Dosen Pembimbing:
Mardhiyyah, S.Ikom, M.Ikom
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang membahas mengenai
Kesenjangan Sosial Dan Konflik Budaya Masyarakat Tionghoa Dan Pribumi ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Riset Komunikasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para
pembaca dan juga penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan dinantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia yang multi-etnis, yang terdiri dari banyak suku, budaya dan bahasa mampu
membentuk national identity yang kemudian merekatkan warganya ke dalam satu kepentingan
bersama. Namun, terhadap para imigran yang datang dengan model pluralisme budaya di dunia
lama, meski masih menunjukkan beberapa persoalan identitas dan pengakuan terhadap kehadiran
mereka, Indonesia pun dituntut untuk akomodatif menyikapi kondisi tersebut. Dan yang paling
menonjol pada permasalahan ini adalah pengakuan terhadap etnis-nation Tionghoa, meskipun
kehadiran etnis ini sudah berabad-abad lalu dan (seharusnya) sudah terintegrasi dalam
multinational state, Indonesia, namun tak dapat dipungkiri masih adanya kesenjangan hubungan
antara etnis Cina dan penduduk pribumi, belakangan istilah pribumi inipun dianggap sebagai
bentuk atau perilaku diskriminatif. Sebelum menjawab pertanyaan sosiologis mengenai identitas
minoritas etnis Cina di Indonesia, pertama harus dipahami dan diingat bahwa penduduk Indonesia
pada dasarnya merupakan sebuah masyarakat multi etnis, yang mencakup lebih dari 360 kelompok
etnis berbeda. Meski demikian warga Indonesia keturunan Cina juga mempunyai hak yang sama
seperti kelompok etnis Indonesia lainnya, misalnya orang Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Batak, dll.
Kenyataan di Indonesia pada masa sekarang ini menunjukkan bahwa di satu sisi terdapat banyak
orang Indonesia yang tidak berasal langsung dari Cina. Di sisi lain, ada Cina asli Indonesia seperti
Cina Tangerang yang hidup lebih dari 300 tahun di Kepulauan Nusantara. Penampilan mereka
sangat sulit dibedakan dengan orang Indoensia pada umumnya, sehingga sulit mengidnetifikasi
orang Cina lewat penampilan fisiknya saja. Kemungkinan lain untuk mengidentifikasi keturunan
Cina melalui nama keluarga, juga sangat terbatas, karena sejak tahun 1966, banyak keturunan Cina
yang karena adanya tekanan, mengadopsi nama yang bernuansa Indonesia. Namun keadaan ini
justru berarti hilangnya sebuah identitas di antara jutaan orang di Indonesia kecuali hanya orang-
orang/keluarga/kerabat terdekat yang sudah akrab mengenalnya. Dari latar belakang tersebut maka
1
yang menjadi permasalahan adalah Bagaimana hubungan etnis cina dengan pribumi dari aspek
sosiologis.
Proses interaksi dalam komunikasi antarbudaya sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan
kultur, akan tetapi perbedaan kultur jangan dijadikan sebagai penghambat proses interaksi dalam
budaya yang berbeda. Untuk mewujudkan komunikasi yang baik atau efektif dengan latar
belakang budaya yang berbeda, tidak sesulit yang kita bayangkan dan tidak semudah anggapan
banyak orang. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam budaya yang berbeda, banyak hal
yang harus diperhatikan dan banyak juga kemungkinan terjadinya kesalahpahaman di dalamnya.
diperlukan adanya sebuah pemahaman dan pengertian mengenai perbedaan persepsi sehingga
tercipta hubungan yang baik dengan orang-orang yang berbeda budaya. Tak jarang kesalahan
persepsi dalam interaksi dengan budaya yang berbeda dapat menimbulkan kesalahpahaman
yang pada akhirnya dapat memacu timbulnya konflik-konflik antar budaya. Ketertarikan untuk
meneliti komunikasi antarbudaya etnis tionghoa dengaan etnis pribumi dikalangan, karena
adanya fenomena terlihat bahwa etnis tionghoa dianggap tertutup terhadap etnis pribumi, etnis
tionghoa dianggap lebih senang membantu sesama kelompok etnisnya saja dari pada etnis lain,
sehingga hubungan yang terjalin keduanya kurang harmonis dan rukun. Namun kenyataan yang
peneliti rasakan dilapangan yang juga sebagai etnis tionghua sudah bisa terbuka kepada pribumi.
Walaupun begitu untuk berbaur dengan pribumi tidaklah mudah, terdapat juga hambatan-
hambatan yang dialami oleh etnis tionghoa. Hambatan yang sering mereka temui yaitu sering
terjadi kesalah fahaman dalam mengartikan apa yang sedang diperbincangkan sehingga hal itu
sering terjadi. Hal yang perlu diketahui saat berkomunikasi khususnya komunikasi antarbudaya,
adalah menyadari apakah diri kita sebagai bagian dari satu kelompok etnis tertentu dan lawan
bicara kita sebagai anggota kelompok etnis lain Penelitian ini nantinya akan melihat
bagaimanakah identitas etnis tionghoa dapat bersosialisasi dengan pribumi. Apakah identitas
etnis tersebut dapat menghambat etnis tionghoa dalam menjalin komunikasi yang efektif atau
sebaliknya mungkin membantu dalam berkomunikasi, dan pada akhirnya akan ditemukan
2
perilaku komunikasi seperti apa yang mereka miliki.
Kata atau istilah “komunikasi” berasal dari Bahasa latin “communicatus” atau communicatio
atau communicare yang berarti “berbagi” atau “ menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata
komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai
mempunyai arti lalu ditangkap oleh lawan bicaranya dan dimengerti. Pesanpesan itu tercermin
melalui perilaku manusia seperti berbicara secara verbal atau nonverbal, gesture (gerakan isyarat)
seperti melambaikan tangan ke orang lain, menggelengkan kepala, menarik rambut. JOM FISIP
Vol. 3 No. 2 - Oktober 2016 page 5 Semua itu menunjukkan bahwa kita sedang berkomunikasi.
Pengertian Budaya Menurut Sihabuddin (2011:18) Budaya adalah suatu konsep yang
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, dan diwariska dari generasi ke generasi, melalui
usaha individu dan kelompok. Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil perilaku
manusia yang teratur oleh kelakuan manusia, harus didapatnya dengan belajar, dan yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat. Fokus kajian komunikasi antarbudaya yang harus selalu
Mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan jumlah dari seluruh sikap, adat istiadat, dan
kepercayaan yang membedakan dengan kelompok lain, kebudayaan ditransmisikan melalui bahasa,
objek material, ritual, intitusi, dan kesenian, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.
Komunikasi antarbudaya sendiri juga merupakan proses komunikasi yang biasa saja, hanya saja
mereka yang terlibat didalamnya mempunyai latar belakang budaya yang berbeda, dalam
3
komunikasi yang terjadi antara dua budaya yang berbeda itu, maka aspek budaya, seperti bahasa,
isyarat, noverbal, sikap, kepercayaan, watak, nilai, dan orientasi pikiran akan lebih banyak
ditemukan sebagai perbedaan yang besar seringkali mengakibatkan terjadinya distorsi dalam
komunikasi, namun dalam masyarakat yang bagaimanpun berbeda kebudayaanya, tetap saja akan
Komunikasi Antar Budaya Dalam Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah fakta sosial
yang pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Salah satu faktor penyebab perubahan sosial adalah
adanya kontak antar dua budaya yang berbeda. Kontak antar dua budaya yang berbeda akan
menyebabkan budaya akan menjadi bersifat semakin heterogen dan kompleks. Untuk merespon
perubahan sosial yang disebabkan oleh pertemuan dua budaya yang berbeda adalah dengan JOM
FISIP Vol. 3 No. 2 - Oktober 2016 page 7 mengembangkan bentuk Komunikasi antarbudaya
melalui komunikasi tersebut yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda akan
mengembangkan proses persepti tidak saja berdasarkan budayanya masing-masing tetapi juga
Sosial adalah fakta sosial yang pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Salah satu faktor
penyebab perubahan sosial adalah adanya kontak antar dua budaya yang berbeda. Kontak antar
dua budaya yang berbeda akan menyebabkan budaya akan menjadi bersifat semakin heterogen
dan kompleks. Untuk merespon perubahan sosial yang disebabkan oleh pertemuan dua budaya
yang berbeda adalah dengan JOM FISIP Vol. 3 No. 2 - Oktober 2016 page 7 mengembangkan
bentuk Komunikasi antarbudaya melalui komunikasi tersebut yang mempunyai latar belakang
budaya yang berbeda akan mengembangkan proses persepti tidak saja berdasarkan budayanya
masing-masing tetapi juga memperhitungkan bagaimana budaya yang lain itu melakukan
persepsi.
4
Identitas Etnis Identitas etnis
Merupakan sense tentang self individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok
etnis tertentu dan sikap maupun perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Dari definisi
tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam diri individu terdapat sense tentang diri dalam
kaitannya sebagai bagian dari kelompok etnis tertentu dan proses inilah yang menyebabkan
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mengacu pada hal-hal seperti
pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan
bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak untuk
dikomunikasikan kepada pendengar tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan
lingkungan yang lain). Howell, salah seorang penasihat Gundykunst, menyebutkan ada empat
Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan
perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum
Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa
kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa
di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun
manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah negara Indonesia merdeka, orang
Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup
nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia
KERANGKA PEMIKIRAN
Perilaku komunikasi etnis Tionghoa dengan pribumi dalam berinteraksi dan berkomunikasi
dengan menggunakan teori interaksi simbolik. - Hambatan perilaku komunikasi antara mahasiswa
5
etnis Tionghoa dengan mahasiswa pribumi dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
Mayoritas penduduk Indonesia merupakan orang asli Indonesia, sedangkan etnik Tionghoa
menjadi penduduk minoritas. Sebagai kelompok minoritas, penelitian ini ingin melihat apakah ada
lingkungan masyarakat dan bagaimana cara mereka berbaur agar tidak dianggap berbeda oleh
kelompok mayoritas dengan menggunakan teori yang terdiri dari komunikasi, komunikasi antara
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui masalah kesenjangan sosial atau konflik budaya masyarakat antara etnis
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Isu-isu etnis minoritas dalam sajian media memang salah satu topik yang selalu
menarik untuk diteliti. Peneliti menemukan empat jurnal penelitian yang sejenis dengan
penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian pertama, yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Malau, Ruth pada tahun 2011 dengan judul Sosok Etnis-Etnis Minoritas dalam Iklan,
dimuat dalam Jurnal The Messenger. Penelitian tersebut mengangkat isu tentang kaum
minoritas di Indonesia dalam iklan televisi Kuku Bima Energi Versi “Papua Sajojo” dan
“Kolam Susu”, iklan Aqua “Satu dari Kita, Sepuluh untuk Mereka” (7 episode), iklan Visit
Indonesia Year 2008 versi “Teaser”, iklan Gudang Garam versi “Rumahku Indonesiaku”,
dan Iklan Teh Botol Sosro versi “Uniknya Negeri”. Analisis semiotika Ferdinand de
Saussure dengan paradigma kritis digunakan dalam penelitian tersebut. Kaum minoritas
dalam penelitian ini digambarkan dengan ciri-ciri fisik berkulit hitam dan berambut ikal.
marginalisasi etnis minoritas yang dilakukan oleh etnis mayoritas, iklan tidak pernah bebas
nilai, Etnis-etnis minoritas dianggap tidak berbudaya, tidak beradab, primitif, dan
mereka.
Penelitian kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Santosa, Rebecca pada tahun
2016 dengan judul Analisis Framing Pemberitaan Etnis Tionghoa dalam Media Online
7
Kristen Petra Surabaya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ideologi media
2016 berkaitan dengan perayaan tahun baru Imlek. Etnis Tionghoa sebagai etnis minoritas
analisis framing. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah beberapa label yang terkait
etnis minoritas (Tionghoa) seperti etnis yang boros, royal, berprofesi pedagang, dan
eksklusifpeneliti temukan ditonjolkan setelah menganalisis dua belas berita. Selain itu,
Republika juga membingkai pemberitaan dari sisi kerukunan hidup antar umatberagama,
toleransi antar umat beragama, serta hubungan sosial yang terjalin. Republika juga
memberikan solusi-solusi untuk etnis Tionghoa berkaitan dengan perayaan Imlek. Solusi
seperti Silahturahmi, perayaan yang sederhana, dan simbolpluralis. Ini kemudian muncul
Pemberitaan mengenai etnis Tionghoa berkaitan dengan peringatan Tahun Baru Imlek
ini dibingkai oleh Republika berdasarkan ideologi media yang dimiliki yaitu melalui Islam
yang menunjukkan keterbukaan dan pluralisme. Penelitian ketiga yaitu penelitian oleh
Belinda Kaya, Jessica tahun 2016 berjudul Representasi Homoseksual dalam Film The
Imitation Game dimuat dalam Jurnal E-Komunikasi. Universitas Kristen Petra Surabaya.
didalam film The Imitation Game. Film yang diluncurkan pada tahun 2014 tersebut
8
2.2 Kajian Teoritis
kebudayaan Tionghoa. Pada bagian ini saya akan membahas mengenai alasan-alasan
penting untuk mempelajari sejarah dan kebiasaan masyarakat yang mendasari dibuatnya
undang-undang tersebut.
Bahkan sebelum penjajah Belanda menciptakan tiga kelompok etnik sosial yang
memiliki peraturan peraturan yang berbeda sama satu lainnya, imigran Tionghoa yang
sudah tiba di Indonesia dan memiliki derajat yang berbeda-beda, masih mencoba
memutuskan untuk menikah dan membangun keluarga dengan warga pribumi. Hal ini
disebabkan karena di masa dinasti Ming (Qing) di Tiongkok, keturunan Tionghoa yang
meninggalkan tanah airnya akan dilarang untuk kembali lagi ke daratan Tiongkok
(Suryadinata; 2002; hal 70). Oleh karena itu mereka berusaha untuk menciptakan dan
di tempat tinggalnya sebagai bahasa sehari-hari, di lain pihak mereka masih menganut adat
istiadat Tionghoa seperti berdoa menurut kepercayaan Tionghoa tradisional (Greif; 1991;
hal 1-3) atau memperingati tahun Tionghoa baru (Imlek). Kelompok ini disebut
‘Peranakan’ Tionghoa.
9
Selanjutnya, pada saat pengusaha-pengusaha Belanda membutuhkan pekerja-pekerja
kasar atau ‘kuli’ untuk bekerja di perkebunan dan pertambangan, akan didatangkan orang
orang keturunan Tionghoa yang berasal dari kelompok yang berbeda. Kelompok ini
berbeda dari kelompok Peranakan Tionghoa karena kelompok ini akan diantarkan
(Greif; 1991; hal 3). Kelompok ini disebut ‘Totok’ Tionghoa. Dan kelompok ini tidak
memiliki kesetiaan terhadap penjajah Belanda atau penduduk setempat, karena menurut
mereka Indonesia hanya tempat sementara (Greif; 1991; hal 3) di mana mereka bisa
mendapatkan dan mengirim cukup dana ke tanah airnya Tiongkok. Mereka merasa akan
lebih baik jika mereka dapat kembali ke Tiongkok setelah mereka berhasil memperoleh
apa yang mereka inginkan. Dapat diketahui bahwa Peranakan dan Totok masih ingin
memelihara identitas Tionghoanya, yang terpisah dari orang Pribumi. Keputusan ini
membuat mereka menjadi sumber kecurigaan bagi masyarakat Pribumi, selama dan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada tahun 1907, pemerintah Belanda
Tionghoa berada pada kelompok yang dinamakan ‘Timur Asing’ atau ‘Eastern Orientals’
(Greif; 1991; hal xi). Kedudukan kelompok ini berada di antara kelompok orang-orang
Pribumi dan kelompok warga negara Belanda, yang tentu saja menduduki posisi paling
utama. Ini adalah usaha yang sengaja dilakukan oleh penjajah Belanda untuk
‘Divide and Rule’. Hal ini disebabkan oleh adanya kekhawatiran jikalau masyarakat
Tionghoa bersatu dengan orang Pribumi, sebab jika mereka bersatu mereka akan memiliki
kekuatan untuk menentang penjajahan Belanda di Indonesia (Suryadinata; 2002; hal 8).
10
Usaha ini dimaksudkan penjajah Belanda untuk memperburuk pandangan orang
Pribumi terhadap keturunan Tionghoa. Salah satu contoh dari usaha tersebut adalah hak
istemiwa terhadap keturunan Tionghoa seperti pendidikan dan kesempatan untuk menjadi
warga negara Belanda, yang dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih baik.
memilih peluang bekerja untuk pemerintahan dan pengusaha Belanda sebagai perantara,
karena sebagian dari mereka menguasai bahasa Belanda dan bahasa setempat. Akibat dari
perbedaan status ini, penduduk setempat merasa adanya ketidakadilan yang membuat
Jadi tidak hanya keinginan identitas terpisah saja yang menciptakan perasaan curiga di
antara penduduk setempatk, tetapi juga, proses pemisahan dan timbulnya prasangka yang
dengan sengaja diciptakan oleh penjajah Belanda. Perasaan inilah yang terbawa hingga
saat ini.
1. Identifikasi
Orang Tionghoa yang ada di Indonesia ,terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal
dari propinsi Fukien dan Kwangtung.Ada empat bahasa Cina di Indonesia ialah bahasa
Para imigran Tionghoa yang terbesar di Indonesia mulai abad ke -16 sampai abad ke-
19, asal dari suku bangsa Hokkien dari propinsi Fukien bagian selatan. Orang Hokkien dan
11
Imigran Tionghoa lain adalah orang Teo-Chiu yang berasal dari pantai selatan negeri
cina di daerah pedalaman Swatow dibagian timur propinsi Kwantung.Orang Teu-Chiu dan
Hakka disukai sebagai kuli perkebunan dan pertambangan di Sumatra timur dan Bangka
Hakka adalah orang paling miskin diantara para perantau Tionghoa.Mereka bersama orang
Teo Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengexploitasi sumber mineral sehingga sampai
Pada pertengahan abad ke -19 sebagian besar orang Tionghoa tinggal di pulau
jawa.Dengan banyaknya buruh yang di datangkan dari negeri cina orang Tionghoa di Jawa
1961 kira-kira 9 ½ juta orang.Antara tahun 1956-1961 karena terjadi huru hara mengenai
Memang 50% dari orang Hokkien di Indonesia adalah pedagang ,tetapi di jawa barat
dan di pantai barat Sumatera ada banyak orang Hokkien yang bekerja sebagai petani dan
nelayan.
Orang Hakka di Jawa dan Madura banyak yang menjadi pedagang tetapi banyak juga
yang menjadi pengusaha industri kecil ,Di Sumatera orang Hakka bekerja di pertambangan
,sedangkan di Kalimantan barat banyak yang menjadi petani.Orang Teo Chiu kebanyakan
bekerja sebagai petani dan penanam sayur-sayuran tetapi di daerah perkebunan Sumatera
12
Timur sebagian besar adalah kuli di perkebunan tembakau,Di Kalimantan barat perkerjaan
mereka adalah petani.Di daerah lain di Indonesia ,jumlah yang terbesar dari mereka
bekerja sebagai pedagang sedangkan di beberapa daerah mereka bekerja di sector industry
Ciri khas dari rumah orang Tionghoa dengan tipe yang kuno adalah bentuk atapnya
yang selalu melancip pada ujung-ujungnya dan dengan ukiran-ukiran pada tiang-tiang dari
balok dan sebagainya.Dalam tiap-tiap perkampungan Tionghoa selalu satu atau dua
kuil.Kuil ini memiliki bentuk yang khas dan kaya akan ukiran – ukiran Tionghoa.
5. Sistem Kekerabatan
• Perkawinan .
Upacara perkawinan orang Tionghoa di Indonesi adalah tergantung pada agama yang
terlarang adalah antara orang-orang yang memiliki nama keluarga ,nama she yang sama,
tetapi jika diantara pasangan itu bukan dari kerabat dekat maka diperbolehkan walaupun
walaupun satu she. Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masih ada hubungan
Peraturan lain adalah seorang adik perempuan tidak boleh mendahului kakak
perempuannya kawin.Peraturan ini berlaku juga bagi saudara sekandung laki-laki tetapi
adik perempuan boleh mendahului kakak laki-lakinya kawin,demikian juga dengan adik
13
laki-laki boleh boleh mendahului kakak perempuannya kawin.
Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia ada perbedaan antara lapisan buruh dan
lapisan majikan,golongan orang miskin dan orang kaya Tionghoa peranakan yang terdiri
orang Hokkien merasa lebih tinggi dari Tionghoa Toktok karena mereka menganggap
orang Tionghoa Toktok berasal dari kuli dan buruh,sebalikya Tionghoa Toktok
KESENJANGAN SOSIAL
Ada satu ungkapan yang cenderung diyakini banyak orang sebagai kebenaran dalam
soal kesenjangan. Yaitu, bahwa ekonomi Indonesia dikuasai oleh sekelompok minoritas.
Sementara itu orang-orang pribumi tidak kebagian, dan hidup miskin. Itulah potret
kesenjangan ekonomi yang kita lihat. Kesenjangan adalah salah satu pangkal kecemburuan
sosial, yang menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Untuk mencegah konflik,
ekonomi. Ada sekelompok kecil orang yang menguasai begitu banyak kekayaan,
14
sementara sekelompok besar lainnya hanya kebagian sedikit saja. Masalahnya, banyak
orang yang serta merta mengidentifikasi minoritas itu sebagai Tionghoa, dan nonmuslim.
Memang betul, ada banyak konglomerat kita yang berasal dari etnis Tionghoa. Tapi,
tidak sedikit pula yang bukan. Chairul Tanjung, Bakrie, dan sebagainya itu bukan orang
Tionghoa. Mereka juga bisa kaya raya. Di sisi lain, etnis Tionghoa yang tidak kebagian
juga banyak. Ada puluhan juta orang Tionghoa yang bukan konglomerat, hidup sebagai
warga biasa.
Yang hendak saya sampaikan adalah, mari lihat ekonomi dengan kaca mata ekonomi,
bukan dengan kaca mata lain yang tidak relevan, seperti etnis dan agama. Mengapa orang-
orang itu jadi konglomerat? Karena mereka berbisnis. Itu poin terpentingnya. Siapapun,
dari etnis apapun, bisa jadi kaya raya kalau mereka berbisnis. Siapa yang tumbuh besar,
atau siapa yang kalah dalam berbisnis, ditentukan oleh banyak faktor, termasuk di
antaranya atmosfer politik. Bisnis anak-anak Soeharto di masa lalu, misalnya, menjadi
besar dan menggurita tentu bukan karena mereka piawai berbisnis. Mereka mendapat
berbagai keistimewaan. Sejumlah konglomerat lain pun begitu. Tak peduli mereka
15
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.upi.edu/20176/4/S_SEJ_0900882_Chapter1.pdf
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
MSH, Yoest, Tradisi Dan Kultur Tionghoa, Jakarta: Gerak Insan Mandiri ,2004.
Bungin, Burhan. 2001. Metodeologi Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta. Guno,W.
16