Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai ragam agama, adat, suku, bahasa dan budaya oleh karena
itu tak heran indonesia disebut negara yang multikulturalisme. Untuk mempertahankan
negara seperti Indonesia ini sangatlah sulit karena rentan sekali terjadinya konflik. Maka
untuk mempersatukannya perlu lah memupuk rasa persatuan antar warga, namun hal ini
pun akan berdampak buruk apabila terjadinya kubu-kubu antar warga. Simmel
mengatakan bahwa semakin kuat hubungan dalam kelompok, potensi tindak
permusuhan juga makin menigkat. Hal ini berkaitan dengan realita salah satu kenakalan
remaja saat ini seperti tawuran antar pelajar atau disebut fenomena deindividuasi.
Fenomena deindividuasi merupakan fenomena yang terjadi di dalam masyarakat
dimana kadar identitas diri seseorang mulai menurun dan mendorong individu tersebut
untuk bergabung pada suatu kelompok. Fenomena juga dapat dikatakan Tawuran yang
sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar seolah sudah tidak
lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi ditelinga kita. Sebagai
contoh yang bisa saya kemukakan sebagai bukti terjadinya tawuran yang dilakukan oleh
para remaja beberapa waktu lalu. Tawuran antara siswa Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN) 6 dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 70 di Bundaran Bulungan,
Jakarta Selatan, Senin, 24 September 2012, menyebabkan seorang siswa SMA 6 tewas.
Permasalahan deindividuasi tidak hanya terjadi tingkat sekolah menengah saja
yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 11 Oktober 2012 Aksi tawuran antar
mahasiswa di Universitas Veteran RI (UVRI) di Kota Makassar, memakan korban jiwa.
Dua mahasiswa asal Fakultas Teknik tewas. Kedua korban masing-masing bernama
Rizky Munandar dan Haryanto. Mereka tewas saat hendak menengok temannya yang
terluka dan dirawat di Rumah Sakit Haji.
Kekerasan secara berkelompok sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang
sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti nyata
bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkis,
premanis, dan rimbanis dengan mengatas namakan suatu komunitas tertentu. Tentu saja

1
perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian atau
tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara langsung.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apakah Pengertian deindividuasi?
2. Apa penyebab terjadinya fenomana deindividuasi?
3. Bagaimana cara mengatasi fenomena deindividuasi?

C. Tujuan Penulisan
            Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah agar pembaca (mahasiswa) memahami akan bahayanya
deindividuasi jika sudah menusuk dan mengalir dalam darah mahasiswa, karena
pemikiran mahasiswa masih mampu diotak atik oleh sebagian orang yang mencari
kepentingan sesaat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Deindividuasi
Deindividuasi adalah adalah suatu proses hilangnya kesadaran individu karena
melebur di dalam kelompok atau bisa dikatakan sebagai pikiran kolektif. Deindividuasi
yaitu merupakan penggantian identitas pribadi oleh identitas kelompok. Mencakup atas
hilangnya tanggung jawab pribadi dan meningkatnya kepekaan atas tindakan kelompok.
Festinger, Pepitone& newcomb, deindividuasi adalah keadaan hilangnya
kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian evaluatif terhadap diri
sendiri (evaluation apprehension) dalam situasi kelompok yang memungkinkan
anonimitas dan mengalihkan atau menjauhkan perhatian dari individu. Jadi dapat
dikatakan Deindividuasi itu adalah proses hilangnya kesadaran suatu individu karena
pengaruh dari suatu kelompok dan membentuk suatu pemikiran kolektif.
Contoh dari Deindividuasi misalnya; pelajar yang ikut-ikutan tawuran. Pelajar
yang bertawuran sudah tidak lagi mengenal control diri dan perilakunya, mereka
bergerombol mengatasnamakan solidaritas sekolah mereka, saling berduel dan melukai
layaknya jagoan-jagoan sakti sedang beradu ilmu. Suatu tindakan yang bodoh dan jelas
sangat tidak terpuji.

B. Fenomana Deindividuasi
Secara psikologis, fenomena deindividuasi yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi
yaitu situasional dan sistematik.
a. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
b. Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam
suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu
yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh

3
kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja akan cenderung
membuat sebuah geng yang mana dari pembentukan geng inilah para remaja bebas
melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia
berada dilingkup kelompok teman sebayanya.
Fenomena deindividuasi merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu
kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat
mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain
yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan
kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2)
perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang
mengakibatkan korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik.
Menurut Ridwan fenomena deindividuasi pelajar didefinisikan sebagai
perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa
lainnya dari sekolah yang berbeda. Fenomena deindividuasi terbagi dalam tiga bentuk:
(1) deindividuasi pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2)
deindividuasi satu sekolah melawan satu perguruan yang didalamnya terdapat beberapa
jenis sekolah dan (3) deindividuasi pelajar yang sifatnya insidental yang dipicu oleh
situasi dan kondisi tertentu. Fenomena deindividuasi juga dapat didefinisikan sebagai
perkelahian massal yang adalah perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki
yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain.
Deindividuasi adalah fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh
masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa
fenomena deindividuasi adalah salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak
usia remaja. Fenomena deindividuasi pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang
seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju. Para pelajar remaja
yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan perkelahian di
luar sekolah dari pada masuk kelas pada kegiatan belajar mengajar.
Dari konflik ini dapat kita analisis dengan teori konflik Ibn Khaldun, ia
membaginya menjadi tiga perspektif. Pertama, perspektif psikologis yag merupakan

4
dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial diantara berbagai kelompok
manusia (keluarga, suku, dan lainnya). Kedua, fenomena politik yang berhubungan
dengan perjuangan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan
imperium, dinasti, dan negara. Ketiga, fenomena ekonomi yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan ekonomi baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat
maupun keluarga. Dengan teori ini kita dapat berpacu bahwa tawuran dapat terjadi
karena hubungan kelurga yang kurang dan lebih memilih untuk berhungan dengan
teman yang dapat membuatnya lebih nyaman sehingga timbullah rasa solidaritas pada
dirinya tehadap kelompoknya dan kemudian adanya keinginan penguasaan wilayah yang
diperjuangkan dengan melakukan kekerasan antar pelajar sekolah.
Fenomena deindividuasi antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu
sekolah, ini biasanya dipicu permasalahan kelompok, cenderung akibat pola
berkelompok yang menyebabkan pengkelompokkan berdasarkan hal-hal tertentu.
Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin,
pengkelompokan tersebut lebih akrab dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran
antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok.
Contoh kasus dalam deindividuasi antar pelajar dapat disebabkan oleh banyak
faktor, beberapa contoh di antaranya, yaitu:
1. Deindividuasi antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan,
yang di tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan.
2. Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan
pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
3. Jiwa premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.Untuk mengkaji lebih jauh
permasalahan tawuran antar pelajar.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya:
a. Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung
melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan
disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan
perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang

5
kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman
pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama
semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa
dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat
yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki
andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah
mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja
biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang
sekelilingnya.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua
diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan di dalam
keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa
melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain
itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan  yang
dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan
tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja
dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi
anak.
2. Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan  para siswa pandai secara akademik
namun juga pandai secara akhlaknya. Sekolah merupakan wadah untuk para siswa
mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah
untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran
yang bermutu. Contohnya  disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang
tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru

6
tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh
para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik
yang memiliki kepribadian yang baik.
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku
remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan
menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja
lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat
remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi
waktu senggang oleh para pelajar di sekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan
tawuran.
Beberapa dampak negatif dari terjadinya tawuran pelajar adalah:
a. Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik
itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian.
b. Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila
pelajar yang tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga.
c. Terganggunya proses belajar mengajar.
d. Menurunnya moralitas para pelajar.
e. Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai.
Dalam usaha mengatasi tawuran pelajar, baik pencegahan maupun
penanggulangan pasca kejadian. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
a. Memberikan pendidikan etika dan moral untuk para pelajar.
b. Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar.
Seperti hadirnya seorang guru, orangtua, dan teman sebaya yang dapat
mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik.
c. Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari
jati diri.
d. Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau di lingkungan
sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat  diwaktu luangnya.
Contohnya : membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat

7
acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau
ekstrakulikuler disekolahnya.
e. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan
remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan perkembangan bakat dan potensi
remaja.

D. Mengatasi Fenomena Deindividuasi


Permasalahan deindividuasi merupakan hal yang buruk apabila dibiarkan terus
menerus, dampak yang paling besar adalah hilangkan etika siswa yang merupakan
seorang pelajar yang mestinya bertugas menuntut ilmu pengetahuan. Oleh karena perlu
adanya solusi dalam menangani permasalahan deindividuasi ini. Berikut ini beberapa
cara mengatasi permasalahan deindividuasi, yaitu:
1. Dengan memandang masa remaja merupakan periode storm and drang period (topan
dan badai) dimana gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah
menyimpang. Maka pelajar sendiri perlu mengisi waktu luangnya dengan kegiatan
yang lebih bermanfaat, Seperti Mengikuti kegiatan kursus, berolahraga, mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler, dll.
2. Lingkungan keluarga juga dapat melakukan pencegahan terjadinya tawuran, dengan
cara:
a. Mengasuh anak dengan baik.
1) Penuh kasih saying
2) Penanaman disiplin yang baik
3) Ajarkan membedakan yang baik dan buruk
4) Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab
5) Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau mencapai
prestasi tertentu.
b. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat, hal ini membuat anak rindu untuk
pulang ke rumah.
c. Meluangkan waktu untuk kebersamaan orang tua menjadi contoh yang baik
dengan tidak menunjukan perilaku agresif, seperti: memukul, menghina dan
mencemooh.

8
d. Memperkuat kehidupan beragama yang diutamakan bukan hanya ritual
keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
e. Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan
kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok
dengan usianya.
f. Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak
memiliki keterampilan social yang baik. Karena kegagalan remaja dalam
menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun anti-
sosial).Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
3. Sekolah juga memiliki peran dalam mengatasi pencegahan tawuran, diantaranya:
a. Menyelenggarakan kurikulum Pendidikan yang baik adalah yang bisa
Mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berpikir, berestetika, dan
berkeyakinan kepada Tuhan.
b. Pendirian suatu sekolah baru perlu dipersyaratkan adanya ruang untuk kegiatan
olahraga, karena tempat tersebut perlu untuk penyaluran agresivitas remaja.
c. Sekolah yang siswanya terlibat permasalahan deindividuasi perlu menjalin
komunikasi dan koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan
pola penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan pertandingan
atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah agar mereka lebih akrab
dengan suasana pendidikan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fenomena deindividuasi merupakan perkelahian secara massal yang dilakukan
sekelompok pelajar antar kelompok pelajar lainnya. Fenomena deindividuasi termasuk
salah satu gejala sosial pada kenakalan remaja. Gejala sosial yang seperti ini sudah
sangat jelas melanggar norma dan nilai dalam masyarakat. Fenomena deindividuasi ini
terjadi akibat konflik antar satu sekolah, entah karena perasaan solidaritas antar siswa
dan sebagainya. Fenomena deindividuasi antar pelajar merupakan gejala sosial yang
serius yang dapat mengakibatkan korban yang tidak bersalah dan dapat merusaka benda-
benda yag ada disekitar, dan fenomena deindividuasi antar pelajar ini terjadi turun
temurun pada sekolah tersebut.

B. Saran
Kami menyarankan untuk para pembaca untuk mencari informasi lebih banyak
lagi agar menambah pengetahuan dan wawasan tentang fenomena deindividuasi. Karena
dalam fenomena deindividuasi antar pelajar sangat tidak baik bagi generasi bangsa, lebih
tepatnya merugikan diri sendiri dan orang lain. Dampak yang terjadinya tawuran antar
pelajar pun akan mengakibatkan korban jiwa dan merusak fasilitas-fasilitas yang ada
disekitarnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Myers G David. 2012. Psikologi Sosial Edisi 1. Jakarta: Salemba Humanika

Jurdi Syarifuddin. 2013. Sosiologi Nusantara. Jakarta : Kencana

Soetomo. 2011. Masalah sosial dan Upaya pemecahannya. Pustaka Pelajar.

11
KATA PENGANTAR

Assalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya
makalah yang berjudul: Fenomena Deindividuasi. Makalah yang masih perlu
dikembangkan lebih jauh ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membacanya. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, penulis tidak mungkin menyelesaiakan penyusunan makalah ini,
untuk itu ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu.
Kami juga menyadari akan ketidaksempurnaan penulisan makalah ini oleh
karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran sebagai acuan demi kesempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang.

Blangpidie, 10 November 2018


Penulis

Arif Munandar

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Pengertian Deindividuasi ................................................................... 3
B. Fenomana Deindividuasi.................................................................... 3
D. Mengatasi Fenomena Deindividuasi.................................................. 8

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10


A. Kesimpulan ........................................................................................ 10
B. Saran .................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11

ii
Tugas Mata Kuliah Psikologi Komunikasi

FENOMENA DEINDIVIDUASI

DI
S
U
S
U
N

OLEH

ARIF MUNANDAR

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMADIYAH ACEH BARAT DAYA
1440 H / 2018 M

Anda mungkin juga menyukai