(TUTON)
NIM : 048175564
Dibuat untuk memenuhi tugas 1 tutorial online mata kuliah Pengantar Sosiologi
ISIP4110
1. Fenomena tawuran remaja di Indonesia dapat dianalisis menggunakan salah satu dari tiga
perspektif sosiologi: interaksionisme simbolik, fungsionalisme struktural, atau konflik.
Kali ini saya akan menganalisis penyebab maraknya tawuran remaja dari perspektif
fungsionalisme struktural.
4. Media dan Influensi Teman Sebaya: Media sosial dan pengaruh teman sebaya
berperan penting dalam memperluas persepsi dan mendorong tawuran remaja. Media
sosial bisa menjadi platform di mana tawuran dipopulerkan atau diabadikan. Selain
itu, tekanan dari teman sebaya untuk terlibat dalam aktivitas seperti tawuran juga
dapat memainkan peran besar.
Dalam perspektif fungsionalisme struktural, tawuran remaja dianggap sebagai tanda dari
disfungsi dalam masyarakat yang harus diselesaikan untuk memulihkan stabilitas sosial.
Solusi dari perspektif ini mungkin melibatkan upaya untuk mengurangi ketidaksetaraan
sosial, memperbaiki sistem hukum yang adil, memperkuat keluarga sebagai lembaga sosial,
dan meningkatkan literasi media dan pendidikan yang mengajarkan pemahaman tentang
konsekuensi dari tawuran. Dengan demikian, fungsionalisme struktural memberikan
kerangka kerja untuk memahami penyebab tawuran remaja dan upaya yang dapat diambil
untuk mengatasi masalah ini.
2. Dalam fenomena tawuran remaja di Indonesia, terdapat beberapa bentuk interaksi sosial
yang muncul. Interaksi sosial adalah cara individu berkomunikasi, berhubungan, dan
berinteraksi satu sama lain dalam konteks sosial. Beberapa bentuk interaksi sosial yang
terlihat dalam tawuran remaja termasuk:
Konflik Fisik: Ini adalah bentuk interaksi yang paling mencolok dalam tawuran
remaja. Remaja dari dua kelompok atau lebih terlibat dalam konflik fisik, seperti
perkelahian, pukulan, tendangan, atau penggunaan senjata tumpul. Konflik fisik
ini seringkali merupakan ekspresi dari ketidakpuasan atau konflik yang mungkin
tidak terselesaikan dengan cara verbal.
Komunikasi Non-Verbal: Selama tawuran, remaja dapat menggunakan bahasa
tubuh, ekspresi wajah, dan gerakan fisik untuk berkomunikasi. Misalnya, ancaman
tatapan tajam, sikap yang menantang, atau bahkan gestur yang merendahkan dapat
digunakan untuk memprovokasi atau menunjukkan dominasi.
Komunikasi Verbal Agresif: Meskipun konflik fisik mungkin menjadi pusat
perhatian, komunikasi verbal agresif juga merupakan bagian penting dari tawuran.
Remaja dapat menghina, mengancam, atau menggunakan kata-kata kasar satu
sama lain sebagai bagian dari interaksi mereka. Ini sering digunakan untuk
membangun kekuatan dalam kelompok mereka atau merendahkan kelompok
lawan.
Pengaruh Teman Sebaya: Interaksi sosial dalam tawuran juga melibatkan
pengaruh teman sebaya. Remaja mungkin terpengaruh oleh teman-teman mereka
yang telah terlibat dalam tawuran sebelumnya atau oleh kelompok teman sebaya
mereka yang memotivasi mereka untuk terlibat dalam tawuran. Ini menciptakan
tekanan sosial yang kuat untuk berpartisipasi dalam tawuran.
Perilaku Pengamat: Selain dari remaja yang terlibat langsung dalam tawuran,
seringkali ada remaja lain yang bertindak sebagai pengamat. Mereka dapat
menonton tawuran dengan minat atau bahkan merekamnya untuk kemudian
dibagikan di media sosial. Ini juga merupakan bentuk interaksi sosial, meskipun
dalam peran yang berbeda.
Respon dari Pihak Otoritas: Interaksi sosial juga terjadi ketika pihak berwenang,
seperti polisi atau guru, terlibat dalam tawuran. Mereka berinteraksi dengan
remaja yang terlibat dalam tawuran dengan upaya untuk menghentikan konflik
dan menerapkan hukum.
Interaksi sosial dalam fenomena tawuran remaja seringkali sangat kompleks dan dapat
mencerminkan ketegangan sosial, identitas kelompok, dan tekanan sosial yang kuat yang
dirasakan oleh remaja. Untuk mengatasi fenomena tawuran ini, penting untuk memahami
dinamika interaksi sosial yang terlibat dan mencari solusi yang berfokus pada pengurangan
konflik, peningkatan pemahaman, dan peran positif teman sebaya dalam masyarakat remaja.
Dalam semua langkah ini, akomodasi dalam interaksi sosial asosiatif memainkan peran
sentral dalam memotivasi remaja untuk menanggulangi konflik dengan cara yang positif. Ini
mengajarkan mereka bahwa menghormati perbedaan dan mencari solusi yang damai adalah
lebih bermanfaat daripada tawuran dan konflik fisik. Upaya kolaboratif dari pihak sekolah,
keluarga, dan komunitas sangat penting untuk mencapai hasil yang positif dalam
menanggulangi fenomena tawuran remaja di Indonesia.
Referensi
Basri, A. Said Hasan. (2015) Fenomena Tawuran Antar Pelajar dan Intervensinya.
Jurnal UIN Sunan Kalijaga. Vol 12. No 1
Ulumuddin, Ikhya. (2016) Kajian Fenomena Tawuran Pelajar Pendidikan Menengah.
Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi. Vol 15. No 2