Anda di halaman 1dari 5

TUGAS TUTORIAL ONLINE

(TUTON)

Nama : Cynthia Rizki Amalia

NIM : 048175564

Tutor : Jendrius Makarim 02002836

Dibuat untuk memenuhi tugas 1 tutorial online mata kuliah Pengantar Sosiologi
ISIP4110
1. Fenomena tawuran remaja di Indonesia dapat dianalisis menggunakan salah satu dari tiga
perspektif sosiologi: interaksionisme simbolik, fungsionalisme struktural, atau konflik.
Kali ini saya akan menganalisis penyebab maraknya tawuran remaja dari perspektif
fungsionalisme struktural.

Analisis dari Perspektif Fungsionalisme Struktural:

Perspektif fungsionalisme struktural berfokus pada cara elemen-elemen sosial saling


berinteraksi dalam menciptakan stabilitas sosial. Fenomena sosial seperti tawuran remaja
dipahami sebagai hasil dari disfungsi dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa faktor
penyebab tawuran remaja di Indonesia yang dapat dijelaskan dari perspektif ini:

1. Ketidaksetaraan Sosial dan Ekonomi: Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang


signifikan di Indonesia dapat menciptakan ketegangan dalam masyarakat. Ketika
sebagian remaja merasa terpinggirkan atau tidak memiliki akses yang sama terhadap
peluang ekonomi dan pendidikan, ini dapat menyebabkan frustrasi dan ketidakpuasan.
Tawuran bisa menjadi cara mereka untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka
terhadap ketidaksetaraan ini.

2. Ketidakadilan Sosial: Ketidakadilan dalam sistem hukum atau perasaan bahwa


pelanggaran hukum tidak dikenakan sanksi yang sepadan juga dapat memicu tawuran.
Remaja mungkin merasa mereka dapat menghindari tanggung jawab atas perilaku
mereka, yang menciptakan lingkungan di mana tawuran dianggap sebagai cara yang
dapat diterima untuk menyelesaikan konflik.

3. Ketidakstabilan Keluarga: Keluarga adalah bagian penting dalam masyarakat.


Ketidakstabilan keluarga, seperti perceraian orang tua, kekerasan dalam rumah
tangga, atau perhatian kurang dari orang tua, dapat menyebabkan remaja mencari
identitas dan dukungan di luar keluarga. Tawuran dapat menjadi kelompok alternatif
yang memberikan rasa komunitas kepada mereka.

4. Media dan Influensi Teman Sebaya: Media sosial dan pengaruh teman sebaya
berperan penting dalam memperluas persepsi dan mendorong tawuran remaja. Media
sosial bisa menjadi platform di mana tawuran dipopulerkan atau diabadikan. Selain
itu, tekanan dari teman sebaya untuk terlibat dalam aktivitas seperti tawuran juga
dapat memainkan peran besar.

Dalam perspektif fungsionalisme struktural, tawuran remaja dianggap sebagai tanda dari
disfungsi dalam masyarakat yang harus diselesaikan untuk memulihkan stabilitas sosial.
Solusi dari perspektif ini mungkin melibatkan upaya untuk mengurangi ketidaksetaraan
sosial, memperbaiki sistem hukum yang adil, memperkuat keluarga sebagai lembaga sosial,
dan meningkatkan literasi media dan pendidikan yang mengajarkan pemahaman tentang
konsekuensi dari tawuran. Dengan demikian, fungsionalisme struktural memberikan
kerangka kerja untuk memahami penyebab tawuran remaja dan upaya yang dapat diambil
untuk mengatasi masalah ini.
2. Dalam fenomena tawuran remaja di Indonesia, terdapat beberapa bentuk interaksi sosial
yang muncul. Interaksi sosial adalah cara individu berkomunikasi, berhubungan, dan
berinteraksi satu sama lain dalam konteks sosial. Beberapa bentuk interaksi sosial yang
terlihat dalam tawuran remaja termasuk:
 Konflik Fisik: Ini adalah bentuk interaksi yang paling mencolok dalam tawuran
remaja. Remaja dari dua kelompok atau lebih terlibat dalam konflik fisik, seperti
perkelahian, pukulan, tendangan, atau penggunaan senjata tumpul. Konflik fisik
ini seringkali merupakan ekspresi dari ketidakpuasan atau konflik yang mungkin
tidak terselesaikan dengan cara verbal.
 Komunikasi Non-Verbal: Selama tawuran, remaja dapat menggunakan bahasa
tubuh, ekspresi wajah, dan gerakan fisik untuk berkomunikasi. Misalnya, ancaman
tatapan tajam, sikap yang menantang, atau bahkan gestur yang merendahkan dapat
digunakan untuk memprovokasi atau menunjukkan dominasi.
 Komunikasi Verbal Agresif: Meskipun konflik fisik mungkin menjadi pusat
perhatian, komunikasi verbal agresif juga merupakan bagian penting dari tawuran.
Remaja dapat menghina, mengancam, atau menggunakan kata-kata kasar satu
sama lain sebagai bagian dari interaksi mereka. Ini sering digunakan untuk
membangun kekuatan dalam kelompok mereka atau merendahkan kelompok
lawan.
 Pengaruh Teman Sebaya: Interaksi sosial dalam tawuran juga melibatkan
pengaruh teman sebaya. Remaja mungkin terpengaruh oleh teman-teman mereka
yang telah terlibat dalam tawuran sebelumnya atau oleh kelompok teman sebaya
mereka yang memotivasi mereka untuk terlibat dalam tawuran. Ini menciptakan
tekanan sosial yang kuat untuk berpartisipasi dalam tawuran.
 Perilaku Pengamat: Selain dari remaja yang terlibat langsung dalam tawuran,
seringkali ada remaja lain yang bertindak sebagai pengamat. Mereka dapat
menonton tawuran dengan minat atau bahkan merekamnya untuk kemudian
dibagikan di media sosial. Ini juga merupakan bentuk interaksi sosial, meskipun
dalam peran yang berbeda.
 Respon dari Pihak Otoritas: Interaksi sosial juga terjadi ketika pihak berwenang,
seperti polisi atau guru, terlibat dalam tawuran. Mereka berinteraksi dengan
remaja yang terlibat dalam tawuran dengan upaya untuk menghentikan konflik
dan menerapkan hukum.

Interaksi sosial dalam fenomena tawuran remaja seringkali sangat kompleks dan dapat
mencerminkan ketegangan sosial, identitas kelompok, dan tekanan sosial yang kuat yang
dirasakan oleh remaja. Untuk mengatasi fenomena tawuran ini, penting untuk memahami
dinamika interaksi sosial yang terlibat dan mencari solusi yang berfokus pada pengurangan
konflik, peningkatan pemahaman, dan peran positif teman sebaya dalam masyarakat remaja.

3. Menanggulangi fenomena tawuran remaja memerlukan pendekatan yang komprehensif dan


berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang tepat adalah dengan mengintegrasikan konsep
akomodasi dalam interaksi sosial asosiatif. Akomodasi dalam konteks ini berarti mendorong
remaja untuk menyesuaikan atau mengakomodasi perbedaan mereka secara damai, sehingga
konflik fisik dapat dihindari. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan, dengan
mempertimbangkan konsep akomodasi:
 Pendidikan Pemahaman Interkultural: Memperkenalkan pendidikan tentang budaya,
etnis, dan latar belakang sosial yang beragam kepada remaja adalah langkah penting.
Ini dapat membantu mereka memahami dan menghormati perbedaan antara
kelompok. Dalam konteks akomodasi, pemahaman ini memungkinkan remaja untuk
berinteraksi dengan kelompok lain tanpa prasangka atau stereotip negatif.
 Pelatihan Keterampilan Sosial: Mengajar remaja keterampilan sosial, seperti
kemampuan berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan konflik secara damai, dan
berempati terhadap orang lain, adalah kunci dalam mendorong akomodasi dalam
interaksi sosial. Mereka perlu tahu bagaimana mengatasi perbedaan pendapat atau
konflik tanpa kekerasan.
 Mentoring oleh Teman Sebaya Positif: Menggunakan kekuatan interaksi sosial
asosiatif dalam konteks ini, remaja yang telah mengalami perubahan positif dalam
perilaku mereka dapat berperan sebagai mentor atau model bagi remaja lainnya. Hal
ini dapat membantu remaja untuk mencari solusi damai dan berkonflik yang lebih
konstruktif.
 Program Resolusi Konflik: Membangun program di sekolah atau komunitas yang
mempromosikan resolusi konflik yang damai dan berkelanjutan adalah langkah
penting. Program ini dapat mengajarkan remaja cara menangani ketegangan dan
perbedaan pendapat tanpa tawuran.
 Partisipasi dalam Kegiatan Positif: Mengalihkan perhatian remaja dari tawuran
dengan mengikutsertakan mereka dalam kegiatan positif, seperti olahraga, seni, atau
program sosial, adalah salah satu cara untuk mendorong akomodasi. Mereka dapat
belajar bekerja sama dengan teman-teman dari latar belakang yang berbeda dalam
konteks yang positif.
 Sanksi yang Dijalankan dengan Adil: Menerapkan sanksi yang tegas dan adil atas
pelanggaran hukum atau peraturan sekolah adalah penting. Ini dapat menciptakan rasa
keadilan dan mengajarkan remaja tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
 Partisipasi Keluarga: Keluarga juga dapat memainkan peran penting dalam
mendorong akomodasi. Mereka dapat mendukung pemahaman nilai-nilai toleransi
dan resolusi konflik yang damai di rumah.

Dalam semua langkah ini, akomodasi dalam interaksi sosial asosiatif memainkan peran
sentral dalam memotivasi remaja untuk menanggulangi konflik dengan cara yang positif. Ini
mengajarkan mereka bahwa menghormati perbedaan dan mencari solusi yang damai adalah
lebih bermanfaat daripada tawuran dan konflik fisik. Upaya kolaboratif dari pihak sekolah,
keluarga, dan komunitas sangat penting untuk mencapai hasil yang positif dalam
menanggulangi fenomena tawuran remaja di Indonesia.
Referensi

 Basri, A. Said Hasan. (2015) Fenomena Tawuran Antar Pelajar dan Intervensinya.
Jurnal UIN Sunan Kalijaga. Vol 12. No 1
 Ulumuddin, Ikhya. (2016) Kajian Fenomena Tawuran Pelajar Pendidikan Menengah.
Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi. Vol 15. No 2

Anda mungkin juga menyukai