Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAWURAN PADA REMAJA

DISUSUN OLEH :
DIAN OKTAVIANA
NIM: 30901700020
SEMESTER 4
FAKULTAS ILMU KEERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmannirohim
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaika makalah tentang “Tawuran ada remaja”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai tawuran ada remaja di sekitar kita khususnya tentang tawuran
antar pelajar. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran,
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang,
mengingat tidak ada yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain.
Kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon dengan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dimasa depan.

Semarang, 3 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja adalah anak yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 21 tahun. Ciri-
ciri masa remaja adalah periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, usia
bermasalah, masa mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak
realistik dan sebagai ambang masa dewasa (Hurlock, 1992). Jumlah remaja berumur 16
sampai dengan 19 tahun berjumlah 8,71 persen dari jumlah warga negara atau 20.624.373
orang (Badan Pusat Statistik, 2010). Jumlah ini cukup besar potensinya untuk
dikembangkan agar dapat menentukan masa depan bangsa. Dengan harapan mereka bisa
berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara, sehingga relasi antar organisme
dengan lingkungannya perlu diperhatikan (Constable & Flynn, 1982). Dalam pembahasan
masalah remaja setidaknya ada dua dimensi yaitu pertama adalah dimensi makro yang
menggambarkan bagaimana institusi Negara melalui kebijakan dan peraturan yang
dibuatnya mempengaruhi proses perubahan di suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang
kedua adalah dimensi mikro dimana individu keluarga dan kelompok kecil dalam
masyarakat mempengaruhi proses pembangunan itu sendiri (Adi, 2013).

Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang
yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama. Integrasi dalam masyarakat
dewasa mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber.
Dalam hal ini keluarga menjadi penting dalam proses perkembangan remaja. Keluarga
sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan penting dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih lanjut diharapkan mengurangi
timbulnya masalah-masalah sosial (Gunarsa & Gunarsa, 1993). Termasuk juga perubahan
intelektual yang mencolok yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk
mencapai integrasi dalam hubungan sosial yang dewasa, yang kenyataanya merupakan
ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Kedekatan remaja untuk
mendapatkan otonomi dan tanggung jawab umumnya membuat bingung dan marah orang
tua. Orang tua memandang anak remaja mereka lepas dari cengkraman mereka. Mereka
mungkin merasa terdorong untuk menerapkan kontrol yang lebih kuat ketika anak remaja
mereka mencari otonomi dan tanggung jawab (Santrock, 2007).
Perilaku menyimpang pelajar (berusia remaja) adalah salah satu tawuran, Tawuran
dalam kamus Bahasa Indonesia artinya perkelahian yang meliputi banyak orang. Pada
tulisan ini, tawuran berarti perkelahian antar banyak orang yang pelakunya adalah remaja.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan remaja digolongkan sebagai salah satu
bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi tawuran?
2. Penyebab terjadinya tawuran?
3. Apa saja faktor terjadinya tawuran antar pelajaran?
4. Apa saja Dampak tawuran?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi tawuran
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tawuran
3. Untuk mengetahui faktor terjadinya tawuran antar pelajar
4. Untuk mengetahui dampak tawuran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi tawuran antar Pelajar

Dalam kamus bahasa Indonesia “tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian


yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar.
Dan “kelompok” adalah sekumpulan orang yang mengindetifikasi satu sama lain dan
merasa bahwa mereka saling memiliki. Suatu kelompok ketika dua atau lebih orang
berinteraksi selama lebih dari beberapa saat, saling mempengaruhi satu sama lain melalui
beberapa cara, dan memikirkan diri mereka sebagai “kita”. Sehingga pengertian tawuran
pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian
tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar.

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan


sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja,
dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional
dan sistematik.

Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang


“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya
kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.

Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam
suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang
harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan
apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita
ketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah geng
yang mana dari pembentukan geng inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa
adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok
teman sebayanya

Tawuran merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan


remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan
kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya
dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja
terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban
materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik.

Menurut Ridwan tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal yang


dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang
berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran pelajar yang telah memiliki rasa
permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang
didalamnya terdapat beberapa jenis sekolah dan (3) tawuran pelajar yang sifatnya
insidental yang dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu. Tawuran juga dapat didefinisikan
sebagai perkelahian massal yang adalah perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-
laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain.

Tawuran pelajar adalah fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh
masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran
adalah salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Tawuran pelajar
sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban
yang lebih maju. Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih
senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan belajar
mengajar.

Dari konflik ini dapat kita analisis dengan teori konflik Ibn Khaldun, ia
membaginya menjadi tiga perspektif. Pertama, perspektif psikologis yag merupakan dasar
sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial diantara berbagai kelompok manusia
(keluarga, suku, dan lainnya). Kedua, fenomena politik yang berhubungan dengan
perjuangan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium,
dinasti, dan negara. Ketiga, fenomena ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan ekonomi baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat maupun keluarga.
Dengan teori ini kita dapat berpacu bahwa tawuran dapat terjadi karena hubungan kelurga
yang kurang dan lebih memilih untuk berhungan dengan teman yang dapat membuatnya
lebih nyaman sehingga timbullah rasa solidaritas pada dirinya tehadap kelompoknya dan
kemudian adanya keinginan penguasaan wilayah yang diperjuangkan dengan melakukan
kekerasan antar pelajar sekolah.

B. Penyebab terjadinya tawuran

Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya
dipicu permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang menyebabkan
pengkelompokkan berdasarkan hal-hal tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak nakal,
kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih akrab
dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua
kelompok.

Contoh kasus dalam tawuran antar pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor,
beberapa contoh di antaranya, yaitu:
1. Tawuran antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan, yang di
tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan
2. Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan
pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
3. Jiwa premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.Untuk mengkaji lebih jauh
permasalahan tawuran antar pelajar.

Tawuran Antar Pelajar Akibat Rasa Setia Kawan Yang Berlebihan. Rasa setia
kawan atau lebih dikenal dengan sebutan rasa solidartas adalah hal yang lumrah atau
biasa kita temukan dalam kehidupan, misalkan dalam persahabatan rasa setiakawan
akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah
ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan seimbang.

Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk,
salah satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah
mendengar tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan seorang siswa
yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat berpapasan di terminal, atau masalah
kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi, rebutan perempuan, dipalak dan
lain sebagainya.
C. Faktor terjadinya tawuran antar pelajar

Faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar dibagi menjadi dua, yaitu :
faktor internal dan eksternal.
1. Faktor intenal
a. Ingin menonjolkan kebenaran diri sendiri baik dihadapan temen sesekolah
dan ataupun dimata STM menjadi lawan.
b. Ingin membalaskan rasa sakit hati, kepada orang yang melecehkan
c. Tidak mau direndahkan oleh teman-teman
d. Memanfaatkan waktu untuk mencari pengalaman, baik sifat positif
maupun negatif (tawuran) karena menurutnya tidak akan tau benar jika
tidak mengenal salah.
2. Faktor eksternal
a. Faktor keluarga
Faktor keluarga terdiri dari sebagai berikut.
1) Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah
tangga.
2) Perlindungan lebih yang diberikan orang tua.
3) Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah memikul
tanggunf jawab sebagai ayah dan ibu.
4) Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, dan tindakan asusila.

b. faktor lingkungan sekolah


lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan
sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang
cukup luas, tanpa ruangan olahraga, minimnya fasilitas ruang belajar,
jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan
sanitasi yang buruk, dan sebagainya.

c. Faktor milieu/lingkungan
Lingkungan sekitar yang tidak baik dan menguntungkan bagi
pendidikan dan perkembangan remaja.
Terkait dengan konsep kelompok sosial, W.G. Summer membagi
kelompok sosial menjadi dua yaitu in-group dan out-group. Menurut
summer, dalam masyarakat primitif yang terdiri dari kelompok –
kelompok kecil dan tersebar di suatu wilayah terdapat pembagian jenis
kelompok yaitu kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-
group). Kelompok dalam (in-group) adalah kelompok sosial yang
individu-individunya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya.
Adapun kelompok luar (out-group) merupakan merupakan kelompok di
luar kelompok in-group.

Di kalangan kelompok dalam di jumpai persahabatan, kerja sama,


keteraturan, dan kedamaian. Apabila kelompok dalam berhubungan
dengan kelompok luar maka munculah rasa kebencian, permusuhan, atau
perang. Rasa kebencian itu di wariskan dari satu generasi ke genarasi yang
lain dan menimbulkan rasa solidaritas dalam kelompok (in-group feeling).
Anggota kelompok menganggap kelompo mereka sendiri sebagai pusat
gejala-gejalanya (etnosentrisme).

D. Dampak tawuran

Adapun dampak dari tawuran yang dirasakan antara lain adalah dampak
positif dan negative
1. Dampak positif
a. Merasa puas apabila mengalahkan lawan pada saat itu
b. Diri dan komunitas dikatakan paling kuat, paling tangguh,paling
kompak ,dan paling disegani oleh pihak lawan apabila lawan telah
dikalahkan
c. Baik itu nama sendiri dan komunitas terkenal oleh pihak lawan apabila
telah mengalahan lawan tersebut.
d. Bebas bergerak dan tidak terkekang apabila lawannya telah di
kalahkan
e. Tidak ada yang melecehkan lagi
2. Dampak negatif
a. Kalau ketahuan dari pihak sekolah otomatis kena sanksi yang sangat
berat (contohnya di tampar,di pusap, di telanjangi dan di jemur 1 hari)
b. Di marahi masyarakat karena mungkin meresahkan masyarakat merasa
di resahkan
c. Di tangkap polisi
d. Apabila ketahuan oleh orang tua di asingkan dari keluarga dan menjadi
gelandangan
e. Dan yang paling patal bisa menyebabkan korban jiwa

E. Upaya mengatasi tawuran


1. Dengan memandang masa remaja merupakan periode storm and drang period
(topan dan badai) dimana gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku
mereka mudah menyimpang. Maka pelajar sendiri perlu mengisi waktu luangnya
dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, Seperti Mengikuti kegiatan kursus,
berolahraga, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, dll.
2. Lingkungan keluarga juga dapat melakukan pencegahan terjadinya tawuran,
dengan cara:
a. Mengasuh anak dengan baik.
1. Penuh kasih sayang
2. Penanaman disiplin yang baik
3. Ajarkan membedakan yang baik dan buruk
4. Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawa
5. Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau
mencapai prestasi tertentu.
b. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat: Hal ini membuat anak rindu
untuk pulang ke rumah.
c. Meluangkan waktu untuk kebersamaan Orang tua menjadi contoh yang baik
dengan tidak menunjukan perilaku agresif, seperti: memukul, menghina dan
mencemooh.
d. Memperkuat kehidupan beragama Yang diutamakan bukan hanya ritual
keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari - hari.
e. Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan
kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok
dengan usianya.
f. Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak
memiliki keterampilan social yang baik. Karena kegagalan remaja dalam
menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun anti-
sosial).Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan.
3. Sekolah juga memiliki peran dalam mengatasi pencegahan tawuran, diantaranya:
a. Menyelenggarakan kurikulum Pendidikan yang baik adalah yang bisa
Mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berpikir, berestetika, dan
berkeyakinan kepada Tuhan.
b. Pendirian suatu sekolah baru perlu dipersyaratkan adanya ruang untuk
kegiatan olahraga, karena tempat tersebut perlu untuk penyaluran agresivitas
remaja.
c. Sekolah yang siswanya terlibat tawuran perlu menjalin komunikasi dan
koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan pola
penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan pertandingan
atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang secara "tradisional
bermusuhan" itu

F. Kasus Tawuran Remaja di Indonesia

Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mencatat kasus tawuran di


Indonesia meningkat 1,1 persen sepanjang 2018. Komisioner Bidang Pendidikan
KPAI Retno Listiyarti mengatakan, pada tahun lalu, angka kasus tawuran hanya 12,9
persen, tapi tahun ini menjadi 14 persen. Pada 2014, total kasus tawuran di bidang
pendidikan mencapai 24%. Satu tahun kemudian, kasus menurun hingga 17,9%, lalu
menjadi 12,9% di 2016. Sementara tahun lalu, kasus mencapai 12,9%. Sedangkan di
September tahun ini mencapai 14%. Bahkan dalam dua tahun tahun terakhir, KPAI
mencatat ada 202 anak yang berhadapan hukum dalam kasus tawuran. Sementara 74
lainnya tercatat tersangkut kasus kepemilikan senjata tajam.

Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Ulung Sampurna Jawa menyebutkan,


kasus tawuran ini bukan kejadian biasa, tetapi disiapkan dan direncanakan layaknya
gladiator yang sempat heboh tahun lalu. Tawuran atau aksi saling serang yang mereka
lakukan sudah menjadi tradisi antarsekolah. Tawuran ala 'Acara' ini melibatkan salah
satu SMP di wilayah Dramaga dan Cibungbulang. Polanya, alumni menyiapkan adik
kelas atau siapa saja yang akan diadu sekolah lawan, dengan format tiga lawan tiga.
Dalam Acara tersebut, ada tiga orang yang saling berkelahi, ada yang menyiapkan
senjata tajam, ada juga sebagai promotor dan ada yang merekam atau memvideokan
kejadian. Kasus tawuran ini melibatkan sembilan anak di bawah umur, korban
meninggal dunia dengan inisial MIS usia 13 tahun, satu korban koma masih dirawat
di rumah sakit, dua pelaku DPO, lima diamankan.

Tawuran antarpelajar di Jakarta kembali marak. Tak hanya korban luka,


sejumlah nyawa pun melayang akibat tawuran antarsiswa yang terjadi di Ibu Kota.
Berdasarkan data yang dihimpun KORAN SINDO, tercatat ada delapan pelajar tewas
karena tawuran di Jakarta. Mereka meninggal dengan sejumlah luka sabetan senjata
tajam ketika tawuran terjadi. Kasus paling menyita perhatian terjadi pada pekan lalu.
Melalui video yang tersebar di media sosial (medsos) terlihat tawuran pecah antara
SMP 17 Karang Anyar dengan Sekolah Tribuana di jalan Gunung Sahari, Jakarta
Pusat, Kamis, 13 Desember 2018 lalu. Dalam kejadian itu pelajari SMP 17, Wahyu
Ramadan (15) tewas dengan luka sabetan senjata tajam. Sehari setelah kejadian, dua
pelajar yang diduga menghabisi nyawa Wahyu, berinisial, TG dan DS diciduk tim
gabungan Polda Metro Jaya dan Polsek Sawah Besar. Sedangkan tujuh kasus tawuran
antarpelajar yang mengakibat korban jiwa terjadi pada Minggu, 11 Februari 2018 di
Ciracas, Jakarta Timur. Dalam kejadian itu dua bocah tewas, yakni pelajar SD, MR
(13), dan pelajar SMP, DK (14). 30 Agustus 2018, di Jalan Daan Mogot, Cengkareng,
Jakarta Barat, pelajar SMK Tri Arga Kebon Jeruk, Rio (16), tewas bersimbah darah
usai tawuran. Dua hari setelah tewasnya Rio, pelajar SMA, AH (16), tewas setelah
tawuran pecah di kawasan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu, 1
September 2018.

Pada 1 November 2018, tawuran terjadi di kolong tol Jalan Deplu Raya,
Bintaro, Jakarta Selatan. Dalam peristiwa itu, pelajar STM Sasmita Jaya Pamulang,
Muhammad Kindy (17) tewas dibacok. Dua pekan setelah tewasnya Kindy, tawuran
antara SMP Al Mansyuriah dengan MTS Saadad Tuddarain terjadi di Kembangan
Selatan, Kembangan, Jakarta Barat pada Senin, 19 November 2018. Kejadian ini
membuat pelajar SMP Al Mansyuriah, DR (15), tewas sehari setelah jalani perawatan
di RS Pondok Indah, Kembangan. Sekjen Komisi Nasional (Komnas) Pendidikan
Anak, Andreas Tambah menuturkan, kemajuan teknologi saat ini tak diimbangi
mental yang belum siap menyebabkan tawuran terjadi. Ucapan saling ledek medsos
menjadi pemicu tawuran.

G. Konsep Asuhan Keperawatan Tawuran pada Remaja


A. Pengkajian
Perawat harus meluangkan waktu yang adekuat, mungkin dengan beberapa
kali kunjungan, untuk mengidentifikasi rentang perilaku tawuran. Untuk pengkajian
yang akurat, perawat perlu memperoleh informasi yang spesifik tentang tawuran
untuk menetapkan suatu pola perilaku, termasuk perilaku atau ritual yang dilakukan,
kapan dan berapa kali dilakukan, dan respons klien terhadap perilaku mengurangi
kecemasan ini.
Pengkajian keperawatan harus mencakup hal-hal berikut :
a. Deskripsi perilaku
b. Kapan perilaku paling sering terjadi.
c. Peristiwa / perilaku spesifik individu lain yang meningkatkan dan mengurangi
perilaku.
d. Berapa kali dalam sehari kompulsi terlihat.
e. Jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan setiap pengulangan ritual.
Informasi ini dapat digunakan untuk mengkaji berapa lama waktu yang
diluangkan dari aktivitas hidup sehari-hari dan nantinya akan membantu untuk
menetapkan batasan waktu pelaksanaan ritual.
f. Jumlah pengulangan pada setiap set perilaku.
g. Bagaimana klien berespons ketika melakukan perilaku mengurangi kecemasan ini.
h. Tindakan klien ketika sesuatu atau seseorang menggunakan pelaksanaan ritual.
B. Masalah Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan
1. Masalah Keperawatan
a. Tidak efektifnya koping individu.
b. Gangguan konsep diri : HDR
c. Isolasi social : menarik diri.
d. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik.
e. Tidak efektifnya koping keluarga, ketidakmampuan keluarga merawat
klien di rumah.
f. Kerusakan komunikasi verbal.
g. Proses pikir waham.
2. Diagnosa Keperawatan
a.   Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu.
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri rendah.
c. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan
ketidakmampuan keluaga merawat klien di rumah.
d. Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham.
C. Intervensi
Intervensi keperawatan
a. Kembangkan hubungan terapeutik.
b. Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c. Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah.
d. Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku ritual.
e. Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian.
f. Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi
progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi ansietas.
g. Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman.
h. Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi.
i. Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan.
j. Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien
yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama
aktivitas non-OCD.
D. Evaluasi
a. Klien mengungkapkan perasaannya.
b. Klien mau dibantu oleh orang lain.
c. Klien memahami bahwa dirinya bias berubah.
d. Klien mengikuti.
e. Klien mengetahui dan memahami.
f. Klien mengikuti anjuran perawat.
g. Klien mengikuti anjuran perawat
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Tawuran adalah perkelahian secara massal yang dilakukan sekelompok pelajar
antar kelompok pelajar lainnya. Tawuran termasuk salah satu gejala sosial pada
kenakalan remaja. Gejala sosial yang seperti ini sudah sangat jelas melanggar norma
dan nilai dalam masyarakat. Tawuran ini terjadi akibat konflik antar satu sekolah,
entah karena perasaan solidaritas antar siswa dan sebagainya. Tawuran antar pelajar
merupakan gejala sosial yang serius yang dapat mengakibatkan korban yang tidak
bersalah dan dapat merusaka benda-benda yag ada disekitar. Dan tawuran antar
pelajar ini terjadi turun temurun pada sekolah tersebut.

B.     Saran
Kami menyarankan untuk para pembaca untuk mencari informasi lebih
banyak lagi agar menambah pengetahuan dan wawasan tentang tawuran antar pelajar.
Karena dalam tawuran pelajar sangat tidak baik bagi generasi bangsa, lebih tepatnya
merugikan diri sendiri dan orang lain. Dampak yang terjadinya tawuran antar pelajar
pun akan mengakibatkan korban jiwa dan merusak fasilitas-fasilitas yang ada
disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Constable, R. T., & Flynn, J. P. (1982). School Social Work, Practice and research
perspektives. Homewood, Illinois 60430: The Dorsey Press.

Adi, I. R. (2013). Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat : Sebagai upaya


pemberdayaan masyarakat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Badan Pusat Statistik. (2010). Penduduk Menurut kelompok Umur Dan Status
Kewarganegaraan Indonesia. Dipetik Januari Selasa, 2016, dari Sensus Penduduk 2010:

Gunarsa, S. D., & Gunarsa, N. Y. (1993). Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Santrock, J. W. (2007). PERKEMBANGAN ANAK (Edisi Kesebelas Jilid 2 ed.). University of


Texas, Dallas: Penerbit Erlangga.

Myers G David. 2012. Psikologi Sosial Edisi 1. Jakarta selatan: Salemba Humanika

Myers G David. 2012. Psikologi Sosial Edisi 2. Jakarta selatan: Salemba Humanika

Jurdi syarifuddin. 2013. Sosiologi Nusantara. Jakarta : Kencana

Anda mungkin juga menyukai