Anda di halaman 1dari 19

KESENJANGAN SOSIAL DAN KONFLIK BUDAYA MASYARAKAT

TIONGHOA DAN PRIBUMI

Tugas ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah


Riset Komunikasi.

Dosen Pembimbing:
Mardhiyyah, S.Ikom, M.Ikom

Erian Sandri Maulan


NIM. 44117010018

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


PROGRAM STUDI S1 BROADCASTING
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang membahas mengenai
Kesenjangan Sosial Dan Konflik Budaya Masyarakat Tionghoa Dan Pribumi ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Riset Komunikasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para
pembaca dan juga penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mardhiyyah, S.Ikom, M.Ikom


selaku dosen mata kuliah Riset Komunikasi yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan dinantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 07 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................6

1.3 Tujuan Peneliti.............................................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................7

2.1 Penelitian Terdahulu....................................................................................................7

2.2 Kajian Teoritis..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia yang multi-etnis, yang terdiri dari banyak suku, budaya dan bahasa mampu

membentuk national identity yang kemudian merekatkan warganya ke dalam satu kepentingan

bersama. Namun, terhadap para imigran yang datang dengan model pluralisme budaya di dunia

lama, meski masih menunjukkan beberapa persoalan identitas dan pengakuan terhadap kehadiran

mereka, Indonesia pun dituntut untuk akomodatif menyikapi kondisi tersebut. Dan yang paling

menonjol pada permasalahan ini adalah pengakuan terhadap etnis-nation Tionghoa, meskipun

kehadiran etnis ini sudah berabad-abad lalu dan (seharusnya) sudah terintegrasi dalam

multinational state, Indonesia, namun tak dapat dipungkiri masih adanya kesenjangan hubungan

antara etnis Cina dan penduduk pribumi, belakangan istilah pribumi inipun dianggap sebagai

bentuk atau perilaku diskriminatif. Sebelum menjawab pertanyaan sosiologis mengenai identitas

minoritas etnis Cina di Indonesia, pertama harus dipahami dan diingat bahwa penduduk Indonesia

pada dasarnya merupakan sebuah masyarakat multi etnis, yang mencakup lebih dari 360 kelompok

etnis berbeda. Meski demikian warga Indonesia keturunan Cina juga mempunyai hak yang sama

seperti kelompok etnis Indonesia lainnya, misalnya orang Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Batak, dll.

Kenyataan di Indonesia pada masa sekarang ini menunjukkan bahwa di satu sisi terdapat banyak

orang Indonesia yang tidak berasal langsung dari Cina. Di sisi lain, ada Cina asli Indonesia seperti

Cina Tangerang yang hidup lebih dari 300 tahun di Kepulauan Nusantara. Penampilan mereka

sangat sulit dibedakan dengan orang Indoensia pada umumnya, sehingga sulit mengidnetifikasi

orang Cina lewat penampilan fisiknya saja. Kemungkinan lain untuk mengidentifikasi keturunan

Cina melalui nama keluarga, juga sangat terbatas, karena sejak tahun 1966, banyak keturunan Cina

yang karena adanya tekanan, mengadopsi nama yang bernuansa Indonesia. Namun keadaan ini

justru berarti hilangnya sebuah identitas di antara jutaan orang di Indonesia kecuali hanya orang-

orang/keluarga/kerabat terdekat yang sudah akrab mengenalnya. Dari latar belakang tersebut maka

1
yang menjadi permasalahan adalah Bagaimana hubungan etnis cina dengan pribumi dari aspek

sosiologis.

Proses interaksi dalam komunikasi antarbudaya sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan

kultur, akan tetapi perbedaan kultur jangan dijadikan sebagai penghambat proses interaksi dalam

budaya yang berbeda. Untuk mewujudkan komunikasi yang baik atau efektif dengan latar

belakang budaya yang berbeda, tidak sesulit yang kita bayangkan dan tidak semudah anggapan

banyak orang. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam budaya yang berbeda, banyak hal

yang harus diperhatikan dan banyak juga kemungkinan terjadinya kesalahpahaman di dalamnya.

Peranan komunikasi antarbudaya diharapkan dapat membentuk intergritas bangsa. Disini

diperlukan adanya sebuah pemahaman dan pengertian mengenai perbedaan persepsi sehingga

tercipta hubungan yang baik dengan orang-orang yang berbeda budaya. Tak jarang kesalahan

persepsi dalam interaksi dengan budaya yang berbeda dapat menimbulkan kesalahpahaman

yang pada akhirnya dapat memacu timbulnya konflik-konflik antar budaya. Ketertarikan untuk

meneliti komunikasi antarbudaya etnis tionghoa dengaan etnis pribumi dikalangan, karena

adanya fenomena terlihat bahwa etnis tionghoa dianggap tertutup terhadap etnis pribumi, etnis

tionghoa dianggap lebih senang membantu sesama kelompok etnisnya saja dari pada etnis lain,

sehingga hubungan yang terjalin keduanya kurang harmonis dan rukun. Namun kenyataan yang

peneliti rasakan dilapangan yang juga sebagai etnis tionghua sudah bisa terbuka kepada pribumi.

Walaupun begitu untuk berbaur dengan pribumi tidaklah mudah, terdapat juga hambatan-

hambatan yang dialami oleh etnis tionghoa. Hambatan yang sering mereka temui yaitu sering

terjadi kesalah fahaman dalam mengartikan apa yang sedang diperbincangkan sehingga hal itu

sering terjadi. Hal yang perlu diketahui saat berkomunikasi khususnya komunikasi antarbudaya,

adalah menyadari apakah diri kita sebagai bagian dari satu kelompok etnis tertentu dan lawan

bicara kita sebagai anggota kelompok etnis lain Penelitian ini nantinya akan melihat

bagaimanakah identitas etnis tionghoa dapat bersosialisasi dengan pribumi. Apakah identitas

etnis tersebut dapat menghambat etnis tionghoa dalam menjalin komunikasi yang efektif atau

sebaliknya mungkin membantu dalam berkomunikasi, dan pada akhirnya akan ditemukan

2
perilaku komunikasi seperti apa yang mereka miliki.

Pengertian Komunikasi Menurut Riswandi (2009:1)

Kata atau istilah “komunikasi” berasal dari Bahasa latin “communicatus” atau communicatio

atau communicare yang berarti “berbagi” atau “ menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata

komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai

kebersamaan. Berkomunikasi adalah proses dimana seseorang menyampaikan sesuatu yang

mempunyai arti lalu ditangkap oleh lawan bicaranya dan dimengerti. Pesanpesan itu tercermin

melalui perilaku manusia seperti berbicara secara verbal atau nonverbal, gesture (gerakan isyarat)

seperti melambaikan tangan ke orang lain, menggelengkan kepala, menarik rambut. JOM FISIP

Vol. 3 No. 2 - Oktober 2016 page 5 Semua itu menunjukkan bahwa kita sedang berkomunikasi.

Pengertian Budaya Menurut Sihabuddin (2011:18) Budaya adalah suatu konsep yang

membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, dan diwariska dari generasi ke generasi, melalui

usaha individu dan kelompok. Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil perilaku

manusia yang teratur oleh kelakuan manusia, harus didapatnya dengan belajar, dan yang semuanya

tersusun dalam kehidupan masyarakat. Fokus kajian komunikasi antarbudaya yang harus selalu

diingat adalah karena kebudayaannya yang berbeda-berbeda, sehingga mempengaruhi pola-pola

komunikasi yang beraneka ragam. Pengertian

Komunikasi Antar Budaya Menurut Liliweri (2003:112)

Mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan jumlah dari seluruh sikap, adat istiadat, dan

kepercayaan yang membedakan dengan kelompok lain, kebudayaan ditransmisikan melalui bahasa,

objek material, ritual, intitusi, dan kesenian, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.

Komunikasi antarbudaya sendiri juga merupakan proses komunikasi yang biasa saja, hanya saja

mereka yang terlibat didalamnya mempunyai latar belakang budaya yang berbeda, dalam

3
komunikasi yang terjadi antara dua budaya yang berbeda itu, maka aspek budaya, seperti bahasa,

isyarat, noverbal, sikap, kepercayaan, watak, nilai, dan orientasi pikiran akan lebih banyak

ditemukan sebagai perbedaan yang besar seringkali mengakibatkan terjadinya distorsi dalam

komunikasi, namun dalam masyarakat yang bagaimanpun berbeda kebudayaanya, tetap saja akan

terdapat kepentingankepentingan bersama untuk melakukan komunikasi.

Komunikasi Antar Budaya Dalam Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah fakta sosial

yang pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Salah satu faktor penyebab perubahan sosial adalah

adanya kontak antar dua budaya yang berbeda. Kontak antar dua budaya yang berbeda akan

menyebabkan budaya akan menjadi bersifat semakin heterogen dan kompleks. Untuk merespon

perubahan sosial yang disebabkan oleh pertemuan dua budaya yang berbeda adalah dengan JOM

FISIP Vol. 3 No. 2 - Oktober 2016 page 7 mengembangkan bentuk Komunikasi antarbudaya

melalui komunikasi tersebut yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda akan

mengembangkan proses persepti tidak saja berdasarkan budayanya masing-masing tetapi juga

memperhitungkan bagaimana budaya yang lain itu melakukan persepsi.

Komunikasi Antar Budaya Dalam Perubahan Sosial Perubahan

Sosial adalah fakta sosial yang pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Salah satu faktor

penyebab perubahan sosial adalah adanya kontak antar dua budaya yang berbeda. Kontak antar

dua budaya yang berbeda akan menyebabkan budaya akan menjadi bersifat semakin heterogen

dan kompleks. Untuk merespon perubahan sosial yang disebabkan oleh pertemuan dua budaya

yang berbeda adalah dengan JOM FISIP Vol. 3 No. 2 - Oktober 2016 page 7 mengembangkan

bentuk Komunikasi antarbudaya melalui komunikasi tersebut yang mempunyai latar belakang

budaya yang berbeda akan mengembangkan proses persepti tidak saja berdasarkan budayanya

masing-masing tetapi juga memperhitungkan bagaimana budaya yang lain itu melakukan

persepsi.

4
Identitas Etnis Identitas etnis

Merupakan sense tentang self individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok

etnis tertentu dan sikap maupun perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Dari definisi

tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam diri individu terdapat sense tentang diri dalam

kaitannya sebagai bagian dari kelompok etnis tertentu dan proses inilah yang menyebabkan

identitas etnis terbentuk. Kompetensi Komunikasi Komponen komunikasi mengacu pada

kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mengacu pada hal-hal seperti

pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan

bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak untuk

dikomunikasikan kepada pendengar tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan

lingkungan yang lain). Howell, salah seorang penasihat Gundykunst, menyebutkan ada empat

tataran kompetensi komunikasi, yaitu : 1) unconscious incompetence 2) conscious incompetence 3)

conscious competence 4) unconscious competence Etnis Tionghoa Leluhur orang Tionghoa-

Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan

perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum

Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa

kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa

di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun

manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah negara Indonesia merdeka, orang

Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup

nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia

KERANGKA PEMIKIRAN

Perilaku komunikasi etnis Tionghoa dengan pribumi dalam berinteraksi dan berkomunikasi

dengan menggunakan teori interaksi simbolik. - Hambatan perilaku komunikasi antara mahasiswa

5
etnis Tionghoa dengan mahasiswa pribumi dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan

menggunakan teori interaksi simbolik.

1.2 Rumusan Masalah

Mayoritas penduduk Indonesia merupakan orang asli Indonesia, sedangkan etnik Tionghoa

menjadi penduduk minoritas. Sebagai kelompok minoritas, penelitian ini ingin melihat apakah ada

kesenjangan sosial pada masyarakat Tionghoa di Indonesia, bagaimana posisi mereka di

lingkungan masyarakat dan bagaimana cara mereka berbaur agar tidak dianggap berbeda oleh

kelompok mayoritas dengan menggunakan teori yang terdiri dari komunikasi, komunikasi antara

budaya, kesenjangan sosial, persepsi, komunikasi massa

1.3 Tujuan Peneliti

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui masalah kesenjangan sosial atau konflik budaya masyarakat antara etnis

tionghoa dan pribumi di indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menemukan masalah atau konflik yang


terjadi antara etnis tionghoa dan pribumi di indonesia.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Isu-isu etnis minoritas dalam sajian media memang salah satu topik yang selalu

menarik untuk diteliti. Peneliti menemukan empat jurnal penelitian yang sejenis dengan

penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian pertama, yaitu penelitian yang dilakukan oleh

Malau, Ruth pada tahun 2011 dengan judul Sosok Etnis-Etnis Minoritas dalam Iklan,

dimuat dalam Jurnal The Messenger. Penelitian tersebut mengangkat isu tentang kaum

minoritas di Indonesia dalam iklan televisi Kuku Bima Energi Versi “Papua Sajojo” dan

“Kolam Susu”, iklan Aqua “Satu dari Kita, Sepuluh untuk Mereka” (7 episode), iklan Visit

Indonesia Year 2008 versi “Teaser”, iklan Gudang Garam versi “Rumahku Indonesiaku”,

dan Iklan Teh Botol Sosro versi “Uniknya Negeri”. Analisis semiotika Ferdinand de

Saussure dengan paradigma kritis digunakan dalam penelitian tersebut. Kaum minoritas

dalam penelitian ini digambarkan dengan ciri-ciri fisik berkulit hitam dan berambut ikal.

Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan antara lain : iklan merepresentasikan

marginalisasi etnis minoritas yang dilakukan oleh etnis mayoritas, iklan tidak pernah bebas

nilai, Etnis-etnis minoritas dianggap tidak berbudaya, tidak beradab, primitif, dan

sebagainya, etnis-etnis minoritas ditampilkan bukan untuk mengangkat nilai budaya

mereka atau untuk menghargai perbedaan kultural, melainkan untuk memarginalkan

mereka.

Penelitian kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Santosa, Rebecca pada tahun

2016 dengan judul Analisis Framing Pemberitaan Etnis Tionghoa dalam Media Online

Republika di Bulan Februari 2016. Dimuat dalam Jurnal E-Komunikasi. Universitas

7
Kristen Petra Surabaya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ideologi media

Republika dalam memberitakan mengenai Etnis Tionghoa khususnya di bulan Februari

2016 berkaitan dengan perayaan tahun baru Imlek. Etnis Tionghoa sebagai etnis minoritas

selalu menjadi perbincangan menarik dalam media hingga sekarang.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif

analisis framing. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah beberapa label yang terkait

etnis minoritas (Tionghoa) seperti etnis yang boros, royal, berprofesi pedagang, dan

eksklusifpeneliti temukan ditonjolkan setelah menganalisis dua belas berita. Selain itu,

Republika juga membingkai pemberitaan dari sisi kerukunan hidup antar umatberagama,

toleransi antar umat beragama, serta hubungan sosial yang terjalin. Republika juga

memberikan solusi-solusi untuk etnis Tionghoa berkaitan dengan perayaan Imlek. Solusi

seperti Silahturahmi, perayaan yang sederhana, dan simbolpluralis. Ini kemudian muncul

karena ideologi yang dimiliki oleh Republika.

Pemberitaan mengenai etnis Tionghoa berkaitan dengan peringatan Tahun Baru Imlek

ini dibingkai oleh Republika berdasarkan ideologi media yang dimiliki yaitu melalui Islam

yang menunjukkan keterbukaan dan pluralisme. Penelitian ketiga yaitu penelitian oleh

Belinda Kaya, Jessica tahun 2016 berjudul Representasi Homoseksual dalam Film The

Imitation Game dimuat dalam Jurnal E-Komunikasi. Universitas Kristen Petra Surabaya.

Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana representasi homoseksual

didalam film The Imitation Game. Film yang diluncurkan pada tahun 2014 tersebut

mencoba mematahkan stereotipenegatif tentang homoseksual di media massa dengan

penggambaran positif. Homoseksual digambarkan secara positif dan berusaha mendobrak

stereotipe negatif yang sudah melekat di media massadan di masyarakat.

8
2.2 Kajian Teoritis

Sejarah kebijakan pemerintahan terhadap masyarakat Tionghoa di Indonesia

Banyak dari kebijakan dan undang-undang yang mengenai keturunan Tionghoa

menyebabkan timbulnya batasan-batasan yang menahan perkembangan identitas

kebudayaan Tionghoa. Pada bagian ini saya akan membahas mengenai alasan-alasan

diterapkannya kebijakan dan undang-undang tersebut, sebelum mendiskusikan berhasil

mencapai tujuannya. Untuk mengetahui alasan-alasan tersebut, menurut saya, sangat

penting untuk mempelajari sejarah dan kebiasaan masyarakat yang mendasari dibuatnya

undang-undang tersebut.

Bahkan sebelum penjajah Belanda menciptakan tiga kelompok etnik sosial yang

memiliki peraturan peraturan yang berbeda sama satu lainnya, imigran Tionghoa yang

sudah tiba di Indonesia dan memiliki derajat yang berbeda-beda, masih mencoba

mempertahankan identitas etnis aslinya. Beberapa dari keturunan Tionghoa ini

memutuskan untuk menikah dan membangun keluarga dengan warga pribumi. Hal ini

disebabkan karena di masa dinasti Ming (Qing) di Tiongkok, keturunan Tionghoa yang

meninggalkan tanah airnya akan dilarang untuk kembali lagi ke daratan Tiongkok

(Suryadinata; 2002; hal 70). Oleh karena itu mereka berusaha untuk menciptakan dan

membangun keluarga baru di Indonesia. Kelompok tersebut menggunakan bahasa daerah

di tempat tinggalnya sebagai bahasa sehari-hari, di lain pihak mereka masih menganut adat

istiadat Tionghoa seperti berdoa menurut kepercayaan Tionghoa tradisional (Greif; 1991;

hal 1-3) atau memperingati tahun Tionghoa baru (Imlek). Kelompok ini disebut

‘Peranakan’ Tionghoa.

9
Selanjutnya, pada saat pengusaha-pengusaha Belanda membutuhkan pekerja-pekerja

kasar atau ‘kuli’ untuk bekerja di perkebunan dan pertambangan, akan didatangkan orang

orang keturunan Tionghoa yang berasal dari kelompok yang berbeda. Kelompok ini

berbeda dari kelompok Peranakan Tionghoa karena kelompok ini akan diantarkan

keluarganya ke Indonesia dan mereka akan mempertahankan ‘kemurnian’ keturunannya

(Greif; 1991; hal 3). Kelompok ini disebut ‘Totok’ Tionghoa. Dan kelompok ini tidak

memiliki kesetiaan terhadap penjajah Belanda atau penduduk setempat, karena menurut

mereka Indonesia hanya tempat sementara (Greif; 1991; hal 3) di mana mereka bisa

mendapatkan dan mengirim cukup dana ke tanah airnya Tiongkok. Mereka merasa akan

lebih baik jika mereka dapat kembali ke Tiongkok setelah mereka berhasil memperoleh

apa yang mereka inginkan. Dapat diketahui bahwa Peranakan dan Totok masih ingin

memelihara identitas Tionghoanya, yang terpisah dari orang Pribumi. Keputusan ini

membuat mereka menjadi sumber kecurigaan bagi masyarakat Pribumi, selama dan

sesudah perjuangan Kemerdekaan Indonesia dan periode periode selanjutnya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada tahun 1907, pemerintah Belanda

membagi kependudukan di Indonesia dalam tiga kelompok. Peranakan dan Totok

Tionghoa berada pada kelompok yang dinamakan ‘Timur Asing’ atau ‘Eastern Orientals’

(Greif; 1991; hal xi). Kedudukan kelompok ini berada di antara kelompok orang-orang

Pribumi dan kelompok warga negara Belanda, yang tentu saja menduduki posisi paling

utama. Ini adalah usaha yang sengaja dilakukan oleh penjajah Belanda untuk

mempertahankan keterpisahan masyarakat Tionghoa dan penduduk Pribumi yang disebut

‘Divide and Rule’. Hal ini disebabkan oleh adanya kekhawatiran jikalau masyarakat

Tionghoa bersatu dengan orang Pribumi, sebab jika mereka bersatu mereka akan memiliki

kekuatan untuk menentang penjajahan Belanda di Indonesia (Suryadinata; 2002; hal 8).

10
Usaha ini dimaksudkan penjajah Belanda untuk memperburuk pandangan orang

Pribumi terhadap keturunan Tionghoa. Salah satu contoh dari usaha tersebut adalah hak

istemiwa terhadap keturunan Tionghoa seperti pendidikan dan kesempatan untuk menjadi

warga negara Belanda, yang dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih baik.

Keuntungan yang lain sebagai keturunan Tionghoa, khususnya kelompok Peranakan,

memilih peluang bekerja untuk pemerintahan dan pengusaha Belanda sebagai perantara,

karena sebagian dari mereka menguasai bahasa Belanda dan bahasa setempat. Akibat dari

perbedaan status ini, penduduk setempat merasa adanya ketidakadilan yang membuat

mereka iri dan marah.

Jadi tidak hanya keinginan identitas terpisah saja yang menciptakan perasaan curiga di

antara penduduk setempatk, tetapi juga, proses pemisahan dan timbulnya prasangka yang

dengan sengaja diciptakan oleh penjajah Belanda. Perasaan inilah yang terbawa hingga

saat ini.

Kebudayaan Orang Tionghoa Indonesia

1. Identifikasi

Orang Tionghoa yang ada di Indonesia ,terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal

dari propinsi Fukien dan Kwangtung.Ada empat bahasa Cina di Indonesia ialah bahasa

Hokkien,Teo-Chiu,Hakka dan Kanton yang sedemikian besar perbedaanya.

Para imigran Tionghoa yang terbesar di Indonesia mulai abad ke -16 sampai abad ke-

19, asal dari suku bangsa Hokkien dari propinsi Fukien bagian selatan. Orang Hokkien dan

keturunanya yang telah berasimilasi sebagai keseluruhan paling banyak terdapat di

Indonesia timur,jawa tengah,jawa timur,pantai barat sumatra.

11
Imigran Tionghoa lain adalah orang Teo-Chiu yang berasal dari pantai selatan negeri

cina di daerah pedalaman Swatow dibagian timur propinsi Kwantung.Orang Teu-Chiu dan

Hakka disukai sebagai kuli perkebunan dan pertambangan di Sumatra timur dan Bangka

Orang Hakka merantau karena kebutuhan mata pencaharian hidup mereka.Orang

Hakka adalah orang paling miskin diantara para perantau Tionghoa.Mereka bersama orang

Teo Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengexploitasi sumber mineral sehingga sampai

sekarang orang Hakka mendominasi mendominasi masyarakat tionghoa di distrik-distrik

tambang emas lama di Kalimantan barat ,sumatera Bangka dan biliton.

2. Angka-Angka dan Data-Data Demografi

Pada pertengahan abad ke -19 sebagian besar orang Tionghoa tinggal di pulau

jawa.Dengan banyaknya buruh yang di datangkan dari negeri cina orang Tionghoa di Jawa

berangsur-angsur bertambah.Perkembangan orang Tionghoa di Indonesia yang pada tahun

1961 kira-kira 9 ½ juta orang.Antara tahun 1956-1961 karena terjadi huru hara mengenai

WNI di jawa,banyak orang Tionghoa yang pulang ke cina

3. Mata Pencaharian Hidup

Memang 50% dari orang Hokkien di Indonesia adalah pedagang ,tetapi di jawa barat

dan di pantai barat Sumatera ada banyak orang Hokkien yang bekerja sebagai petani dan

penanam sayuran,sedangkan di bagan Siapiapi (Riau) orang Hokkien umumnya menjadi

nelayan.

Orang Hakka di Jawa dan Madura banyak yang menjadi pedagang tetapi banyak juga

yang menjadi pengusaha industri kecil ,Di Sumatera orang Hakka bekerja di pertambangan

,sedangkan di Kalimantan barat banyak yang menjadi petani.Orang Teo Chiu kebanyakan

bekerja sebagai petani dan penanam sayur-sayuran tetapi di daerah perkebunan Sumatera

12
Timur sebagian besar adalah kuli di perkebunan tembakau,Di Kalimantan barat perkerjaan

mereka adalah petani.Di daerah lain di Indonesia ,jumlah yang terbesar dari mereka

bekerja sebagai pedagang sedangkan di beberapa daerah mereka bekerja di sector industry

4. Perkampungan Dan Rumah Tionghoa

Ciri khas dari rumah orang Tionghoa dengan tipe yang kuno adalah bentuk atapnya

yang selalu melancip pada ujung-ujungnya dan dengan ukiran-ukiran pada tiang-tiang dari

balok dan sebagainya.Dalam tiap-tiap perkampungan Tionghoa selalu satu atau dua

kuil.Kuil ini memiliki bentuk yang khas dan kaya akan ukiran – ukiran Tionghoa.

5. Sistem Kekerabatan

• Perkawinan .

Upacara perkawinan orang Tionghoa di Indonesi adalah tergantung pada agama yang

dianutnya.Karena itu upacara pernikahan orang Tionghoa di Indonesia berbeda satu

dengan yang lainya.

• Pantang Pemilihan Jodoh

Dalam memilih jodoh orang Tionghoa memiliki batasan-batasannya. Perkawinan yang

terlarang adalah antara orang-orang yang memiliki nama keluarga ,nama she yang sama,

tetapi jika diantara pasangan itu bukan dari kerabat dekat maka diperbolehkan walaupun

walaupun satu she. Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masih ada hubungan

kekerabatan tetapi dari generasi yang lebih tua itu dilarang.

Peraturan lain adalah seorang adik perempuan tidak boleh mendahului kakak

perempuannya kawin.Peraturan ini berlaku juga bagi saudara sekandung laki-laki tetapi

adik perempuan boleh mendahului kakak laki-lakinya kawin,demikian juga dengan adik

13
laki-laki boleh boleh mendahului kakak perempuannya kawin.

Stratifikasi Sosial

Dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia ada perbedaan antara lapisan buruh dan

lapisan majikan,golongan orang miskin dan orang kaya Tionghoa peranakan yang terdiri

orang Hokkien merasa lebih tinggi dari Tionghoa Toktok karena mereka menganggap

orang Tionghoa Toktok berasal dari kuli dan buruh,sebalikya Tionghoa Toktok

memandang rendah Tionghoa Hokkien karena dianggap berdarah campuran.

• Pimpinan Masyarakat Tionghoa

Pemimpin-pemimpin dulunya diangkat oleh Belanda,memakai pangkat

major,kapiten,luitenant,dan wijkmeester .Tugas utama para pemimpin adalah menjaga

keamanam dan ketetiban ,mengurus hal adat istiadat

KESENJANGAN SOSIAL

Ada satu ungkapan yang cenderung diyakini banyak orang sebagai kebenaran dalam

soal kesenjangan. Yaitu, bahwa ekonomi Indonesia dikuasai oleh sekelompok minoritas.

Sementara itu orang-orang pribumi tidak kebagian, dan hidup miskin. Itulah potret

kesenjangan ekonomi yang kita lihat. Kesenjangan adalah salah satu pangkal kecemburuan

sosial, yang menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Untuk mencegah konflik,

kesenjangan harus dihilangkan.

Ekonomi memang dikuasai oleh sekelompok minoritas. Itulah hakikat kesenjangan

ekonomi. Ada sekelompok kecil orang yang menguasai begitu banyak kekayaan,

14
sementara sekelompok besar lainnya hanya kebagian sedikit saja. Masalahnya, banyak

orang yang serta merta mengidentifikasi minoritas itu sebagai Tionghoa, dan nonmuslim.

Padahal tidak demikian.

Memang betul, ada banyak konglomerat kita yang berasal dari etnis Tionghoa. Tapi,

tidak sedikit pula yang bukan. Chairul Tanjung, Bakrie, dan sebagainya itu bukan orang

Tionghoa. Mereka juga bisa kaya raya. Di sisi lain, etnis Tionghoa yang tidak kebagian

juga banyak. Ada puluhan juta orang Tionghoa yang bukan konglomerat, hidup sebagai

warga biasa.

Yang hendak saya sampaikan adalah, mari lihat ekonomi dengan kaca mata ekonomi,

bukan dengan kaca mata lain yang tidak relevan, seperti etnis dan agama. Mengapa orang-

orang itu jadi konglomerat? Karena mereka berbisnis. Itu poin terpentingnya. Siapapun,

dari etnis apapun, bisa jadi kaya raya kalau mereka berbisnis. Siapa yang tumbuh besar,

atau siapa yang kalah dalam berbisnis, ditentukan oleh banyak faktor, termasuk di

antaranya atmosfer politik. Bisnis anak-anak Soeharto di masa lalu, misalnya, menjadi

besar dan menggurita tentu bukan karena mereka piawai berbisnis. Mereka mendapat

berbagai keistimewaan. Sejumlah konglomerat lain pun begitu. Tak peduli mereka

Tionghoa atau bukan.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.upi.edu/20176/4/S_SEJ_0900882_Chapter1.pdf

Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

MSH, Yoest, Tradisi Dan Kultur Tionghoa, Jakarta: Gerak Insan Mandiri ,2004.

Bungin, Burhan. 2001. Metodeologi Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta. Guno,W.

2010. Metodoligi Penelitian. Jakarta.Grasindo

16

Anda mungkin juga menyukai