Anda di halaman 1dari 10

Hambatan Komunikasi Antar Budaya

DOSEN PENGAMPU:
Dominikus Dhima, S.Sos.,M.Sos

OLEH:
Jona Abila – 211211169

FAKULTAS ILMU SOSIAL dan BISNIS


UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Pendahuluan

a. Latar Belakang:
Cakap atau kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya berarti bahwa seseorang
harus mampu mengatasi masalah yang ada, termasuk rasa khawatir ketika berinteraksi
dengan individu dari budaya yang berbeda. Kompetensi komunikasi antar budaya
(intercultural communication competence/ICC) adalah kemampuan untuk
menjalankan berbagai perilaku komunikasi dengan efektif (effective) dan sesuai
(appropriate), yang dapat memadukan identitas budaya yang satu dengan yang lain
atau berbagai identitas dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda 1(Chen dan
Starosta, 1996).
Selain itu, 2Lieberman & Gamst (2015) menjelaskan seluruh proses komunikasi
lintas budaya selalu berkaitan dengan konteks. Komunikasi lintas budaya mencakup
banyak variabel termasuk: 1) latarbelakang orang yang berinteraksi (etnis
minoritas/ras, agama, imigran, pengungsi, buruh migran, pelancong bisnis; 2) konteks
interaksi (perjalanan/belajar di luar negeri; 3) sosiodemografi (misalnya, pekerjaan/
pendidikan), dan kesamaan (misalnya, linguistik atau budaya; 4) aspek durasi
interaksi. Dengan konteks ini, kompetensi komunikasi antarbudaya memengaruhi
efektivitas dan kesesuaian dengan tujuan menghasilkan adaptasi lintas budaya yang
diinginkan (yaitu mengubah perilaku seseorang karena lingkungan) dan penyesuaian
(yaitu, kondisi suasana hati seperti harga diri, stres, dan kepercayaan diri yang
menyertai penyesuaian).
3
Kim (dalam Williams, 2005) juga menuturkan bahwa terdapat tiga dimensi yang
berkaitan dengan konsep kompetensi komunikasi antarbudaya, antara lain: (1)
dimensi kognitif, yaitu mekanisme penafsiran seseorang atau struktur yang
memberikan makna terhadap pesan, (2) dimensi afektif, yang merujuk pada motivasi
seseorang atau keinginannya untuk menjembatani kebudayaan yang berbeda, dan (3)
dimensi perilaku, ialah kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel serta pandai
dalam menggunakan keahlian kognitif dan afektif yang dimilikinya. Sumber lain juga

1
Chen, G. M. & Starosta, W. J. (1996). Intercultural Communication Competence. Dalam: B. E. Burelson & A. W.
Kunkel (Eds.), Communication Yearbook 19 (hal. 353 – 383).
2
Lieberman, D.A. & Gamst, G. (2015). Intercultural communication competence revisited: Linking the
intercultural and multicultural fields. International Journal of Intercultural Relations, Volume 48, September
2015, (hal. 17-19). Diakses dari http://dx.doi.org/10.1016/j.ijintrel.2015.03. 007
3
Lieberman, D.A. & Gamst, G. (2015). Intercultural communication competence revisited: Linking the
intercultural and multicultural fields. International Journal of Intercultural Relations, Volume 48, September
2015, (hal. 17-19) Diakses dari http://dx.doi.org/10.1016/j.ijintrel.2015.03. 007
menyebutkan bahwa komponen dalam komunikasi antarbudaya terbagi dalam dua
kelompok, yakni komponen individu yang terdiri dari motivasi, pengetahuan, sikap,
perilaku, dan komponen kontekstual.
Penulisan critical review ini bermula dari pengalaman pribadi penulis saat berada
dibangku sekolah menengah kejuruan (SMK), menunjukkan bahwa siswa di SMK
saya ini memiliki motivasi untuk melakukan komunikasi antar-budaya, terutama
untuk berteman. Para siswa juga memiliki pengetahuan tentang informasi pribadi dan
budaya orang yang diajak berkomunikasi. Sementara itu, pada komponen
keterampilannya, komunikasi yang efektif di antara siswa tersebut sangat bergantung
pada kesamaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Kompetensi yang
mereka miliki juga termasuk ketenangan perilaku saat berkomunikasi serta
kemampuan bertoleransi dan menghargai perbedaan budaya yang ada.
Selanjutnya, demi mendukung kompetensi para peserta komunikasi antarbudaya,
mereka yang terlibat juga harus dapat mengatasi rintangan yang mungkin muncul
dalam interaksi antarbudaya mereka. 4Rahardjo (2005) menyatakan terdapat
beberapa faktor yang dapat menghalangi terwujudnya komunikasi antarbudaya yang
efektif, di antaranya adalah etnosentrisme, stereotip, dan prasangka. Dari seluruh
komponen yang ada dalam masyarakat, sekolah adalah satu wadah di mana interaksi
antarbudaya sangat berpeluang besar untuk terjadi. Setiap elemen di dalamnya
berperan untuk menciptakan pola komunikasi antar budaya yang tepat dan sesuai
terutama sebagai pembekalan bagi peserta didik dalam menghadapi keragaman
nasional maupun dunia internasional.
Pada saat itu, SMK 4 Bekasi adalah salahsatu tempat dimana penulis mengalami salah
satu peristiwa yang bisa dikatakan adalah contoh kasus komunikasi antar budaya,
dikarenakan ada salahsatu siswi yang merupakan pindahan dari sekolah luar daerah,
dan kami mengalami kendala komunikasi yang terhalang oleh bahasa, walaupun
bahasa utama yang kami gunakan adalah Bahasa Indonesia, namun kadang ada
beberapa bahasa kami yang kurang dapat dimengerti oleh siswi pindahan tersebut
begitu pula juga sebaliknya.
5
Mulyana (2008) mengemukakan bahwa persepsi merupakan inti komunikasi karena
jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.

4
Rahardjo, T. (2005). Menghargai Perbedaan Kultural: Mindfulness dalam Komunikasi Antaretnis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. (hal. 63)
5
Mulyana, D. (2008) Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. (hal. 18)
Persepsi yang menentukan apakah seseorang akan memilih suatu pesan untuk
diproses atau mengabaikan pesan tersebut. Hal ini yang menyebabkan semakin tinggi
derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka
berkomunikasi. Konsekuensinya dari proses persepsi ini adalah semakin menguatnya
identitas kelompok budaya tertentu. Persepsi menjelaskan bahwa setiap simbol yang
diberikan kepada orang lain belum tentu dipersepsi sama dengan apa yang akan
diharapkan oleh pengirim pesan harapkan. Proses interpretasi dan pengalaman yang
terjadi pada seseorang dapat memungkinkan seseorang tersebut memiliki persepsi
yang sama terhadap informasi yang akan disampaikan. Hal ini tentu saja disebabkan
oleh proses belajar dan perbedaan pengalaman yang terjadi pada masa lalu orang
tersebut.
Pada proses persepsi, tidak jarang muncul prasangka. Prasangka sendiri menurut
6
Gordon Allport (dalam Liliweri, 2005) merupakan pernyataan atau kesimpulan
tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap
seseorang atau sekelompok orang tertentu. Prasangka juga diartikan sebagai suatu
kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka. Prasangka adalah
sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok.
7
Menurut Suprapto (Suprapto,2009), hambatan dari proses komunikasi yaitu :
- Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang disampaikan oleh pengirim
belum jelas,perasaan atau situasi emosional yang dialami oleh pengirim pesan
sangat mempengaruhi pesan yang akan disampaikan. Hal ini tentu saja
mempengaruhi motivasi yang akan mendorong seseorang untuk bertindak sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan yang dimilikinya.
- Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini terjadi dikarenakan proses
penggunaan bahasa yang digunakan mengalami bias makna,dimana antara
pengirim dan penerima tidak mengalami kesamaan makna.
- Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan dalam menafsirkan sandi oleh
penerima pesan dari pemberi pesan.
- Hambatan dari penerima pesan. Kurangnya perhatian dalam menerima ataupun
mendengarkan pesan. Hal ini dipengaruhi oleh sikap yang keliru atau juga bias
informasi.
6
Liliweri, A. (2002). (2005) Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur.
Yogyakarta : LKiS (hal. 199)
7
Soeprapto, R. (2009). Interaksi Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta: Averrpes Press dan Pustaka
Pelajar. (hal. 14)
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan
sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,kepercayaan, nilai, makna, hirarki,agama, waktu,
peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui individu dan kelompok. Budaya
menampakan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan prilaku
yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi
yang memungkinkan orangorang tinggal dalam suatu masyarakat disuatu lingkungan
geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat
tertentu.8

b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penulis merumuskan masalah critical
review yaitu:
Bagaimana cara mengurangi tingkat ketidakpastian dan misinterpretation dalam
melakukan komunikasi antar budaya?
c. Tujuan Penulisan
Critical review ini dilakukan untuk mengetahui implementasi komunikasi antar
budaya dan untuk mengetahui hambatan dalam melakukan komunikasi antar budaya.
Secara Teoritis, critical review ini berguna untuk memberi tambahan wawasan
mengenai komunikasi antar budaya, dan mengetahui ruang lingkup komunikasi antar
budaya.
Secara Praktis, critical review ini diharapkan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi
pembaca dalam membangun potensi komunikasi antar budaya, dan mampu meng-
implementasikan teori yang berkenaan dengan komunikasi antar budaya.

Pembahasan
a. Pembahasan Masalah:

8
Deddy Mulyanan & Jalaludin Rakhmat.Komunikas Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-
Orang Berbeda Budaya (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2006). (hal 58-63)
Dania adalah murid baru asal Sulawesi Selatan. Ia merupakan siswi pindahan dari
SMK Sulawesi Selatan. Dan baru pindah ke SMK di Bekasi, dalam
perpindahannya dari daerah Sulawesi ke Kota Bekasi merupakan hal yang baru
dan asing bagi Dania, karena ia harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan
yang ada di Bekasi, dan beradaptasi dengan teman barunya disekolah. Dengan
perpindahannya dari luar daerah Bekasi, ini mengakibatkan teman baru
sekolahnya di Bekasi menjadi mendominasi budaya yang ada di daerah tersebut.
Dan Dania menjadi agak kesulitan untuk mengikuti budaya teman barunya
disekolah, maupun sebaliknya. Teman baru Dania menjadi kesulitan juga dalam
melakukan komunikasi dengan Dania, karena adanya hambatan yang terletak pada
kosa kata dan bahasa.
Dania bisa melakukan komunikasi menggunakan bahasa Indonesia tetapi ia tidak
terlalu fasih dalam berbahasa Indonesia, apalagi bahasa anak gaul anak muda
seumuran dengan Dania di Bekasi. Jelas ini sedikit membuat situasi menjadi sulit,
karena adanya perbedaan juga yang terletak dari logat yang biasa digunakan oleh
Dania saat berada ditempat sebelumnya ia berpindah. Namun, antara Dania
dengan teman-teman sekelasnya mereka harus mampu beradaptasi satu sama lain
agar menghindari terjadinya misinterpretation yang berkelanjutan.
Dalam hal ini penulis memasuki tahap terjadinya komunikasi lintas budaya,
karena komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-
orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda misalnya berbeda ras, etnik, atau
sosioekonomi, atau gabungan dari beberapa hal tersebut.
b. Kerangka Teori:

Gangguan komunikasi terjadi jika terdapat salah satu elemen komunikasi ,sehingga
proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif. 9Sedangkan rintangan
komunikasi dimaksudkan ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi
tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan komunikan.
Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala sesuatu yang menjadi
penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan komunikan, atau
paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan menghambat
komunikan menerima pesan dan sumber pesan .gangguan (noise) dikatakan ada dalam
satu sistem komunikasi bila dalam membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan

9
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi ( Raja Grafindp Persada, Jakarta,1998) hal.145.
pesan yang diterima. Gangguan itu dapat bersumber dari unsur-unsur komunikasi,
misalnya komunikator , komunikan, pesan, media/saluran yang mengurangi usaha
bersama untuk memberikan makna yang sama atas pesan. Gangguan komunikasi yang
bersumber dari komunikator dan komunikan misalnya karena perbedaan status sosial
dan budaya (strata sosial, jenis perjaan,faktor usia), latar belakang pendidikan (tinggi
pendidikan) dan pengetahuan (akumulasi pengetahuan terhadap tema yang
dibicarakan), ketrampilan (kemampuan untuk memanipulasi pesan) berkomunikasi.
Sementara itu gangguan yang berasal dari pesan misalnya perbedaan pemberian
makna atas pesan disampaikan secara verbal, (sinonim, homonim, denotatif dan
konotatif), perbedaan tafsir atas non verbal (bahasa isyarat tubuh). De Vito (1997)
menggolongkan tiga macam gangguan:

1. Fisik, berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain, misalnya
desingan mobil yang lewat, dengungan komputer, kaca mata.

2. Psikologis, interfensi kognitif atau mental, misalnya prasangka dan bias pada
sumber-penerima-pikiran yang sempit.

3. Semantik, berupa pembicara dan pendengar memberi arti berlainan, misalnya orang
yang berbicara bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang terlalu
rumit tidak dipahami pendengar.

Bahasa merupakan interaksi inti manusia.Melalui bahasalah sesorang belajar nilai dan
budaya dan perilaku budaya anda. Lagi pula, nama anda merupakan hal penting dalam
identitas nasional anda. Bahasa merupakan aspek yang penting dalam belajar
komunikasi antarbudaya.Pada dasarnya, bahasa merupakan sejumlah simbol atau
tanda yang disetujui untuk digunakan oleh sekelompok orang untuk menghasilkan
arti.Hubungan antara simbol dan yang dipilih dan arti yang disepakati kadang
berubah-ubah.Bahasa digunakan dalam interaksi komunikasi antarbudaya, hampir
setiap interaksi komunikasi antarbudaya melibatkan satu atau lebih individu
menggunakan bahasa kedua.Jadi, tidak mungkin untuk membahas semua hal di mana
bahasa merupakan faktor yang memberikan hubungan saling menguntungkan pada
semua pihak terlibat. Bahasa dalam interaksi interpesonal, ketika individu dari budaya
yang berbeda terlibat dalam komunikasi, jelaslah bahwa seseorang tidak akan
menggunakan bahasa asli mereka. Kecuali mereka yang berbicara dalam bahasa
kedua fasih atau hampir fasih, potensi untuk salah komunikasi itu tinggi.jadi ketika
menggunakan bahasa sendiri dalam suatu interaksi dengan penutur asing, ada
beberapa pertimbangan yang harus dimiliki untuk mengurangi kesalahan komunikasi.
10
Dalam interaksi komunikasi budaya, penting untuk waspada. Hal ini dijelaskan oleh
langer sebagai penciptaan kategori baru, mau menerima informasi baru, dan
menyadari bahwa orang lain mungkin tidak menyetujui suatu prespektif. Dan salah
satu masalah yang dihadapi oleh penutur bahasa kedua adalah bahwa penutur asli
kelihatanya berbicara sangat cepat. Selanjutnya adalah kosakata, menentukan
kosakata pembicara bahasa kedua juga penting, sampai anda yakin bahwa oranglain
telah memiliki kemampuan bahasa kedua yang cukup, anda harus menghindari
kosakata tertentu, kata-kata teknik dan singkatan. Metafora slang dan kolokuialisme
(istilah ucapan sehari-hari) juga menghambat pemahaman dan sebaliknya tidak
digunakan.

c. Analisis Masalah:

Pada hal ini, tingkat kecakapan dalam melakukan kegiatan komunikasi antar budaya
sangatlah diperlukan. Baik Dania maupun teman baru kelasnya haruslah memiliki
kesadaran atau pengetahuan tentang budaya sendiri dan orang lain, konsep diri yang
tinggi, keterbukaan pikiran, tidak menghakimi orang lain, serta mampu menampilkan
relaksasi sosial, manajemen interaksi, dan keterampilan sosial dalam menjalin
interaksi antar budaya.

Sementara jika ada individu yang kurang memiliki semua elemen kecakapan,
misalnya keterbukaan diri, cenderung merasa agak kesulitan menjalin pertemanan,
karena kurangnya rasa percaya diri untuk saling mengenal dan saling mengetahui
budaya orang lain. Hal terpenting adalah semua pihak mesti memiliki pemahaman
mengenai perbedaan antarbudaya, memiliki kemampuan mengatasi rintangan yang
ada, serta mau menggunakan keahlian tersebut. Dengan demikian, komunikasi
antarbudaya dapat berlangsung dengan baik.

Penutup

A. Kesimpulan

10
Larry A.Samovar, Richard E.Porter, Edwin R.Mc Daniel .Komunikasi Lintas Budaya (Jakarta, Salemba
Humaika,2010) hal. 267
Dilihat dari contoh Kasus dan pembahasan Kasus diatas, penulis menemukan
hambatan komunikasi antar budaya dan tindakan untuk mencegahnya agar tidak
semakin parah adalah sebagai berikut:

- Hambatan komunikasi antar budaya antara Dania dan teman baru nya disekolah
disebabkan oleh adanya perbedaan bahasa dan perbedaan kultur yang digunakan
dalam keseharian.
- Jika kedua pihak tidak cakap dalam membuka diri untuk menerima kebudayaan
baru dan tidak mampu beradaptasi, di khawatirkan hal ini akan menjadikan
sebuah kekeliruan persepsi antar kedua belah pihak, dikarenakan budaya yang
berseberangan.
- Jika kedua pihak mempunyai pola interaksi antar budaya yang baik dengan
sesama, seharusnya hambatan komunikasi bisa terselesaikan dan tidak menjadi
suatu tembok penghalang, dan tidak menjadi penyebab adanya diskriminasi dan
etnosentris yang berkelanjutan.
-
B. Implikasi Teoritis
- Pengaruh komunikasi lintas budaya yang kita lakukan akan mengubah persepsi
kita terhadap suatu kebudayaan yang lain.
- Komunikasi lintas budaya menjadikan manusia dapat berkomunikasi dengan baik
dan pada akhirnya, lintas budaya dapat mempererat ikatan sesama manusia serta
memberikan keunikan pada diri manusia dan masyarakat.
- Dengan penanaman sikap multikulturalisme sejak dini, sosialisasi budaya melalui
lembaga pendidikan, akan semakin mempermudah kita untuk melakukan
komunikasi lintas budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
- Soeprapto, R. (2009). Interaksi Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta:
Averrpes Press dan Pustaka Pelajar. (hal. 14)
- Rahardjo, T. (2005). Menghargai Perbedaan Kultural: Mindfulness dalam
Komunikasi Antaretnis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (hal. 63)
- Mulyana, D. (2008) Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. (hal. 18)
- Liliweri, A. (2002). (2005) Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultur. Yogyakarta : LKiS (hal. 199)
- Deddy Mulyanan & Jalaludin Rakhmat.Komunikas Antar Budaya Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya,2006). (hal 58-63)

E-book:

- Chen, G. M. & Starosta, W. J. (1996). Intercultural Communication Competence.


Dalam: B. E. Burelson & A. W. Kunkel (Eds.), Communication Yearbook 19
(hal. 353 – 383).
- Lieberman, D.A. & Gamst, G. (2015). Intercultural communication competence
revisited: Linking the intercultural and multicultural fields. International Journal
of Intercultural Relations, Volume 48, September 2015, (hal. 17-19). Diakses dari
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijintrel.2015.03. 007
- Lieberman, D.A. & Gamst, G. (2015). Intercultural communication competence
revisited: Linking the intercultural and multicultural fields. International Journal
of Intercultural Relations, Volume 48, September 2015, (hal. 17-19) Diakses dari
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijintrel.2015.03. 007

Jurnal:

- KARMILAH, Sobarudin, et al. Konsep Dan Dinamika Komunikasi Antarbudaya di


Indonesia. Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 2019, 4.1: 41-56.
- GO, Aleksis Febrian; VIDIADARI, Irene Santika. Hambatan Komunikasi Antar
Budaya Mahasiswa Ntt Di Yogyakarta. Mediakom, 2020, 3.2: 147-166.

Internet:

https://penelitianilmiah.com/implikasi-teoritis/

Anda mungkin juga menyukai