MAKALAH
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Disusun Oleh :
Kelas AB – 3D
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami. Sholawat serta salam kami junjungkan kepada Sang Refolusioner
Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai ke zaman yang
penuh ilmu ini.
Makalah yang berisikan tentang Komunikasi Antar Budaya ini kami susun guna
memenuhi tugas Komunikasi Bisnis 2 dari dosen pengampu Bapak Dr. H. Ridwan Roy T., S.H.,
M.Si. yang senantiasa mendampingi kami untuk menimba ilmu. Tujuan membuat makalah ini
agar seluruh mahasiswa dan mahasiswi dapat meninjau dan mengetahui tentang Komunikasi
Antar Budaya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir baik yang secara langsung maupun tidak
langsung.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam literatur lain dikatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari
masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu
bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Komunikasi
merupakan hal yang sangat vital dalam proses interaksi dengan masyarakat sosial. Pada
awalnya kita merasa kaget, cemas dan seperti orang aneh yang tidak tahu apaapa
dilingkungan baru. Tapi dengan belajar dan berkomunikasi yang baik maka semua bisa
diatasi Pengalaman menjadikan sebuah pelajaran.
1
Komunikasi Antarbudaya (KAB) dibangun atas dua konsep utama, yaitu konsep
komunikasi dan konsep kebudayaan. Mulyana dan Rakhmat (2005: 20) menyebut kedua
konsep tersebut ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling
mempengaruhi karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang
apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi juga turut menentukan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisikondisinya untuk
mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Charley H.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar budaya
dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi diantara orang-orang yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda.
3
2.3 Prinsip Komunikasi Budaya
Menurut Suranto (2010:40-43) Prinsip-prinsip umum untuk memperbaiki
kemampuan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang berbeda latar belakang.
1. Komunikasi hendak meraih tujuan tertentu.
Setiap proses komunikasi pastilah terkait dengan adanya tujuan atau harapan
tertentu, apabila kita mengetahui tjuan aktivitas komunikasi yang ingin kita capai,
maka dengan sendirinya kita akan merancang suatu strategi komunikasi yang relevan.
Ada cara yang bisa dilakukan untuk mendefinisikan tujuan berkomunikasi, yaitu:
1) Apa yang kita inginkan untuk terjadi.
2) Memastikan apakah tujuan kita realistis, dalam arti apakah tujuan yang kita
harapkan memiliki peluang untuk berhasil atau tidak.
4
5. Komunikasi perlu dukungan saluran (channel) yang relevan
Ada beberapa saluran komunikasi baik secara lisan maupun tertulis yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan.
6. Adanya efek komunikasi yang sesuai maupun tidak sesuai dengan yang
dikehendaki
Salah satu karakteristik komunikasi antarmanusia (human communication)
menegaskan, bahwa tindak komunikasi akan mempunyai efek yang dikehendaki
(intentional effect) dan efek yang dikehendaki (unintentional effect). Pernyataan
tersebut bermakna, bahwa apa yang kita lakukan pada orang lain tidak selalu
diinterpretasi dan sama seperti yang kita kehendaki.
Menurut Lehman, Himstreet dan Baty, setiap komponen terbangun atas beberapa
komponen utamanya, yaitu nilai-nilai (baik atau buruk, diterima atau tidak), norma-
norma (tertulis maupun tidak tertulis), simbol-simbol (warna logo suatu perusahaan),
bahasa dan pengetahuan.
5
1. Budaya material (material culture) dibedakan ke dalam dua bagian yaitu teknologi
dan ekonomi. Teknologi mencakup teknik atau cara yang digunakan untuk mengubah
atau membentuk material menjadi suatu produk yang dapat berguna bagi masyarakat
pada umumnya. Negara maju lebih mementingkan adopsi teknologi baru daripada
negara berkembang. Ekonomi dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu cara orang
menggunakan segala kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
untuk dirinya dan orang lain. Termasuk di dalamnya adalah segala bentuk kegiatan
yang menghasilkan barang atau jasa, distribusi, konsumsi, cara pertukaran dan
penghasilan yang diperoleh dari kegiatan kreasi.
2. Organisasi sosial (social institution) dan pendidikan adalah suatu lembaga yang
berkaitan dengan cara bagaimana orang berhubungan dengan orang lain.
Mengorganisasikan kegiatan mereka untuk dapat hidup secara harmonis dengan
orang lain, dan mengajar perilaku yang dapat diterima oleh generasi berikutnya.
Penduduk pria dan wanita dalam suatu masyarakat, keluarga, kelas sosial, dan
kelompok umur dapat ditafsirkan secara berbeda/berlainan dalam setiap budaya.
3. Sistem kepercayaan atau keyakinan (belief system) yang dianut oleh suatu
masyarakat akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang ada di dalam masyarakat
tersebut. Keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat juga akan mempengaruhi
kebiasaan-kebiasaan mereka, bagaimana mereka memandang hidup dan kehidupan
ini, jenis produk yang mereka konsumsi, dan cara bagaimana mereka membeli suatu
produk. Bahkan jenis pakaian yang dikenakan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan
bacaan yang dibaca setiap harinya, sebenarnya juga tidak lepas dari pengaruh yang
kuat atas keyakinan atau kepercayaan yang dianut seseorang.
4. Estetika (aesthetics) berkaitan dengan seni, dongeng, hikayat, musik, drama dan tari-
tarian. Nilai-nilai setetika yang ditunjukkan masyarakat dalam berbagai peran
tentunya perlu dipahami secara benar, agar pesan yang disampaikan mencapai sasaran
secara efektif.
6
2.5 Tingkatan Budaya
Menurut murphy dan Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga tingkatan budaya,
yaitu: formal, informal, dan teknis. Masing-masing tingkatan budaya tersebut dapat
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:
1. Formal
Budaya pada tingkatan formal merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang
dilakukan oleh suatu masyarakat yang turun menurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan hal itu bersifat formal/resmi. Contoh nya adalah Bahasa.
2. Informal
Pada tingkat ini, budaya lebih banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari
generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai
(digunakan) dan dilakukan, tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan.
Sebagai contoh, mengapa seseorang bersedia dipanggil nama julukan bukan nama
aslinya.
3. Teknis
Pada tingkat ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang terpenting.
Terdapat suatu penjelasan logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak
boleh dilakukan. Contoh ilmu matematika.
7
Dalam budaya konteks tinggi, sangat sedikit pesan-pesan yang dikode secara
eksplisit. Budaya konteks tinggi lebih sensitif terhadap pesan-pesan nonverbal dan
lebih seperti menyajikan sebuah konteks dan latar belakang. Dalam budaya konteks
tinggi, orang membawa lebih dekat dengan pentingnya konteks yang dibagi. Pesan
bisa jadi hilang dalam budaya konteks rendah.
2. Konsep Wajah
Wajah dapat dipahami dalam dua cara. Pertama, wajah merujuk pada rasa percaya
diri terhadap orang lain dalam hal karakter moral. Dan kedua, wajah merujuk pada
prestise atau reputasi seseorang yang dicapai dalam hidup. Komunikasi yang
dilakukan melalui perantara dapat mengeliminasi terjadinya konfrontasi tatap muka
dan mengurangi resiko kehilangan muka. Terdapat lebih dari negosiasi wajah dan
kesamaan wajah atau pengelolaan wajah lainnya.
3. Dimensi-Dimensi Budaya
Dimensi lintas budaya telah menjadi salah satu faktor penting untuk memahami
berbagai macam lingkungan ekomoni dan bisnis. Geert Hofstede (1980)
mempublikasikan hasil studinya mengenai berbagai macam dimensi budaya yaitu
individualisme, maskulinitas, kekuatan jarak, dan penghindaran ketidakpastian.
Konsep ini telah diterapkan ke berbagai macam bidang seperti psikologi lintas
budaya, manajemen internasional dan bisnis, komunikasi lintas budaya, dan lain-lain.
Sedangkan, dalam budaya kolektif, minat kelompok berada di atas minat individu.
Budaya kolektif menekankan pada kesetiaan pada kelompok dan konformitas,
misalnya adalah Indonesia. Dimensi individualisme dan kolektivisme adalah dimensi
budaya yang umumnya digunakan sebagai landasan teori dalam berbagai penelitian
komunikasi lintas budaya dalam bidang komunikasi, psikologi, dan antropologi
8
5. Maskulinitas dan Feminitas
Hofstede memberikan label sebagai budaya maskulin untuk menggambarkan
perbedaan maksimal antara pria dan wanita. Budaya yang menempatkan nilai tinggi
pada maskulin memberlakukan tekanan pada keasertifitas, kompetisi, dan sukses
materi, misalnya adalah Negara Jepang. Sedangkan label budaya feminin merujuk
pada adanya tumpang tindih peran sosial yang dialami oleh wanita. Budaya yang
menempatkan nilai tinggi terhadap feminin memberlakukan tekanan pada kualitas
hidup, hubungan interpersonal, dan lebih memperhatikan kelemahan, misalnya adalah
Negara Norwegia.
6. Kekuatan Jarak
Kekuatan jarak mengindikasikan tingkat dimana kekuatan didistribusikan secara
seimbang dalam sebuah masyarakat dan derajat penerimaan masyarakat terhadap
distribusi tersebut. Budaya dengan kekuatan jarak yang tinggi dan pengaruh
terkonsentrasi pada beberapa orang dibandingkan dengan seluruh polpulasi. Negara
dengan kekuatan jarak yang tinggi cenderung otoriter dan berkomunikasi dengan
interaksi yang terbatas dan penguatan perbedaan diantara orang-orang. Negara
dengan kekuatan jarak tinggi misalnya Malaysia, sedangkan Negara dengan kekuatan
jarak rendah misalnya Israel.
7. Penghindaran Ketidakpastian
Penghindaran ketidakpastian adalah tingkat dimana orang dalam suatu budaya
merasa terancam oleh situasi yang tidak dikenal dan diketahui dan merasa
membutuhkan aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Dalam dunia bisnis, hal ini
membuat orang membutuhkan kerja keras karena aturan, presisi, dan puntualitas
dinilai. Negara dengan tingkat penghindaran ketidakpastian tinggi misalnya Yunani
dan Negara dengan tingkat penghindaran ketidakpastian rendah misalnya Singapura.
9
Pada orientasi jangka panjang, konsisten dengan penghematan, ketekunan pada
hasil, dan keinginan untuk berada pada sisi sub-ordinat bagi sebuah tujuan. Sedangkan
dalam orientasi jangka pendek, konsisten dengan pemborosan dan ketekunan pada
hasil yang cepat. Negara dengan tingkat orientasi jangka panjang yang tinggi
misalnya Tiongkok. Sedangkan, Negara dengan tingkat orientasi jangka pendek
misalnya Inggris Raya.
Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi, yaitu kebanyakan
pesan bersifat implisit tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya
tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur
badan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan
ruangan, benda-benda dan sebagainya). Pernyataan verbalnya bisa berbeda atau
bertentangan dengan pesan nonverbal. Sebagaimana Edward T. Hall (1976) menyatakan
bahwa,”A high context (HC) communication or message is one in which most of the
information is already in the person, while very little is in the coded, explicit, transmitted
part of the message”.
Konteks budaya rendah (A low context / LC) ditandai dengan pesan verbal dan
eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan terus terang. Pada budaya konteks rendah
mereka mengatatakan maksud (They say what they mean) dan memaksudkan apa yang
mereka katakan (they mean what they way). Teori ini mengkategorikan masyarakat
melalui banyaknya simbol-simbol ataupun makna yang tersembunyi dalam setiap
interaksi. Semakin banyak simbol atau makna yang tersmbunyi semakin ia bersifat High
Context Culture. Jelasnya ditegaskan bahwa,”A low context (LC) communication is just
the opposite of high context (HC), the mass of the information is vested in the explicit
code”.
10
Namun dalam kenyataannya, sebuah kebiasaan tidak secara utuh dikategorikan High
Context Culture karena sebagiannya memiliki kecenderungan termasuk dalam Low
Context Culture. Demikian pula sebaliknya dalam sebuah kebiasaan yang
didominasi Low Context Culturedidalamnya terdapat bagian High Context Culture. High
Context adalah perkataan atau pernyataan yang sekedar basa basi atau kata yang sekedar
candaan yang tidak memberi arti yang serius, maksudnya adalah type high contect ini
merupakan type yang suka berputar-putar dalam memberikan pernyataan sebelum
menjelaskan maksud atau arti yang sebenarnya. Sedangkan Low Context adalah
perkataan atau sebuah pernyataan yang tidak mengandung candaan dan langsung
menjelaskan maksud atau arti sebenarnya. Low context memang kebalikan dari High
Context.
11
perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Gudykunts berpendapat bahwa
kecemasan dan ketidakpastianlah yang menjadi penyebab kegagalan komunikasi
antar kelompok. lebih lanjut ia menjabarkan bahwa terdapat enam konsp dasar
dalam teorinya ini yaitu :
1) Konsep diri, berkaitan dengan meningkatnya harga diri ketika seseorang
berinteraksi dengan orang lain akan menghasilkan kemampuan meningkatkan
kecemasan.
2) Motivasi berinteraksi dengan orang asing, berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan diri untuk masuk dalam kelompok. Ketika seseorang berinteraksi
dengan orang asing, interaksi tersebut akan meningkatkan kecemasan.
3) Reaksi terhadap orang asing, berkaitan dengan peningkatan menerima
informasi, toleransi dan empati terhadap orang asing akan meningkatkan
kemampuan seseorang untuk memprediksi perilaku orang asing tersebut.
4) Kategori sosial orang asing, berkaitan dengan peningkatan kesamaan personal
diantara kita dengan orang asing. Tujuannya adalah meningkatkan kemampuan
memprediksi perilaku mereka secara akurat serta kemampuan mengelola
kecemasan begitu pula sebaliknya.
5) Proses Situasional, berkaitan dengan peningkatan situasi informal dimana kita
berinteraksi dengan orang asing. Dengan tujuan akan meningkatkan kemampuan
kita dalam mengelola kecemasan serta meningkatkan kepercayaan diri kita
terhadap mereka.
6) Koneksi dengan orang asing, berkaitan dengan peningkatan ketertarikan,
hubungan dan jalinan kerja dengan orang asing. Dengan tujuan akan
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kepercayaan pada diri kita.
12
dipertanyakan, kecemasan dan ketidakpastian yang disebabkan konflik membuat
kita tak berdaya dan harus menerima.
Terkait dengan hal tersebut, dalam teori ini juga dijelaskan lima model dalam
pengelolaan konflik yang meliputi :
1) Avoiding (penghindaran), yaitu berkaitan dengan upaya untuk menghindari
berbagai macam konflik yang dimungkinkan terjadi.
2) Obliging (keharusan), yaitu berkaitan dengan keharusan untuk menyerahkan
keputusan pada kesepakatan bersama.
3) Comproming, berkaitan dengan saling memberi dan menerima segala sesuatu
agar sebuah kompromi dapat tercapai.
4) Dominating, berkaitan dengan dominasi salah satu pihak dalam penanganan
suatu masalah.
5) Integrating, berkaitan dengan penanganan secara bersama-sama terhadap suatu
masalah.
13
2.9 Fakta Budaya dalam Kehidupan Kerja
Budaya kerja merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan
pada diri di setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga
meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif serta berupaya membiasakan pola
perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.
Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota
dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang
bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaannya demi kemajuan di Lembaga
Organisasi tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu
organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda, hal itu dikarenakan adanya perbedaan
setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga, dan pikirannya. Karena setiap
individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.
14
4. Faktor Lingkungan yang meliputi lingkungan fisik atau ruang dan wilayah
komunikasi, lingkungan situasi dan kondisi atau latar dan tujuan interaksi, lingkungan
aturan dan norma atau kesepakatan sosial yang menjadi aturan main sosial,
lingkungan psikologi meliputi persepsi tentang kebebasan pribadi, penggunaan waktu
dan interaksi lingkungan yang potensial.
15
Perbedaan budaya menyebabkan individu A dan B memiliki perbedaan
kepribadian dan persepsi terhadap relasi antar pribadi. Jika A dan B “menerima”
perbedaan maka tingkat ketidakpastian dan kecemasan relasi antar pribadi akan
menurun. Menurunnya tingkat ketidakpastian dan kecemasan akan memotivasi
terciptanya strategi komunikasi akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan
sehingga dapat mempersempit wawasan dan pandangan kita terhadap orang lain yang
memiliki perbedaan budaya.
16
Dari perbedaan perbedaan yang ada tersebut apabila ada ketidaktahuan atau
ketidakpahaman dari salah satu pihak maupun kedua belah pihak hal-hal yang mungkin
terjadi adalah adanya kesalahpahaman yang ringan, salah penilaian terhadap lawan
bicara, salah penangkapan pesan, terjadi saling tidak menghormati, serta munculnya
perasaan kesepian, ketakutan, risih, bingung, marah, rasa saling tidak percaya dan
perasaan lain yang negatif yang efeknya bisa fatal apabila hal itu berhubungan dengan
suatu bisnis atau hal yang besar. Untuk itu penelitian, pengetahuan dan pemahaman
terhadap budaya Jepang bagi orang Indonesia atau sebaliknya, sangat dibutuhkan untuk
memperlancar komunikasi sekaligus meminimalisai kesalahpahaman yang mungkin
selama ini terjadi. Sekaligus hal ini juga ikut memelihara keberlangsungan hubungan
antara Jepang dan Indonesia dalam segala bidang.
17
SOLUSI
Solusi bagi mahasiswa dari papua yaitu, lebih berani dalam menanyakan hal-hal baru
kepada teman-teman mahasiswa jawa, serta tidak malu dan enggan dalam mempelajari
hal-hal baru. Bagi mahasiswa jawa seharusnya lebih menyesuaikan diri, dan lebih
bertoleransi dalam meggunakan komunikasi, hendaknya mereka mengajak teman dari
papua berkomunikasi namun degan meggunakan bahasa indoensia yang baik dan benar
agar mereka mengerti dan bisa lebih aktif lagi dalam berkomunikasi.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi antarbudaya menunjukkan pada suatu fenomena komunikasi dimana para
pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak
antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. Dari beberapa
definisi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar budaya dapat diartikan sebagai
komunikasi yang terjadi diantara orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda. Setiap proses komunikasi pastilah terkait dengan adanya tujuan atau harapan
tertentu, apabila kita mengetahui tjuan aktivitas komunikasi yang ingin kita capai, maka
dengan sendirinya kita akan merancang suatu strategi komunikasi yang relevan. Di
samping itu, komunikasi juga menunjukan suasana aktif diawali dari seorang
komunikator menciptakan dan menyampaikan pesan, menerima umpan balik dan begitu
seterusnya yang pada hakikatnya menggambarkan suatu proses yang senantiasa
berkesinambungan. Adanya perbedaan latar belakang budaya dapat menimbulkan
kesulitan dalam berkomunikasi, karena terjadinya perbedaan perbedaan penafsiran atau
interpretasi atas pesan dan simbol yang di gunakan dalam komunikasi itu.
19
DAFTAR PUSTAKA
ANZDOC. (-, - -). BAB II . Retrieved from TEORI KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA. ISTILAH KOMUNIKASI ATAU DALAM BAHASA INGGRIS
COMMUNICATION BERASAL DARI KATA: https://adoc.pub/bab-ii-uraian-
teoritis-ii1-teori-komunikasi-dan-komunikasi-
a.html#:~:text=Jadi%2C%20teori%2Dteori%20komunikasi%20antarbudaya,Liliweri
%3A%202001%3A%2029).
Arkanudien. (2009, Maret 25). Memahami Perbedaan Budaya dalam Komunikasi Antar
Budaya. Retrieved from Perbedaan Budaya, Komunikasi Antar Budaya:
https://arkandien.blogspot.com/2009/03/memahami-perbedaan-budaya-melalui.html
Dina Sudarmika, S. M. (2020, Maret -). JURNAL ORATIO DIRECTA VOL. 2 NO. 2.
Retrieved from MEMAHAMI PERBEDAAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI
LINGKUNGAN TEMPAT KERJA: file:///C:/Users/hape/Downloads/115-262-1-
PB%20(1).pdf
Ima Hidayati Utami, D. W. (-, - -). Artikel Mod Kom Jurnal. Retrieved from Analisis Model
Komunikasi Antarbudaya: Studi Kasus Komunikasi Mahasiswa Papua dan Jawa di
Universitas Brawijaya: http://fisip.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/artikel-model-
kom-jurnal-profit.pdf
Lagu, M. (2016, - -). Komunikasi Antar Budaya. Retrieved from KOMUNIKASI ANTAR
BUDAYADI KALANGAN MAHASISWA ETNIK PAPUA DAN ETNIK
MANADO UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO:
https://media.neliti.com/media/publications/93124-ID-komunikasi-antarbudaya-di-
kalangan-mahas.pdf
Malang, E. U. (-, - -). Teori Budaya Kerja. Retrieved from Budaya Kerja: http://etheses.uin-
malang.ac.id/1817/6/09410014_Bab_2.pdf
SUDARTO, E. (2015, September 28). binmasnokenpolri.com. Retrieved from High Context
and Low Context communication:
https://www.binmasnokenpolri.com/2015/09/28/high-context-and-low-context-
communication-komunikasi-pada-fungsi-reserse-dan-pada-fungsi-intelijen/
Uinsby, D. (-, - -). Kajian Teoritis. Retrieved from Karakteristik Komunikasi Antar Budaya:
http://digilib.uinsby.ac.id/16608/56/Bab%202.pdf
Walisongo, E. (-, - -). Dakwah Komunikasi. Retrieved from Pola Komunikasi Antar Budaya:
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1914/3/091211042_Bab2.pdf
Yogya, M. (-, - -). Landasan Teori. Retrieved from Komunikasi Antar Budaya:
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1781/3/BAB%20II.pdf
20