Anda di halaman 1dari 33

7 Sistem Rangka

I. PENDAHULUAN UMUM SISTEM RANGKA

A. Organisasi sistem rangka. Rangka manusia dewasa tersusun dari


tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka
tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang,
rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, rangka kemudian digolongkan menjadi
rangka aksial, rangka apendikular dan persendian antar tulang. (Lihat
Lembar Berwarna 1 dan 2).
1. Rangka aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso.
a. Kolumna vertebra (tulang belakang) terdiri dari 26 vertebra
yang dipisahkan oleh diskus intervertebra.
b. Tengkorak diseimbangkan pada kolumna vertebra.
(1) Tulang kranial menutupi dan melindungi otak dan organ-
organ panca indera.
(2) Tulang wajah memberikan bentuk pada muka dan berisi
gigi.
(3) Enam tulang auditori (telinga) terlibat dalam transmisi
suara.
(4) Tulang hioid, yang menyangga lidah dan laring, serta
membantu dalam proses menelan, merupakan bagian
terpisah dari tulang tengkorak.
c. Kerangka toraks (rangka iga) meliputi tulang-tulang iga dan
sternum yang membungkus dan melindungi organ-organ
toraks.
2. Rangka apendikular terdiri dari 126 tulang yang membentuk
lengan, tungkai, dan tulang pektoral serta tonjolan pelvis yang
menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangka aksial.
3. Persendian adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
B. Fungsi sistem rangka
1. Tulang memberikan topangan dan bentuk pada tubuh.
2. Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah
persendian dan berfungsi sebagai sebuah pengungkit. Jika otot-otot
(yang tertanam pada tulang) berkontraksi, kekuatan yang diberikan
pada pengungkit menghasilkan gerakan.
3. Perlindungan. Sistem rangka melindungi organ-organ lunak yang
ada dalam tubuh.
4. Pembentukan sel darah (hematopoiesis). Sumsum tulang merah,
yang ditemukan pada orang dewasa dalam tulang sternum, tulang
iga, badan vertebra, tulang pipi pada kranium, dan pada bagian
ujung tulang panjang, merupakan tempat produksi sel darah merah,
sel darah putih, dan trombosit darah.
5. Tempat penyimpanan mineral. Matriks tulang tersusun dari sekitar
62% garam anorganik, terutama kalsium fosfat dan kalsium karbonat
dengan jumlah magnesium, klorida, florida, sitrat yang lebih sedikit.
Rangka mengandung 99% kalsium tubuh. Kalsium dan fosfor
disimpan dalam tulang agar bisa ditarik kembali dan dipakai untuk
fungsi-fungsi tubuh; zat tersebut kemudian diganti melalui nutrisi
yang diterima.

C. Komposisi jaringan tulang


1. Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraselular. Sel-sel tersebut
adalah osteosit, osteoblas, dan osteoklas. (Lihat Bab 5)
2. Matriks tulang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang
tertanam pada substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang
seperti fosfor dan kalsium.
a. Substansi dasar tulang terdiri dari sejenis proteoglikan yang
tersusun terutama dari kondroitin sulfat dan sejumlah kecil asam
hialuronat yang bersenyawa dengan protein.
b. Garam-garam tulang berada dalam bentuk kristal kalsium fosfat
yang disebut hidroksiapatit dengan rumus molekul
3Ca3(PO4)2•Ca(OH)2.
c. Persenyawaan antara kolagen dan kristal hidroksiapatit
bertanggung jawab atas daya regang dan daya tekan tulang
yang besar. Cara penyusunan tulang serupa dengan pembuatan
palang beton: serat-serat kolagen seperti batang-batang baja
pada beton; garam-garam tulang seperti semen, pasir, dan batu
pada beton tersebut.
3. Kedua jenis jaringan tulang, tulang cancellus (berongga) dan
tulang kompak telah dijelaskan dalam Bab 5. Kedua jenis tulang ini
memiliki komposisi yang sama, tetapi porositasnya berbeda.
a. Tulang kompak adalah jaringan yang tersusun rapat dan
terutama ditemukan sebagai lapisan di atas jaringan tulang
cancellus. Porositasnya bergantung pada saluran mikroskopik
(kanakuli) yang mengandung pembuluh darah, yang
berhubungan dengan saluran Havers.
b. Tulang cancellus tersusun dari batang-batang tulang halus dan
ireguler yang bercabang dan saling bertumpang tindih untuk
membentuk jaring-jaring spikula tulang dengan rongga-rongga
yang mengandung sumsum.
c. Jumlah tulang cancellus dan tulang kompak relatif bervariasi
bergantung pada jenis tulang dan bagian yang berbeda dari
tulang yang sama. Untuk memperjelas organisasi tulang kompak
dalam bentuk lamela dan sistem havers, lihat Bab 5.

D. Anatomi tulang panjang yang tipikal. Tulang panjang seperti femur


memiliki ciri-ciri berikut (Gambar 7-1).
1. Diafisis (batang) tersusun dari tulang kompak silinder tebal yang
membungkus medula atau rongga sumsum sentral yang besar.
a. Rongga sumsum berisi sumsum tulang kuning (adiposa) atau
sumsum merah, bergantung usia individu.
b. Endosteum melapisi rongga sumsum. Jaringan ini terdiri dari
jaringan ikat areolar vaskular.
c. Periosteum membungkus diafisis.
(1) Periosteum adalah lembaran jarigan ikat yang terdiri dari dua
lapisan; lapisan luar adalah jaringan ikat fibrosa rapat;
lapisan dalam bersifat osteogenik (pembentuk tulang) dan
terdiri dari satu lapisan tunggal osteoblas.
(2) Serat Sharpey (serat jaringan ikat) mengikat periosteum ke
tulang.
(3) Periosteum membungkus semua tulang kecuali tulang
sesamoid, pada permukaan artikular, sekitar insersi tendon,
dan ligamen.
(4) Fungsi periosteum, antara lain:
(a) Pertumbuhan tulang dalam ukuran lebarnya, berarti
pertumbuhan lapisan osteogenik yang lebih dalam dan
lebih selular,
(b) Nutrisi tulang karena periosteum sangat tervaskularisasi
dan merupakan jalur masuk pembuluh darah untuk
menembus tulang.
(c) Regenerasi tulang setelah terjadi fraktur.
(d) Sarana perlekatan untuk tendon dan ligamen.
2. Epifisis adalahujung-ujung tulang yang membesar sehingga
rongga-rongga sumsum dengan mudah bersambungan.
a. Epifisis tersusun dari tulang cancellus internal, yang diselubungi
tulang kompak dan dibungkus kartilago artikular (kartilago
hialin).
b. Kartilago artikular, yang terletak pada ujung-ujung permukaan
tulang yang berartikulasi, dilumasi dengan cairan sinovial dari
rongga persendian. Kartilago ini memungkinkan terjadinya
pergerakan sendi yang lancar.

E. Perkembangan tulang. Osteogenesis (pertumbuhan dan


perkembangan tulang) merupakan suatu proses pembentukan tulang
dalam tubuh. Karena adanya matriks yang keras dalam tulang, maka
pertumbuhan interstisial (dari dalam), seperti yang terjadi pada kartilago,
tidak mungkin terjadi dan tulang terbentuk melalui penggantian
jaringan yang sudah ada. Ada dua jenis pembentukan tulang yaitu
osifikasi intramembranosa dan osifikasi endokondral (intrakartilago).
1. Osifikasi intramembranosa terjadi secara langsung dalam jaringan
mesenkim janin dan melibatkan proses penggantian membran
(mensenkim) yang sudah ada. Proses ini banyak terjadi pada tulang
pipih tengkorak, disebut sebagai “tulang membran”.
a. Pada area tempat tulang akan terbentuk, kelompok sel
mesenkim yang berbentuk bintang berdiferensiasi menjadi
osteoblas dan membentuk pusat osifikasi (pusat paling
pertama yang terbentuk pada minggu ke-8 masa kehidupan
janin).
b. Osteoblas mensekresi matrik organik yang belum terkalsifikasi,
disebut osteoid.
c. Kalsifikasi massa osteoid dilakukan melalui pengendapan garam-
garam tulang yang mengikuti dan menangkap osteoblas serta
prosesus sel osteoblas.
(1) Jika sudah terbungkus matriks yang sudah terkalsifikasi,
osteoblas berubah menjadi osteosit, yang kemudian
terisolasi dalam lakuma dan tidak lagi mensekresi zat
intraselular.
(2) Saluran yang ditinggalkan prosesus osteoblas menjadi
kanalikuli.
d. Pulau-pulau pertumbuhan tulang, atau spikula, menyatu dan
membentuk percabangan untuk membuat jaring-jaring tulang
cancellus berongga, atau trabekula.
e. Hasil osifikasi intramembranosa secara dini adalah pembentukan
vaskular, tulang-tulang primitif, yang dikelilingi mesenkim
terkondensasi dan kemudian akan menjadi periosteum. Karena
serat-serat kolagen tersebar ke semua arah, maka tulang baru ini
seringkali disebut tulang woven.
(1) Pada area tulang berongga primitif yang menjadi tempat
tumbuh tulang kompak, trabekula menjadi lebih tebal dan
secara bertahap menghentikan intervensi jaringan ikat.
(2) Di area tempat tulang tetap menjadi tulang cancellus, ruang-
ruang jaringan ikat diganti dengan sumsum tulang.
2. Osifikasi endokondral terjadi melalui penggantian model kartilago.
Sebagian besar tulang rangka terbentuk melalui proses ini, yang
terjadi dalam model kartilago hialin kecil pada janin (Gambar 7-2).
a. Rangka embrionik terbentuk dari tulang-tulang kartiago hialin
yang terbungkus perikondrium.
b. Pusat osifikasi primer terbentuk pada pusat batang (diafisis)
model kartilago tulang panjang.
c. Sel-sel kartilago (kondrosit) pada area pusat osifikasi
jumlahnya meningkat (berproliferasi) dan ukurannya
membesar (hipertrofi).
d. Matriks kartilago di sekitarnya berkalsifikasi melalui proses
pengendapan kalsium fosfat.
e. Perikrondrium yang mengelilingi diafisis di pusat osifikasi
berubah menjadi periosteum. Lapisan osteogenik bagian dalam
membentuk kolar tulang (klavikula), dan kemudian mengelilingi
kartilago terkalsifikasi.
f. Kondrosit, yang nutrisinya diputus kolar tulang dan matriks
terkalsifikasi, akan berdegenerasi dan kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan matriks kartilago.
g. Kuncup periosteal mengandung pembuluh darah dan osteoblas
yang masuk spikula kartilago terkalsifikasi melalui ruang yang
dibentuk osteoklas pada kolar tulang.
h. Jika kuncup mencapai pusat, osteoblas meletakkan zat-zat tulang
pada spikula kartilago terkalsifikasi, dan memakai spikula
tersebut sebagai suatu kerangka kerja. Pertumbuhan tulang
menyebar ke dua arah menuju epifisis.
i. Setelah lahir, pusat osifikasi sekunder tumbuh dalam kartilago
epifisis pada kedua ujung tulang panjang.
j. Ada dua area kartilago yang tidak diganti tulang keras.
(1) Ujung tulang tetap kartilago artikular.
(2) Lempeng epifisis pada kartilago terletak antara epifisis dan
diafisis.
k. Semua elongasi tulang yang terjadi selanjutnya adalah hasil dari
pembelahan sel-sel kartilago (melalui pertumbuhan interstisial)
dalam lempeng epifisis kartilago.
(1) Karena tulang hanya dapat tumbuh secara aposisional, maka
pertumbuhan interstisial kartilago pada lempeng epifisis dan
penjelasan di atas mengenai proses proliferasi, pembesaran,
kalsifikasi kartilago, dan penggantian dengan tulang keras
merupakan cara elongasi tulang.
(2) Saat pertumbuhan penuh seseorang telah tercapai, seluruh
kartilago dalam lempeng epifisis diganti dengan tulang.
Pertumbuhan tulang selanjutnya tidak mungkin terjadi dan
berhenti.
(3) Pertumbuhan tulang dalam hal ketebalan terjadi akibat
pertumbuhan aposisional dari periosteum., bersamaan
dengan proses reorganisasi osteoklastik dari dalam.

F. Reorganisasi tulang
1. Tulang mempertahankan bentuk eksternalnya selama masa
pertumbuhan akibat proses reorganisasi konstan, disertai proses
pengerasan tulang (oleh osteoblas) dan proses resorpsi (oleh
osteoklas) yang terjadi pada permukaan dan di dalam tulang.
2. Tulang adalah jaringan plastik yang hidup. Tulang mengadaptasikan
bentuk dan arsitekturnya terhadap stres, aktivitas, saat pemakaian,
saat tidak dipakai, dan penyakit melalui keseimbangan kerja
osteoblas dan osteoklas, dan dikendalikan oleh faktor-faktor hormon
dan nutrisi.
a. Hormon yang mempengaruhi proses pertumbuhan juga
reorganisasi kehidupan antara lain hormon pertumbuhan,
hormon tiroid, kalsitonin, hormon paratiroid, dan hormon
kelamin (androgen dan estrogen).
b. Faktor nutrisi yang penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tulang yang sempurna meliputi kalsium, fosfor,
dan vitamin A dan D.

G. Perbaikan fraktur. Sel dan matriks tulang tidak mampu memperbaiki


diri sendiri secara langsung tanpa bantuan dari jaringan yang
berhubungan. Perbaikan hampir dimulai bersamaan dengan saat
terjadinya cedera.
1. Jika tulang mengalami fraktur, reaksi pertama adalah pembentukan
hematoma (gumpalan darah yang besar). Pembuluh darah pada
area cedera mengalami hemoragi dan pembekuan.
2. Hematoma kemudian diinvasi dengan cara meregenerasi pembuluh
darah, osteoblas dan osteoklas dari periosteum dan endosteum.
a. Makrofag dalam darah mengeluarkan bekuan dan fragmen
jaringan mati (debris).
b. Osteoblas megeluarkan matriks tulang yang rusak.
3. Pembelahan sel yang cepat dari periosteum dan endosteum mengisi
dan mengelilingi fraktur serta membentuk kalus eksternal
(melingkari cedera) dan kalus internal (dalam rongga sumsum
tulang) kartilago hialin.
4. Fraktur kemudian diperbaiki melalui proses osifikasi endokondrial
dan osifikasi intramembranosa yang berlangsung pada fragmen
kartilago kecil dalam kalus eksternal dan internal.
5. Kalus tulang yang terbentuk kemudian mengalami reorganisasi dan
diganti dengan tulang lamela kompak.
6. Dengan demikian, tulang sembuh dan kembali ke struktur tulang
aslinya.

H. Klasifikasi tulang menurut bentuknya


1. Tulang panjang ditemukan di tungkai. Tuang berelongasi dan
berbentuk silindris, serta terdiri dari diafisis dan epifisis. Fungsi
tulang ini adalah untuk menahan berat tubuh dan berperan dalam
pergerakan.
2. Tulang pendek adalah tulang pergelangan tangan (karpal) dan
tulang pergelangan kaki (tarsal). Tulang tersebut berstruktur
kuboidal atau bujur, dan biasanya ditemukan berkelompok untuk
memberikan kekuatan dan kekompakan pada area yang
pergerakannya terbatas. Sebagian besar tulang pendek adalah
tulang cancellus., yang dikelilingi lapisan tipis tulang kompak.
3. Tulang pipih ada pada tulang tengkorak, iga dan tulang dada.
Struktur tulang yang mirip lempeng ini memberikan suatu
permukaan yang luas untuk perlekatan otot dan memberikan
perlindungan. Dua lempeng tulang kompak (dikenal sebagai tabula
luar dan tabula dalam pada kranium) membungkus lapisan
berongga (diploe).
4. Tulang ireguler adalah tulang yang bentuknya tidak beraturan dan
tidak termasuk kategori di atas; meliputi tulang vertebra dan tulang
osikel telinga. Strukturnya sama dengan struktur tulang pendek—
yaitu tulang cancellus yang ditutupi lapisan tulang kompak yang
tipis.
5. Tulang sesamoid adalah tulang kecil bulat yang masuk ke formasi
persendian atau bersambungan dengan kartilago, ligamen atau
tulang lainnya. Salah satu contohnya adalah patela (tempurung
lutut), yang merupakan tulang sesamoid terbesar.

I. Karakteristik permukaan tulang. Berbagai karakteristik permukaan


tulang dapat terlihat karena permukaan tulang merupakan tempat
perlekatan otot, ligamen, atau tendon, atau berfungsi sebagai jalur
pembuluh darah atau saraf. Semua karakteristik tersebut lebih jelas
terlihat pada individu berotot dibandingkan pada anak atau kebanyakan
wanita (Tabel 7-1)

II. ANATOMI RANGKA: RANGKA AKSIAL. Rangka aksial terdiri dari tulang-
tulang dan bagian kartilago yang melindungi dan menyangga organ-organ
kepala, leher, dan dada. Bagian rangka aksial meliputi tengkorak, tulang
hioid, osikel auditori, kolumna vertebra, sternum dan tulang iga.

Tabel 7-1. Karakteristik permukaan tulang.

Istilah umum Deskripsi Contoh


Proyeksi
Tuberositas Tonjolan tegas, kasar, dan Tuberositas radial; trokanter
(trokanter) besar temur
Tuberkel Tumpul, tipis, dan membulat Tuberkel besar pada humerus
Spina Ramping, tajam Spina skapular
Kondilus Pembesaran permukaan Kondilus oksipital
berartikulasi yang membulat
Epikondilus Tonjolan yang terletak di atas Epikondilus medial femur
kondilus
Kepala Ujung artikular tulang panjang Kepala femur
yang membulat dan besar
Wajah Permukaan artikular yang Bagian muka tulang iga pada
datar vertebra toraks
Lini Bubungan tipis pada batang Linea aspera femur
tulang
Krista Bubungan tegas Krista tibialis
Depresi
Fovea Alur dangkal Fovea kapitus femur
Fosa Alur lebih dalam dari fovea Fosa mandibular tulang
temporal
Sulkus Celah memanjang untuk Sulkus intertubular humerus
mengakomodasi jalur
pembuluh darah atau saraf
Pertorasi
Foramen Celah masuk yang besar Foramen magnum tulang
untuk pembuluh darah, saraf, oksipital
atau ligamen
Kanal Celah tubular Kanal infraorbital
Fisura Celah sempit yang terletak Fisura sfenomaksilar
antara dua tulang

A. Tengkorak tersusun dari 22 tulang: 8 tulang kranial dan 14 tulang fasial


(Gambar 7-3, 7-4, dan Lembar Berwarna 5).
1. Kranium membungkus dan melindungi otak.
a. Tulang frontal membentuk dahi, langit-langit rongga nasal, dan
langit-langit orbita (kantong mata).
(1) Tulang frontal pada tahap kehidupan embrio terbentuk
menjadi dua belahan yang pada masa kanak-kanak awal
berfungsi dengan penuh.
(2) Tuberositas frontal adalah dua tonjolan yang berbeda
ukuran dan biasanya lebih besar pada tengkorak muda.
(3) Arkus supersiliar adalah dua lengkungan yang mencuat dan
menyatu secara medial oleh suatu elevasi halus yang disebut
glabela.
(4) Tepi supraorbital, yang terletak di bawah lengkungan
supersiliar dan membentuk tepi orbita bagian atas. Foramen
supraorbital (atau taktik pada beberapa tengkorak)
merupakan jalan masuk arteri dan saraf.
b. Tulang parietal membentuk sisi dan langit-langit kranium.
(1) Sutura sagita, yang menyatukan tulang parietal kiri dan
kanan, adalah sendi mati yang disatukan fibrokartilago.
(2) Sutura koronal menyambung tulang parietal ke tulang
frontal.
(3) Sutura lambdoidal menyambung tulang parietal ke tulang
oksipital.
c. Tulang oksipital membentuk bagian dasar dan bagian belakang
kranium.
(1) Foramen magnum adalah pintu oval besar yang dikelilingi
tulang oksipital. Foramen ini menghubungkan rongga kranial
dengan rongga spinal.
(2) Protuberans oksipital eksternal adalah suatu proyeksi yang
mencuat di atas foramen magnum.
(3) Kondilus oksipital adalah dua prosesus oval pada tulang
oksipital yang berartikulasi dengan vertebra serviks pertama,
atlas.
d. Tulang temporal membentuk dasar dan bagian sisi dari
kranium. Setiap tulang temporal ireguler terdiri dari empat
bagian.
(1) Bagian skuamosa, bagian terbesar, merupakan lempeng
pipih dan tipis yang membentuk pelipis. Prosesus
zigomatikus menonjol dari bagian skuamosa pada setiap
tulang temporal. Tonjolan tersebut bertemu dengan bagian
temporal dari setiap tulang zigomatikus untuk membentuk
arkus zigomatikus.
(2) Bagian petrous terletak di dalam dasar tengkorak dan tidak
dapat dilihat dari samping. Bagian ini berisi struktur telinga
tengan dan telinga dalam.
(3) Bagian mastoid terletak di belakang dan di bawah liang
telinga. Prosesus mastoid adalah tonjolan membulat yang
mudah teraba di belakang telinga.
(a) Pada orang dewasa prosesus mastoideus mengandung
ruang-ruang udara, yang disebut sel-sel udara mastoid
(sinus), dan dipisahkan dari otak oleh sekat tulang yang
tipis.
(b) Inflamasi pada sel udara mastoid (mastoiditis) dapat
terjadi akibat infeksi telinga tengah yang tidak diobati.
(4) Bagian timpani terletak di sisi inferior bagian squamosa dan
sisi anterior dari bagian mastoid. Timpani berisi saluran
telinga (meatus auditori eksternal) dan memiliki prosesus
stiloid yang ramping untuk melekat pada ligamen stiloid.
e. Tulang etmoid adalah struktur penyangga penting dari rongga
nasal dan berperan dalam pembentukan orbita mata (Gambar 7-
5A). Tulang ini terdiri dari empat bagian.
(1) Lempeng plate kribriform membentuk sebagian langit-
langit rongga nasal terperforasikan untuk jalur saraf olfaktori.
Bagian krista galli (disebut demikian karena kemiripannya
dengan jengger ayam jantan) adalah prosesus halus
triangular yang menonjol ke dalam rongga kranial di atas
lempeng kribriformis dan berfungsi sebagai tempat
perlekatan pelapis otak.
(2) Lempeng perpendikular menonjol ke arah bawah di sudut
kanan lempeng kribriform dan membentuk bagian septum
nasal yang memisahkan dua rongga nasal.
(3) Massa lateral mengandung sel-sel udara atau sinus etmoid
tempat mensekresi mukus.
(4) Konka nasal superior dan tengah, atau turbinatum,
menonjol secara medial dan berfungsi untuk memperluas
area permukaan rongga nasal. (Konka nasal inferior
merupakan tulang tersendiri.)
f. Tulang sfenoid berbentuk seperti kelelawar dengan sayap
terbentang. Tulang ini membentuk dasar anterior kranium dan
berartikulasi ke arah lateral dengan tulang temporal dan ke arah
anterior dengan tulang etmoid dan tulang frontal (Gambar 7-5B).
(1) Badan sfenoid memiliki suatu lekukan, sela tursika atau
“pelana Turki,” yang menjadi tempat kelenjar hipofisis.
(2) Sayap besar dan sayap kecil menonjol ke arah lateral dari
badan tulang.
(3) Prosesus pterigoid menonjol ke arah inferior dari badan
tulang dan membentuk dinding rongga nasal.
g. Osikel auditori tersusun dari maleus, inkus, dan stapes (tapal
kuda). Fungsinya dalam proses pendengaran akan dibahas
dalam Bab 9.
h. Tulang Wormian adalah tulang kecil, yang jumlahnya bervariasi,
dan terletak dalam sutura.
2. Tulang-tulang wajah tidak bersentuhan dengan otak. Tulang
tersebut disatukan satura yang tidak dapat bergerak, kecuali pada
mandibula atau rahang bawah.
a. Tulang-tulang nasal membentuk penyangga hidung dan
berartikulasi dengan septum nasal.
b. Tulang-tulang palatum membentuk bagian posterior langit-
langit mulut (langit-langit keras), bagian tulang orbital, dan
bagian rongga nasal.
c. Tulang-tulang zigomatik (malar) membentuk tonjolan pada
tulang pipi. Setiap prosesus temporal berartikulasi dengan
prosesus zigomatikus pada tulang temporal.
d. Tulang-tulang maksilar membentuk rahang atas.
(1) Prosesus alveolar mengandung soket gigi bagian atas.
(2) Prosesus zigpamtikus memanjang keluar untuk bersatu
dengan tepi infraorbital pada orbita. Foramen infraorbital
memperforasi maksiladi setiap sisi untuk mentransmisi saraf
dan pembuluh darah ke wajah.
(3) Prosesus palatinus membentuk bagian anterior pada langit-
langit keras.
(4) Sinus maksilar, yang kosong sampai ke rongga nasal,
merupakan bagian dari empat sinus paranasal.
e. Tulang lakrimal berukuran kecil dan tipis, serta terletak di antara
tulang etmoid dan maksila pada orbita. Tulang lakrimal berisi
suatu celah untuk lintasan duktus lakrimal, yang mengalirkan air
mata ke rongga nasal.
f. Tulang vormer membentuk bagian tengah dari langit-langit
keras di antara palatum dan maksila, serta turut membentuk
septum nasal.
g. Konka nasal inferior (turbinatum). Lihat konka superior dan
tengah pada bagian IIA 1e (4).
h. Mandibula adalah tulang rahang bagian bawah (Gambar 7-6)
(1) Bagian alveolar berisi soket gigi bawah.
(2) Ramus mandibular yang terletak di kedua sisi rahang
memiliki dua prosesus.
(a) Prosesus kondiloid berfungsi untuk artikulasi dengan
tulang temporal pada fosa mandibular.
(b) Prosesus koronoid berfungsi sebagai tempat perlekatan
otot temporal.
3. Tulang hioid adalah tulang berbentuk tapal kuda yang unik karena
tidak berartikulasi dengan tulang lain. Tulang hioid ini ditopang oleh
ligamen dan otot dari prosesus stiloideus temporal.
4. Sinus paranasal (frontal, etmoidal, sfenoidal, dan maksiliar)
terdiri dari ruang-ruang udara dalam tulang tengkorak yang
berhubungan dengan rongga nasal. Sinus tersebut berfungsi sebagai
berikut:
a. Untuk memperingan tulang-tulang kepala
b. Untuk memberikan resonansi pada suara dan membantu dalam
proses berbicara.
c. Untuk memproduksi mukus yang mengalir ke rongga nasal dan
membantu menghangatkan serta melembabkan udara yang
masuk.

B. Vertebra
1. Kolumna vertebra menyangga berat tubuh dan melindungi medulla
spinalis. Kolumna ini terdiri dari vertebra-vertebra yang dipisahkan
diskus fibrokartilago intervertebral.
a. Ada tujuh tulang vertebra serviks, 12 vertebra toraks, 5
vertebra limbal, dan 5 tulang vertebra sakrum yang menyatu
menjadi tulang koksiks.
b. Ke-31 pasang saraf spinal keluar melalui foramina (foramen)
intervertebralis di antara vertebra yang letaknya bersebelahan.
2. Struktur khas vertebra
a. Badan atau sentrum menyangga sebagian besar berat tubuh.
b. Lengkung saraf (vertebra), yang terbentuk dari dua pedikel
dan lamina, membungkus rongga saraf dan menjadi lintasan
medulla spinalis.
c. Sebuah prosesus spinosa menonjol dari lamina ke arah posterior
dan inferior untuk tempat perlekatan otot.
d. Prosesus transversa menjorok ke arah lateral.
e. Prosesus pengartikulasi inferior dan prosesus pengartikulasi
superior menyangga faset untuk berartikulasi dengan vertebra
atas dan vertebra bawah.
3. Variasi regional pada karakteristik vertebra (Gambar 7-7)
a. Semua vertebra serviks memiliki foramina transversal untuk
lintasan arteri vertebra. Vertebra serviks pertama dan kedua
dimodifikasi untuk menyangga dan menggerakkan kepala.
(1) Atlas adalah vertebra serviks pertama dan tidak memiliki
badan.
(2) Aksis adalah vertebra serviks kedua. Vertebra ini memiliki
prosesus odontoid yang menonjol ke atas dan bersandar
pada tulang atlas.
(3) Vertebra serviks ketujuh memiliki prosesus spinosa yang
panjang, sehingga dapat teraba dan terlihat pada pangkal
leher. Oleh karena itu, vertebra ini sering disebut sebagai
vertebra prominens.
b. Vertebra toraks memiliki prosesus spinosa panjang, yang
mengarah ke bawah, dan memiliki faset artikular pada prosesus
transversus, yang digunakan untuk artikulasi tulang iga.
c. Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan terkuat.
Prosesus spinosanya pendek dan tebal, serta menonjol hampir
searah garis horisontal.
d. Sakrum adalah tulang triangular. Bagian dasar tulang ini
berartikulasi dengan vertebra lumbal kelima.
(1) Di arah lateral, banyak terdapat foramen (lubang) pada
sakrum untuk lintasan arteri dan saraf.
(2) Tepi anterior bagian atas sakrum adalah promontorium
sakrum, suatu tanda obstretik yang dipakai sebagai petunjuk
untuk menentukan ukuran pelvis.
e. Koksiks (tulang ekor) menyatu dan berartikulasi dengan ujung
sakrum, yang kemudian membentuk sendi dengan sedikit
pergerakan. Pergerakan ini penting selama melahirkan untuk
membentuk jalur keluar kepala janin.
4. Lengkung pada kolumna vertebra
a. Lengkung primer, yaitu konkaf/cembung (berbentuk-C)
terbentuk pada area toraks dan pelvis selama pertumbuhan
janin.
b. Lengkung sekunder, yaitu konveks/cekung terbentuk pada
spina serviks setelah kelahiran saat bayi mulai mengangkat
kepalanya, dan pada spina lumbal saat bayi mulai berdiri dan
berjalan.
c. Lengkung abnormal
(1) Skoliosis, yang dapat muncul selama masa pertumbuhan
yang cepat (masa remaja), yaitu lengkungan latera spina
dengan rotasi pada vertebra.
(2) Kifosis, yang merupakan kasus kongenital (bawaan lahir)
atau akibat penyakit, merupakan lengkung posterior yang
berlebihan pada bidang toraks; biasanya disebut punggung
bungkuk.
(3) Lordosis (swayback) adalah lengkung anterior yang
berebihan pada area lumbal.
5. Gangguan pada vertebra
a. Diskus terherniasi (keluar)
(1) Diskus intervertebral terletak di antara dua badan tulang
vertebra yang berdekatan dan bertindak sebagai peredam
stres di antara kedua tulang tersebut.
(2) Setiap diskus mengandung suatu massa sentral, nukleus
pulposus, yang tersusun dari jaringan kartilago lunak dan
elastik yang diselimuti oleh lapisan fibrokartilago bagian luar,
anulus fibrosus. Anulus ini terdiri dari cincin fibrosa
konsentris yang menahan nukleus pulposus tetap di
tempatnya.
(3) Sejalan dengan pertambahan usia, atau akibat cedera, anulus
fibrosus kehilangan daya elastisitasnya sehingga nukleus
pulposus dapat keluar dari tempatnya, dan menekan medulla
spinalis atau akar saraf, serta menimbulkan nyeri (Gambar 7-
8).
b. Spina bifida adalah suatu defek kongenital yang di dalamnya
dua lamina pada lengkungan vertebra gagal menyatu di garis
tengah, sehingga menyebabkan jaringan pada medulla spinalis
menonjol. Defek ini paling sering terjadi di area lumbal.

C. Tulang sternum dan iga (Gambar 7-9)


1. Sternum (tulang dada) terbentuk dalam tiga bagian: manubrium
atas, badan (gladiolus), dan prosesus sifoid.
a. Artikulasi manubrium dengan klavikula (tulang kolar) adalah
pada insisura (takik) jugular (suprasternal), yang merupakan
salah satu tanda khas tulang yang mudah dipalpasi. Dua takik
kostal berartikulasi dengan kartilago kostal dari tulang iga 1 dan
2 ke arah lateral.
b. Badan tulang membentuk bagian utama sternum. Takik kostal
lateral berartikulasi langsung dengan kartilago kostal tulang iga
ke-8 sampai ke-10.
c. Bagian inferior prosesus sifoid adalah jaringan kartilago.
2. Tulang iga. Ke-12 pasang tulang iga berartikulasi kea rah posterior
dengan faset tulang iga pada prosesus transversa di vertebra toraks.
a. Tujuh pasang tulang yang pertama (1 sampai 7) adalah iga sejati
dan berartikulasi dengan sternum di sisi anterior.
b. Tiga pasang kemudian (8 sampai 10) adalah iga semu. Tulang-
tulang ini berartikulasi secara tidak langsung dengan sternum
melalui penyatuan kartilago tulang tersebut dengan iga di
atasnya dan kemudian menyatu dalam dalam suatu persendian
kartilago dengan kartilago kostal ke-7.
c. Tulang iga ke-11 dan ke-12 adalah iga melayang yang tidak
memiliki perlekatan di sisi anteriornya.
d. Walaupun sebagian tulang iga memiliki karakteristik tersendiri,
semua tulang memiliki beberapa cirri umum yang sama.
(1) Bagian kepala dan tuberkel berartikulasi dengan faset dan
prosesus transversus dari vertebra.
(2) Bagian leher memiliki permukaan kasar yang berfungsi untuk
perlekatan ligamen.
(3) Bagian batang, atau badan, dari tulang iga memiliki
permukaan eksternal berbentuk konveks untuk perlekatan
otot dan suatu lintasan kostal untuk mengakomodasi saraf
dan pembuluh darah pada permukaan internal.
(4) Tulang iga mengandung sumsum tulang merah, demikian
pula dengan sternum.

III. ANATOMI RANGKA: RANGKA APENDIKULAR. Rangka apendikular terdiri


dari girdel pektoral (bahu), girdel pelvis, dan tulang lengan serta tungkal.

A. Setiap girdel pektoral memiliki dua tulang—klavikula dan skapula—


dan berfungsi untuk melekatkan tulang lengan ke rangka aksial.
1. Skapula (tulang belikat) adalah tulang pipih triangular dengan tiga
tepi; tepi vertebra (medial) yang panjang terletak pararel dengan
kolumna vertebra; tepi superior yang pendek malandai kea rah
ujung bahu; dan tepi lateral (merupakan tepi ketiga pelengkap
segitiga) mengarah ke lengan.
a. Bagian spina pada scapula adalah hubungan tulang yang
berawal dari tepi vertebra dan melebar saat mendekati ujung
bahu.
b. Spina berakhir pada prosesus akromion, yang berartikulasi
dengan klavikula; bagian ini menggantung persendian bahu.
c. Proses korokoid adalah tonjolan berbentuk kait pada tepi
superior yang berfungsi sebagai tempat perlekatan sebagian otot
dinding dada dan lengan.
d. Rongga glenoid (fosa glenoid) adalah suatu ceruk dangkal yang
ditemukan pada persendian tepi superior dan lateral. Bagian ini
mempertahankan letak kepala humerus (tulang lengan).
2. Klavikula (tulang kolar) adalah tulang berbentuk S, yang secara
lateral, berartikulasi dengan prosesus akromion pada skapula dan
secara mendial dengan manubrium pada takik klavikular untuk
membentuk sendi sternoklavikular.
a. Dua pertiga bagian medial dari tulang klavikula berbentuk
konkaf, atau melengkung ke depan.
b. Sepertiga bagian lateral tulang klavikula berbentuk konkaf, atau
melengkung ke belakang.
c. Klavikula berfungsi sebagai tempat perlekatan sebagian otot
leher, toraks, punggung dan lengan.
B. Lengan atas tersusun dari tulang lengan, tulang lengan bawah, dan
tulang tangan (Gambar 7-10 sampai 7-12)
1. Humerus adalah tulang tunggal pada lengan. Humerus terdiri dari
bagian kepala membulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga
glenoid, bagian leher anatomis, dan bagian batang yang memanjang
ke arah distal.
a. Dua elevasi, tuberkel besar dan tuberkel kecil, terletak di ujung
atas batang tulang dan memberikan tempat untuk perlekatan
otot.
b. Batang tulang bawah tuberkel menyempit menuju suatu bidang
yang disebut leher surgikal karena kecenderungan humerus
untuk mengalami fraktur di area ini.
c. Bagian tengah batang tulang ke bawah adalah tuberositas
deltoid kasar yang berfungsi untuk tempat perlekatan otot
deltoid.
d. Bagian ujung bawah dari tulang humerus melebar dan masuk ke
dalam tonjolan epikondilus medial dan lateral tempat asal
otot-otot lengan atas dan tangan. Saraf ulnar memanjang di
belakang epikondilus medial dan responsif terhadap tiupan atau
tekanan, sehingga mengakibatkan “sensasi kesemutan pada
tulang”.
e. Permukaan artikular humerus tersusun dari kapitulum lateral
(kepala kecil), yang menerima tulang radius lengan bawah, dan
troklea (pullei), tempat tulang ulna lengan bawah bergerak.
f. Prosesus koronoid terletak di atas troklea pada permukaan
anterior; sedang prosesus olekranon juga terletak di atas troklea,
tetapi di permukaan posterior. Indentasi ini berfungsi untuk
menerima bagian-bagian dari tulang lengan bawah saat tulang-
tulang tersebut begerak.
2. Tulang-tulang dari lengan bawah adalah ulna pada sisi medial dan
tulang radius di sisi lateral (sisi ibu jari) yang dihubungkan dengan
suatu jaringan ikat fleksibel, membran interoseus.
a. Ulna
(1) Ujung proksimal (ujung atas) tulang ulna tampak seperti
pilinan yang terurai. Bagian atas pilinan tersebut adalah
prosesus olekranon, yang masuk dengan pas ke dalam fosa
olekranon humerus saat lengan bawah berekstensi penuh.
Bagian bawah pilinan adalah prosesus koronoid, yang
masuk dengan pas ke dalam fosa koronoid humerus saat
lengan bawah berfleksi penuh. Takik radial, yang terletak di
bawah prosesus koronoid, mengakomodasi bagian kepala
dari tulang radius.
(2) Ujung distal (bawah) tulang ulna memiliki perpanjangan
pilinan batang yang disebut kepala. Bagian ini berartikuasi
dengan prosesus ulnar tulang radius. Bagian kepala
memanjang ke atas prosesus stiloid tulang ulna.
b. Radius
(1) Ujung proksimal tulang radius adalah kepala berbentuk
diskus yang berartikulasi dengan kapitulum humerus dan
takik radial tulang ulna.
(2) Tuberositas radial untuk tempat perlekatan otot biseps
terletak pada batang radius tepat di bawah bagian kepala.
(3) Ujung distal tulang radius memiliki permukaan karpal
konkaf yang berartikulasi dengan tulang pergelangan tangan,
sebuah takik ulnar pada permuakaan radialnya untuk
berartikulasi dengan tulang ulna, dan sebuah prosesus
stiloid di sisi lateral.
3. Tulang pergelangan tangan (karpus). Pergelangan tangan
terbentuk dari delapan tulang karpal ireguler yang tersusun dalam
dua baris, setiap baris berisi empat tulang.
a. Barisan tulang karpal proksimal dari sisi ibu jari dalam anatomis
terdiri dari tulang berikut ini.
(1) Navikular (skafoid), dinamakan demikian karena bentuknya
menyerupai perahu.
(2) Lunatum dinamakan demikian karena bentuknya seperti
bulan sabit.
(3) Trikuetral (triangular), dinamakan demikian memiliki tiga
sudut.
(4) Pisiform, yang berarti kacang, dinamakan demikian karena
ukuran dan bentuknya menyerupai kacang.
b. Barisan tulang karpal distal terdiri dari:
(1) Trapezium, sebelumnya disebut tulang multangular besar
karena permukaannya yang banyak
(2) Trapezoid, berukuran lebih kecil, tetapi multi-sisi juga
(3) Kapitatum, dinamakan demikian karena kepala tulang yang
bulat dan besar
(4) Hamatum, berarti kait, dinamakan demikian karena ada
tonjolan menyerupai kait, yang meluas pada sisi medial
pergelangan tangan
4. Tangan (metakarpus) tersusun dari lima tulang metakarpal.
a. Semua tulang metakarpal sangat serupa, kecuali untuk ukuran
panjang metakarpal pertama pada ibu jari.
b. Setiap tulang metakarpal memiliki sebuah dasar proksimal yang
berartikulasi dengan barisan distal tulang karpal pergelangan
tangan, sebuah batang, dan sebuah kepala terpilin yang
berartikulasi dengan sebuah tulang falang, atau tulang jari.
Kepala tulang metakarpal membentuk buku jari yang menonjol
pada tangan.
5. Tulang-tulang jari disebut phalanges; tulang tunggalnya lebih sering
disebut tulang falang.
a. Setiap jari memiliki tiga tulang, yaitu tulang falang proksimal,
medial, dan falang distal.
b. Ibu jari hanya memiliki tulang falang proksimal dan medial.
C. Girdel pelvis mentransmisikan berat trunkus ke bagian tungkai bawah
dan melindungi organ-organ abdominal dan pelvis. Bagian ini terdiri
dari dua tulang panggul (disebut juga ossa koksa, tulang tanpa nama,
atau tulang pelvis) yang bertemu pada sisi anterior simfisis pubis dan
berartikulasi di sisi posterior dengan sakrum.
1. Setiap tulang panggul menyerupai bentuk kipas angin listrik
dengan sebuah poros pemegang serta dua baling-baling (Gambar 7-
13).
a. Poros tersebut adalah suatu kantong seperti cangkir, disebut
asetabulum, yang menerima kepala femur, atau tulang paha, di
persendian panggul.
b. Ilium adalah lempeng tulang lebar, yang menjulang ke atas dan
keluar asetabulum. Bagian ini naik posisinya sampai mencapai
krista iliaka tebal yang dapat teraba pada posisi tangan di
panggul.
(1) Ujung anterior krista adalah pada spina iliaka anterior
superior dan ujung posteriornya pada spina iliaka posterior
superior. Spina ini menjadi tempat perlekatan otot dan
ligamen.
(2) Spina iliaka anterior inferior adalah suatu tonjolan besar di
bawah spina iliaka anterior superior. Sedangkan yang tepat
berada di bawah spina iliaka posterior superior adalah spina
iliaka posterior inferior.
(3) Di bawah spina iliaka posterior inferior, tepi posterior tulang
ilium membentuk lekukan yang dalam disebut takik skiatik
besar.
c. Tulang iskium merupakan baling-baling posterior dan inferior
dari kipas. Tepi medialnya turut membentuk takik skiatik besar.
(1) Pada sisi inferior takik skiatik besar adalah bagian spina iskial
yang menonjol, yang menjadi tempat melekatnya ligamen
dari sakrum.
(2) Bagian inferior dari spina iskial adalah takik skiatik kecil.
(3) Tuberositas iskial adalah tonjolan besar tuang iskium yang
menyokong tubuh dalam posisi duduk. Tulang ini berfungsi
sebagai tempat perlekatan otot paha posterior.
(4) Di bagian anterior tuberositas iskial, terdapat ramus iskial
ramping yang memanjang ke arah depan dan ke atas untuk
menyatu dengan ramus pubis inferior, yang memanjang ke
bawah dari tulang pubis.
d. Tulang pubis melengkapi baling-baling anterior dan inferior
tulang panggul. Bagian ini terutama terdiri dari dua batang
tulang: ramus pubis superior dan inferior.
(1) Ramus pubis superior dan ramus pubis inferior menyatu
dengan pasangannya dari sisi lain di garis tengah simfisis
pubis.
(2) Lengkung pubis adalah sudut yang terbentuk pada
persambungan tulang pubis di bawah simfisis.
(3) Foramen obturator adalah pembukaan besar yang dibatasi
ramus iskial, ramus pubis inferior, dan ramus pubis superior.
Foramen ini merupakan foramen terbesar pada rangka dan
selama hidup dilapisi dengan membran obturator.
2. Perbedaan pelvis menurut jenis kelamin
a. Berdasarkan pengukuran dimensi rata-rata pelvis laki-laki dan
perempuan, maka sekitar 50% perempuan memiliki
ginekoid, atau pelvis sejati perempuan, yang diameternya
lebih lebar dan lebih panjang dibandingkan pelvis laki-laki,
yang memiliki android, pelvis sejati laki-laki.
b. Pengukuran pelvis menunjukkan berbagai variasi;
sebenarnya, ada banyak variasi bentuk dan ukuran pelvis di
antara sesama perempuan, dan juga antara perempuan dan
laki-laki.
3. Hubungan anatomis pelvis
a. Pelvis semu (besar) terikat dengan bagian atas yang menjulang
dari kedua ilia dan konkavitasnya, serta dengan dua sayap pada
dasar sakrum.
b. Pelvis sejati (kecil) terbentuk dari sakrum dan koksiks, serta
ilium, pubis, dan iskium pada kedua sisinya.
(1) Pembatas pada pembukaan pelvis sejati, atau inlet pelvis,
disebut brim pelvis. Diameter rongga pelvis berkaitan erat
dengan proses melahirkan.
(2) Dimensi dari outlet pelvis, yang dibatasi tuberositas iskial,
rim bawah simfisis pubis, dan ujung koksiks, secara obsertik
juga penting.
(3) Saat lahir, ilium, iskium, dan pubis yang tersusun terutama
dari jaringan kartilago, terurai dan mulai terpisah. Iskium dan
pubis mulai mengeras menjadi jaringan tulang yang menyatu
pada usia 7 sampai 8 tahun; osifikasi total dari semua
jaringan kartilago belum selesai sampai mencapai usia antara
17 dan 25 tahun.

D. Tungkai bawah. Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah


antara girdel pelvis dan lutut adalah paha; bagian antara lutut dan
pergelangan kaki adalah tungkai.
1. Femur, bahasa latin yang berarti paha, adalah tulang terpanjang,
terkuat, dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh (Gambar
7-14).
a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
berartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian
kepala mengalami depresi, fovea kapitis, untuk perlekatan
ligamen yang menyangga kepala tulang agar tetap di tempatnya
dan mebawa pembuluh darah ke kepala tersebut.
(1) Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur
masuk dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut
sekitar 125° dari bagian leher femur; dengan demikian,
batang tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang
pelvis saat paha bergerak.
(2) Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari
125°) karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
b. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang
tebal, yang terus memanjang sebagai batang. Garis
intertrokanter pada permukaan anterior dan krista
intertrokanter di permukaan posterior tulang membatasi bagian
leher dan bagian batang.
c. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol,
trokanter besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan
otot untuk menggerakkan persendian panggul.
d. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja,
linea aspera, yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
e. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan
kondilus lateral.
(1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar
dengan fosa interkondilar yang terletak di antara keduanya.
Area triangular di atas fosa interkondilar disebut permukaan
popliteal.
(2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral
berada di atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus
yang terdapat di antara kedua kondilus adalah permukaan
patelar; yang berbentuk konkaf untuk menerima patela
(tempurung lutut).
2. Tulang tungkai adalah tulang tibia medial dan tulang fibula lateral
(Gambar 7-15).
a. Tibia adalah tulang medial yang besar; tulang ini membagi berat
tubuh dari femur ke bagian kaki.
(1) Bagian kepala tulang tibia melebar ke kondilus medial dan
lateral, yang berbentuk konkaf untuk berartikulasi dengan
kondilus femoral.
(2) Kartilago pipih berbentuk baji; kartilago semilunar
(meniskus) medial dan lateral (meniskus), berada di
pinggir kondilus untuk memperdalam permukaan artikular.
(3) Tonjolan interkondilar terletak di antara dua kondilus.
(4) Kondilus lateral menonjol untuk membentuk faset fibular,
yang menerima bagian kepala fibula.
(5) Tuberositas tibial, yang berfungsi untuk tempat perlekatan
ligamen patela, menonjol pada permukaan anterior di antara
dua kondilus.
(6) Krista tibial (anterior), lebih umum disebut tulang kering,
adalah punggung batang tulang dengan permukaan anterior
yang tajam dan melengkung ke bawah.
(7) Ujung bawah tibia melebar untuk berartikulasi dengan
tulang talus pergelangan kaki. Maleolus medial adalah
tonjolan yang membentuk benjolan (mata kaki) pada sisi
medial pergelangan kaki.
b. Fibula adalah tulang yang paling ramping dalam tubuh,
panjangnya proporsional, dan tidak turut menopang berat tubuh.
Kegunaan tulang ini adalah untuk menambah area yang tersedia
sebagai tempat perlekatan otot pada tungkai.
(1) Bagian kepala fibula berartikulasi dengan faset fibular di
bawah kondilus lateral tulang tibia.
(2) Ujung bawah batang berartikulasi secara medial dengan takik
fibular pada tulang tibia, dan memanjang ke arah lateral
menjadi maleolus lateral, yang, seperti maleolus tibia lateral,
dapat diraba di pergelangan kaki.
3. Pergelangan kaki dan kaki tersusun dari 26 tulang yang diatur
dalam tiga rangkaian. Tulang tarsal menyerupai tulang karpal
pergelangan tangan, tetapi berukuran lebih besar; tulang metatarsal
juga menyerupai tulang merakarpal tangan; dan falang pada jari kaki
juga menyerupai falang jari tangan (Gambar 7-16).
a. Ada tujuh tulang tarsal.
(1) Tulang Taulus berartikulasi dengan maleolus medial tibia
dan dengan meleolus lateral fibula untuk membentuk
persendian pergelangan kaki. Oleh karena itu, bagian ini
menopang seluruh berat tungkai, yang tersebar setengah ke
bawah ke arah tumit dan setengah lagi ke depan pada
tulang-tulang pembentuk lengkung kaki.
(2) Tulang kalkaneus terletak di bawah talus dan menonjol di
belakang talus menjadi tulang tumit. Tulang ini menopang
talus dan meredam goncangan saat tumit menginjak tanah.
(3) Tulang navikular memiliki permukaan posterior berbentuk
konkaf untuk berartikulasi dengan talus dan permukaan
anterior berbentuk konveks untuk berartikulasi dengan tiga
tulang tarsal.
(4) Ketiga tulang kuneiform yang berbentuk baji, diberi nomor
dari sisi medial ke sisi lateral, sebagai kuneiform pertama,
kedua, dan ketiga. Masing-masing tulang berartikulasi
dengan tulang tarsal bernomor sama; tulang kuneiform
ketiga juga berartikulasi dengan tulang tarsal ketujuh, yaitu
tulang kuboid. Tulang kuneiform ini membentuk arkus
transversa yang terdapat di bawah permukaan kaki.
(5) Tulang kuboid berartikulasi di sisi anterior dengan tulang
metatarsal keempat dan kelima; di sisi posterior, tulang ini
berartikulasi dengan kalkaneus.
b. Telapak kaki dan arkus longitudinal terbentuk dari lima tulang
metatarsal yang ramping. Setiap metatarsal memiliki bagian
dasar, batang, dan bagian kepala.
(1) Tulang-tulang metatarsal dikenali dengan urutan nomor dari
satu sampai lima, mulai dari sisi medial ibu jari kaki.
(2) Bagian dasar metatarsal berartikulasi dengan tarsal. Bagian
kepalanya berartikulasi dengan falang.
(3) Bagian kepala daru dua metatarsal pertama membentuk
tumit kaki.
(4) Bagian kepala metatarsal pertama memiliki dua tulang
sesamoid yang melekat pada permukaan plantarnya.
c. Ke-14 falang pada jari-jari kaki, seperti halnya falang jari tangan,
tersusun dalam barisan proksimal, medial, dan distal. Ibu jari kaki
hanya memiliki falang proksimal dan distal.

IV. PERSENDIAN

A. Klasifikasi umum persendian. Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi


saat permukaan dari dua tulang bertemu, adanya pergerakan atau tidak
bergantung pada sambungannya. Persendian dapat diklasifikasi menurut
struktur (berdasarkan ada tidaknya rongga persendian di antara tulang-
tulang yang berartikulasi dan jenis jaringan ikat yang berhubungan
dengan persendian tersebut); dan menurut fungsi persendian
(berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada persendian).

B. Klasifikasi struktural persendian


1. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan ikat fibrosa.
2. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan kartilago.
3. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnya.

C. Klasifikasi fungsional persendian


1. Sendi sinartrosis atau sendi mati. Secara struktural, persendian ini
dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
a. Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat
fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak.
Contoh sutura adalah sutura sagital dan sutura parietal.
b. Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan
dengan kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng
epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang
seorang anak. Saat sinkondrosis sementara berosifikasi, maka
bagian tersebut dinamakan sinostosis.
2. Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap
torsi dan kompresi.
a. Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan
dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah
simfisis pubis antara tualng-tulang pubis dan diskus
intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
b. Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan
dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh
sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak bersisian
dan dihubungkan dengan membran interoseus, seperti pada
tulang radius dan ulna, serta tibia dan fibula.
c. Gomposis adalah sendi di mana tulang berbentuk kerucut
masuk dengan pas dalam kantong tulang, seperti pada gigi yang
tertanam pada alveoli (kantong) tulang rahang. Pada contoh
tersebut, jaringan ikat fibrosa yang terlibat adalah ligamen
peridontal.
3. Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga
sendi sinovial (berasal dari kata Yunani yang berarti “dengan telur”).
Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu
kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung
tulang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.
a. Lapisan terluar kapsul sendi terbentuk dari jaringan ikat fibrosa
rapat berwarna putih yang memanjang sampai bagian
periosteum tulang yang menyatu pada sendi.
(1) Ligamen adalah penebalan kapsul yang berfungsi untuk
menopang kapsul sendi dan memberikan stabilitas.
(2) Ligamen dapat menyatu dalam kapsul atau terpisah dari
kapsul melalui envaginasi kapsul.
b. Lapisan terdalam kapsul sendi adalah membran sinovial yang
melapisi keseluruhan sendi, kecuali pada kartilago artikular.
(1) Membran sinovial mensekresi cairan sinovial, materi kental
yang jernih seperti putih telur. Materi ini terdiri dari 95% air
dengan pH 7,4 dan merupakan campuran polisakarida
(sebagian besar asam hialuronat), protein, dan lemak.
(2) Cairan sinovial berfungsi untuk melumasi dan memberikan
nutrisi pada permukaan kartilago artikular . Cairan ini juga
mengandung sel fagosit untuk mengeluarkan fragmen
jaringan mati (debris) dari rongga sendi yang cedera atau
terinfeksi.
(3) Pada beberapa sendi sinovial, seperti persendian lutut,
terdapat diskus artikular (meniskus) fibrokartilago.
(a) Diskus artikular memodifikasi bentuk permukaan tulang
yang berartikulasi untuk mempermudah gerakan,
memperbesar stabilitas, atau untuk meredam goncangan.
(b) Cedera pada diskus artikular lutut biasanya disebut
robekan kartilago.
(4) Bursa adalah kantong tertutup yang dilapisi membran
sinovial, dan ditemukan di luar rongga sendi. Kantong ini
terletak di bawah tendon atau otot dan mungkin juga dapat
ditemukan di area percabangan tendon atau otot di atas
tulang yang menonjol atau secara subkutan jika kulit terpapar
pada friksi, seperti pada siku atau tempurung lutut.

D. Klasifikasi persendian sinovial didasarkan pada bentuk permukaan


yang berartikulasi.
1. Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk
bulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir
pada tulang lain. Sendi ini yang dikenal sebagai sendi traksial atau
multiaksial, memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju
ke tiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi
bahu.
2. Sendi engsel, permukaan konveks sebuah tulang masuk dengan pas
pada permukaan konkaf tuang kedua. Sendi ini memungkinkan
gerakan ke satu arah saja dan dikenal sebagai sendi uniaksial.
Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku (Gambar 7-17).
3. Sendi kisar (pivot join) adalah tulang berbentuk kerucut yang masuk
dengan pas ke dalam cekungan tulang kedua, dan dapat berputar ke
semua arah. Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang
memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis sentral; misalnya,
persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid
aksis, dan persendian antara bagian kepala proksimal tulang radius
dan ulna.
4. Persendian kondiloid terdiri dari sebuah kondilus oval suatu tulang
yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk elips di tulang
kedua. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan
gerakan ke dua arah di sudut kanan setiap tulang. Contohnya adalah
sendi antara tulang radius dan tulang karpal serta sendi antara
kondilus oksipital tengkorak dan atlas.
5. Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk
konkaf di satu sisidan konveks pada sisi lainnya; sehingga tulang
tersebut akan masuk dengan pas ke dama permukaan tulang kedua
yang berbentuk konveks dan konkafnya berada pada sisi
berlawanan, seperti dua pelana yang saling menyatu. Persendian ini
adalah sendi kondiloid yang termodifikasi sehingga memungkinkan
gerakan yang sama. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam
tubuh adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal pada
ibu jari.
6. Sendi peluru adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang
yang berartikulasi berbentuk datar, sehingga memungkinkan
gerakan meluncur antara satu tulang terhadap tulang lainnya. Sedikit
gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas prosesus atau
ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini
disebut sendi nonaksial; misalnya persendian intervertebra, dan
persendian antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal.

E. Pergerakan pada sendi sinovial merupakan hasil kerja otot rangka


yang melekat pada tulang-tulang yang membentuk artikulasi. Otot
tersebut memberikan tenaga, tulang berfungsi sebagai pengungkit, dan
sendi berfungsi sebagai penumpu.
1. Fleksi adalah gerakan yang memperkecil sudut antara dua tulang
atau dua bagian tubuh, seperti saat menekuk siku (menggerakkan
lengan ke arah depan), menekuk lutut (menggerakkan tungkai ke
arah belakang), atau juga menekuk torso ke arah samping.
a. Dorsofleksi adalah gerakan menekuk telapak kaki di
pergelangan ke arah depan (meninggikan bagian dorsal kaki).
b. Plantar fleksi adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada
pergelangan kaki.
2. Ekstensi adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang
atau dua bagian tubuh.
a. Ekstensi bagian tubuh kembali ke posisi anatomis, seperti gerak
meluruskan persendian pada siku dan lutut setelah fleksi.
b. Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut
pada bagian-bagian tubuh melebihi 180°, seperti gerakan
menekuk torso atau kepala ke arah belakang.
3. Abduksi adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh,
seperti saat lengan berabduksi, atau menjauhi aksis longitudinal
tungkai, seperti gerakan abduksi jari tangan dan jari kaki.
4. Aduksi, kebalikan dari abduksi, adalah gerakan bagian tubuh saat
kembali ke aksis utama tubuh atau aksis longitudinal tungkai.
5. Rotasi adalah gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat
tulang itu sendiri tanpa mengalami dislokasi lateral, seperti saat
menggelengkan kepala untuk menyatakan “tidak”.
a. Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi
anatomis, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke
belakang.
b. Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah, yang
mengakibatkan telapak tangan menghadap ke depan.
6. Sirkumduksi adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan
berputar untuk membuat ruang berbentuk kerucut, seperti saat
mengayunkan lengan membentuk putaran. Gerakan seperti ini dapat
berlangsung pada persendian panggul, bahu, trunkus, pergelangan
tangan, dan persendian lutut.
7. Inversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan
telapak kaki menghadap ke dalam atau ke arah medial.
8. Eversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan
telapak kaki menghadap ke arah luar. Gerak inversi dan eversi pada
kaki sangat berguna untuk berjalan di atas daerah yang rusak dan
berbatu-batu.
9. Protraksi adalah memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkn
rahang bawah ke depan, atau memfleksi girdel pektoral ke arah
depan.
10. Retraksi adalah gerakan menarik bagian tubuh ke belakang, seperti
saat meretraksi mandibula, atau meretraksi girdel pektoral untuk
membusungkan dada.
11. Elevasi adalah pergerakan struktur ke arah superior, seperti saat
mengatupkan mulut (mengelevasi mandibula) atau mengangkat
bahu (mengelevasi skapula).
12. Depresi adalah menggerakkan suatu struktur ke arah inferior, seperti
saat membuka mulut.

F. Gangguan pada persendian


1. Terkilir. Terkilir adalah cedera sendi yang dapat meregangkan atau
mungkin melukai ligamen atau tendon yang membungkus sendi. Hal
ini biasanya terjadi akibat berputar dengan tiba-tiba atau tubrukan
pada sendi. Terkilir jarang terjadi pada lutut, pergelangan tangan,
atau pergelangan kaki. Terkilir adalah cedera ringan yang tidak
menyebabkan ruptur jaringan.
2. Dislokasi. Dislokasi, juga disebut luksasi, mengacu pada keadaan
dimana terjadi kesalahan letak permukaan artikulasi atau persendian.
Persendian lutut dan bahu merupakan sendi yang rawan terhadap
terjadinya dislokasi.
3. Bursitis, peradangan pada bursa yang menyatu dengan sendi,
terjadi akibat eksersi sendi yang berlebihan atau karena infeksi.
Peristiwa ini paling sering terjadi pada bursa subakromial di bahu
dan mengakibatkan nyeri dan pergerakan sendi bahu yang terbatas
atau pada bursa antara prosesus olekranon dan kulit (“tennis
elbow”). Bursitis prepatelar (biasa disebut ”housemaid’s knee”)
mungkin terjadi akibat sering berlutut.
4. Artritis adalah sebutan umum untuk semua jenis penyakit
persendian, semua penyakit persendian ditandai dengan nyeri,
pembengkakan, dan peradangan, serta semuanya mengakibatkan
derajat kepincangan yang bervariasi.
a. Artritis reumatoid adalah suatu penyakit sistemik yang
menyerang jaringan ikat dengan inflamasi persendian sebagai
manifestasi utama.
(1) Penyakit ini menyebabkan penebalan membran sinovial
dengan kerusakan lanjut pada kartilago artikular.
(2) Walaupun massa remisi sudah berlangsung, penyakit ini
cenderung menjadi kronik dan progresif.
b. Osteoartritis adalah suatu penyakit persendian degeneratif yang
kelihatannya berkaitan dengan proses penuaan, obesitas, atau
trauma persendian.
(1) Gejala penyakit ini jarang muncul pada usia di bawah 40
tahun, dan pada akhirnya setiap orang akan mengalami
osteoartritis sampai derajat keparahan tertentu.
(2) Kartilago hialin artikular hancur dan pertumbuhan tulang
yang berlebihan pada tepi-tepi artikular ditambah dengan
hilangnya ruang sendi mengakibatkan nyeri, terutama setelah
beraktivitas. Penyakit ini bukanlah penyakit yang
menyebabkan kepincangan, kecuali jika persendian panggul
terserang.
c. Artritis Gouti, yang menyerang sebagian besar laki-laki dewasa,
adalah akibat kelainan metabolisme asam nukleat, yang
menyebabkan penumpukan asam urat dalam persendian
tertentu.
d. Artritis infeksius terjadi saat bakteri atau produk bakteri
tersebut berdiam dalam persendian dan mengakibatkan
peradangan.
(1) Artritis Gonokokus menyebabkan nyeri akut dan terjadi
akibat invasi organisme penyebab gonore ke dalam sendi.
(2) Infeksi Stafilokokus juga dapat menyebabkan gejala artritis.

Anda mungkin juga menyukai