Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Hambatan Komunikasi Internasional Pekerja Asing yang


Bekerja di Jakarta

OLEH :
GRASHELIA FRISKA KINANTI
D1E021010

Dosen Pengampu : Nurlianti Muzni, S.I.Kom., M.I.Kom

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................................1

DAFTAR ISI ............................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................3


1.2 Metode Penelitian ...............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..…………5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami pertumbuhan


baik ekonomi maupun sektor lainnya yang telah menarik orang asing untuk memilih
Indonesia sebagai mata pencahariannya. Inilah salah satu alasan mengapa semakin banyak
orang asing di Indonesia, terutama di Jakarta, ibu kota Indonesia. Orang asing yang bekerja
dan tinggal di Indonesia sering disebut sebagai tenaga kerja asing. Menurut keterangan yang
dikutip dari situs Kementerian Tenaga Kerja, total tenaga kerja asing yang tinggal di
Indonesia adalah 95.335. Berdasarkan jumlah tersebut, terdapat tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia, di antaranya 30.626 tenaga kerja asing, 21 orang tenaga kerja asing. 237
adalah manajer, dan 30.708 adalah konsultan dan manajer. Sebagian besar dari TKA tersebut
bekerja dan tinggal di Jakarta (Gus, 2019).
Selanjutnya, era globalisasi yang berkembang pesat di kota besar ini telah mengurangi
minat masyarakat Jakarta terhadap budaya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
mengumumkan bahwa warisan budaya Jakarta telah meningkat. Tercatat, pada 2017, empat
situs cagar budaya baru diberi nama oleh pemerintah. Hal ini dilakukan sebagai upaya
pemerintah untuk meningkatkan kesadaran budaya di antara orang. Menurut pendapat ini,
nilai, norma, dan budaya terkadang tidak dianggap sebagai penghalang interaksi dan
komunikasi antara warga negara dan orang asing. Juga, pekerja Indonesia tidak peduli dengan
siapa mereka bekerja dan bagaimana berkomunikasi dengan baik, sehingga dapat terjadi
kesalahpahaman karena hambatan komunikasi di antara mereka karena perbedaan budaya.
Kehadiran buruh migran di Indonesia jelas menuntut tidak hanya bekerja, tetapi juga
membangun hubungan baik dengan lingkungannya. Oleh karena itu, tenaga kerja asing juga
harus mampu berkomunikasi dan beradaptasi dengan masyarakat Indonesia. Keterampilan
komunikasi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar seorang individu, bagaimana
menghadapi lingkungannya, terutama ketika datang ke lingkungan baru di mana ia tinggal
(Utami, 2015). Namun, ini tidak bisa dianggap mudah. Perbedaan metode komunikasi dan
latar belakang budaya pekerja asing sangat mempengaruhi kemampuan mereka
berkomunikasi dalam masyarakat. Perbedaan ini merupakan salah satu ciri dari hambatan
komunikasi yang dapat menyebabkan inefisiensi antara tenaga kerja asing dengan masyarakat
di Jakarta. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
hambatan komunikasi antarbudaya di antara tenaga kerja asing yang bekerja di Jakarta.
Dasar teori dari penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi antarbudaya dan
hambatan komunikasi antarbudaya. Carl L. Hovland (2016) berbicara tentang upaya
menyampaikan informasi dengan membentuk opini dan sikap. Kemudian, Samovar (2010)
mengemukakan dalam istilah komunikasi antarbudaya bahwa komunikasi antarbudaya terjadi
ketika seseorang dari latar belakang budaya menyampaikan pesan kepada orang lain dari latar
belakang budaya yang berbeda. Komunikasi antarbudaya melibatkan komunikasi antara
orang-orang yang memiliki konsep budaya dan sistem simbol yang berbeda dalam
komunikasi.
DeVito (2011) menyatakan bahwa hambatan komunikasi adalah segala sesuatu yang
dapat mengubah pesan, dalam beberapa bentuk, yang mencegah penerima menerima pesan.
Kemampuan komunikasi ini tidak hanya dapat mengatasi perbedaan bahasa tetapi juga latar
belakang budaya. Semakin besar perbedaan budaya, semakin sulit komunikasi. Masalah
komunikasi pekerja asing sering bermanifestasi sebagai kesalahpahaman konsep sosial yang
disebabkan oleh perbedaan budaya yang mempengaruhi proses persepsi.
Hambatan komunikasi yang timbul dari perbedaan latar belakang budaya adalah
hambatan komunikasi antar budaya. Hambatan komunikasi antarbudaya dapat berupa
perilaku, bahasa, dan perbedaan lain yang menghalangi proses komunikasi yang
berkelanjutan. Cara berkomunikasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh bahasa,
budaya, aturan, dan normanya (Liliweri, 2011). Banyak faktor yang harus dipertimbangkan
untuk merancang komunikasi yang efektif, terutama latar belakang budaya yang berbeda.

1.2 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, yang sering
digunakan dalam memahami penelitian ilmu sosial. Moleong (2012) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang
dialami subjek dengan cara mendeskripsikan dengan kata-kata dan bahasa, tentang materi
alam dan menggunakan berbagai metode ilmiah.
Peneliti menggunakan metode fenomenologis untuk memperoleh data dan mencari
informasi tentang hambatan komunikasi antar budaya di antara pekerja asing yang bekerja di
Jakarta. Fenomenologi dipahami sebagai pengalaman pribadi atau studi tentang kesadaran
akan pikiran utama seseorang (Moleong, 2012).
Peneliti memilih tiga informan yang berbeda kewarganegaraan dan sesuai dengan
kriteria mereka adalah WNI yang bekerja dan berdomisili di Jakarta, telah tinggal di Jakarta
minimal 6 bulan dan tidak fasih berbahasa Indonesia. Dalam teknik pengumpulan data,
peneliti menggunakan empat metode, yaitu. partisipan observasi, wawancara mendalam,
dokumentasi dan penelitian kepustakaan. Metode keabsahan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi sumber. Menurut Moleong (2010), triangulasi sumber
menguji keandalan data, yang dilakukan dengan memverifikasi data dari berbagai sumber.
Hasil informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dianalisis dan dideskripsikan,
diklasifikasikan mana sudut pandang yang sama dan mana yang berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN

Hambatan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh tiga informan disesuaikan


dengan teori yang dijelaskan oleh Devito (2011), terdapat enam hambatan dalam komunikasi
antarbudaya yang dapat dirasakan seseorang ketika memasuki lingkungan baru. Namun
berdasarkan wawancara yang dilakukan, peneliti hanya menemukan empat hambatan
komunikasi antarbudaya yang dialami oleh informan.
Yang pertama adalah stereotip. Stereotip orang Jakarta yang diterima Mariana adalah
orang asing punya banyak uang. Mariana dikenakan harga yang lebih tinggi dari
pengunjung lain ketika ingin membeli barang di tempat wisata. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendahnya rupee mempengaruhi pola pikir masyarakat, terutama kelas
menengah ke bawah (yang tidak tahu tentang nilai tukar), seperti pedagang kaki lima, yang
menganggap bahwa orang asing selalu memiliki banyak uang. Mariana biasanya mengalami
perawatan ini di tempat umum lain di Jakarta. Itu pasti karena stereotip yang diberikan
kepada orang asing oleh warga Jakarta, yaitu uang besar. Di sisi lain, James tidak tahu
stereotip ketika pertama kali tinggal di Jakarta. Tapi dia juga mengakui bahwa itu adalah
perlakuan yang sama yang dialami Mariana ketika James di depan umum.
Park Han Seok yang berasal dari Korea juga distereotipkan oleh orang di Jakarta.
Stereotip yang diterima oleh Park Han Seok merupakan bentuk stereotip, yang juga
dipengaruhi oleh stereotip warga Jakarta terhadap orang Tionghoa yang tinggal di Jakarta.
Orang Jakarta menstereotipkan orang Tionghoa sebagai orang yang selalu mencari untung
dan pelit. Karena Park Han Seok menyerupai orang Cina, dia adalah orang Cina terakhir
yang disajikan di restoran pada usia tahun. Definisi stereotip Samovar (2010) adalah bentuk
pengelompokan yang memandu sikap individu terhadap interaksi dengan orang khusus.
orang. Dari pernyataan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa pekerja asing yang tinggal di
Jakarta selalu menerima stereotip. Stereotip yang dihasilkan muncul dari sikap yang
mengelompokkan dan memecah belah masyarakat, dan juga mengarah pada perlakuan yang
berbeda, seperti yang dialami informan.
Lainnya adalah kesalahan dalam menafsirkan makna pesan verbal dan non-verbal.
Menurut wawancara dengan informan, bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang mudah
dipelajari, sehingga bahasa menjadi penghalang terbesar komunikasi antarbudaya dengan
orang-orang di Jakarta. Tiga dari informan mengaku kesulitan berkomunikasi secara lisan,
baik lisan maupun tulisan, dalam bahasa Indonesia. Meskipun teknologi yang ada sangat
berguna untuk menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, namun para
informan merasa ada perbedaan makna yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya dari
orang yang berinteraksi dengan mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa ini sesuai
dengan apa yang ditulis Devito (2011), bahwa meskipun kata atau bahasa yang digunakan
adalah sama, makna konotatif dari kata atau frasa tersebut sangat berbeda tergantung pada
definisi budaya pendengar.
Selain hasil dari wawancara, peneliti juga mengumpulkan kesalahan makna pesan
verbal dalam percakapan online antara peneliti dan informan. Hal ini terkait dengan budaya
konteks tinggi dan budaya konteks rendah,yang dapat menghambat komunikasi. Terjadi
kesalahan komunikasi antara Mariana dari Brazil dengan budaya konteks rendah dan peneliti
dari Indonesia dengan budaya konteks tinggi. Menurut Edward T. Hall (2009) pendukung
budaya konteks rendah adalah orang-orang yang berpikir logis, individual dan berorientasi
pada tindakan, menghormati logika, fakta dan kejujuran. Budaya konteks rendah selalu
menggunakan kata-kata nyata yang dapat langsung dipahami secara harfiah. Sementara itu,
pendukung budaya konteks tinggi lebih bersifat relasional, kolektif, intuitif, dan menekankan
hubungan interpersonal. Dalam hal komunikasi, budaya konteks tinggi lebih bertele-tele dan
formal, menggunakan kata-kata yang disatukan terlebih dahulu.
Mariana dengan budaya konteks rendah secara langsung mengungkapkan keinginannya
untuk bertemu langsung dengan peneliti saat mengobrol online, tetapi di sisi lain, peneliti
menemukan makna lain. Terjadi kesalahan komunikasi saat peneliti mengatakan sedang
menjelaskan topik wawancara Peneliti berpendapat bahwa penjelasan awal topik dapat
dilakukan terlebih dahulu melalui online chat setelah itu mengadakan pertemuan. Selain itu,
bukti perbedaan antara budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah, yaitu lamanya
tanggapan di ruang obrolan online, dapat menghambat komunikasi. Mariana cenderung
memberikan jawaban singkat dan padat langsung ke inti pembicaraan, sedangkan peneliti
memberikan jawaban yang lebih panjang dengan tujuan memberikan rasa nyaman,
keramahan dan kesantunan. Dalam hal ini, peneliti juga berasumsi bahwa jawaban singkat ini
mungkin karena informan merasa kesal atau tidak senang. Namun akhirnya peneliti
memperhatikan bahwa ada perbedaan antara budaya konteks rendah dan budaya konteks
tinggi yang juga dapat menciptakan hambatan komunikasi.
Yang ketiga adalah kejutan budaya. Guncangan budaya merupakan hambatan yang
biasanya terjadi ketika seseorang memasuki lingkungan baru. Menurut Devito (2011),
culture shock mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena mereka berada
dalam budaya yang sangat berbeda dari mereka sendiri. Kejutan budaya yang dialami James
enam tahun lalu saat pertama kali menetap di Jakarta, saat mencoba berkomunikasi dengan
orang-orang di Indonesia. Sebelum ke Jakarta, James belajar Indonesia selama tahun
studinya. Selain itu, James juga mengaku mempelajari budaya Indonesia sejak awal kuliah.
Awalnya, Jacob merasa memiliki cukup makanan enak untuk menetap di Jakarta, namun hal
ini menjadi kendala bagi Jacob untuk beradaptasi dengan masyarakat Jakarta.
Kemampuannya berbicara bahasa Indonesia dianggap aneh dan lucu oleh orang-orang di
sekitarnya karena James menggunakan bahasa Indonesia dalam bentuk formal, seperti yang
ia pelajari di Australia. Ketika Jacob melatih kemampuan bahasa Indonesianya untuk
berkomunikasi dengan orang-orang di Jakarta, Jacob terkejut karena bahasa yang
dipelajarinya sangat berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh orang-orang di Jakarta.
James diperlakukan tidak baik oleh orang-orang di sekitarnya karena dia
menggunakan bahasa Indonesia resmi. Oleh karena itu, James lebih sering menggunakan
bahasa Inggris sebagai pembelaannya. James juga menghindari berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia. James juga mengakui bahwa ia merasa tidak nyaman berhadapan langsung
dengan warga Jakarta.
Tanggapan yang dialami James sejalan dengan tanggapan yang ditulis oleh Samovar
Porter dan McDaniel (2014) tentang hal ini sering terjadi dan sering terjadi ketika orang
mengalami gegar budaya, salah satunya yang dialami James yaitu penarikan diri. James
memilih untuk tidak berbicara bahasa Indonesia dan menghindari kontak langsung dengan
orang Indonesia. Samovar juga menulis bahwa orang yang mengalami kejutan budaya tidak
hanya berhenti bereaksi dan bereaksi, tetapi mengalami beberapa keadaan yang memerlukan
adaptasi dengan budaya baru untuk bertahan hidup.
Keempat, pelanggaran adat budaya. Devito (2011) menyebutkan dalam bukunya bahwa
setiap budaya memiliki aturan komunikasi. Aturan ini mendefinisikan apa yang
diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan Baik Indonesia maupun negara lain
memiliki aturan dan adatnya masing-masing, dan jika dilanggar pasti akan mendapatkan
sanksi atau perlakuan berbeda, seperti yang terjadi pada Mariana. Budaya barat tempat
Mariana berasal terbiasa melakukan kontak fisik intim dengan pasangannya di tempat umum,
seperti yang dilakukan Mariana, yaitu berciuman di mal. Namun saat itu, Mariana merasa
terlalu mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya, yang membuat dirinya dan
suaminya tidak nyaman. Orang-orang menatap Mariana dan pasangannya dengan mata tajam
setelah ciuman.
Warga Jakarta yang menjaga kesopanan dan etika di lingkungan mereka tidak terbiasa
dengan cara orang asing yang bertindak lebih bebas di masyarakat. Jadi apa yang dilakukan
Mariana tentu menjadi sorotan karena bukan hal yang biasa dilakukan orang Indonesia.
Budaya Indonesia yang sangat berbeda dengan budaya asing, terutama negara barat,
membawa hambatan yang cukup mengganggu dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.
Setelah menerima perlakuan ini, Mariana mengaku mulai belajar sopan santun di depan
umum dan apa yang tidak, karena ia mendapati dirinya berada di lingkungan dan wilayah
yang sama sekali berbeda dari tempat ia berasal. Meskipun Mariana berdomisili di kota besar,
ia memahami dan menghargai nilai-nilai dan standar di Indonesia yang masih berlaku dan
cocok untuk menjaga kerukunan antar masyarakat Jakarta.
Berdasarkan hasil wawancara, etnosentrisme dan prasangka tidak menjadi hambatan
bagi TKA untuk berkomunikasi dengan warga Jakarta. Liliweri (2009) menyatakan bahwa
etnosentrisme adalah sikap seseorang yang lebih mengutamakan kelompoknya sendiri
daripada kelompok lain. Berdasarkan wawancara peneliti dengan tiga informan berdomisili di
Indonesia karena Indonesia belum pernah mengalami perlakuan yang mengarah pada
etnosentrisme baik pada masyarakat Indonesia maupun kesadaran diri. Tiga informan setuju
bahwa orang-orang di Jakarta sangat baik, suka menolong dan selalu tersenyum.
Melihat sikap seseorang sebagai negatif bisa disebut prasangka Menurut Samovar,
Porter, dan McDaniel (2014), prasangka adalah kesamaan sesuatu dan bersifat kaku dan
menyakitkan dalam sekelompok orang. Prasangka muncul dari sikap yang selalu menghargai
perbedaan antara budaya lain dan budaya sendiri. Berdasarkan hasil wawancara informasi, di
antaranya mengaku jarang membandingkan nilai, norma, adat dan budaya di Indonesia
sedemikian rupa sehingga menjadi prasangka negatif. Di sisi lain, informan menemukan
bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai, norma, adat istiadat dan budaya Indonesia
memiliki kekhasan dan daya tarik yang membuat orang asing bertanya-tanya dan belajar
lebih banyak tentang Indonesia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis peneliti dan wawancara dengan tiga informan mengenai
hambatan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh tenaga kerja asing yang bekerja di
Jakarta, penulis menemukan bahwa terdapat komunikasi antarbudaya yang dilakukan antara
individu atau kelompok yang berbeda latar belakang budaya. Tenaga kerja asing yang datang
ke Jakarta harus mempraktekkan komunikasi lintas budaya dengan warga Jakarta. Namun,
selama komunikasi antarbudaya, perbedaan budaya menciptakan hambatan baik dari pekerja
asing maupun penduduk Jakarta.
Hambatan komunikasi antarbudaya yang dialami tenaga kerja asing salah satunya juga
karena kurangnya pemahaman tentang komunikasi antarbudaya. Buruh migran yang ingin
bekerja di negara lain mendapat informasi yang lebih baik tentang negara tujuan untuk
mengurangi hambatan komunikasi yang mungkin muncul.

.
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Wilson. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit


Erlangga

Budyatna, Muhammad. (2012) Komunikasi Bisnis Silang Budaya. Edisi pertama.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Cangara, Hafied (2016) Pengantar Ilmu Komunikasi Raja Grafindo Persada Jakarta
Devito, Joseph. (2011). Komunikasi Antarmanusia. Tangerang: Karisma Publishing
Group

Effendy, Onong Uchjana. (2016) Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.

Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori & Praktik Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusherdyana. (2011). Pemahaman Lintas Budaya. Bandung: Alfabeta

Liliweri, Alo. (2011). Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana Preda
Media Group

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung:


Remaja Rosdakarya

Suryanto.(2015). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: CV Pustaka Setia

Samovar, L. A., Porter, R. E., & Daniel, E. R. (2014). Komunikasi Lintas Budaya.
Jakarta: Salemba Humanika

Utami, Lusia Savitri S. (2018). Teori-Teori Adaptasi Antar Budaya. Jurnal


Komunikasi. (n.d.). Retrieved December 19, 2019, from
https://journal.untar.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/17/38

Tenaga Kerja Asing Masuk RI Melesat 38% Terbanyak Asal China. (2019, September
09). Retrieved September 12, 2019, from Detik: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/d-4699585/tenaga-kerja-
asing-masuk-ri-melesat-38-terbanyak-asal-china

Statistik Kebudayaan dan Bahasa 2018. (2019, Januari 01). Retrieved January 14,
2020, from Kemdikbud.go.id:
http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_BE2D808C-AC9F-4962-
963A-12FCE0EA163E_.pdf

Anda mungkin juga menyukai