Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia
Correspondence: E-mail: fikkanadya@student.upi.edu
© Sosietas 2019
Fikka Nadya, dkk, Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal… 775
sekolah di Indonesia memberikan kita gam- resolusi konflik. Resolusi konflik merupakan
baran bahwa, masih banyak kasus konflik in- upaya menanggulangi konflik dan
terpersonal di sekolah yang belum bisa mengarahkan konflik menjadi sesuatu yang
secara maksimal diantisipasi. Fenomena so- bermakna positif (Maftuh, 2008; Setiadi &
sial tersebut perlu menjadi perhatian khusus Kolip, 2011).
bagi semua pihak, terlebih orang tua dan Resolusi konflik merupakan upaya untuk
sekolah. Jika diperhatikan, iklim sekolah saat mengurangi kekerasan di sekolah hal ini di-
ini tidak selamanya damai dan aman, karena jelaskan Johnson & Johnson (1995) bahwa
konflik sering terjadi di sekolah baik dalam “Conflicts can become destructive
bentuk yang sederhana maupun yang lebih when they are denied, suppressed, or
serius. Pada latar persekolahan, konflik yang avoided. If students do not have conflict
sering timbul adalah konflik hubungan antar management training, they will use their
pribadi (Sridasweni, et al., 2017). own techniques, which are often inade-
Namun demikian, selalu ada solusi da- quate. They may get angry, fight, and
lam setiap permasalahan. Konflik tidak harass or abuse each other verbally. Such
melulu berdampak buruk dan menyeramkan. actions do not usually resolve problems
Konflik interpersonal sering dialami individu and often result in alienating students
pada usia rawan atau pada usia remaja. from their peers and faculty” (hlm. 15-
Mekanisme penyelesaian konflik pada ting- 16)
kat ini relatif tidak terlalu sulit diselesaikan Kemampuan resolusi konflik menjadi
atau dengan kata lain konflik pada tingkat in- sangat bermanfaat untuk bekal peserta didik
terpersonal dapat diatasi dengan kemam- dalam mengatasi permasalahan yang timbul
puan resolusi konflik (Suhardono, 2015). ketika terjun ke masyarakat. Disamping itu,
Dalam menghadapi konflik, terdapat dua salah satu kemampuan resolusi konflik juga
respon yang secara garis besar dapat digo- merupakan kemampuan abad-21 yang perlu
longkan ke dalam respon yang negatif dan re- dimiliki oleh siswa. Sekolah sebagai lembaga
spon yang positif. Respon negatif terbagi sosial formal yang memberikan pendidikan
menjadi dua, respon menghindar dan dan pelatihan pada siswa ditantang untuk
mengkonfrontasi. Sedangkan respon positif mampu menjadikan peserta didiknya sukses
cenderung menghasilkan penyelesaian ma- dengan kemapuan yang mumpuni sesuai
salah yang konstruktif. Respon tersebut san- tuntutan zaman (Zubaidah, 2016).
gat bergantung pada persepsi seseorang ter- Berdasarkan penjelasan tersebut, pent-
hadap konflik (Ramadhani & Rahmasari, ing untuk mengetahui bagaimana kemam-
2011). puan resolusi konflik pada siswa sehingga
Masih banyak yang berpandangan penulis melakukan penelitian untuk menge-
bahwa konflik adalah suatu hal yang negatif tahui tingkat kemampuan resolusi konflik
dan cenderung dihindari padahal kita hidup pada siswa dan menjelaskan urgensinya pada
berdampingan dan selalu berhadapan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).
dengannya. Tak jarang konflik berujung pada Penelitian dilakukan pada salah satu sekolah
dampak negatif yang merugikan. Padahal, favorit di Kota Cimahi yakni SMA Negeri 2
konflik bisa berdampak positif misalnya Cimahi.
meningkatkan solidaritas kelompok, melatih
kemampuan berpikir kritis dan membentuk 2. METODE
pribadi yang tangguh. Dampak konflik ber-
Desain penelitian ini menggunakan
gantung pada sudut pandang dan pema-
pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan
haman seseorang terhadap konflik. Pemak-
di SMA Negeri 2 Cimahi dengan responden
naan konflik sebagai hal yang bisa berdam-
yang berjumlah 90 orang. Responden
pak positif dijadikan dasar pemikiran adanya
merupakan peserta didik pada tingkat satu mengalami masalah baik di kelas maupun di
dan dua tahun ajaran 2019/2020 yang terdiri luar kelas (Bungin, 2005).
dari 47 orang kelas sepuluh dan 43 orang Pengumpulan data melalui studi
kelas sebelas. Responden yang terlibat literatur peneliti lakukan dengan mencari
berasal dari kelas IPA dan IPS, baik laki-laki referensi sebanyak mungkin dari buku,
maupun perempuan dengan latar belakang jurnal, proceeding, dan berita online yang
ekonomi, sosial, budaya, dan agama yang dipublikasikan. Peneliti membuat tabel yang
beragam. berisi informasi tentang jurnal yang relevan
Instrumen dalam penelitian ini dengan penelitian. Data, teori, dan penelitian
menggunakan kuisioner (angket), observasi, terdahulu yang terkumpul akan dijadikan alat
dan studi literatur. Angket dalam penelitian analisis, pembanding, serta dapat digunakan
ini digunakan peneliti sebagai alat utama untuk memperjelas data hasil temuan di
dalam memperoleh data. Sedangkan lapangan.
observasi dan studi literatur digunakan Prosedur penelitian yang dilakukan
peneliti sebagai teknik sekunder atau disesuaikan dengan pendekatan kuantitatif
pendukung dalam mengumpulkan data dengan langkah mengidentifikasi masalah,
(Bungin, 2005). menentukan rumusan masalah, memilih
Adapun bentuk angket yang dipilih pendekatan yang sesuai, menetapkan
adalah angket tertutup dengan variabel yang hendak diuji, menentukan
menggunakan skala likert yang berisi 40 butir sumber data, menyusun dan menguji
soal. Soal dibuat berupa pernyataan yang kelayakan instrumen, melakukan
terbagi menjadi pernyataan positif dan pengumpulan data, pengolahan data,
negatif dengan empat buah tanggapan yakni, menganalisis data, dan terakhir menjelaskan
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan hasil penemuan serta menarik kesimpulan
sangat tidak setuju. Pada penyataan positif yang ditulis melalui laporan penelitian.
tanggapan sangat setuju pada diberi nilai 4, Pengolahan data dengan statistik
setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, inferensial dilakukan menggunakan alat
dan sangat tidak setuju diberi nilai. bantu software exel 2013 dan SPSS Ver 16.0.
Sebaliknya, pada pernyataan negatif Proses pengolahan data terdiri dari editing,
tanggapan sangat setuju diberi nilai 1, setuju coding, dan tabulasi. Setelah data diolah,
diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 3, dan data dianalisis berdasarkan kategorisasi dari
sangat tidak setuju diberi nilai 4. indikator variabel penelitian. Kategorisasi
Observasi dilakukan peneliti selama terbagi ke dalam 4 kriteria yakni tinggi,
peneliti melaksanakan PPLSP yang sedang, cukup, dan rendah. Kategorisasi
diselenggarakan Universitas Pendidikan dilakukan untuk mempermudah melihat
Indonesia pada bulan September hingga hasil pengolahan data dan mempermudah
Desember 2019. Kegiatan pengamatan objek dalam mendeskripsikan data.
penelitian untuk mendapatkan data
tambahan yang terkait konsep diri peserta 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
didik dan respon peserta didik dalam
menyelesaikan masalah. Teknik observasi Setelah melakukan pengumpulan
yang dipilih adalah observasi tidak data melalui angket didapatkan hasil yang
berstruktur yakni dilakukan tanpa terdiri dari domain konflik, frekuensi konflik,
menggunakan pedoman (guide) observasi data alternatif penyelesaian konflik melalui
dikarenakan objek dan fenomena bisa guru, dan hasil kategorisasi tingkat
diamati secara fleksibel. Pengamatan kemampuan resolusi konflik berdasarkan
dilakukan ketika peserta didik sedang hasil pengolahan data yang didapatkan. Hasil
tergolong sedang yakni sebesar 65%. membantu remaja meredam sikap agresifnya
Beberapa dari mereka yang memiliki skor (Desmita, 2009, 2013).
sedang juga masih kurang mengembangkan Kemudian, pada kemampuan
sikap inklusif, belum banyak belajar komunikasi yang meliputi kemampuan
bertoleransi, dan belum membiasakan diri menggunakan bahasa yang mudah dipahami,
untuk tidak mengunakan kekerasan saat memahami lawan bicara, dan kemampuan
berkonflik. menyusun ulang pernyataan menjadi
Sikap eksklusif terjadi karena hubungan pernyataan yang netral dan tidak bermuatan
yang semakin intensif pada remaja dengan emosional. Sebesar 69% siswa memiliki
teman sekelompoknya mendorong remaja kemampuan komunikasi yang tinggi. Artinya,
menjalankan norma kelompok tanpa mayoritas siswa SMA Negeri 2 Cimahi sudah
mengindahkan norma umum. Mereka mampu berkomunikasi dengan baik untuk
mengidentifikasikan diri sesuai perilaku menyelesaikan konflik atau permasalahan
kelompok karena mendapatkan keuntungan yang mereka hadapi. Kemampuan
dan takut menerima hukuman jika tidak komunikasi interpersonal dan komunikasi
berperilaku sesuai dengan kelompok kelompok yang baik dalam resolusi konflik
(Malihah, et.al, 2014). bermanfaat bagi siswa karena komunikasi
Selanjutnya, kemampuan persepsi pada interpersonal ini memiliki hubungan yang
sebanyak 52% siswa yang meliputi signifikan dengan pengelolaan konflik
kemampuan berempati, menunda (Anggraeni, 2010; Sridasweni, et al., 2017).
menyalahkan orang lain, dan memahami Pada kemampuan berpikir kritis dan
bahwa individu satu dan lainnya memiliki kreatif yang mencangkup kemampuan siswa
perbedaan baik dari segi sikap, pemahaman, dalam menganalisis situasi konflik dan
dan pandangan akan suatu hal tergolong memecahkan masalah dengan mencari
sedang. Mereka sudah cukup baik dalam berbagai alternatif jalan keluar. Sebagian
mengembangkan kemampuan persepi. besar siswa atau sebanyak 54% siswa
Mereka memahami adanya perbedaan memiliki kemampuan berpikir kritis yang
sudut pandang pada pihak yang berkonflik termasuk ke dalam kategori sedang.
dan sudah cukup baik dalam berempati. Akan Secara keseluruhan, kemampuan
tetapi, perlu dikembangkan sikap untuk tidak resolusi konflik pada siswa SMA Negeri 2
memberi penilaian sepihak. Cimahi sudah baik terlihat dari sebanyak 58%
Pada kemampuan emosi yang siswa memiliki skor yang tinggi. Dari kelima
mencangkup kemampuan untuk indikator, indikator kemampuan komunikasi
mengendalikan emosi negatif seperti marah menjadi kemampuan yang banyak dimiliki
dan frustasi, sebesar 33% siswa masih sulit siswa. Terlihat dari persentase siswa yang
untuk mengendalikan emosi atau termasuk memiliki skor tinggi. Akan tetapi, pada
ke dalam kategori cukup. Bila dianalisis dari beberapa indikator masih perlu ditingkatkan.
sudut pandang teori, masa remaja Terutama pada indikator kemampuan
merupakan fase peralihan menuju dewasa mengelola emosi, karena emosi yang tidak
sehingga belum bisa mengelola emosi stabil memiliki resiko terhambatnya
dengan baik. Ketidakstabilan emosi (The keberhasilan pencapaian tugas dan kesulitan
fluctiating self) merupakan karakteristik mengatasi konflik sehingga konflik tidak
konsep remaja yang mengalami kebingungan selesai atau berkepanjangan (Sridasweni, et
peran. Meskipun demikian, jika diarahkan al., 2017).
dengan baik mereka akan membentuk Kemampuan mengelola emosi melatih
konsep diri yang utuh. Salah satunya kesehatan mental individu pada
upayanya adalah membangun hubungan penyelesaian konflik yang muncul dari situasi
positif dengan teman sebaya karena dapat emosional. Kecerdasan emosional dan
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S. (2010). Hubungan Antara Keterampilan Komunikasi Interpersonal Dan
Komunikasi Kelompok Dengan Resolusi Konflik Pada Siswa SLTA. (Skripsi). Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Solo.
Aminati, A.Y. (2013). Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori dan Praktik Konseling
Resolusi Konflik Interpersonal. Jurnal BK Unesa, 3(1).
Anwar, Z. (2015). Strategi penyelesaian konflik antar teman sebaya pada remaja. Makalah
Seminar Psycologi dan Kemanusiaan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
Bungin, B. (2005). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Desmita, D. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Remaja Rosdakarya.
Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosdakarya.
Haar, B. F., dan Krahe, B. (1999). Strategies for resolving interpersonal conflicts in
adolescence, A German-Indonesian comparison. Journal of Cross-Cultural Psycholog, 30,
667-683.
Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (1995). Reducing school violence through conflict resolution.
ASCD.
Lestari, S., & Asyanti, S. (2009). Area Konflik Remaja Awal dengan Orang Tua: Studi Kuantitatif
pada Keluarga di Surakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 10, No. 2
Maftuh, B. (2008). Pendidikan Resolusi Konflik. Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Malihah, E., et.al. (2014). Kenakalan Remaja Akibat Kelompok Pertemanan Siswa. In Forum
Ilmu Sosial (Vol. 41, No. 1).
Malihah, E., & Nurbayani, S. (2015). Teaching conflict resolution through general education at
university: Preparing students to prevent or resolve conflicts. In a pluralistic society. Asian
Social Science, 11(12), 353.
Nawantara, R. D. (2017). Interpersonal Conflict Resolution Skill (Solusi Konstruktif bagi Konflik
Interpersonal Siswa). In Seminar Nasional Bimbingan Konseling Universitas Ahmad
Dahlan (Vol. 2).
Pettalongi, S. S. (2013). Islam dan Pendidikan Humanis dalam Resolusi
Konflik Sosial. Cakrawala Pendidikan, (2), 95142.
McCollum, S., & Banas, S. L. (2009). Managing conflict resolution. Infobase Publishing.
Praptiani, S. (2013). Pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi
konflik sebaya dan pemaknaan gender. (Disertasi). Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
Ramadhani, H. S., & Rahmasari, D. (2011). Efektifitas Penerapan Outbound Training dalam
Meningkatkan Kemampuan Resolusi Konflik Interpersonal Pada Remaja. Jurnal Psikologi
Teori dan Terapan, 2(1), 1-10.
Raya, M. K. F. (2016). Resolusi Konflik dalam Institusi Pendidikan Islam (Kajian Empirik dan
Potensi Riset Resolusi Konflik). Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 1(1), 71-85.
Said, A. A., et.al. (2001). Peace and Conflict Resolution in Islam. Lanham, Maryland: University
Press of America.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development (Edisi 13 Jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Saputro, K. Z. (2018). Memahami ciri dan tugas perkembangan masa remaja. Aplikasia: Jurnal
Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 17(1), 25-32.
Setiadi, E. M., & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sridasweni, S., et al. (2017). Hubungan Kecerdasan Emosional dan Komunikasi Interpersonal
dengan Manajemen Konflik Peserta Didik. Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 6(2), 176-
193.
Suhardono, W. (2015). Konflik dan Resolusi. Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i, 2.
Susan, N. (2014). Pengantar Sosiologi konflik. Kencana.
Tualeka, M. W. N. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern. Al-Hikmah, 3(1), 32-48.
Utami, F. P., et al. (2019). Tingkat Kemampuan Kelola Emosi Marah Siswa SMA. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 4(2), 262-266.
Zubaidah, S. (2016). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui
pembelajaran. In Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Isu-isu Strategis
Pembelajaran MIPA Abad (Vol. 21, No. 10).