Anda di halaman 1dari 18

JURNAL INTERMEDIATE TRAINING (LK II)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


Branch Executive Islamic Assosiation of University Student
CABANG KUDUS
Hp: 0881 2422 762, E-mail: hmicabangkudus@yahoo.co.id

Penguatan Peran Santri Sebagai Mundzirul Qaum


Dalam Menghadapi Era Disrupsi
Icha Rahmawati
Surakarta,
icharahmawati0206@gmail.com

Abstrak
Era disrupsi yang muncul dengan perkembangan teknologi dan
komunikasi yang pesat membawa perubahan yang cepat dan
fundametal dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan.
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan pun tak luput dari
pengaruh era disrupsi. Santri yang mengeyam pendidikan di
pesantren dituntut pula untuk mengikuti perubahan zaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran santri
sebagai mundzirul qaum yang juga merupakan bentuk melaksanakan
amanah sebagai khalifah di muka bumi dalam menghadapi era
disrupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
dan metode penulisan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan era
disrupsi sangat berpengaruh terhadap kehidupan pesantren yang
dulunya hanya terfokus pada ilmu fiqih dan aqidah Islam saja kini
harus bertransformasi mengikuti zaman. Pesantren berhasil
mencetak santri sebagai generasi mundzirul qaum yang tidak hanya
terfokus untuk mempelajari ilmu agama saja, tetapi lebih dari itu
santri mampu membawa nilai-nilai Islam dalam memecahkan segala
problematika yang ada. Dalam memecahkan permasalahan tersebut
tentu saja santri harus memiliki pemikiran yang cerdas dengan
semangat intelektual profetik kerakyatan (IPK), yang artinya santri
sebagai kaum intelektual dengan membawa sifat-sifat profetik
hendaknya memberikan kebermanfaatankepada masyarakat luas.
Kata kunci: Santri; Mundzirul Qaum; Era Disrupsi

Abstract
Strengthening the Role of Santri as Mundzirul Qaum in Facing
the Era of Disruption. The era of disruption that emerged with the
rapid development of technology and communication brought rapid
and fundamental changes in various aspects of life, including education.
Pesantren as one of the educational institutions did not escape the
influence of the era of disruption. Santri who are educated in Islamic
boarding schools (pesantren) are also required to keep up with the
Icha Rahmawati_Surakarta

changing era. This study was aimed to find out how the role of santri as
mundzirul qaum which is also a form of carrying out the mandate as
caliphs on earth in the era of disruption. This study used a descriptive
qualitative approach and literature study methods. The results of the
study show that the era of disruption greatly affected the life of Islamic
boarding schools, which previously only focused on fiqh and Islamic
aqidah, but now have to transform with the times. The Islamic boarding
school has succeeded in producing santri as the mundzirul qaum who
are not only focused on studying religious knowledge, but more than
that, santri are able to bring Islamic values in solving all problems. In
solving these problems, of course, santri must have intelligent thoughts
with a populist prophetic intellectual spirit (IPK), which means that
students as intellectuals with prophetic traits should provide benefits to
the wider community.
Keywords: Santri, Mundzirul Qaum, Dirsuption Era

A. Pendahuluan
Dewasa ini, ilmu pengetahun dan teknologi berkembang dengan
sangat pesat. Hal ini dipengaruhi oleh globalisasi. Kata “globalisasi” pertama
kali dipopulerkan oleh seseorang bernama Theodore Levitte pada tahun
1985, tetapi sampai saat ini kata “globalisasi” belum terdefinisikan secara
lengkap. Masing-masing pengkajinya mengedepankan definisi kerja (work
definition) menurut sudut pandang dan tinjauan masing-masing. Ada yang
melihatnya sebagai suatu proses sosial, proses sejarah atau proses alamiah
yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia semakin terikat
satu sama lain, mewujudkan suatu tatanan kehidupan baru dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Globalisasi merupakan proses dimana hilangnya sekat-sekat atau batas-
batas antar negara dalam setiap aspek kehidupan. Dengan begitu dapat kita
pahami, globalisasi menjadikan orang melebur menjadi satu dengan semua
orang di berbagai belahan dunia (Harahap, 2015). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa transformasi yang tak terelakkan ini telah membawa
kita pada globalisme, yaitu sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa
dunia adalah satu (Cholil, 2019: 119). Globalisasi memunculkan berbagai
tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam

2
Icha Rahmawati_Surakarta

upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Proses


perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang
teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan
penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi
sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan lain-lain (Nurhaidah dan Musa, 2015: 2). Kemajuan bidang
teknologi dan komunikasi ini juga mendorong terjadinya perubahan secara
fundamental karena kehadirannya dapat mengubah sistem yang terjadi
secara global. Perubahan secara fundamental dan besar-besaran inilah yang
kemudian disebut sebagai era disrupsi. Jika diartikan dalam kehidupan
sehari-hari, disrupsi adalah sedang terjadi perubahan fundamental atau
mendasar, yaitu evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan
manusia (Kasali, 2018). Secara historis, dalam setiap perkembangan
teknologi, tatanan masyarakat mengalami perubahan, karena teknologi
baru dapat mengubah pola perilaku serta berbagai aspek yang berkaitan
dengan kehidupan manusia. Dunia tergerus dengan kemajuan teknologi.
Disrupsi yang terjadi dengan teknologi digital online, dengan karakter yang
berbeda-beda, mengikat, mendalam, sistemik, dan persepsi yang
menandakan status quo (Sobari, 2020). Sebagian pihak mengatakan bahwa
disrupsi adalah sebuah ancaman. Namun banyak pihak pula mengatakan
kondisi saat ini adalah peluang. Era disrupsi ini merupakan fenomena
ketika masyarakat menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di
dunia nyata, beralih ke dunia maya (Handayani, 2020: 20). Fenomena ini
berkembang pada perubahan pola mulai dari dunia bisnis, perbankan,
transportasi, sosial masyarakat bahkan sampai berpengaruh ke dunia
pendidikan.
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan
menjadi tolak ukur kualitas manusia, dari pendidikan inilah semua bakat
yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan dengan harapan dapat
bermanfaat bagi diri sendiri maupun banyak orang. Selain hal tersebut,

3
Icha Rahmawati_Surakarta

pendidikan juga sebagai investasi untuk bangsa dan negara. Dalam


kaitannya, Pemerintah Republik Indonesia telah menjamin hak warga
negaranya untuk mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana diatur
dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berbunyi “(1) Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”. Hal ini juga sejalan dengan apa yang
diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa
Indonesia adalah untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu melalui
pendidikan (Hani’ah, 2018: 1). Saat ini, dunia pendidikan di Indonesia
berkembang dengan pesat seiring pekembangan zaman, berjalan saling
berdampingan dan berkompetisi bersama tren-tren model pendidikan di
seluruh dunia. Akses pada dunia pendidikan semakin mudah, dan semakin
mudah dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari
berbagai strata sosial. Jenjang pendidikan semakin lengkap, mengikuti
setiap segementasi usia serta kebutuhan akan standar masing-masing
jenjang pendidikan (Albani, 2021: 2). Tempat berlangsungnya
proses pendidikan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah lebih
baik melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitar disebut dengan
lembaga pendidikan. Salah satu lembaga pendidikan di Indonesia adalah
pesantren. Pesantrean merupakan suatu lembaga pendidikan dan
penyiaran agama Islam, tempat melaksanakan kewajiban belajar/rasa ingin
tahu, mengajar serta pusat pengembangan masyarakat lebih baik yang
diselenggarakan dalam kesatuan tempat pemukiman, dan masjid sebagai
pusat pendidikan dari pembinaannya. Perkembangan pendidikan pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua serta berfungsi
sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat
pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. Istilah pesantren berasal

4
Icha Rahmawati_Surakarta

dari kata santri, dengan awalan pedan akhiran anyang berarti tempat
tinggal para santri.
Santri biasanya secara singkat diartikan sebagai siswa yang punya
dedikasi penuh di lembaga pesantren. Santri bisa dimaknai orang yang
belajar di pondok pesantren atau orang yang mendalami ilmu agama Islam.
Dalam Pandangan Prof. A. H. Jhon seperti dikutip Nor Huda, beliau
berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti
guru mengaji. Pendapat lain dari C. C. Berg menyatakan bahwa istilah santri
berasal dari bahasa India “shastri”, yang berarti orang yang tahu buku suci
agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu (Nurdin,
2019: 3). Santri kerap disebut sebagai mundzirul qaum (pemimpin
ummat). Secara bahasa mundzirul qaum bermakna pemberi
peringatan terhadap suatu kaum atau umat. Frasa ini diambil dari
ayat Al-quran surat at-Taubah ayat 122.
‫وََِا كَاََ المُهْمِفْهوََ لفيَْمففْهوا كَاِقٌة َِلَو َمَ ََفََْ ِفْم كهّل ِفْمٌََة ِفْمُهْم ََاِففٌَة لفيَتَفَّقُهوا ِفي‬
)122 ٌ‫الّلَْف وَلفيهْمَفُهوا ََومَُِهْم ِفََا َََُعهوا ِفلَيمُفْم لَعَلقُهْم ََْمََُهوََ (التوب‬
“Dan tidak sepatutnya orang – orang mukmin itu semuanya pergi ke
( medan perang ). Mengapa sebagian dari mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga
dirinya”. (Q.S At Taubah: 122)

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, bahwa ayat ini mengandung sebuah


perintah langsung agar kaum muslimin tidak hanya fokus pada peperangan,
tetapi harus ada sebuah jamaah yang menuntut ilmu bersama nabi
Muhammad SAW untuk mempelajari dan sekaligus mengajarkan apa yang
mereka dapat dari Rasulullah SAW agar umat muslimin dapat secara
berkala dapat mendapat pengajaran dan pendidikan islam sehingga dapat
memberi peringatan, memberi arahan dan memberi pencerahan
kepada umat.. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa betapa pentingnya
peran dari pendidikan di zaman Rasul hingga derajatnya disetarakan
dengan muslimin yang berjihad di medan perang. Melihat keadaan zaman

5
Icha Rahmawati_Surakarta

saat ini yang telah memasuki era disrupsi dengan berbagai tantangan serta
peluang yang ada di dalamnya, maka penelitian ini berupaya untuk
mengupas lebih dalam tentang bagaimana penguatan peran santri sebagai
mundzirul qaum yang diharapkan dapat menjadi pemimpin umat
dalam menghadapi era disrupsi yang telah mengubah kehidupan
masyarakat secara fundamental.

B. Metode
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah
pendekatan kualitatif deskriptif, yang datanya diambil secara deskriptif
yaitu mencari tahu pengembangan peran santri dalam melaksanakan
tugasnya agar menjadi mundzirul qaum yang siap dalam menghadapi era
disrupsi. Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode
penulisan kepustakaan yang dilakukan melalui pengumpulan data yang
diperoleh dari teori-teori dengan cara menelaah buku-buku, artikel, dan
internet yang berhubungan dengan penguatan peran santri sebagai
mundzirul qaum dalam menghadapi era disrupsi. Sedangkan alat
pengumpulan data pada penulisan jurnal ini berupa pengumpulan data
melalui studi kepustakaan yang terdiri dari sumber data primer dan
sekunder sebagai berikut:

1. Sumber primer (primary sources)

Dokumen yang berisi pengetahuan ilmiah atau fakta yang diketahui


ataupun tentang ide, yaitu: buku, makalah, artikel dan lain-lain.

2. Sumber sekunder (secondary sources)

Dokumen yang berisi informasi tentang bahan pustaka (sumber) primer,


yaitu: bahan- bahan referensi (acuan/rujukan)

6
Icha Rahmawati_Surakarta

C. Pembahasan

1. Santri Sebagai Kaum Intelektual Berprofil IPK (Intelektual


Profetik Kerakyatan)

a. Intelektual Profetik Kerakyatan (IPK)

Intelektual Profetik berasal dari dua kata, yaitu intelektual


dan profetik. “Intelektual” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan
ilmu pengetahuan. Gramsci, Weber, dan para sosiolog lainnya

menyebut bahwa intelektual adalah seseorang yang berkontribusi,


berpikir lebih, mampu membaca realitan dan bermanfaat bagi orang
lain. Seorang intelektual mencari pemecahan atas masalah yang
terjadi di sekelilingnya. Intelektual ini sebagai raushan fikr, yaitu
seseorang yang mengikuti ideologi yang dipilihnya secara sadar.
Ideologi ini yang akan membuatnya sadar akan realitas sosial dan
menuntutnya untuk menyelesaikan permasalahan sosial dengan
ideologi yang telah dipilihnya. Dalam kata lain, seorang intelektual
memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat tempat ia
berada (Syari’ati, 1988). Sedangkan, Kata profetik berasal dari
bahasa Inggris prophet yang berarti Nabi atau ramalan. Karena
penggunaannya yang sebagai kata sifat maka kata prophet tersebut
menjadi prophetic atau dalam bahasa Indonesia menjadi profetik
yang berarti kenabian (Fadhli, 2018: 121).

Gagasan “intelektual profetik” berangkat dari pemikiran Prof.


Dr. Kuntowijoyo yang bertajuk “Ilmu Sosial Profetik” yang juga
dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Muhammad Iqbal dan Roger
Garaudy. Gagasan tersebut dibangun oleh tiga komponen yaitu:
humanisasi, liberalisasi dan transdensi (Wulansari dan Khotimah,
2020: 434).

7
Icha Rahmawati_Surakarta

1. Humanisasi merupakan istilah untuk menggambarkan peran umat


sebagai penyeru amar ma’ruf. Inti ajarannya berisi tentang konsep
humanisme-teosentris, humanisme yang berasal dari aturan tuhan.
Bukan humanisme-antroposentris yang dibuat oleh kelompok
anti-tuhan. Konsep ini bernafaskan atas pembebasan manusia atas
ketundukan pada kekuasaan eksploitatif sesama manusia.
Humanisme-teosentris bergerak dari amal sholeh, dan menjadikan
manusia kembali pada fitrahnya sebagai makhluk yang diciptakan
dan membutuhkan tuhan.
2. Konsep liberasi ialah turunan dari nahi munkar (mencegah
kemungkaran). Inti dari ajarannya berisi tentang konsepsi
pembebasan manusia dari ketundukkan dan ketakutan pada
hagemoni manusia. Liberasi di sini mencakup pembebasan
manusia dari belenggu di segala bidang. Bukan sekadar
pembebasan antar kelas seperti yang diangkat oleh Marx, atau
sekadar pembebasan liberal seperti yang diangkat oleh Fukuyama.
Ia mencakup pembebasan atas kemiskinan dan ketertindasan.
3. konsep transedensi adalah wujud dari tu’minuna billah (beriman
kepada Allah). Iman mencakup dimensi vertikal ke langit dan
dimensi horizontal yang terwujud menjadi ibadah sosial. Konsep
transedensi adalah kunci humanisasi yang memanusiakan
manusia dan liberasi yang membebaskan manusia. Ia menjadi
manusia seutuhnya dan bebas sepenuhnya namun tetap bermuara
pada keimanan.
Kemudian, penambahan kata “kerakyatan” dalam istilah intelektual
profekti memiliki makna bahwa seseorang yang berintelektual dan
mengamalkan nilai-nilai profetik hendaknya memberikan
kebermanfaatan dan memihak kepada rakyat. Ilmu pengetahuan dan
dia memiliki sebaiknya tidak hanya menjadi konsumsi pribadi saja,
tetapi harus pula membawa dampak baik bagi lingkungan sekitarnya,

8
Icha Rahmawati_Surakarta

terutama untuk membela kaum mustadhafin (kaum lemah dan


tertindas).
b. Santri Berprofil Intelektual Profetik Kerakyatan
Pendidikan pesantren diharapkan dapat menghasilkan santri
yang tidak hanya sekedar paham akan ajaran agama Islam saja
sebagai bekal dalam melakukan rutinitas keagamaan. Akan tetapi,
pendidikan pondok pesantren membawa misi yang lebih besar,
yaitu untuk membentuk generasi intelektual, sehingga dari
pesantren benar-benar lahir sosok muslim sejati yang intelek.
Sebagai intelektual muslim, santri mempunyai tugas tidak hanya
bertanggung jawab terhadap dirinya dan manusia lain, tetapi lebih
dari itu ia bertanggung jawab kepada Sang Pencipta. Seorang
intelektual yang berlandaskan tauhid, akan menomorsatukan
nilai-nilai Ilahiyah yang bersumber dari Tuhan-Nya. Tauhid yang
melekat dalam dirinya menjadi pendorong dan penyemangat
hidup dari keilmuan para intelektual muslim, sebagai wujud dari
bentuk pengabdian kepada Tuhan-Nya, yaitu Allah Swt (Saro’i, 2021:
158). Selain itu, dengan membawa semangat nilai-nilai kenabian,
santri menjadi kaum intelektual muslim yang senantiasa berperan
sebagai umat yang mencegah kemungkaran serta beriman kepada
Allah Swt. Ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya akan
dipandang sebagai amanah yang harus dipersembahkan kepada
ummat sebagai wujud dari cinta kepada Allah.

2. Peran Santri Sebagai Mundzirul Qaum Dalam Membawa Nilai-Nilai


Islam

a. Nilai-Nilai Islam

Makna nilai di satu pihak adalah usaha untuk memberikan


penghargaan terhadap sesuatu, namun demikian dapat juga
bermakna memberikan perbandingan antara sesuatu dengan

9
Icha Rahmawati_Surakarta

sesuatu lainnya. Perlu diperhatikan bahwa nilai merupakan realitas


abstrak yang dirasakan dalam diri sebagai daya pendorong yang
menjadi pedoman hidup. Sehingga berdasarkan nilai yang terbentuk
pada diri seseorang akan terwujud keluar dalam berbagai pola
tingkah laku atau sikap, cara berpikir dan menumbuhkan perasaan
tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai adalah cara
pandang untuk memberi penghargaan terhadap sesuatu ditinjau dari
segi manfaat sesuatu tersebut bagi kehidupannya (Jempa, 2018:
102).

Nilai agama, khususnya agama Islam bersumber dan berakar


dari keimanan terhadap keesaan Tuhan. Semua nilai kehidupan
manusia berakar dari keimanan terhadap keesaan Tuhan yang
menjadi dasar agama. Kuntowijoyo dalam bukunya Paradigma Islam:
Interpretasi Untuk Akai berpendapat mengenai struktur keagamaan
Islam sebagai berikut:

“Di dalam struktur keagamaan Islam, tidak dikenal dikotomi


antara domain duniawi dan domain agama. Konsep tentang
agama di dalam Islam bukan semata-mata teologi, sehingga
serba-pemikiranteologi bukanlah karakter Islam. Nilai-nilai
Islam pada dasarnya bersifat all-embracing bagi penataan
sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya.”

Dari pandangan ini terungkap bahwa nilai Islam pada dasarnya


memberikan penataan yang bersifat saling berangkulan antara
berbagai lapangan hidup manusia, seperti kehidupan sosial, politik,
ekonomi dan budaya. Dengan demikian perlu diungkap lebih lanjut
tentang apa yang disebut nilai-nilai Islam itu. Nilai-nilai Islam itu
pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup,
ajaran-ajaran tentang bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling

10
Icha Rahmawati_Surakarta

terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-


pisahkan (Jempa, 2018: 103).

b. Santri Sebagai Mundzirul Qaum Dalam Membawa Nilai-Nilai


Islam

Pada dasarnya manusia memiliki sebuah kewajiban untuk


bisa mengemban amanah sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Kewajiban itu adalah beribadah kepada Allah SWT. Hal ini
merupakan suatu yang sudah menjadi konsep individu setiap
manusia dan bahkan menjadi syarat untuk mewarnai dunia ini. Dan
konsep ibadah pun tidak hanya sebatas ibadah qauliyah dan
amaliyah saja, makna ibadah ini dapat menjadi luas artinya apabila
kita meniatkan kehidupan keseharian dalam bermasyarakat, dalam
belajar, dalam melangkah ke majelis ilmu bahkan ketika ketika kita
tidur untuk mengumpulkan kembali tenaga dapat bermakna ibadah
jika didasari niat taat pada Allah SWT. Manusia sebagai khalifah di
muka bumi ini difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah Ayat 30, yang berbunyi:

‫ف ف‬ ‫ف‬ ‫اِ ُ ِف ي فاأهْ ف ف‬ ‫ف‬ ‫َ ُفِ ه ف ف ف‬ ‫هَِف فْ َه ه‬


‫يَ ا هَ فْ دُ فْ ِ دُ ِ ه‬
‫يَ ا‬ ‫ِ هَ ِ ي هْ ًة َها ُدوا َهَه فْ هَ دُ ِ ه‬ ‫ف‬ ‫فَ هَ ِ هَ ً ِ ّني هَ ل‬ ‫اَ هّْب ه‬
َ‫اَ ِف ّني َه فِ ِه دُ هَ ا هَ َهُ فَ ِه دَ و ه‬ ‫ف ف‬ ‫ ( هَه فِ فْ د‬٣0)
‫هَ َه ه‬ ‫ُُه‬ ‫اَ هَّه فَ دْ ّد هِ ّن دُ ّ هَ فَ ُ هَ هَّدُ هَ نُ د‬
‫َ اُ نُ هَ ه‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah: 30)

Dalam ayat ini Allah SWT memberi perintah bahwa khalifah


(pemimpin) adalah pemegang mandat Allah Swt di muka bumi.

11
Icha Rahmawati_Surakarta

Santri sebagai mundzirul qaum merupakan salah satu upaya dalam


menjalankan amanahnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Mereka
yang memperdalam agama, adalah investasi bagi umat Islam untuk
mengingatkan kaum mereka ketika kembali kepadanya. Melalui
pendidikan di pesantren, santri dibentuk untuk menjadi mundzirul
qaum. Pesantren berhasil mengubah kebudayaan santri yang tidak
hanya fokus pada pengajaran pada ilmu fiqih dan aqidah Islam,
melainkan telah memperluas jangkauan jihad santri. Menjadi santri
kini tidak hanya menjadi diri yang paham pada hukum-hukum
agama sehingga Islam tidak menjadi agama yang statis. Islam yang
dibawa santri menjadi agama yang “hidup”, bergairah memberi
inspirasi setiap tata laku kehidupan masyarakat (Fauzi, 2021: 6).
Sebagai mundzirul qaum, santri tidak hanya membawa nilai-
nilai Islam yang terfokus pada ilmu-ilmu agama, tetapi santri harus
mampu menguasai ilmu-ilmu lain di berbagai bidang agar bisa
mencakup seluruh aspek kehidupan. Generasi mundzirul qaum harus
berani menyatakan kebenaran bukan hanya membenarkan
kenyataan. Menjadi generasi mundzirul qaum adalah menjadi
generasi yang mampu memberikan peringatan kepada umat
manusia tidak hanya amar ma'ruf melainkan nahi munkar karena di
zaman ini banyak orang yang tidak peduli dengan nasib umat-umat
lainnya (Syuhada, 2020)

3. Pengaruh Era Disrupsi Terhadap Kehidupan Pesantren

Era dirupsi merupakan terminologi baru yang mengacu pada


dampak dari dunia digital. Pesatnya perubahan di bidang teknologi dan
informasi membuat perubahan yang cepat, mendasar, dan mendalam
di berabagai aspek kehidupan (Mubarak, 2018: 13). Era disrupsi
seperti sekarang ini telah menciptakan dunia terasa semakin
sempit tetapi memaknai kehidupan semakin luas. Dampak yang

12
Icha Rahmawati_Surakarta

sangat besar telah mewarnai pembentukan mind set, sikap, dan gaya
hidup masyarakat post-modern. Hamilton mengatakan,

”Millenial movements may be fantastical in their ideas and out


look but they do create the concept of change in cultures that had
never before looked at the world as changing and
changeable.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa gerakan perubahan telah


menciptakan perubahan dalam budaya. Perubahan ini layaknya sebuah
uang koin yang memiliki dua sisi. Dia membawa perubahan yang baik
dan memberikan manfaat yang besar terhadap kehidupan, tetapi
sebaliknya juga membawa dampak negatif yang tidak bisa dinafikan.
Era disrupsi membawa peluang sekaligus tantangan.

Era disrupsi dengan kecanggihan teknologinya membawa


dampak positif dalam berbagai bidang yang saat ini telah
terdigitalisasi. Segala sesuatu bisa didapatkan dengan cepat dan bisa
diakses dimanapun. Namun, dibalik itu kenakalan remaja semakin
meningkat dan merosotnya karakter anak Bangsa. Akibat dari
mudahnya akses teknologi dan informasi dari berbagai penjuru dunia
mengakibatkan masuknya budaya-budaya asing yang tidak sesuai
dengan budaya dan karakter bangsa Indonesia. Salah satu solusi untuk
memperbaiki kenakalan remaja melalui Pendidikan. Pendidikan
merupakan sebuah proses terstruktur dan kongkrit dalam
mencerdaskan generasi muda guna meningkatan kualitas sumber
daya manusia di Indonesia. Secanggih apapun teknologi apabila
sumberdaya manusianya tidak kompetens maka tidak akan berjalan
optimal (Nadeak, 2019: 309).
Pesantren yang merupakan salah satu institusi pendidikan
sosial tertua di Indonesia harus mampu mencetak generasi yang
memiliki sumber daya yang mampu bersaing dalam pentas global.
Pesantren harus beradaptasi dan berproses sesuai dengan kebutuhan

13
Icha Rahmawati_Surakarta

masyarakat global dengan tidak meninggalkan tradisi lama yang masih


dianggap baik (Shihib dan Mahsun, 2021: 3). Pesantren harus memiliki
kepekaan terhadap realitas sosial yang selalu berubah-rubah, sehingga
para santri yang ada di pondok pesantren juga dibekali keterampilan
agar dapat langsung beradaptasi dengan lingkungan masyarakat.
Singkatnya, lembaga pendidikan pondok pesantren harus menjadi
lembaga solutif bagi setiap masalah keummatan melalui pengajaran
terhadap para santrinya.
Santri di era disrupsi tentu saja berbeda dengan santri pada
zaman dahulu. Santri generasi sekarang ini dinilai sebagai generasi
yang lebih berpendidikan karena dapat mengenyam pendidikan lebih
tenang daripada santri yang menuntut ilmu saat masa-masa
penjajahan, selain itu, mereka juga dapat menimba ilmu dan
menambah wawasannya di mana saja dan kapan saja dengan
kecanggihan teknologi yang sekarang sudah ada. Di tengah-tengah
pesatnya perkembangan teknologi, santri harus memiliki daya
imaginasi liar untuk menanggapi berbagai persoalan yang ada. Mereka
tidak boleh menerima mentah-mentah informasi yang beredar di
media sosial sebelum mempelajari dan membandingkannya dengan
indformasi yang lain. Selain itu, mereka juga harus memiliki
kemampuan analisa yang kuat terhadap fenomena yang sedang
berkembang dan memikirkan tentang pandangan hidup dan segala hal
yang berkaitan dengannya, termasuk dalam mengelola alam ini dengan
penuh keilmuan (Simamora, 2019: 25)
Sebagai generasi digital, santri di era disrupsi memiliki
karakteristik yang diantaranya ialah: Pertama, sangat peduli terhadap
identitas diri yang sering dibagikan lewat media sosial; Kedua,
memiliki semangat ingin mengetahui banyak hal yang dapat
didapatkan dengan mudah melalui internet; Ketiga, generasi
multitasking yang bisa melakukan beberapa hal dalam waktu

14
Icha Rahmawati_Surakarta

bersamaa (Grafura dan Wijayanti, 2019: 18). Dengan karakteristik


yang dimilikinya tersebut santri tidak boleh menjauhkan diri dari
perkembangan zaman. Justru santri harus produktif dalam
menghadapi tantangan perubahan zaman yang begitu cepat. Nilai-nilai
Islam yang mereka pelajari di pesantren harus dapat menjawab
tantangan serius kehidupan modern (Purwaningrum, 2019: 107).
Begitu besar peran santri di era disrupsi ini. Oleh karena itu,
sudah sepantasnya harus selalu kita dukung dengan meningkatkan
kualitas pembelajaran di pesantren untuk dapat mencetak generasi
santri “mundzirul qaum” yang menjadi pemimpin dan pencerah bagi
ummat. Hal ini juga didukung dengan jumlah pondok pesantren yang
mencapai angka yang cukup besar, yaitu 26.975 per Januari 2022.
Pemerintah juga memberi dukungan dalam upaya peningkatan kualitas
pesantren dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional setiap tanggal 22
Oktober. Presiden ke-7 Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo
memaparkan besarnya peran santri bagi bangsa ini. Sejarah mencatat
para santri telah mewakafkan hidup mereka untuk mempertahankan
kemerdekaan dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut.
Dengan memperkuat semangat kebangsaan, mempertebal rasa cinta
tanah air, memperkokoh integrasi bangsa, serta memperkuat tali
persaudaraan, para santri akan memperjuangkan kesejahteraan,
memperjuangkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
meningkatkan ilmu pengetahuan/teknologi demi kemajuan bangsa.

D. Simpulan

Globalisasi tidak dapat dihindari oleh siapapun, kecuali dia menutup


diri menjauhi interaksi dan komunikasi global dengan yang lain. Era
disrupsi yang merupakan bagian dari globalisasi disamping membawa
peluang (manfaat), tetapi juga mendatangkan tantangan yang dapat
merugikan. Oleh karena itu, tantangan tersebut harus diatasi agar tidak

15
Icha Rahmawati_Surakarta

berdampak buruk. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui


pendidikan. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan harus solutif
dalam menjawab tantangan zaman melalui kualitas pembelajaran yang baik
untuk mencetak santri yang berkualitas pula. Santri tidak hanya
mempelajari hal yang berfokus pada ilmu-imu agama saja. Namun, sebagai
mundzirul qaum (pemimpin ummat) yang membawa nilai-nilai Islam
mereka harus dapat memecahkan persoalan yang ada. Dengan semangat
Intelektual Profetik Kerakyatan (IPK) penguatan peran santri sebagai
mundzirul qaum yang dilakukan secara massif dan berkesinambungan
(istiqomah), maka akan tercipta santri yang solutif, tanpa memandang
diri sendiri yang paling benar dan orang lain salah. Santri adalah
tumpuan negeri ini. Jangan sampai mereka terjebak dalam arus
perkembangan zaman.

16
Icha Rahmawati_Surakarta

DAFTAR PUSTAKA

Albani, Muhammad Arief. (2021). Santri-Pesantren Indonesia Siaga Jiwa Raga


Menuju Indonesia Emas 2045. Zahira Media Publisher

Anonim. (2016). Masisir, Mundzirul Qaum. Diakses dari http://cakrawala-


kairo.blogspot.com pada 20 Februari 2022 pukul 06.45 WIB.

Azizah, Imroatul. (2021). Peran Santri Milenial Dalam Mewujudkan Moderasi


Beragama. Prosiding Nasional, 4.

Cholil, Ali Fikri. (2019). Pengaruh Globalisasi dan Era Disrupsi Terhadap
Pendidikan dan Nilai-Nilai Keislaman. Sukma: Jurnal Pendidikan, 3,
No. 1.

Fadhli, Muhammad. (2018). Internalisasi Nilai-Nilai Kepemimpinan Profetik


Dalam Lembaga Pendidikan Islam. At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Agama Islam, 10, No. 2.

Fauzi, Ahmad. (2021). Peradaban Santri. Penerbit Peneleh

Grafura, Lubis dan Ari Wijayanti. (2019). Spirit Pedagogi di Era Disrupsi.
Laksana

Handayani, Sri Ana. (2020). Humaniora dan Era Disrupsi Teknologi Dalam
Konteks Historis. E-Prosiding Seminar Nasional, 1, No. 1 .

Hani’ah, Zuhrotul. (2018). Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Profetik Dalam


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Kelas VII di MTs N 1 Malang.
UIN Maulana Malik Ibrahim

Harahap, Syahrin. (2015). Islam Dan Modernitas: Dari Teori Modernisasi


hingga Penegakan Kesalehan Modern. Prenada Media Group.

Jempa, Nurul. (2018). Nilai-Nilai Agama Islam. Pedagogik, 1, No. 2.

Kasali, Rhenald. (2018). Disruption: Tak Ada Yang Tak Bisa Diubah Sebelum
Dihadapi, Motivasi Saja Tidak Cukup. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Mubarak, Zaki, Ed. (2018). Modernisasi Islam di Era Disrupsi. Pustaka Senja
Imprinting Ganding Pusataka

Nadeak, Bernadetha . (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan


Era Industri 4.0. UKI PRESS

Nurdin, Nasrullah. (2019). Generasi Emas Santri Zaman Now. PT Elex Media
Komputindo

17
Icha Rahmawati_Surakarta

Nurhaidah dan M. Insya Musa. (2015). Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi


Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar, 3, No. 3.

Purwaningrum, Septiana. (2019). Santri Produktif: Optimalisasi Peran Santri


di Era Disrupsi. Prosiding Nasional, 2.

Saro’i, Mohammad. (2021). Sistem Pendidikan Pesantren dan Dinamika


Pengembangan Intelektual Santri. Al-Ibrah, 6, No. 1.

Shihib, Moch. dan Moch. Mahsun. Konkretisasi Kultur Pesantren Madura


Dalam Pembentuka Karakter Religius di Era Disrupsi. Nuansa: Jurnal
Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam, 18, No. 1.

Simamora, Tantomi. (2019). Santri Milenial: Cerdas, Berprestasi, dan


Berkarakter. Guepedia.

Sobari, W. (2020). “Disrupsi Kepemimpinan Daerah”. Kompas, Senin, 17


Februari 2020.

Syuhada, Muhammad. (2020). Menjadi Generasi Mundzirul Qaum. Diakses dari


kompasiana.com pada 20 Februari 2022 pukul 10.00 WIB.

Wulansari, Putri dan Nurul Khotimah. (2020). Membumikan Ilmu Sosial


Profetik: Reaktualisasi Gagasan Profetik Kuntowijoyo dalam Tradisi
Keilmuwan di Indonesia. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi
Islam dan Sains, 2.

18

Anda mungkin juga menyukai