Disusun oleh :
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Maggot lalat tentara hitam (Hermetia illucens) memiliki kandungan gizi yang baik
sebagai sumber makanan terutama protein hewani. Sumber protein yang baik ini
menjadikan maggot sebagai alternatif pakan alami ikan budidaya pengganti pelet.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Pengaruh Pemberian Pakan Maggot
terhadap pertumbuhan Ikan Lele (Clarias sp..) dengan bawal air tawar (Colossoma
macropomum). Penelitian ini dilakukan di Biomagg Indonesia, Depok Jawa Barat pada
bulan Februari-Juli 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimental dengan menggunakan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL),
terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah P0, P1, P2,
P3, P4, dan P5 dengan kombinasi pelet dan maggot 100:0; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60;
30:70. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan berat mutlak dan
pertumbuhan berat relatif. Pada parameter berat mutlak dan berat relatif hasil paling baik
pada Ikan Lele (Clarias sp..) adalah pada perlakuan P1 yaitu 67,69 g dengan presentasi
sebesar109,71% terhadap kontrol, berat relatif 264,95% dengan kelangsungan hidup
100%. Sedangkan pertumbuhan berat mutlak bawal air tawar (Colossoma macropomum)
ditunjukkan pada perlakuan P3 yaitu 49,48 gram dengan presentase sebesar 110,74%
terhadap kontrol, berat relatif pada perlakuan P2 sebesar 151,87% dan tingkat
kelangsungan hidup P0,P2,P3 dan P4 100% sedangkan P1 95% dan P5 90%. Uji statistik
pada taraf signifikan 1% menunjukkan bahwa pemberian pakan maggot BSF dan pelet
berpengaruh sangat signifikan terhadap berat mutlak dan berat relatif ikan lele (Clarias
sp.) dengan pertumbuhan berat tertinggi ( 70% pelet : 30 maggot BSF).Sedangkan pada
ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) tidak berpengaruh signifikan terhadap
berat mutlak dan berat relatif, dengan berat mutlak tertinggi pada P3(50 pelet:50 maggot
BSF) dan berat relatif tertinggi pada P2(60% pelet: 40 maggot BSF)
v
DAFTAR ISI
vi
A. .................................................................................................................Bag
an Alir Penelitian ............................................................................................... 20
B. .................................................................................................................Tem
pat dan Waktu .................................................................................................... 20
C. .................................................................................................................Pera
latan dan bahan .................................................................................................. 20
D. .................................................................................................................Des
ain penelitian ...................................................................................................... 21
E. .................................................................................................................Pros
edur Penelitian ................................................................................................... 21
F. .................................................................................................................Para
meter yang Diuji ................................................................................................ 22
G. .................................................................................................................Tek
nik Analisis Data ................................................................................................ 23
H. .................................................................................................................Fish
bone Penelitian ................................................................................................... 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 25
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 32
BAB VI. LUARAN PENELITIAN ............................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 34
LAMPIRAN ................................................................................................................... 36
Lampiran 1. Aquarium Percobaan ................................................................................. 36
Lampiran 2. Ikan Percobaan .......................................................................................... 36
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan saat ini
menempati urutan nomor empat sebagai negara terpadat di dunia. Peningkatan jumlah
penduduk ini menuntut pemerintah melakukan upaya peningkatan pemenuhan kebutuhannya
terutama kebutuhan pangannya.
Kebutuhan pangan masyarakat yang berkualitas harus diiringi peningkatan kandungan
gizi yang baik antara lain protein yang terkandung di dalamnya. Sumber-sumber protein
hewani bisa didapat dari daging, telur dan ikan. Peningkatan kebutuhan protein yang berasal
dari ikan ini memacu upaya-upaya peningkatan produksi ikan termasuk pakan yang
dibutuhkan. Akuakultur merupakan kegiatan untuk memproduksi organisme akuatik di
lingkungan yang terkendali, kegiatan ini terus mengalami perkembangai. Data FAO
menunjukkan adanya peningkatan produksi akuakultur 13 hingga 36 juta ton (FAO, 2004)
Pakan ikan merupakan komponen terpenting dalam budidaya ikan karena memakan biaya 70-
80% dalam prosesnya. Kualitas pakan ikan ditentukan kandungan bahan-bahan bergizi
didalamnya terutama antara lain sumber karbohidrat yang berasal dari dedak halus/bekatul,
tepung jagung dan bungkil kelapa sebagai sumber karnohidrat dan protein nabati, tepung ikan
sebagai sumber protein hewani dan kepala udang sebagai sumber mineral. Komposisi protein
biasanya dominan berpengaruh terhadap perkembangan ikan. Sumber protein hewani bagi
pakan ikan yang selama ini diperoleh dari bahan baku tepung ikan mengalami beberapa
kendala antara lain kenaikan harga dan persoalan bahan baku. Kondisi ini merupakan
persoalan yang memerlukan solusi bagaimana mencari alternatif sumber protein hewani
sebagai pengganti tepung ikan. Oleh karena itu dibutuhkan sumber protein yang tersedia
dalam jumlah melimpah dan tidak bersaing dengan manusia dalam pemanfaatannya (Fahmi
et al. 2009).
Alternatif pengganti tepung ikan antara lain penggunaan larva lalat black soldier fly
(BSF) yang dimasukkan dalam formulasi pakan sebagai salah satu sumber protein hewani.
Larva lalat ini hidup pada limbah yang berasal dari tumbuhan maupun hewan dengan
melakukan perombakan bahan organik, Sehingga lalat ini merupakan salah saru agen
biokonversi dari limbah organik menjadi protein hewani yang dibutuhkan ikan.
9
Pengolahan sampah pada dasarnya proses transformasi mengkonversi sampah yang
dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi, salahsatu cara mentransformasi konversi
sampah khususnya sampah organik dengan melibatkan peran detritivora dan dekomposer
dalam daur pengolahan sampah organik secara biologi. Lalat merupakan serangga yang
mengalami fase metamorfosis sempurna dan memiliki peran sebagai detritivora secara
biologi pada saat masuk tahap instar.
Teknologi biokonversi organik sudah banyak diterapkan di negara maju dengan
menempatkan sampah organik dalam bak penampung yang akan banyak dihinggapi serangga
lalat terutama lalat jenis hitam disebut lalat tentara hitam. Pemanfaatan lalat tentara hitam
sebagai agen biokonversi bisa juga sekaligus penyedia sumber protein alternatif. Lalat
tentara hitam bukanlah jenis lalat yang menjadi vektor penyakit seperti lalat rumah
(Musadomestica dan lalat hijau vektor penyebab diare, menariknya kehadiran lalat tentara
hitam mampu mengurangi populasi lalat rumah dengan cara mengeluarkan feromon
dilingkungan sekitarnya untuk mencegah lalat jenis lain bertelur didiaerah tersebut.
Beberapa hasil riset melaporkan bahwa kandungan protein larva lalat hitam relatif
tinggi kisaran 40-50% dengan kandungan lemak berkisar 29-32%. Kandungan nutrisi yang
tinggi ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan campuran formula pakan ternak
unggas dan pakan ikan. Terlebih lagi media perkembangbiakan larva lalat (maggot) tentara
hitam berupa bahan bahan organik yang telah membusuk menjadikan maggot ini mudah
sekali untuk tumbuh dan berkembang (Litbang Pertanian, 2015)
Sebagai agen biokonversi, maggot lalat tentara hitam mampu mengurangi limbah
organik hingga 56% sehingga mampu mengatasi permasalahan sampah organik di perkotaan.
Dengan meletakkan telur, lalat tentara hitam atau fase larvanya maka limbah organik seperti
bungkil kelapa sawit, kotoran sapi, kotoran ayam, limbah pasar, limbah rumah tangga,akan
diurai menjadi produk yang bermanfaat bagi para petani dan peternak. Setidaknya ada tiga
produk yang dapat diperoleh dengan memberdayakan maggot lalat tentara hitam sebagai agen
biokonversi sampah organik. Produk pertama adalah maggot atau prepupa yang dapat
dijadikan sebagai alternatif sumber protein untuk pakan ternak dan pakan ikan, produk kedua
adalah cairan hasil aktivitas maggot yang berfungsi sebagai pupuk cair dan yang ketiga
adalah sisa limbah organik kering yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik.
Melihat banyaknya manfaat dari maggot lalat tentara hitam, maka perlu dilakukan
penelitian pemanfaatannya sebagai sumber protein alternatif pengganti tepung ikan.
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
identifikasi permasalahan dalam penelitian ini antara lain :
1. Apakah terdapat perbedaan kandungan protein pada larva maggots Hermetia illucens
(Lalat Tentara Hitam) yang berasal dari sumber limbah organik yang berbeda?
2. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan ikan yang diberi pada larva maggots Hermetia
illucens (Lalat Tentara Hitam) dibandingkan pakan ikan lainnya pada ikan Lele (Clarias
batrachus) dan ikan Nila (Oreochromis nilotius)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh
pemberian maggot Hermetia illucens (Lalat Tentara Hitam) terhadap pertumbuhan ikan
Lele (Clarias batrachus) dengan ikan Nila (Oreochromis nilotius).
D. Urgensi
Kebutuhan protein yang terkandung dalam makanan perlu menjadi perhatian karena
merupakan salah satu kandungan zat gizi yang sangat penting yang dibutuhkan masyarakat.
Sumber-sumber protein hewani banyak terdapat di alam antaralain ikan laut maupun ikan air
tawar. Peningkatan kebutuhan protein yang berasal dari ikan ini memacu upaya-upaya
peningkatan produksi ikan termasuk pakan yang dibutuhkan. Akuakultur merupakan kegiatan
untuk memproduksi organisme akuatik di lingkungan yang terkendali, kegiatan ini terus
mengalami perkembangan. Pakan ikan merupakan komponen terpenting dalam budidaya ikan
karena memakan biaya 70-80% dalam prosesnya. Kualitas pakan ikan ditentukan kandungan
bahan-bahan bergizi didalamnya terutama antara lain sumber karbohidrat yang berasal dari
dedak halus/bekatul, tepung jagung dan bungkil kelapa sebagai sumber karnohidrat dan
protein nabati, tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan kepala udang sebagai sumber
mineral. Komposisi protein biasanya dominan berpengaruh terhadap perkembangan ikan.
Sumber protein hewani bagi pakan ikan yang selama ini diperoleh dari bahan baku tepung
ikan mengalami beberapa kendala antara lain kenaikan harga dan persoalan bahan baku.
Kondisi ini merupakan persoalan yang memerlukan solusi bagaimana mencari alternatif
sumber protein hewani sebagai pengganti tepung ikan. Oleh karena itu dibutuhkan sumber
protein yang tersedia dalam jumlah melimpah dan tidak bersaing dengan manusia dalam
pemanfaatannya. Alternatif pengganti tepung ikan antara lain penggunaan larva lalat tentara
hitam/ black soldier fly (Hermetia illucens) yang dimasukkan dalam formulasi pakan sebagai
11
salah satu sumber protein hewani, beberapa hasil riset melaporkan bahwa kandungan protein
larva lalat hitam relatif tinggi kisaran 40-50% dengan kandungan lemak berkisar 29-32%.
Larva lalat ini hidup pada limbah yang berasal dari tumbuhan maupun hewan dengan
melakukan perombakan bahan organik, Sebagai agen biokonversi, maggot lalat tentara hitam
mampu mengurangi limbah organik hingga 56% sehingga mampu mengatasi permasalahan
sampah organik di perkotaan. Sehingga lalat ini merupakan salah satu agen biokonversi dari
limbah organik menjadi protein hewani yang dibutuhkan ikan.
Potensi maggot lalat tentara hitam tersebut dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
mengatasi masalah pangan berkualitas bagi masyarakat. Melihat masalah dan peluang
tersebut, maka peneliti mengharapkan luaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan maggot/larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yang kaya protein
sebagai alternatif pengganti tepung ikan yang merupakan bahan baku utama pelet
ikan.
2. Memanfaatkan maggot/larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) sebagai salah satu
solusi mengatasi melimpahnya limbah organik yang sangat berdampak negatif
terhadap lingkungan
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
13
dapat menggantikan tepung ikan
sebagai sumber protein.
B. Landasan Teori
1. Sampah
a. Pengertian Sampah
Istilah Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Chandra, 2005). Menurut SNI 19-2454-2002 Sampah adalah limbah yang bersifat padat
terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan,
sedangkan Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008. Sampah
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang berbentuk padat atau semi
padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang
dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.
b. Karakteristik Sampah
Berdasarkan asalnya, sampah dapat dibagi menjadi 2 yaitu sampah organik (sampah
basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah organik merupakan sampah yang
berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan baik berasal dari alam atau
dihasilkan dari kegiatan manusia. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan oleh
dekomposer mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang relatif pendek, contoh
sampah organik berupa sampah serasah tanaman, sampah dapur (sisa makanan), kotoran
manusia, kotoran hewan ternak. Sampah anorganik merupakan sampah yang berasal dari
sumber daya alam tak terbarui, sampah jenis ini bersifat sulit terurai secara alami. Sampah
anorganik dapat dibedakan menjadi sampah logam dan produk olahannya, sampah plastik,
sampah kertas, sampah kaca dan keramik (Mulyani, 2014).Berikut komposisi sampah yang
ada di DKI Jakarta:
14
1987 1996/199 2001 2006 2007 2011
7
sampah 72,00 65,10 52,70 55,40 53,37 54,60
organik
plastik 5,40 11,10 14,10 13,30 13,25 13,20
kertas 8,30 `0,10 20,10 20,60 20,57 18,40
kayu 3,20 3,20 2,60 0,10 0,07 3,90
tekstil 3,20 2,50 2,50 0,60 0,61 2,70
logam 2,80 1,90 1,90 1,10 1,06 1,80
kaca 2,10 1,60 1,60 1,90 1,91 2,70
lainnya 3,00 4,60 4,50 7,00 7,16 2,70
TOTAL 100 100 100 100 100 100
Sumber: laporan status Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta 2014
15
protein kasar 12,9 %, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21% dan Mg
0,2% .
Dedak padi sebagai pakan ternak perlu dibatasi karena dedak padi memiliki serta
kasar yang tinggi, kandungan protein kasar yang rendah dan mengandung anti nutrisi fitat
yang mempengaruhi ketersediaan P dan Ca, selain itu dedak padi juga memiliki sifat
pencahar yang bisa menjadikan ternak kambing diare. Untuk meningkatkan kandungan gizi
dedak padi, salahsatu metode yang digunakan dengan memfermentasi dedak terlebih dahulu
untuk mengeliminasi senyawa anti nutrisi dan memperkaya nutrisi hara terutama sejumlah
protein, asam amino dan vitamin dan memperkaya variasi makanan dan lebih awet (Lestari,
2010).
3. Pakan Ikan
Formulasi pakan ikan ideal yang dibutuhkan untuk perkembangan ikan harus mengandung
zat gizi antara lain protein, karbohidrat, lemak dan mineral. Komposisi zat gizi pakan ikan
dan peranannya menurut DKP (2015) adalah sebagai berikut:
a. Protein
Kandungan protein yang terdapat pada pakan ikan berkisar antra 20-60%. Ikan
menggunakan protein secara efisien sebagai sumber energi. Sebagian besar energi yang dapat
dicerna (digestible energy) dalam protein dapat dimetabolisme dengan lebih baik oleh ikan
dibandingkan dengan hewan lainnya. Demikian pula, peningkatan panas akibat mengonsumsi
protein pada ikan lebih rendah, yang berarti nilai energi produktif yang diberikan oleh protein
kepada ikan lebih besar. Secara garis besar fungsi protein di dalam tubuh ikan adalah : a.
Sumber energi bagi ikan, terutama apabila komponen lemak dan karbohidrat yang terdapat di
dalam pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi. b. Berperan dalam pertumbuhan
maupun pembentukan jaringan tubuh. c. Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang
rusak. d. Merupakan komponen utama dalam pembentukan enzim, hormon, dan antibodi. e.
Turut berperan dalam pembentukan gamet. f. Berperan dalam proses osmoregulasi di dalam
tubuh. g. Ketersediaan protein dibutuhkan secara terus-menerus karena asam amino
digunakan secara terus-menerus untuk membentuk protein baru (selama pertumbuhan dan
reproduksi) atau mengganti protein yang rusak (pemeliharaan)
16
b. Lemak.
Kebutuhan lemak berkisar antara 4-18%. Sumber lemak/lipid biasanya adalah: a. Hewani:
lemak sapi, ayam, kelinci, minyak ikan b. Nabati: jagung, biji kapas, kelapa, kelapa sawit,
kacang tanah, kacang kedelai. Ikan menggunakan lemak sebagai sumber energi utama,
pembentuk struktur sel "prekursor", dan pemelihara keutuhan biomembran yang berperan
dalam pengangkutan antarsel untuk nutrien yang larut lemak, seperti sterol dan vitamin.
Sterol adalah alkohol berantai panjang yang polisiklik. Fungsi utama senyawa ini adalah
sebagai komponen pada sistem hormon, terutama dalam proses pematangan gonad dan fungsi
fisiologis yang berkaitan dengan pemijahan. Aktivitas biomembran sangat dipengaruhi oleh
asam lemak yang terdapat dalam fosfolipid.
c. Karbohidrat
Terdiri dari serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Kebutuhannya berkisar
antara 20-30%. Sumber karbohidrat biasanya dari nabati seperti jagung, beras, dedak, tepung
terigu, tapioka, sagu dan lain-lain. Kandungan serat kasar kurang dari 8% akan menambah
struktur pellet, jika lebih dari 8% akan mengurangi kualitas pellet ikan. Selain berfungsi
sebagai sumber energi bagi ikan, karbohidrat juga berperan dalam menghemat penggunaan
protein sebagai sumber energi. Apabila pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat, ikan
akan kurang efisien dalam penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan energi dan
kebutuhan metabolik lainnya. Hubungan antara protein dan karbohidrat sering disebut protein
sparing effect dari karbohidrat, di mana karbohidrat dapat menghemat protein. Diduga bahwa
0.23 gram karbohidrat per 100 gram pakan dapat menghemat 0.05 gram protein. Karbohidrat
juga berperan sebagai prekursor untuk berbagai metabolisme internal (intermediate
metabolism) yang produknya dibutuhkan untuk pertumbuhan, misalnya asam amino non
esensial dan asam nukleat.
Kebutuhannya berkisar antara 2-5% .Kandungan vitamin di dalam pakan buatan tergantung
dari bahan baku yang digunakan dan bahan yang ditambahkan. Jumlah vitamin dapat
berkurang atau rusak selama proses pembuatan dan penyimpanan pakan buatan. Oleh karena
itu, perlu selalu dilakukan penambahan vitamin. Sebagian besar vitamin akan rusak karena
penanganan yang kurang cermat, baik selama proses pembuatan maupun penyimpanan pakan
17
yang terlalu lama (lebih dari tiga bulan). Tiamin akan kehilangan aktivitasnya apabila
pembuatan atau penyimpanan pakan dilakukan dalam kondisi basa atau mengandung sulfida.
Beberapa vitamin akan mengalami perombakan lebih lanjut apabila terkena cahaya matahari
secara langsung. Riboflavin harus dilindungi dari cahaya matahari atau cahaya lampu.
Piridoksin tidak tahan terhadap udara dan cahaya matahari. Asam pantotenat kurang stabil
apabila disimpan di tempat yang panas dan lembab. Cahaya matahari dan penyimpanan yang
terlalu lama akan merusak aktivitas asam folat. Fungsi vitamin B-12 akan menurun apabila
disimpan di tempat yang bersuhu tinggi. Vitamin E sangat sensitif terhadap proses oksidasi.
Vitamin K dalam bentuk sintetis harus terlindung dari cahaya matahari secara langsung.
Tampak jelas bahwa fungsi vitamin mudah terganggu sehingga lebih baik segera digunakan.
Jika terpaksa disimpan, sebaiknya vitamin di letakkan di tempat kering dan dingin, serta
terhindar dari pengaruh cahaya matahari maupun cahaya lampu yang terlalu terang
Hermetia illucens mudah dikembangbiakan, dalam siklus hidupnya lalat ini mengalami
metamorphosis sempurna dari telurmasuk tahap instar I-II / larva (maggot), instar III
(prepupa) dan instar IV (pupa) sampai imago lalat. Siklus hidup relative singkat, sekitar 40
hari. Fase metamorphosis terdiri atas fase telur selama 3 hari, maggot 18 hari, prepupa 14 hari
dan pupa 3 hari, dan lalat dewasa selama 3-4 hari, lalu lalat mati setelah kawin. Hermetia
illucens betina bisa menghasilkan 300-1.000 telur. Lalat jenis ini menyembunyikan telur
ditempat yang aman, seperti di sela-sela kardus atau di bawah permukan daun tumbuhan
segar. (Pakpahan, 2014).
Kandungan gizi maggot BSF menurut Fahmi (2015) mencapai 45-50% dan 24-30% masing-
masing untuk protein dan lemak dapat dijadikan sebagai pengganti tepung ikan maupun
sebagai pakan alternatif. Pemberian maggot sebagai pakan ikan dapat berupa :
19
1. Maggot segar, yang langsung dikonsumsi ikan tanpa pengolahan terlebih dahulu
2. Maggot dalam bentuk tepung, yang dimasukkan ke dalam formulasi pakan ikan
3. Maggot dalam bentuk pelet, yang dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar airya
mencapai 25% kemudian dicetak
C. Roadmap Penelitian
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
D. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan 6
perlakuan dengan 4 kali ulangan terhadap tiap jenis ikan yaitu ikan bawal air tawar
sebanyak 5 ekor pada setiap unit penelitian dan ikan lele sebanyak 5 ekor pada setiap
unit penelitian. Sehingga jumlah ikan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 120
ekor ikan lele (Clarias sp.) dan 120 ekor ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum).
Perlakuan yang diberikan pada masing-masing jenis ikan adalah pelet dan maggot BSF,
dengan komposisi pelet : maggot BSF meliputi P0 (100% pelet), P1 (70:30), P2 (60:40),
P3 (50:50), P4 (40:60), dan P5 (30:70).
E. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Aquarium
Penampungan ikan dalam penelitian ini menggunakan aquarium sebanyak 24 unit
berukuran 30×30×35 cm. Air didiamkan terlebih dahulu dalam tandon selama 7 hari.
Kemudian memberi methylene blue ke dalam masing-masing akuarium diisi air sebanyak
25 liter.
2. Penebaran Ikan
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Lele (Clarias sp.) dan Ikan
bawal air tawar (Colossoma macropomum) masing-masing sebanyak 120 ekor.
Penebaran dilakukan sebanyak 5 ekor pada masing-masing akuarium kemudian
diaklimatisasi selama satu hari sebelum diberi perlakuan.
22
4. Pengelolaan Harian Budidaya
Sebelum diberi perlakuan, ikan ditimbang terlebih dahulu. Kemudian diberi pakan
maggot dan pelet dengan jumlah 2 – 4 % dari bobot tubuh ikan dengan frekuensi
pemberian pakan sebanyak 2 kali dalam sehari, setiap pukul 10.00 WIB dan 17.00 WIB.
Pengkuran kualitas air (suhu, TDS, dan pH) dilakukan setiap hari. Suhu dilakukan
pengukuran sebanyak 2 kali sehari yaitu setiap pagi dan sore sedangkan TDS dan pH
dilakukan pengukuran 1 kali sehari. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
menimbang berat badan ikan setiap 7 hari sampai 28 hari penelitian.
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) merupakan persentase jumlah ikan hidup pada akhir
pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. TKH dihitung
berdasarkan persamaan (Handajani dan Widodo, 2010)
b. Pertumbuhan
Pertumbuhan berat mutlak (absolut):
Pertumbuhan berat mutlak merupakan perubahan berat rata-rata individu pada tiap
perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan. Pengukuran berat mutlak
menggunakan rumus dari Effendi (1979) dalam Yuda et.al (2014) yaitu :
23
Wm = Wt- Wo
Keterangan :
Wm : pertumbuhan mutlak (cm)
Wt : berat rata-rata ikan pada akhir penelitian (cm)
Wo : berat rata-rata ikan pada awal penelitian (cm)
Keterangan :
Wr = Pertumbuha relatif berat
Wt = Berat Akhir
W0 = Berat Awal
Keterangan:
FER = Efisiensi pakan (%)
Wt = Biomassa ikan uji pada akhir penelitian (g)
Wo = Biomassa ikan uji pada awal penelitian (g)
Wd = Biomassa ikan mati (g)
F = Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g)
24
H. Fishbone Penelitian
25
BAB IV
26
Tabel 1. Pertumbuhan Berat Mutlak dan Berat Relatif Ikan Lele (Clarias sp.)
Pertumbuhan
Perlakuan Pertumbuhan
Relatif Berat
(%) Berat (g)
(%)
b
P0 (100-0) 61,70 246,68b
P1 (70-30) 67,69b 264,95b
P2 (60-40) 63,81b 245,64b
P3 (50-50) 59,21a 231,28b
P4 (40-60) 46,70a 201,82a
P5 (30-70) 43,54a 169,21a
Keterangan : Superskrip yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada angka taraf signifikan 1%.
Berdasarkan uji Anava, pemberian maggot BSF berpengaruh yang sangat signifikan terhadap
pertumbuhan berat mutlak ikan Lele (Clarias sp..) pada taraf signifikansi 1% setelah
pemeliharaan selama 28 hari. Perlakuan P1(70% pelet : 30% maggot BSF) menunjukkan
hasil tertinggi dan hasil paling rendah adalah perlakuan P5 (30% pelet : 70% maggot BSF).
(tabel 1)
Berdasarkan uji Anava, pemberian maggot BSF tidak berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan berat ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) setelah pemeliharaan
selama 28 hari. Pada berat mutlak, perlakuan P3 (50% pelet : 50% maggot BSF)
menunjukkan hasil tertinggi dan berat relatif tertinggi pada P2 (60% pelet : 40% maggot
BSF). Hasil berat mutlak paling rendah adalah perlakuan P4 (40% pelet : 60% maggot BSF),
dan berat relatif terrendah pada P5 (30% pelet : 70% maggot BSF). (tabel 2)
27
Gambar 1 : Perbandingan Berat Relatif Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Ikan Bawal Air Tawar
(Colossoma macropomum)
Gambar 1 menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata nilai pertumbuhan berat relatif antara
Ikan Lele (Clarias sp..) dengan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Rata
pertumbuhan berat relatif ikan lele 226,6% dan bawal 120,23% . Pertumbuhan berat relatif
lele 88,47 % lebih tinggi dari ikan bawal air tawar. Pertumbuhan berat tertinggi pada ikan lele
terdapat pada perlakuan P1 (70% pelet : 30% maggot BSF). Diduga kandungan nutrien
(Protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) yang terkandung dalam kombinasi pakan
pelet dan maggot BSF pada perlakuan P1 optimal untuk pertumbuhan berat ikan lele.
Persyaratan nutrisi ikan lele menurut Luh ( 2011) terhadap kandungan protein 34-37% dan
lemak 5-20%. Kadar protein lele percobaan belum cukup dipenuhi dengan pemberian pelet
jenis 781-2 yang mengandung protein sekitar 31-33 % dan lemak 4-5% (Mahyuddin, Kh.,
2002). Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan perlakuan P0 (tanpa maggot) yang lebih
rendah dari P1 ( pelet 70% dan maggot BSF 30%). Pertumbuhan berat tertinggi pada P1
diduga dipengaruhi pemberiaan 30% maggot BSF pada pakan, karena maggot BSF
mengandung protein yang rata-rata lebih tinggi dari pelet. Beberapa penelitian menunjukkan
kandungan protein maggot BSF yang tinggi, antara lain dari Katayana, dkk (2014) menguji
kandungan protein maggot BSF sebesar 25,05 – 39,95 % . Penambahan maggot BSF pada
perlakuan P2, P3, P4 dan P5 berturut-turut menunjukkan penurunan pertumbuhan berat.
Diduga terjadi kelebihan komposisi protein pada pakan. Kelebihan protein akan
meningkatkan energi untuk katabolisme protein, sehingga akan meningkatkan SDA (Spesific
Dynamic Action) yang menghambat pertumbuhan. Menurut Afrianto dan Evi (2005:31),
apabila kandungan protein dalam pakan terlalu tinggi, hanya sebagian yang akan digunakan
untuk membuat protein baru, sementara sisanya akan diubah menjadi energi. Lele termasuk
ikan yang mempunyai kebiasaan makan yang rakus melahap berbagai jenis makanan jika
kondisinya sehat, sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang cepat. Pertumbuhan yang
28
sangat cepat ini merupakan salah satu nilai tambah bagi pembudidayaan lele (Darseno, 2010).
Maggot BSF termasuk makanan yang disukai karena hampir semuanya dilahap ikan lele
selama dalam percobaan. Perilaku makan dan kebutuhan nutrien yang mencukupi dalam
bentuk pelet dan maggot BSF ini diduga menjadi faktor pertumbuhan berat ikan lele jauh
lebih tinggi dari ikan bawal air tawar.
Pertumbuhan berat relatif tertinggi Ikan Bawal Air Tawar adalah pada perlakuan P2 (60% :
40%) Diduga kandungan nutrien (Protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) yang
terkandung dalam kombinasi pakan pelet dan maggot BSF sudah mencukupi pada komposisi
yang diberikan pada perlakuan P2 (60% : 40%) untuk pertumbuhan berat Ikan Bawal Air
Tawar. Menurut Afrianto dan Evi (2005), protein merupakan material organik utama dalam
jaringan tubuh ikan. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2015), kebutuhan
protein pada ikan herbivora sekitar 20-60% sedangkan untuk kelompok karnivora 30-60%,
lemak 4-18%, karbohidrat 20-30%, vitamin dan mineral 2-5%. Protein merupakan nutrisi
penting pada pakan ikan. Kebutuhan protein pada ikan bawal air tawar percobaan diberikan
dalam bentuk pelet jenis 781-2 yang mengandung protein sekitar 31-33 % dan lemak 4-5%
(Mahyuddin, 2011) dan diperkaya oleh maggot BSF yang memiliki kandungan protein 25,05
– 39,95 % (Katayana, Bagau, Wolayan & Imbau, 2014). Terdapat 17 gugus asam amino
penyusun protein dalam maggot BSF (Fahmi, Saurin & Wayan, 2007). Asam amino dalam
maggot BSF itu dapat memenuhi kebutuhan asam amino dalam tubuh ikan bawal air antara
lain Tyrosin, valine,threonine, isoleucine, histidin, arginin, leucin dan lysin (Lochmann,
2004). Jumlah protein pada pelet dan maggot BSF sudah memenuhi syarat pemberian pakan,
akan tetapi tidak membawa perbedaan nyata pada pertumbuhan berat mutlak dan berat relatif
pada ikan bawal air tawar. Beberapa faktor yang diduga dapat menjadi alasan antara lain
adalah bentuk sediaan pakan. Pemberian pakan maggot BSF pada penelitian ini adalah dalam
bentuk segar. Pemberian pakan maggot BSF yang ideal adalah dalam bentuk sediaan pelet
ataupun tepung maggot. Penelitian Kardana, Haetami & Subhan (2012) menunjukkan
penambahan tepung maggot sebanyak 20% pada pakan memberikan nilai tertinggi untuk laju
pertumbuhan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Konsentrasi nutrisi
terutama protein yang terkandung dalam bentuk maggot segar lebih kecil dibandingkan
maggot dalam bentuk tepung. Penepungan merupakan proses pengecilan ukuran (size
reduction) suatu bahan padat secara mekanis tanpa diikuti dengan perubahan sifat
kimia.Penepungan ini bertujuan memperkecil dan menghaluskan bahan baku sehingga
permukanannya menjadi lebih luas (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2015). Macam
jenis makanan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Bawal
29
termasuk ke dalam kelompok ikan pemakan segala (omnivora) yang dapat memanfaatkan
protein nabati maupun hewani, tetapi ketika dewasa cenderung menjadi pemakan
hewan/karnivora (Khairuman dan Amri, 2011). Petani biasa melakukan pemberian pakan
yang terdiri dari campuran pelet dan hijauan segar. Menurut Haetami (2004) Hijauan
merupakan alternatif yang tepat sebagai bahan baku pencempur dalam pembuatan pelet,
pemberian 15% Azzola pinnata dalam pakan buatan memberikan hasil daya cerna terbaik
dalam penelitiannya. Hasil pengukuran kualitas air selama 28 hari pemeliharaan sesuai
dengan kondisi fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan lele maupun bawal air tawar.
Pengukuran kondisi fisik meliputi TDS yang seluruhnya memenuhi syarat karena di bawah
500 mg/l. Data fisik lain adalah suhu dan pH :
Tabel 5. Rasio Efisiensi Pakan dan Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp.)
30
P3 (50-50) 100 77,98a
P4 (40-60) 100 71,62a
P5 (30-70) 100 64,65a
Berdasarkan uji Anava, pemberian maggot BSF berpengaruh yang sangat signifikan terhadap
rasio efisiensi pakan ikan Lele (Clarias sp.) pada taraf signifikansi 1% setelah pemeliharaan
selama 28 hari. Perlakuan P1(70% pelet : 30% maggot BSF) menunjukkan hasil tertinggi dan
hasil paling rendah adalah perlakuan P5 (30% pelet : 70% maggot BSF). Kelangsungan hidup
ikan Lele selama 28 hari percobaan mencapai 100%.
Tabel 6. Rasio Efisiensi Pakan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum)
Rasio
Kelangsungan
Perlakuan Efisiensi
Hidup
Pakan (%)
P0 (100-0) 100 56,74a
P1 (70-30) 95 65,90ab
P2 (60-40) 100 69,63b
P3 (50-50) 100 65,5ab
P4 (40-60) 100 56,26ab
P5 (30-70) 90 48,64a
Keterangan : Superskrip yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada angka taraf signifikan 1%.
Berdasarkan uji Anava, pemberian maggot BSF berpengaruh signifikan 5% terhadap rasio
efisiensi pakan Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). Perlakuan P2 (60% pelet :
40% maggot BSF) menunjukkan hasil tertinggi dan hasil paling rendah adalah perlakuan P5
(30% pelet : 70% maggot BSF). Kelangsungan hidup ikan bawal selama 28 hari percobaan
mencapai 97,5 %.
Gambar 2. Rasio Efisiensi Pakan Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum)
31
Rumus rasio efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot ikan dan
bobot kering pakan yang dikonsumsi (Djarijah,1995). Rasio rumus ini menggambarkan
presentase besarnya penyerapan dan memanfaatkan nutrien pada pakan yang diberikan.
Gambar 2 menjelaskan besarnya rasio efisensi pakan pelet dan maggot BSF pada lele lebih
besar dari ikan bawal air tawar. Rata-rata rasio efisiensi pakan pada ikan lele 76,87% dan
ikan bawal air tawar 60,44%. Besarnya rasio efisiensi ikan tersebut sebanding dengan
pertumbuhan berat ikan lele dan ikan bawal air tawar. Kondisi ini menggambarkan semakin
baik ikan menyerap nutrisi pada pakan, semakin besar biomassa yang dihasilkan.
32
BAB V
A. Kesimpulan
Pemberian pakan maggot BSF dan pelet berpengaruh sangat signifikan terhadap berat
mutlak dan berat relatif ikan lele (Clarias sp.) dengan pertumbuhan berat tertinggi pada
perlakua P1 ( 70% pelet : 30 maggot BSF). Sedangkan pada ikan bawal air tawar (Colossoma
macropomum) tidak berpengaruh signifikan terhadap berat mutlak dan berat relatif, dengan
berat mutlak tertinggi pada P3 (50 pelet:50 maggot BSF) dan berat relatif tertinggi pada P2
(60% pelet: 40 maggot BSF).
B. Saran
1. Diperlukan sediaan maggot BSF berupa pelet agar kandungan gizinya lebih tinggi
2. Pengukuran faktor fisik TDS diperlukan untuk penelitian selanjutnya, untuk memantau
kualitas air selama penelitian
33
BAB VI
LUARAN PENELITIAN
34
DAFTAR PUSTAKA
Albarman, Aldi . 2015. Kinerja Pertumbuhan Ikan Lele Clarias sp. yang diberi Pakan
dengan Kualitas Berbeda. Skripsi. Bogor: IPB
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2015. Modul Meramu Pakan Ikan. Pusat Pendidikan
Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Ekasari J. 2009. Teknologi bioflok: Teori dan aplikasi dalam perikanan budidaya sistem
intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia 8: 117-126
Fahmi MR, Hem S dan Subamia IW. 2009. Potensi maggot untuk peningkatan pertumbuhan
dan status kesehatan ikan. Jurnal Riset Akuakultur 4 (2): 221-232.
FAO. 2004. The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO Fisheries Departement.
Rome
Haetami, K. (2004). Evaluasi Daya Cerna Pakan Limbah Azola pada Ikan Bawal Air Tawar
(Colossoma macropomum, Cuvier 1818). Universitas Padjajaran.
http://blogs.unpad.ac.id/ritarostika/files/2012/04/materi-nutrisi-ikan-kelas-A.pdf
35
Haryati .2011 . Substitusi tepung ikan dengan tepung maggot terhadap retensi nutrisi,
komposisi tubuh, dan efisiensi pakan ikan bandeng (Chanos chanos Forskal). Ujung
Pandang.Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(2):185-194
Katayane, F. A., Bagau, B., Wolayan, F.R. & Imbar, M.R. (2014, May). Produksi dan
Kandungan Protein Maggot (Hermetia illucens) Dengan Menggunakan Media Tumbuh
Berbeda. Jurnal zootek (“zootek journal”), vol (34), 27-36. May, 2014. http://ejournal.
unsrat.ac.id/index.php/zootek/article/viewFile/4791/4314
Khairuman & Amri, K. (2011).Buku Pintar Budi Daya 15 Ikan Konsumsi. Jakarta : Agro
Media Pustaka.
Lestari, B. 2010. Kandungan Protein Dedak dan Bekatul. Jakarta: Penebar Swadaya
Litbang Pertanian. 2015. Lalat Tentara Hitam Agen Biokonversi Sampah Organik. Jakarta:
Litbang Pertanian
Mahyuddin, K. (2011). Usaha Pembenihan Ikan Bawal di Berbagai Wadah. Jakarta : penebar
Swadaya.
Pakpahan, A. 2014. Sulap Prepuva Lalat Jadi Bahan Pakan Ternak Berprotein Tinggi. http://
www.aguspakpahan.com. diakses tanggal 15 Juni 2016
Selpiana, Santoso L dan Putri B. 2013. Kajian tingkat kecernaan pakan buatan yang berbasis
tepung ikan rucah pada ikan nila Oreochromis niloticus. e-Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan 1(2): 101-108
SNI. 19-2454-2002. Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah. Jakarta: BSN
36
UU No. 18 Tahun 2008. Diakses dari : http://www.kajianpustaka.com/2015/02/pengertian-
jenis-dan-dampak-sampah.html (11 Juni 2016).
Yuda, S., Wardiyanto., Limin S. 2014. Efektifitas pemberian tepung usus ayam terhadap
pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi
Budidaya Perairan. Vol. III, No 1 Oktober 2014. ISSN : 2302-3600.
Lampiran 1 :
Aquarium Percobaan
Lampiran 2:
37
Gambar 11. Tandon Gambar 12. Ikan yang mati pada perlakuan P1
Gambar 13. Ikan bawal air tawar P0.4 Gambar 14. Ikan bawal air tawar P2.1
Gambar 15. Ikan bawal air tawar P4.4 Gambar 16. Ikan bawal air tawar P1.4
Gambar 17. Ikan bawal air tawar P3.2 Gambar 18. Ikan bawal air tawar P5.3
65
Gambar 13. P0 Lele Setelah 28 Hari Gambar 14. P1 Lele Setelah 28 Hari
Gambar 15. P2 Lele Setelah 28 Hari Gambar 16. P3 Lele Setelah 28 Hari
Gambar 17. P4 Lele Setelah 28 Hari Gambar 18. P5 Lele Setelah 28 Hari
38
39