPLSP yang sedang, cukup, dan rendah. Kategorisasi
diselenggarakan Universitas Pendidikan dilakukan untuk mempermudah melihat
Indonesia pada bulan September hingga hasil pengolahan data dan mempermudah
Desember 2019. Kegiatan pengamatan objek dalam mendeskripsikan data.
penelitian untuk mendapatkan data
tambahan yang terkait konsep diri peserta 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
didik dan respon peserta didik dalam
menyelesaikan masalah. Teknik observasi Setelah melakukan pengumpulan
yang dipilih adalah observasi tidak data melalui angket didapatkan hasil yang
berstruktur yakni dilakukan tanpa terdiri dari domain konflik, frekuensi konflik,
menggunakan pedoman (guide) observasi data alternatif penyelesaian konflik melalui
dikarenakan objek dan fenomena bisa guru, dan hasil kategorisasi tingkat
diamati secara fleksibel. Pengamatan kemampuan resolusi konflik berdasarkan
dilakukan ketika peserta didik sedang hasil pengolahan data yang didapatkan. Hasil

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 778

disajikan dalam bentuk diagram dan tabel


sebagai berikut:
Gambar 3. Diagram Penyelesaian Konflik
Melalui Guru
Kurang dari 3 kali
Lebih dari 3 kali
Tidak Pernah

Gambar 1. Diagram Domain Konflik


16%
5%
Keluarga
Guru/Pegawai sekolah 79%
Teman
2%
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020)
36%
Dari gambar 3 di atas, penyelesaian
60%
2% konflik tidak pernah dilakukan melalui atau
melibatkan bantuan guru. Hal ini terlihat dari
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020)
data sebesar 79% atau sebanyak 63
Dari gambar 1 di atas, diperoleh data responden memilih tidak menyelesaikan
domain konflik terbesar adalah dengan konflik melalui bantuan guru. Meskipun
teman sebesar 60% atau sebanyak 54 demikian, sebesar 16% atau sebanyak 13
responden. Konflik dengan keluarga dialami responden melakukan penyelesaian konflik
oleh 32 responden dengan persentase melalui bantuan guru meskipun jarang
sebesar 36%. Konflik dengan guru dialami dilakukan yakni hanya sekitar kurang dari 3
oleh 2 orang responden dengan persentase kali. Terakhir sebesar 5% atau sebanyak 4
sebesar 2% dan terakhir konflik dengan pacar responden sering (lebih dari 3 kali)
atau kekasih dialami oleh 2 orang responden menyelesaikan konflik melalui bantuan guru.
dengan persentase sebesar 2%. Persentase Kemampuan Resolusi Konflik
Gambar 2. Diagram Frekuensi Konflik Tabel 1
Jarang Sering Tingkat Kemampuan Resolusi Konflik Siswa
(secara keseluruhan)
Keseluruh Persen- Kriter Fre- Res
an Skor tase Skor ia kuensi pon
40%
60% Interval Skor -
Variabel Y den
130-160 75% - Tinggi 52 58%
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020) 100%
Berdasarkan gambar 2 di atas, sebesar 100-129 50% - Seda 38 42%
60% atau sebanyak 54 responden sering 74,99% ng
70-99 25% - Cuku 0 0%
mengalami konflik dalam setahun bisa
49,99% p
mengalami lebih dari 3 kali konflik. Sisanya 40-69 0% - Rend 0 0%
sebesar 40% atau sebanyak 36 responden 24,99% ah
jarang mengalami konflik, dalam sebulan Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020)
hanya satu hingga 3 kali. Tabel 1 menunjukkan pengkategorian
konsep diri siswa berdasarkan hasil jawaban
pernyataan keseluruhan dalam angket
kemampuan resolusi konflik. Sebagian besar
siswa memiliki kemampuan resolusi konflik

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 779

yang tergolong tinggi yakni sebesar 58% atau


sebanyak 52 siswa. Sementara itu sebesar
42% atau sebanyak 38 siswa memiliki Tabel 3
kemampuan resolusi konflik yang tergolong Kemampuan Persepsi
sedang. Data tersebut merupakan hasil Skor Persen- Kriteria Fre-ku- Persen-
akumulasi dari beberapa indikator Inter- tase ensi tase
val Skor Skor Respon-
kemampuan resolusi konflik. Untuk lebih den
jelasnya, berikut adalah pengkategorian >21 75% - Tinggi 36 40%
kemampuan resolusi konflik yang dimiliki 100%
siswa per indikator kemampuan resolusi 16-20 50% - Sedang 47 52%
konflik. 74,99%
Tabel 2 11-15 25% - Cukup 7 8%
49,99%
Kemampuan Orientasi 6-10 0% - Rendah 0 0%
Skor Persen- Kriteria Fre- Persen- 24,99%
Inter- tase Skor ku- tase Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020)
val ensi Respon-
Skor den
Dari Tabel 3 dapat diketahui data
>47 75% - Tinggi 30 33% kemampuan resolusi konflik siswa
100% berdasarkan kemampuan persepsi. Tingkat
36-46 50% - Sedang 58 65% kemampuan persepsi siswa terhadap konflik
74,99% diperoleh dari hasil akumulasi jawaban siswa
25-35 25% - Cukup 2 2%
yang berkaitan dengan kemampuan untuk
49,99%
14-24 0% - Rendah 0 0% memahami bahwa individu satu dengan
24,99% individu lainnya memiliki pemahaman yang
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020) berbeda terhadap konflik, ada tidaknya
Tabel 2 menunjukkan data kemampuan empati pada diri siswa kepada orang lain
resolusi konflik siswa berdasarkan indikator ketika siswa sedang mengalami konlik, dan
kemampuan orientasi terhadap konflik. sikap siswa untuk menunda menyalahkan
Terdapat beberapa tingkat kemampuan orang lain atau memberi penilaian sepihak.
orientasi siswa terhadap konflik yang Tabel di atas menunjukkan sebesar 40% atau
diperoleh dari hasil akumulasi jawaban siswa sebanyak 36 siswa memiliki kemampuan
yang berkaitan dengan pemahaman siswa persepsi yang tinggi terhadap konflik,
tentang konflik, sikap anti kekerasan, sebesar 52% atau sebanyak 47 siswa memiliki
menjunjung nilai kejujuran, menjunjung nilai kemampuan persepsi yang sedang terhadap
keadilan, pemahaman tentang pentingnya konflik, dan sebesar 8% atau sebanyak 7
sikap toleransi, dan sikap tidak mudah siswa memiliki kemampuan persepsi yang
terpengaruh oleh orang lain. Dari tabel cukup terhadap konflik.
tersebut dapat diketahui bahwa sebesar 33% Tabel 4
atau sebanyak 30 siswa memiliki Kemampuan Mengelola Emosi
kemampuan orientasi yang tinggi terhadap Skor Persen- Kriteria Fre-ku- Persen-
konflik. Selanjutnya, sebagian besar siswa Inter- tase ensi tase
val Skor Skor Respon-
memiliki kemampuan orientasi yang sedang den
terhadap konflik. Hal ini dilihat dari >8 75% - Tinggi 28 31%
persentase terbesar yang berada di kategori 100%
sedang yakni sebesar 65% siswa atau 6-7 50% - Sedang 25 28%
sebanyak 58 siswa. Selain itu ada pula siswa 74,99%
yang memiliki kemampuan orientasi yang 4-5 25% - Cukup 30 33%
49,99%
cukup terhadap konflik sebesar 2% atau 2-3 0% - Rendah 7 8%
sebanyak 2 siswa. 24,99%

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 780

Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020) kemampuan komunikasi yang tinggi


Tabel 4 menunjukkan data kemampuan terhadap. Sedangkan sebesar 30% siswa atau
resolusi konflik siswa berdasarkan indikator sebanyak 27 siswa memiliki kemampuan
kemampuan emosi. Indikator kemampuan komunikasi yang sedang dan sebesar 1% atau
emosi termasuk kemampuan siswa dalam sebanyak 1 siswa memiliki kemampuan
mengelola emosi salah satunya meredam komunikasi yang cukup dalam meyelesaikan
emosi negatif seperti marah dan frustasi. konflik.
Dari tabel tersebut dapat diketahui sebesar Tabel 6
31% atau sebanyak 28 siswa memiliki Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
kemampuan mengelola emosi yang tinggi. Skor Persen- Kriteria Fre-ku- Persen-
Selanjutnya, sebesar 28% siswa atau Inter- tase ensi tase
sebanyak 25 siswa memiliki kemampuan val Skor Skor Respon-
den
mengelola emosi yang termasuk ke dalam
17-20 75% - Tinggi 34 38%
kategori sedang. Siswa yang memiliki 100%
kemampuan mengelola emosi yang cukup 13-16 50% - Sedang 49 54%
sebesar 33% atau sebanyak 30 siswa. Selain 74,99%
itu siswa yang memiliki kemampuan 9-12 25% - Cukup 7 8%
mengelola emosi yang rendah sebesar 8% 49,99%
5-8 0% - Rendah 0 0%
atau sebanyak 7 siswa. 24,99%
Tabel 5 Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020)
Kemampuan Komunikasi Tabel 6 menunjukkan data kemampuan
Skor Persen- Kriteria Fre-ku- Persen- resolusi konflik siswa berdasarkan indikator
Inter- tase ensi tase
val Skor Skor Respon-
kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
den Terdapat beberapa tingkat kemampuan
43-52 75% - Tinggi 62 69% berfikir kritis dan kreatif siswa yang diperoleh
100% dari hasil akumulasi jawaban siswa berkaitan
33-42 50% - Sedang 27 30% dengan kemampuan siswa dalam
74,99%
menganalisis situasi konflik yang sedang
22-32 25% - Cukup 1 1%
49,99% dihadapi, memprediksi cara pemecahan
13-22 0% - Rendah 0 0% masalah, dan mencari berbagai macam
24,99% alternatif jalan keluar penyelesaian
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2020) permasalahan atau konflik. Dari tabel
Tabel 5 merupakan data kemampuan tersebut dapat diketahui sebesar 38% atau
resolusi konflik siswa berdasarkan indikator sebanyak 34 siswa memiliki kemampuan
kemampuan komunikasi. Tingkat berpikir kritis dan kreatif yang tinggi untuk
kemampuan komunikasi sendiri diperoleh menyelesaikan koflik. Selanjutnya, sebesar
dari hasil akumulasi jawaban siswa yang 54% siswa atau sebanyak 49 siswa memiliki
berkaitan dengan kemampuan siswa kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang
berbicara dengan bahasa yang mudah termasuk ke dalam kategori sedang. Selain
dipahami orang lain, pemahaman siswa itu, siswa yang memiliki kemampuan berpikir
tentang maksud lawan bicara, sikap siswa kritis dan kreatif yang cukup dalam
untuk mendengarkan orang lain, dan menyelesaikan konflik sebesar 8% atau
kemampuan siswa untuk menyusun ulang sebanyak 7 siswa.
pernyataan yang bermuatan emosional ke
dalam pernyataaan yang netral atau kurang Remaja merupakan fase peralihan dari
emosional. Dari tabel tersebut dapat masakanak-kanak menuju dewasa yang
diketahui bahwa sebagian besar siswa yakni ditandai dengan perubahan dari segi fisik,
sebesar 69% atau sebanyak 62 siswa memiliki kognitif, psikis, dan psikososial (Desmita,

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 781

2009). Remaja memang tidak sepenuhnya Konflik interpersonal merupakan “Konflik


akan mengalami masa sulit akibat perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial antar
dalam dirinya, namun remaja memang individu atau antar kelompok, sehingga
rentan mengalami konflik jika perubahan dapat disebut pula sebagai konflik sosial”
dalam proses perkembangannya dirinya (Maftuh, 2008, hlm. 14).
tidak disertai bimbingan dari lingkungan Data temuan berdasarkan pernyataan
sekitarnya (Santrock, 2012). siswa, sebesar 79% siswa memilih tidak
Data di lapangan menunjukkan 60% menyelesaikan konflik melalui guru, 16%
responden meyatakan sering mengalami siswa menyatakan kadang-kadang
konflik dalam skala tahunan. Domain konflik menyelesaikan konflik melalui bantuan guru
pada 60 % siswa SMA Negeri 2 Cimahi terjadi sebanyak kurang dari 3 kali, dan sisnya
antar teman dan 2% memiliki konflik dengan sebesar 5% siswa sering menyelesaikan
pacar. Konflik interpersonal ini wajar terjadi konflik melalui guru sebanyak lebih dari 3
karena di lingkungan sekolah remaja kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih
dihadapkan dengan berbagai macam banyak siswa yang belum memanfaatkan
perbedaan seperti budaya, bawaan fasilitas bimbingan dari guru.
kebiasaan keluarga, dan cara bersosialisasi Padahal, pengelolaan konflik dengan
(Anwar, 2015). Pada masa remaja awal, prosedur yang benar berguna bagi siswa
masih terjadi peralihan sikap dan untuk menyelesaikan konflik secara
penyesuaian diri maka konflik interpersonal konstruktif agar bisa memberikan manfaat
dalam kelompok tak jarang bersifat positif bagi dirinya dan lingkungan
emosional yang muncul akibat kemampuan, sekitarnya. Mereka bisa memanfaatkan
kebutuhan, bakat, minat, kepribadian pelayanan bimbingan dari guru BK atau guru
maupun latar belakang lingkungan yang lainnya untuk berkonsultasi jika mereka tidak
berbeda (Sridasweni, et al., 2017). mampu menyelesaikan konflik secara
Adapun domain konflik kedua 36% mandiri (Sridasweni, et al., 2017).
terjadi antara siswa dengan keluarganya. Hal Sebuah konflik menjadi konstruktif atau
ini dapat terjadi seiring dengan destruktif ditentukan oleh kemampuan
perkembangan remaja yang mulai intensif individu mengelola konflik. Pengelolaan
bersosialisasi dengan teman sebayanya. konflik yang buruk akan memicu konflik
Mereka menemukan nilai-nilai baru dan terbuka, maka ada dua aspek penting untuk
berbeda dari nilai yang ditanamkan oleh hal mengantisipasi hal tersebut yakni dengan
keluarga sehingga terjadi perbedaan keterampilan mengelola konflik dan
keinginan orang tua dan perilaku remaja kesadaran dari berbagai pihak perihal
(Lestari & Asyanti, 2009). resolusi konflik (Malihah & Nurbayani, 2015).
Selain domain pertemanan dan Angket yang disebar terdiri dari
keluarga, 2% siswa menyatakan pernah beberapa indikator yang terdiri dari
memiliki konflik dengan guru. Pada ranah ini, kemampuan orientasi, persepsi, emosi,
dapat dijelaskan bahwa remaja masih komunikasi, dan berpikir kritis serta kreatif.
memiliki ego tinggi dan ketidakstabilan Pembahasan temuan indikator dijelaskan
emosi sehingga seringkali mereka sebagai berikut:
memunculkan perilaku melawan ketika Berdasarkan hasil angket yang disebar
diberikan masukan oleh guru (Praptiani, pula dapat diketahui bahwa kemampuan
2013). orientasi pada siswa yang mencangkup
Berdasarkan temuan tersebut, dapat pemahaman siswa mengenai konflik, sikap
disimpulkan bahwa konflik yang sering anti kekerasan, sikap jujur dan adil, sikap
terjadi pada remaja khususnya siswa adalah toleransi pada orang lain, dan sikap tidak
konflik interpersonal. Konflik interpersonal mudah terpengaruh oleh orang lain

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 782

tergolong sedang yakni sebesar 65%. membantu remaja meredam sikap agresifnya
Beberapa dari mereka yang memiliki skor (Desmita, 2009, 2013).
sedang juga masih kurang mengembangkan Kemudian, pada kemampuan
sikap inklusif, belum banyak belajar komunikasi yang meliputi kemampuan
bertoleransi, dan belum membiasakan diri menggunakan bahasa yang mudah dipahami,
untuk tidak mengunakan kekerasan saat memahami lawan bicara, dan kemampuan
berkonflik. menyusun ulang pernyataan menjadi
Sikap eksklusif terjadi karena hubungan pernyataan yang netral dan tidak bermuatan
yang semakin intensif pada remaja dengan emosional. Sebesar 69% siswa memiliki
teman sekelompoknya mendorong remaja kemampuan komunikasi yang tinggi. Artinya,
menjalankan norma kelompok tanpa mayoritas siswa SMA Negeri 2 Cimahi sudah
mengindahkan norma umum. Mereka mampu berkomunikasi dengan baik untuk
mengidentifikasikan diri sesuai perilaku menyelesaikan konflik atau permasalahan
kelompok karena mendapatkan keuntungan yang mereka hadapi. Kemampuan
dan takut menerima hukuman jika tidak komunikasi interpersonal dan komunikasi
berperilaku sesuai dengan kelompok kelompok yang baik dalam resolusi konflik
(Malihah, et.al, 2014). bermanfaat bagi siswa karena komunikasi
Selanjutnya, kemampuan persepsi pada interpersonal ini memiliki hubungan yang
sebanyak 52% siswa yang meliputi signifikan dengan pengelolaan konflik
kemampuan berempati, menunda (Anggraeni, 2010; Sridasweni, et al., 2017).
menyalahkan orang lain, dan memahami Pada kemampuan berpikir kritis dan
bahwa individu satu dan lainnya memiliki kreatif yang mencangkup kemampuan siswa
perbedaan baik dari segi sikap, pemahaman, dalam menganalisis situasi konflik dan
dan pandangan akan suatu hal tergolong memecahkan masalah dengan mencari
sedang. Mereka sudah cukup baik dalam berbagai alternatif jalan keluar. Sebagian
mengembangkan kemampuan persepi. besar siswa atau sebanyak 54% siswa
Mereka memahami adanya perbedaan memiliki kemampuan berpikir kritis yang
sudut pandang pada pihak yang berkonflik termasuk ke dalam kategori sedang.
dan sudah cukup baik dalam berempati. Akan Secara keseluruhan, kemampuan
tetapi, perlu dikembangkan sikap untuk tidak resolusi konflik pada siswa SMA Negeri 2
memberi penilaian sepihak. Cimahi sudah baik terlihat dari sebanyak 58%
Pada kemampuan emosi yang siswa memiliki skor yang tinggi. Dari kelima
mencangkup kemampuan untuk indikator, indikator kemampuan komunikasi
mengendalikan emosi negatif seperti marah menjadi kemampuan yang banyak dimiliki
dan frustasi, sebesar 33% siswa masih sulit siswa. Terlihat dari persentase siswa yang
untuk mengendalikan emosi atau termasuk memiliki skor tinggi. Akan tetapi, pada
ke dalam kategori cukup. Bila dianalisis dari beberapa indikator masih perlu ditingkatkan.
sudut pandang teori, masa remaja Terutama pada indikator kemampuan
merupakan fase peralihan menuju dewasa mengelola emosi, karena emosi yang tidak
sehingga belum bisa mengelola emosi stabil memiliki resiko terhambatnya
dengan baik. Ketidakstabilan emosi (The keberhasilan pencapaian tugas dan kesulitan
fluctiating self) merupakan karakteristik mengatasi konflik sehingga konflik tidak
konsep remaja yang mengalami kebingungan selesai atau berkepanjangan (Sridasweni, et
peran. Meskipun demikian, jika diarahkan al., 2017).
dengan baik mereka akan membentuk Kemampuan mengelola emosi melatih
konsep diri yang utuh. Salah satunya kesehatan mental individu pada
upayanya adalah membangun hubungan penyelesaian konflik yang muncul dari situasi
positif dengan teman sebaya karena dapat emosional. Kecerdasan emosional dan

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 783

komunikasi menjadi kunci mendorong budaya musyawarah dalam menyelesaikan


individu lebih adaptif pada kondisi yang masalah. Kemampuan resolusi konflik
memicu emosi seperti kemarahan sehingga dipadukan dengan budaya musyawarah bisa
mampu mengendalikan diri untuk mendorong penyelesaian konflik secara
menyelesaikan konflik (Sridasweni, et al., konstruktif. Konflik tidak melulu diselesaikan
2017; Utami, et al., 2019). dengan emosi dan kekuatan otot. Selain itu,
Jika ditinjau lebih jauh lagi, jawaban strategi dalam pendidikan resolusi konflik
siswa mengenai pernyataan orientasi maupun konseling resolusi konflik pun
terhadap konflik menggambarkan anggapan terdapat penjelasan terkait landasan sosial
siswa terhadap konflik yang masih negatif. budaya. Pewarisan budaya pada diri individu
Mereka menganggap konflik adalah sesuatu melalui resolusi konflik sangat baik dalam
yang merusak dan hal yang buruk. maka dari membentuk sebuah pemahaman dan unsur
itu diperlukan strategi pendidikan resolusi subjektif pada diri individu agar perprilaku
konflik yang merupakan sebuah program dan berpikir luhur berdasarkan budaya
pendidikan untuk siswa agar memahami Indonesia (Aminati, 2013; Maftuh, 2008)
konflik dapat diarahkan secara konstruktif Lebih lanjut, nilai dan budaya masyarakat
(Maftuh, 2008). Indonesia yang disosialisasikan sekolah
McCollum & Banas (2009) menjelaskan sebagai lembaga sosial sekunder ternyata
bahwa kemampuan resolusi konflik memiliki pengaruh pada cara penyelesaian
merupakan kunci perkembangan sosial konflik seseorang. Penelitian yang dilakukan
remaja yang berhasil, Haar & Krahe (1999) menunjukkan adanya
perbedaan cara penyelesaian masalah antara
“..when it comes to building friendships,
remaja Jerman dengan remaja Indonesia.
conflict resolution skills are essential.
Remaja Jerman cenderung memilih
This is especially true during the teen
melakukan penyelesaian masalah dengan
years, when developing skills to resolve
konfrontasi secara individual yang
conflicts is the key to teens’ social
mencerminkan budaya individualisme,
development. Teens who can
sedangkan remaja Indonesia memilih
communicate well and resolve conflicts
strategi tunduk patuh dan kompromi yang
are more likely to develop friendships.
mencerminkan budaya kolektivitas.
Conflict resolution skills provide tools to
Selain itu, status siswa sebagai warga
counter negative peer pressure” (hlm.
negara indonesia dan kepercayaan yang
38-39).
dianut turut membentuk konsep diri siswa
Melalui pendidikan resolusi konflik serta mempengaruhi nilai yang dipegang
kemampuan resolusi konflik dapat diasah dalam menyelesaikan konflik. Nilai
karena pendidikan resolusi konflik kolektivitas yang kita kenal sebagai
mengandung cara mengelola konflik dengan musyawarah misalnya, bukan hanya menjadi
serangkaian perilaku dari berbagai pihak agar ciri khas bangsa Indonesia, melainkan juga
bisa saling mempengaruhi satu sama lain merupakan salah satu konsep yang dijunjung
secara positif. Selain itu, implementasi nilai pada Agama Islam yang merupakan agama
nilai pendidikan multikultural dan pendidikan yang dianut oleh mayoritas responden.
karakter pada pendidikan resolusi konflik Penyelesaian yang diutamakan adalah
dapat mendukung terwujudnya konsep berupa kepedulian bersama untuk
pendidikan yang humanis (Pettalongi, 2013; menciptakan hubungan sosial yang harmonis
Tualeka, 2017). (Said, et al., 2001).
Sebagai generasi penerus bangsa, remaja
wajib mengamalkan nilai luhur bangsa
Indonesia salah satunya dengan melestarikan

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 784

4. KESIMPULAN pendidikan formal yang dapat menerapkan


pendidikan resolusi konflik secara terstruktur
Berdasarkan pembahasan, dapat
dan sistematis. Adapun rekomendasi yang
disimpulkan bahwa kemampuan resolusi
penulis dapat berikan berupa implementasi
konflik pada siswa SMA terkhusus di SMA
pendidikan resolusi konflik ke dalam
Negeri 2 Cimahi sudah baik ditunjukkan
kurikulum atau kegiatan pembelajaran yang
dengan skor yang berada pada kategori
menyenangkan agar dapat mengubah
tinggi. kemampuan komunikasi yang sudah
persepsi siswa bahwa konflik dapat
baik menunjukkan dampak dari kemudahan
diarahkan secara konstruktif dan siswa dapat
berkomunikasi di era digital. Sementara itu,
meningkatkan kemampuan resolusi konflik
kemampuan pengelolaan emosi masih perlu
mereka.
di tingkatkan karena masa remaja
merupakan masa peralihan dengan emosi
yang belum stabil.
Penelitian ini berimplikasi pada siswa,
orang tua, dan sekolah sebagai lembaga

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 789

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S. (2010). Hubungan Antara Keterampilan Komunikasi Interpersonal Dan
Komunikasi Kelompok Dengan Resolusi Konflik Pada Siswa SLTA. (Skripsi). Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Solo.
Aminati, A.Y. (2013). Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori dan Praktik Konseling
Resolusi Konflik Interpersonal. Jurnal BK Unesa, 3(1).
Anwar, Z. (2015). Strategi penyelesaian konflik antar teman sebaya pada remaja. Makalah
Seminar Psycologi dan Kemanusiaan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
Bungin, B. (2005). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Desmita, D. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Remaja Rosdakarya.
Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosdakarya.
Haar, B. F., dan Krahe, B. (1999). Strategies for resolving interpersonal conflicts in
adolescence, A German-Indonesian comparison. Journal of Cross-Cultural Psycholog, 30,
667-683.
Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (1995). Reducing school violence through conflict resolution.
ASCD.
Lestari, S., & Asyanti, S. (2009). Area Konflik Remaja Awal dengan Orang Tua: Studi Kuantitatif
pada Keluarga di Surakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 10, No. 2
Maftuh, B. (2008). Pendidikan Resolusi Konflik. Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Malihah, E., et.al. (2014). Kenakalan Remaja Akibat Kelompok Pertemanan Siswa. In Forum
Ilmu Sosial (Vol. 41, No. 1).
Malihah, E., & Nurbayani, S. (2015). Teaching conflict resolution through general education at
university: Preparing students to prevent or resolve conflicts. In a pluralistic society. Asian
Social Science, 11(12), 353.
Nawantara, R. D. (2017). Interpersonal Conflict Resolution Skill (Solusi Konstruktif bagi Konflik
Interpersonal Siswa). In Seminar Nasional Bimbingan Konseling Universitas Ahmad
Dahlan (Vol. 2).
Pettalongi, S. S. (2013). Islam dan Pendidikan Humanis dalam Resolusi
Konflik Sosial. Cakrawala Pendidikan, (2), 95142.
McCollum, S., & Banas, S. L. (2009). Managing conflict resolution. Infobase Publishing.
Praptiani, S. (2013). Pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi
konflik sebaya dan pemaknaan gender. (Disertasi). Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
Ramadhani, H. S., & Rahmasari, D. (2011). Efektifitas Penerapan Outbound Training dalam
Meningkatkan Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal Pada Remaja. Jurnal Psikologi
Teori dan Terapan, 2(1), 1-10.
Raya, M. K. F. (2016). Resolusi Konflik dalam Institusi Pendidikan Islam (Kajian Empirik dan
Potensi Riset Resolusi Konflik). Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 1(1), 71-85.

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |


Fikka Nadya, dkk. Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 790

Said, A. A., et.al. (2001). Peace and Conflict Resolution in Islam. Lanham, Maryland: University
Press of America.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development (Edisi 13 Jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Saputro, K. Z. (2018). Memahami ciri dan tugas perkembangan masa remaja. Aplikasia: Jurnal
Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 17(1), 25-32.
Setiadi, E. M., & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sridasweni, S., et al. (2017). Hubungan Kecerdasan Emosional dan Komunikasi Interpersonal
dengan Manajemen Konflik Peserta Didik. Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 6(2), 176-
193.
Suhardono, W. (2015). Konflik dan Resolusi. Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i, 2.
Susan, N. (2014). Pengantar Sosiologi konflik. Kencana.
Tualeka, M. W. N. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern. Al-Hikmah, 3(1), 32-48.
Utami, F. P., et al. (2019). Tingkat Kemampuan Kelola Emosi Marah Siswa SMA. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 4(2), 262-266.
Zubaidah, S. (2016). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui
pembelajaran. In Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Isu-isu Strategis
Pembelajaran MIPA Abad (Vol. 21, No. 10).

p- ISSN 2088-575X e- ISSN 2528-2457 |

Anda mungkin juga menyukai