Disusun Oleh:
Kelompok 5
Nabila Fauziyyah (P17210201002)
Febrika (P17210201013)
Nuzul Fadillah Tiany Solehah (P17210201020)
Vini Mulyati (P17210201024)
Qonita Wikan Azizah (P17210201028)
Jevva Ros Imbarag (P17210201029)
Nisa Tria Indriani (P17210201041)
PENDAHULUAN
B. Tujuan Pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui gambaran budaya Maluku
2. Mengetahui pola komunikasi budaya Maluku
3. Mengetahui hambatan implementasi komunikasi pada budaya Maluku
4. Mengetahui cara mengeliminasi hambatan dalam budaya Maluku
5. Mengetahui peran perawat sebagai komunikator dalam mengatasi
hambatan komunikasi dalam pelayanan/ asuhan keperawatan
C. Manfaat
Penulisan ini diarahkan untuk dapat memberikan manfaat yang baik.
Baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Aspek Teoritis
Memperbanyak pengetahuan di dunia akademisi khususnya di bidang
komunikasi yang berkaitan dengan kompetensi komunikasi lintas
budaya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat Maluku.
2. Aspek Praktis
a. Memberikan pemahaman bagi para masyarakat khususnya
mahasiswa Indonesia terkait kompetensi komunikasi lintas budaya.
b. Praktisi, diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam
mengembangkan model kompetensi komunikasi lintas budaya.
c. Akademisi, diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya mengenai kompetensi komunikasi lintas budaya dan
adaptasi budaya ataupun hal lain terkait penelitian ini.
A. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI
1. SUKU BUDAYA
Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik
yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan
yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik.
Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi
dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah,
makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas,
contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).
Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang
besar dan kuat, serta profil tubuh yang lebih atletis dibanding dengan
suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan
yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan
kegiatan utama bagi kaum pria.
Sejak zaman dahulu, banyak di antara mereka yang sudah memiliki darah
campuran dengan suku lain yaitu dengan bangsa Eropa (umumnya
Belanda dan Portugal) serta Spanyol, kemudian bangsa Arab sudah sangat
lazim mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama 2.300 tahun
dan melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras
Melanesia murni lagi namun tetap mewarisi dan hidup dengan beradatkan
gaya Melanesia-Alifuru.
Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa dan
Arab inilah maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang
digolongkan sebagai daerah yang memiliki kaum Mestizo terbesar selain
Timor Leste. Bahkan hingga sekarang banyak nama fam/mata ruma di
Maluku yang berasal adat bangsa asing seperti Belanda, Potugal,Spanyol,
serta Arab. Cara penulisan fam orang Ambon/Maluku pun masih
mengikuti dan disesuaikan dengan cara pembacaan ejaan asing seperti
Rieuwpassa (baca: Riupasa), Nikijuluw (baca: Nikiyulu), Louhenapessy
(baca: Lohenapesi), Kallaij (baca: Kalai), dan Akyuwen (baca: Akiwen).
Dewasa ini, masyarakat Maluku tidak hanya terdapat di Indonesia saja
melainkan tersebar di berbagai negara di dunia. Kebanyakan dari mereka
yang hijrah keluar negeri disebabkan olah berbagai alasan. Salah satu
sebab yang paling klasik adalah perpindahan besar-besaran masyarakat
Maluku ke Eropa pada tahun 1950-an dan menetap di sana hingga
sekarang. Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
baik, menuntut ilmu, kawin-mengawin dengan bangsa lain, yang di
kemudian hari menetap lalu memiliki generasi-generasi Maluku baru di
belahan bumi lain. Para ekspatriat Maluku ini dapat ditemukan dalam
komunitas yang cukup besar serta terkonsentrasi di beberapa negara
seperti Belanda (yang dianggap sebagai tanah air kedua oleh orang
Maluku selain tanah Maluku itu sendiri), Suriname, dan Australia.
Komunitas Maluku di wilayah lain di Indonesia dapat ditemui di Medan,
Palembang, Bandung, Jabodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Makassar, Kupang, Manado, Kalimantan Timur, Sorong, dan
Jayapura.
2. BAHASA
Bahasa yang digunakan di Provinsi Maluku adalah Bahasa Ambon, yang
merupakan salah satu dari rumpun bahasa Melayu timur yang dikenal
sebagai bahasa dagang atau trade language. Bahasa yang dipakai di
Maluku terkhusus di Ambon sedikit banyak telah dipengaruhi oleh bahasa-
bahasa asing, bahasa-bahasa bangsa penjelajah yang pernah mendatangi,
menyambangi, bahkan menduduki dan menjajah negeri/tanah Maluku
pada masa lampau. Bangsa-bangsa itu ialah bangsa Spanyol, Portugis,
Arab, dan Belanda.
Bahasa Ambon selaku lingua franca di Maluku telah dipahami oleh
hampir semua penduduk di wilayah Provinsi Maluku dan umumnya,
dipahami juga sedikit-sedikit oleh masyarakat Indonesia Timur lainnya
seperti orang Ternate, Manado, Kupang, dll. karena Bahasa Ambon
memiliki struktur bahasa yang sangat mirip dengan bahasa-bahasa trade
language di wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, Papua Barat,
serta Nusa Tenggara Timur.
Bahasa Indonesia selaku bahasa resmi dan bahasa persatuan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) digunakan dalam kegiatan-kegiatan
publik yang resmi dan formal seperti di kantor-kantor pemerintah dan di
sekolah-sekolah serta di tempat-tempat seperti museum, bandara, dan
pelabuhan.
Maluku merupakan wilayah kepulauan terbesar di seluruh Indonesia,
Provinsi Maluku dan Maluku Utara menyusun sebuah big islands yang
dinamai Kepulauan Maluku. Banyaknya pulau yang saling terpisah satu
dengan yang lainnya, juga mengakibatkan semakin beragamnya bahasa
yang dipergunakan di provinsi ini. Beberapa bahasa yang paling umum
dipetuturkan di Maluku yaitu:
Bahasa Wemale, dipakai penduduk Negeri Piru, Seruawan, Kamarian,
dan Rumberu (Kabupaten Seram Bagian Barat).
Bahasa Alune, dipakai di wilayah tiga batang air yaitu Tala, Mala, dan
Malewa di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat.
Bahasa Nuaulu, dituturkan oleh suku Nuaulu di Pulau Seram Selatan
yaitu antara Teluk Elpaputi dan Teluk Teluti.
Bahasa Atiahu, dipakai oleh tiga negeri yang juga termasuk rumpun
Nuaulu yakni Negeri Atiahu, Werinama, dan Batuasa di wilayah
Kabupaten Seram Bagian Timur.
Bahasa Koa, dituturkan di wilayah pegunungan tengah Pulau Seram
yaitu sekitar Manusela dan Gunung Kabauhari.
Bahasa Seti dituturkan oleh suku Seti, di Seram Utara dan Teluti
Timur, merupakan bahasa dagang di Seram Bagian Timur.
Bahasa Gorom merupakan turunan dari bahasa Seti dan dipakai oleh
penduduk beretnis atau bersuku Gorom yang berdiam di kabupaten
Seram Bagian Timur yang menyebar sampai Kepulauan Watubela dan
Maluku Tenggara.
Bahasa Tarangan merupakan bahasa pemersatu dan dipakai oleh
penduduk wilayah Pulau Aru dengan ibu kota Kab. Dobo Maluku
Tenggara.
Tiga bahasa yang hampir punah adalah Palamata dan Moksela serta
Hukumina. Ratusan bahasa di atas dipersatukan oleh sebuah bahasa
pengantar yang telah menjadi lingua franca sejak lama yaitu Bahasa
Ambon. Sebelum bangsa-bangsa asing (Arab, Tiongkok, Spanyol,
Portohis, Wolanda, dan Inggris) menginjakkan kakinya di Maluku,
bahasa-bahasa asli Maluku tersebut sudah hidup setidaknya ribuan tahun
dan menjadi bahasa-bahasa dari keluarga atau rumpun paling barat
keluarga bahasa-bahasa Pasifik/Melansia (bahasa Papua-Melanesoid)
3. AGAMA
Penduduk Maluku sebagian besar beragama Islam dengan jumlah
penganut lebih dari satu juta jiwa.[1] Islam dibawa oleh para pedagang dari
Melaka dan Jawa Timur, khususnya Gresik, seiring dengan dilaluinya
Maluku oleh Jalur Sutra.[2][3] Sementara itu, Kekristenan menempati urutan
kedua. Cabang terbesarnya ialah Protestanisme dengan penganut
mendekati 700.000 jiwa, kemudian Katolik, lebih dari seratus ribu jiwa. [1]
Pada mulanya, Katolik dibawa oleh Portugis pada abad ke-16 dengan
tokoh penting Fransiskus Xaverius sebagai pelopor, lalu diteruskan oleh
Yesuit dengan penganut besar di Ambon.[4] Kemudian, setelah Belanda
mengambil alih Maluku, Protestanisme mulai menyebar.[5]
Gereja Protestan terbesar Maluku merupakan Gereja Protestan Maluku
(GPM) yang melayani Maluku dan Maluku Utara serta merupakan hasil
kemandirian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI). Keduanya didirikan
di Ambon sebelum pada masa VOC-Belanda dan terpengaruh oleh para
zending Belanda.[6] Sementara itu, Maluku juga memiliki keuskupannya
sendiri, yaitu Keuskupan Amboina yang merupakan keuskupan sufragan
dari Keuskupan Agung Makassar. Kesukupan Amboina juga melayani
Maluku Utara atau dengan kata lain melayani seluruh Kepulauan Maluku.
[7]
D. KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS
1. Senyuman Yang Khas
Orang Maluku terkenal akan senyumnya yang khas. Mereka juga akrab
dengan karakter murah senyum. Meskipun kerap dianggap memiliki
tampang sangar, namun senyuman yang dimiliki mereka sungguh tulus
dan manis.
Karakter tersebut dimiliki oleh kebanyakan masyarakan Maluku sehingga
menjadi salah satu trademark tersendiri yang dimiliki oleh mereka.
2. Bersuara Nyaring
Dari segi suara, orang Maluku begitu khas dengan suara nyaringnya.
Ketika mendengar mereka mengobrol terdengar seperti berteriak. Padahal
nyaringnya suara mereka adalah hal wajar yang kerap digunakan untuk
berkomunikasi.
Memang suara mereka memiliki volume yang tinggi dan terdengar seperti
sedang marah. Namun sebenarnya mereka tidak marah sedikitpun.
A. Komunikasi Verbal
Bahasa yang digunakan (Language spoken)
Menurut wikipedia (2020) “Bahasa Indonesia yang berperan sebagai
bahasa resmi digunakan secara luas bersama-sama dengan bahasa
Ambon (juga dikenal sebagai bahasa Melayu Ambon atau Melayu
Maluku) sebagai bahasa pengantar provinsi. Hingga 2020, Maluku tercatat
memiliki 62 bahasa daerah.”
Bahasa yang digunakan di provinsi Maluku adalah Bahasa Melayu
Ambon, yang merupakan salah satu dialek bahasa Melayu.
Intonasi (Intonation)
Menurut Dwi Bayu (2016) “Orang Ambon memiliki kebiasaan berbicara
dengan nada yang kasar ataupun dengan volume suara yang keras.
Kedengaran seperti sedang melampiaskan kemarahan dengan kata-kata,
padahal sebetulnya tidak. Gaya berucap yang terkesan kasar pada dasarnya
terbentuk dari alam dimana sebagian besar masyarakat maluku bertempat
tinggl di pesisir pantai sehingga ketika berbicara harus beradu dengan
suara ombak dan angin pantai yang kencang agar bisa terdengar oleh
lawan bicara. Itulah sebabnya kebiasaan berbicara orang ambon yang
terbentuk oleh alam.”
Ritmik (Rhythm)
Masyarakat Maluku terbiasa berdialog dengan ritmik cepat.
Pengucapan (Pronunciation)
Budaya orang Ambon komunikasinya bersifat langsung (to the point),
jelas, blak-blakan , kasar dan cepat, tidak berbelit-belit agar bisa
dimengerti.
B. Komunikasi Non Verbal
Sikap
Masyarakat Ambon (Maluku) memiliki kebiasaan berbicara secara blak-
blakan. Senang langsung dikatakan senang. Setuju yah setuju. jika tidak
setuju, dibuatlah menjadi pertentangan kata-kata sampai mendapat kata
sepakat. Bukan mengatakan setuju padahal dalam hati dan pikiran
sesungguhnya bertentangan. Dan biasanya untuk maksud “mencari kata
sepakat itu”, orang lalu menggunakan intonasi dan volume yang tinggi,
sehingga biasanya terdengar seperti sebuah perkelahian atau adu mulut
yang hebat. Itu menunjukan bahwa masyarakat Maluku memiliki sikap
tegas dan bersifat memimpin.
Posisi Tubuh
Dikarenakan masyarakat Maluku memiliki postur tubuh yang gagah dan
kekar terutama pada laki-laki, posisi tubuh mereka ketika berkomunikasi
otomatis tegap dan memperhatikan lawan bicaranya.
C. Komunikasi Tulisan
Bentuk Tulisan
Bentuk tulisan masyarakat Maluku tidak berbeda dengan masyarakat
Indonesia pada umumnya, dikarenakan mereka juga mendapat pendidikan
yang sama dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.
BAB IV
Pembahasan
1. Pengirim pesan/komunikator/sender
Komunikasi adalah suatu proses yang berlangsung dua arah dan diawali oleh
pengirim pesan. Pengirim pesan hendaknya merumuskan informasi sedemikian
rupa agar tujuan komunikasi tercapai. Pengirim pesan harus proaktif dalam
membuat penerima/komunikan/komunikator/receiver mengerti dan memahami
pesan yang disampaikan. Seringkali, apa yang dikatakan tidak selalu sesuai
dengan apa yang didengar. Untuk menghindarinya, hal-hal yang harus dilakukan
adalah :
2.Pesan
3. penerima/komunikan/komunikate/receiver
Aktif mendengarkan adalah suatu proses yang digunakan oleh penerima pesan
untuk memfasilitasi komunikasi dan meningkatkan penampilan. Dalam artian,
penerima pesan aktif dalam proses komunikasi. Agar penerima pesan dapat
mendengarkan dengan aktif, hal-hal yang perlu dilakukan oleh penerima pesan
adalah :
Fokus perhatian pada pesan yang disampaikan dengan memberikan momen
prioritas. Jika memungkinkan melihat atau melakukan kontak mata kepada
pengirim pesan.
Mendengar dan melihat isi pesan tidak langsung atau non verbal sama baiknya
ketika mendengarkan kata-kata. Perhatikan petunjuk non verbal yang menyajikan
informasi berdasar pada apa yang ingin disampaikan oleh pengirim pesan.
Persepsi yang diberikan oleh penerima pesan terhadap pesan dan pengirim pesan
dapat berbeda. Pilihan kata, nada suara, posisi tubuh, geture dan gerakan mata
merefleksikan perasaan dibalik kata-kata yang diucapkan.
Kemudian, yang dimaksud dengan pengakuan adalah bahwa penerima pesan telah
menerima dan memahami pesan yang disampaikan. Untuk pesan yang bersifat
informatif yang rumit, pengakuan saja tidaklah cukup untuk memastikan dan
memahami pesan yang disampaikan. Sedangkan, yang dimaksud dengan
pengulangan adalah mengulang kembali kata-kata yang
disampakanolehpenerima.4.peranperawatdalamkomunipertama,
Tujuan komunikasi terapeutik yang dikutip oleh Rosyidi dalam buku Prosedur
Praktik Keperawatan yaitu
Untuk dapat membantu pasien mengenai masalah yang dialami pasien, perawat
harus memandang masalah tersebut dari sudut pandang pasien. Jadi, perawat
harus mampu mendengar secara aktif dan sabar ketika pasien menceritakan
perasaan atau masalah yang dihadapinya.
b. Tidak mudah dipengaruhi masa lalu pasien dan masa lalu perawat sendiri.
Penerimaan yang tulus dari perawat aka membuat pasien merasa aman dan
nyaman, sehingga hubungan komunikasi terapeutik dapat berjalan dengan baik.
Perawat hendaknya tidak memberikan penilaian atau kritik terhadap pasien,
karena itu menunjukkan bahwa perawat tidak menerima pasien apa adanya
BAB V
Penutup
A. Kesimpulan
Hambatan komunikasi terjadi diantara dua budaya dan bersifat satu arah,
yang mencerminkan ketidakmampuan untuk memahami norma dari
kebudayaan yang berbeda (budaya asing). Banyak alasan yang terhambatnya
komunikasi lintas budaya. Peran perawat dalam mengatasi hambatan
komunikasi dalam pelayanan/asuhan keperawatan antara lain; Perawat bisa
menambah bahasa-bahasa ataupun pengalaman dalam hal lintas budaya,
menambah ilmu agar berwawasan luas, dan lain sebagainya.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan penulis kepada perawat/mahasiswa keperawatan
yaitu :
1. Menambah pengalaman dalam hal lintas budaya,
2. Menambah pengetahuan bahasa-bahasa daerah,
3. Mengembangkan skill komunikasi lintas budaya.
s
Sumber:
http://dewivalentini.blogspot.com/2017/07/makalah-komunikasi-lintas-
budaya.html
https://latuconsinadaud.files.wordpress.com/2018/01/makalah-konseling-
lintas-budaya-kebudayaan-kabupaten-maluku-tengah.pdf
http://repository.upi.edu/26144/4/S_IKOM_1206104_CHAPTER
%201.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Maluku