pondasi yang harus tetap berdiri tegak dalam mempertahankan identitas tersebut.
Namun realitasnya, peradaban zaman membawa generasi muda Indonesia
semakin
memburuk
yang
ditandai
dengan
berkembangnya
semangat
Makassar (UNM) yang menyebabkan gedung perkuliahan yang dibakar dan satu
orang mahasiswa dikabarkan terluka di bagian kepalanya akibat tawuran itu. Pada
tanggal 20 Mei 2015, setelah melakukan aksi unjuk rasa menuntut Presiden Joko
Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mundur dari jabatannya, mahasiswa
Universitas Muhammadiyah (Unismuh) dan Universitas Islam Negeri (UIN)
bentrok dengan polisi. Mahasiswa Unismuh dan UIN melakukan aksi demo di
jalan trans Sulawesi Selatan yang menghubungkan Kota Makassar dengan
Kabupaten Gowa. Bentrokan antara mahasiswa Unismuh dengan polisi terjadi
hingga malam hari Pengunjuk rasa melempari polisi dengan batu.
Pada tahun 2015 Tribunnews.com memberitakan bahwa tawuran
mahasiswa fakultas teknik dan fakultas seni dan desain Universitas Negeri
Makassar mengakibatkan enam mahasiswa dari dua fakultas luka serius, dua
mahasiswa meninggal, dan sebuah bangunan perkuliahan FSD ludes terbakar.
Selain itu, puluhan sepeda motor dirusak massa dan membakarnya hingga
menjadi puing. Penikaman terhadap dua mahasiswa hingga menyebabkan kedua
mahasiswa tersebut meninggal dunia juga terjadi. Belum lagi bentrok antara
mahasiswa di kampus universitas muhammadiyah makassar yang dipersenjatai
ketapel, anak panah dan golok yang menyebabkan 4 mahasiswa dilarikan ke RS
Bhayangkara ( News.detik.com, 2015 ). Bentrok antar mahasiswa Universitas
Muslim Indonesia (UMI) Makassar yang merusak gedung Fakukltas Teknik UMI
dan beberapa mahasiswa terluka terkena anak panah (news.okezone.com, 2015).
Pemuda-pemudi zaman sekarang memang sangat jauh berbeda dengan para
pemuda-pemudi yang ada di zaman dahulu. Pemuda-pemudi zaman dahulu sangat
mengutamakan toleransi, sering berdemokrasi, menjunjung
nasionalisme dan
telah tertanam dalam jiwa generasi muda. Rasa persaudaraan, toleransi, dan sifat
bekerja sama telah tergeser karena adanya kemajuan teknologi.
Jika saja para generasi muda, mahasiswa makassar terkhususnya tetap
menanamkan nilai-nilai budaya dari Sulawesi Selatan kemungkinan hal-hal
seperti ini tidak akan terjadi. Banyak pesan-pesan orang terdahulu (pappaseng to
riolo) yang dapat dijadikan pelajaran untuk kasus-kasus seperti ini. Namun,
pesan-pesan itu tidak serta-merta dilontarkan begitu saja. Perlu dilakukan
penyesuaian dan pendekatan terhadap para pelaku-pelaku kejahatan seperti ini.
Pappaseng to Riolo dan Tudang Sipulung Warisan Budaya Bugis-Makassar
Pappaseng torioloe adalah pesan-pesan leluhur yang diamanatkan dari
generasi ke generasi secara lisan yang kemudian dicatat dan ditulis dalam
Lontara. Berikut adalah isi dari Pappaseng Toriolo ( Moein, 1990 ) :
Naiya accae ripatoppoi jekko aggatti alliri. Narekko tyai mareddu mapoloi
(Kepandaian yang disertai kecurangan/kelicikan ibarat tiang rumah Bugis
budaya
dalam lingkup kebudayaan Bugis sekaligus sebagai wahana menuju tau tongeng
atau manusia sesungguhnya. Tau tongeng inilah yag merupakan tujuan dari
pendidikan karakter masyarakat Bugis sejak dahulu kala. Karakter seperti itu
diharapkan terbentuk dalam pribadi setiap mahasiswa makassar yang harus
dipegang teguh sebagai perwujudan prinsip hidup yang mengatur hubungan antar
manusia.
Tudang sipulung jika dietimologikan berarti duduk bersama. Namun jika
diistilahkan, Tudang sipulung berarti salah satu wadah untuk mencari solusi
dimana penduduk menuangkan aspirasinya dalam menghadapi suatu masalah
tertentu ( Syafar, 2010 ). Dalam konteks ini tudang sipulung merupakan bentuk
demokrasi dari masyarakat Sulawesi Selatan. Diperkirakan kebiasaan melakukan
tradisi tudang sipulung sudah berada sejak masa-masa kerajaan di Sulawesi
Selatan sekitar abad ke-14. Tudang sipulung berguna untuk menyelesaikan
berbagai macam masalah kehidupan, mulai dari masalah kecil hingga besar, dari
masalah keluarga sampai masalah tata negara/ kerajaan.
Tudang sipulung memiliki dua sifat utama, yaitu resmi dan tidak resmi.
Tudang sipulung yang sifatnya tidak resmi hanya meliputi antar-keluarga saja, dan
masalah yang biasanya dibicarakan hanya meliputi masalah-masalah keluarga
tanpa melibatkan masalah umum. Topik pembicaraannya seperti acara pernikahan,
lamaran, dan lain sebagainya. Sedangkan tudang sipulung yang sifatnya resmi
menyangkut masalah yang luas yaitu mengenai masyarakat dan daerah yang luas
seperti kampong dan negara/ kerajaan. Pertemuan ini biasanya dihadiri oleh
banyak penduduk/ warga/ masyarakat dan dipimpin oleh seseorang yang dituakan
dalam suatu adat (matoa) ( Syafar, 2010 ).
Peran Penting Tudang Sipulung dan Pappaseng to Riolo dalam Upaya
Menyelesaikan Konflik Komunal Antar-Mahasiswa Makassar Sekaligus
Menumbuhkan kembali Nilai-Nilai Luhur yang Ada di Indonesia.
Seperti yang telah diutarakan tadi di atas mengenai tudang sipulung dan
Pappaseng toriolo yang merupakan kebudayaan dan sekaligus kebiasaan
masyarakat Bugis-Makassar untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah
yang tengah mereka hadapi. Sepintas memang hal ini terlihat sepele, namun jika
dikaji jauh lebih ke dalam, maka akan ditemukan lebih banyak hal-hal penting
mengenai hal tersebut. Tudang sipulung dan Pappaseng to riolo tidak hanya
memiliki nilai budaya di dalamnya, tetapi juga memiliki banyak nilai-nilai yang
penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai
contoh, tudang sipulung menumbuhkan jiwa social pada masyarakat sebab dapat
menjalin keakraban dan lambat laun nantinya tumbuh menjadi rasa persaudaraan.
Selain itu, di dalam melaksanakan tudang sipulung, para peserta diberikan
kesempatan untuk mengungkapakan pendapat dan permasalahan yang sedang
dihadapi kemudian peserta yang lain mendengarkan dan menyaksikan aspirasi
yang disampaikan tersebut. Dalam hal ini peserta yang mendengar dan
meyaksikan hal tersebut bertoleransi dan juga menghargai apa yang disampaikan
oleh orang yang berpendapat.
Namun amat disayangkan, karena kebiasaan ini sudah hampir punah
dimakan oleh waktu. Budaya kedaerahan seperti ini telah tergeser oleh kemajuan
zaman, dan berkembangnya teknologi. Untuk melestarikannya diperlukan peran
penting dari berbagai pihak untuk kembali menanam dan memupuk kebiasaan dan
warisan budaya ini. Mulai dari keluarga sampai ke masyarakat, dan bila perlu
pemerintah juga harus turut serta untuk mengembangkannya. Sebab apalah arti
pelestarian itu dilakukan jika tidak ada dukungan serta naungan dari pemerintah
semuanya bisa saja menjadi nihil. Dalam hal ini pemerintah juga dapat
memperbaiki dan membenahi generasi muda yang citra dan reputasinya telah
dipandang buruk. Sebab generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang akan
membawa Indonesia kearah yang lebih baik. Diibaratkan negara adalah sebuah
rumah, generasi muda adalah pondasinya, jika pondasinya tidak kuat niscaya
rumah itu tidak akan berdiri dengan kokoh dan kuat.
Tudang sipulung dan pappaseng toriolo diharapkan dapat menjadi salah satu
solusi dalam menyelesaikan pertikaian dan konflik komunal antar mahasiswa di
Makassar melalui penenaman karakter, serta denagan pertemuan dan pendekatan
seperti ini semoga rasa persaudaraan dan saling menghargai perbedaan dapat
tumbuh menjadi seperti sebuah pohon yang besar dan kuat. Tidak hanya di
Sulawesi Selatan, semoga saja kebiasaan ini dapat diterapkan di seluruh penjuru
Nusantara. Sebab tidak hanya melahirkan perdamaian, dan juga persaudaraan,
tetapi juga dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang berbudi pekerti luhur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Nur. 2015. Dua Kelompok Mahasiswa Unismuh Makassar Bentrok.
http://news.detik.com/berita/2931240/dua-kelompok-mahasiswauniversitas-muhammadiyah-makassar-bentrok-4-terluka ( Diakses pada
tanggal 17 Oktober 2015 ).
Guna,
Anwar
Sadat.
2015.
Tawuran
Mahasiswa
di
Kampus
UNM.