Anda di halaman 1dari 22

Setelah membaca bab ini, pembaca diharapkan mampu:

1. Memahami pentingnya komunikasi antarbudaya


2. Memahami model komunikasi antarbudaya
3. Menganalisis perbedaan budaya
4. Menganalisis hambatan komunikasi antarbudaya
5. Memahami adanya reaksi etnosentris dalam komunikasi antarbudaya
Beberapa istilah penting:
budaya (culture) konsep waktu
nilai (value) konsep jarak personal
subbudaya (subculture) konteks budaya
subkelompok menyimpang (deviant subculture) korespondensi
komposisi pesan pemasaran
nilai dan status etnosentris
Mengapa komunikasi antar budaya semakin siginifikan untuk dibahas dalam konteks komunikasi
bisnis? Perkembangan teknologi dan transportasi telah mengakibatkan meningkatkan mobilitas
tenaga kerja, modal, bahan baku, mesin, dan barang maupun jasa. Peningkatan mobilitas tersebut
berdampak pada peningkatan interaksi antar manusia. Hal inilah yang menyebabkan pembahasan
komuniksi antar budaya semakin signifikan untuk dibahas dalam konteks komunikasi bisnis.
Pengrajin tempe di pedesaan menggunaan bahan baku kedelai dari Amerika, penjual gorengan
menggunakan terigu juga dari Amerika, demikian pula pengrajin batik menggunakan bahan baku
kain dan pewarnaan dari cina. Sebaliknya, pengrajin topeng batik dari Krebet, Bantul
memasarkan produknya sampai ke Jepang, Belanda, dan Amerika.
1. PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Budaya didefinisikan sebagai sejumlah asumsi penting yang dianut oleh anggota suatu
masyarakat tertentu (Noe et. all: 1984). Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh
sebagian orang, dan tidak dimiliki oleh sebagian yang lain. Budaya dimiliki oleh seluruh
manusia, hanya saja antara budaya satu dengan budaya lain ada aspek-aspek yang berbeda
dan ada aspek-aspek yang sama. Dari beberapa aspek yang sama, seperti dalam hal bahasa,
seringkali masih tetap menimbulkan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu untuk
memudahkan hubungan antarbudaya dan mengurangi distorsi-distorsi, para pihak yang
terlibat dalam komunikasi antar budaya perlu memahami budaya pihak lain.
a. Budaya yang Berbeda di Tempat Kerja
Karena adanya interaksi dengan karyawan asing atau interaksi dengan karyawan dari satu
negara tetapi dengan budaya yang berbeda, menyebabkan adanya budaya yang berbeda di

tempat kerja. Sebagai contoh, Yulies seorang karyawan general Electric Sleman
Yogyakarta dari suku Jawa (budaya Jawa), di perusahaan itu ia akan berinteraksi dengan
Sitorus dari Batak yang menganut budaya batak. Budaya keduanya berbeda, di mana
Sitorus relatif lebih berterus terang, berbicara dengan volume lebih keras, dan sulit
dibedakan antara marah dengan bercanda. Sedangkan Yulies dari budaya Jawa kurang
berterus terang dan berbicara dengan volume lebih pelan. Contoh lain Yayuk karyawan P
& G Jakarta, dengan demikian Yayuk harus berkomunikasi dengan rekan kerjanya yang
berasal dari Amerika. Dalam hubungan kerjanya, seperti dalam rapat, diskusi, pembuatan
laporan, kooordinasi akan terjadi perbedaan bahasa. bahkan ketika perbedaan bahasa
sudah dapat diatasi, ia masih menghadapi perbedaan budaya.
Pada perusahaan multinasional, perusahaan mempekerjakan dan mentransfer karyawan
dari berbagai negara, kecenderungan munculnya hambatan komunikasi semakin besar.
Apa yang perlu dipersiapkan seorang pekerja yang bekerja di perusahaan multinasional?
Pertama, harus memahami bahasa yang dipahami oleh karyawan lain. Dengan
menggunakan bahasa yang saling dipahami oleh komunikator (sender) maupun oleh
komunikan (receiver), proses komunikasi akan berjalan lancar. Pemahaman budaya yang
dipahami oleh karyawan lain ini biasanya menggunakan bahasa Inggris. Namun
demikian, akhir-akhir ini dengan banyaknya perusahaan dari Jepang, Korea dan China
yang masuk ke Indonesia, untuk perusahaan-peruhsaan tertentu mensyaratkan calon
untuk menguasai bahasa Jepang, Korea, atau China.
Selain bahasa, yang perlu dipersiapkan yaitu pemahaman budaya. Sebaiknya setiap
pekerja berusaha sendiri untuk memahami budaya dari rekan kerjanya, sehingga dapat
membantu kelancaran kerja. Namun demikian, dari pihak perusahaan seharusnya juga
ikut berperan, misalnya dengan membuat suatu program yang memungkinkan karyawan
saling memahami budaya rekan kerja lainnya. Misalnya membuat program pertukaran
karyawan antarcabang dengan budaya yang berbeda.
Selain berbeda dalam bahasa dan budaya, karyawan di tempat kerja akan berbeda dalam
hal fisik, usia, jenis kelamin, status sosial, dan pendidikan. Faktor-faktor ini akan
me0nyebabkan munculnya perbedaan cara pandang seseorang terhadap lingkungannya.
Dalam kaitannya dengan komunikasi bisnis, faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap pesan bisnis.
b. Terjadinya Pasar Global
Bagi para pelaku bisnis dunia semakin mengecil dan batas-batas negara semakin kabur.
Perusahaan semakin mudah dan cepat dalam melakukan ekspansi, baik dalam hal
ekspansi konsumen, pencarian bahan baku, maupun dalam menjalin kerja sama dengan
mitra maupun dengan pesaing. Dalam kondisi seperti ini transaksi luar negeri menjadi
semakin penting, terutama untuk perusahaan yang pasar luar negerinya jauh lebih besar
dibanding pasar dalam negeri. Contohnya Nestle, perusahaan makanan dan minuman dari
Swiss. Pasar dalam negeri Swis sangat kecil, karena hanya terdiri dari beberapa juta
penduduk saja. Belum lagi pasar yang sekecil itu juga diperebutkan dengan perusahaanperushaaan lain yang menjual produknya ke Swis.

Berkurangnya halangan memasuki pasar juga akan memperluas arena perdagangan


internasional. Misalnya, China semakin terbuka, sehingga banyak barang dan jasa keluar
dan masuk China. Masyarakat dunia tidak hanya mengenal China dari peralatan dan
barang-barang yang padat karya dan menggunakan teknologi rendah, tetapi sekarang ini
sepeda motor China sudah banyak dijumpai di Indonesia. Disamping itu, masyarakat
China sendiri sudah dapat menikmati produk-produk luar negeri seperti Humberger,
Pizza, dan makanan olahan atau makanan cepat saji dari luar negeri. Menurunnya
halangan perdagangan secara umum menjadi salah satu faktor percepatan operasi
perusahaan secara global, yang pada akhirnya akan meningkatkan kebutuhan untuk
berkomunikasi dengan budaya asing.
Gambaran lain meningkatnya kebutuhan komunikasi dengan budaya asing adalah
berpindahnya kantor pusat suatu perusahan ke luar negeri. Contohnya kantor pusat
Soedarpo Corporation yang berpindah dari Jakarta ke Singapura. Karyawan yang
bertugas di Indonesia sudah perlu memahami komunikasi dengan budaya asing,
khususnya Singapura. Selain itu juga harus berkomunikasi dengan pemasok dan
konsumen dari negara-negara lain.
Beberapa perusahaan yang memasuki pasar luar negeri dengan ekspor atau membuka
cabang di luar negeri atau mengadakan afiliasi dengan perusahaan di luar negeri. Operasi
perusahaan-perusahaan di atas melampaui batas-batas negara, sehingga karyawan dari
perusahaan-perusahaan di atas akan berinteraksi secara globa. Pada perusahaanperusahaan seperti ini, menjadi keharusan untukn memahami budaya asing. Mereka
berinteraksi dengan orang dari berbagai negara, agama, adat, dan budaya.
Bahkan pada perusahaan dengan skala lokal, misalnya Mirota batik tidak terlepas dari
adanya hubungan dengan budaya asing, di mana mereka menjadi konsumen dari
perusahaan tersebut. Demikian pula para pengrajin kecil yang awalnya sudah mati suri
dengan ditetapkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia, mereka kedatangan tamutamu luar negeri seperti Belanda, Jepang, Jerman, dan menerima tawaran kerja sama
dengan perusahaan asing.
c. Angkatan Kerja dari Berbagai Budaya
Dengan perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi, mobilitas tenaga kerja
semakin meningkat. Mobilitas tenaga kerja bukan hanya mencakup skala lokal saja,
tetapi juga nasional, dan bahkan internasional. Pada satu perusahaan akan ditemukan
tenaga kerja dengan berbagai budaya. Sebagai contoh suatu perusahan dengan skala lokal
seperti BPD DIY, tenaga kerja yang ada didalamnya selain dari DIY dan Jawa Tengah ada
yang berasal dari Nias, Bangka, Palembang, Batak, Jawa Barat dan lain-lain.
Dalam skala yang lebih luas, seperti perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di
Indonesia, maka interaksi yang terjadi bukan hanya dengan budaya asing yang ada dalam
skala nasional saja. Perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia pada umumnya akan
mengirim tenaga kerja dari kantor induknya ke Indonesia. Sebagai contoh perusahaan
minyak Cuvpec dari Australia akan mengirimkan beberapa stafnya di Indonesia. Dengan

demikian komunikasi yang terjadi di perusahaan Cuvpec Indonesia mencakup karyawan


dari Indonesia yang juga terdiri dari berbagai budaya dan komunikasi antara karyawan
Indonesia dengan karyawan yang berasal dari Australia.
Demikian pula pada perusahaan yang pemiliknya adalah asing seperti Sari Husada yang
sebagian sahamnya dimiliki olerh Nestly dari Swiss. Komunikasi antar budaya dapat
terjadi secara internal diantara karyawan di dalam perusahaan yang disebabkan
karyawannya berasal dari berbagai budaya yang ada di Indonesia seperti Jawa, Sunda,
Batak, Dayak, dan bahkan dengan budaya asing. .
Selain komunikasi internal seperti dijelaskan di atas, karyawan juga berinteraksi dengan
orang-orang dari luar perusahaan tempat mereka bekerja yang disebut dengan komunikasi
eksternal. Karyawan akan berkomunikasi dengan berbagai pihak eksternal perusahaan
seperti dengan konsumen, pemasok, investor, pesaing dan pemerintah. Pihak eksternal ini
dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda, dan bahkan berhubungan dengan
perusahaan dengan kepentingan yang berbeda. Agar komunikasi dapat berjalan lancar,
karyawan perlu memahami perbedaan budaya dari berbagai pihak eksternal tersebut
untuk selanjutnya menentukan bagaimana harus berkomunikasi dengan mereka.
2. DASAR-DASAR KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Dalam kehidupannya sesesorang seringkali tidak hanya mempunyai satu budaya saja, namun
lebih dari satu budaya. Pada umumnya seseorang menganut budaya yang berlaku di dalam
masyarakat luas, namun karena seseorang dalam hidupnya menjadi anggota berbagai
kelompok maka ia akan menganut budaya di kelopok itu seperti kelompok etnik, kelompok
agama, kelompok profesi, dan bahkan kelompok yang berhubungan dengan hobi. Seluruh
anggota suatu budaya mempunyai asumsi yang sama dalam hal cara berpikir, cara
berperilaku, cara berkomunikasi dan penilaian tentang baik buruk.
Budaya satu akan berbeda dengan budaya lain, meskipun tingkat perbedaan antar budaya
ini dapat sangat jauh namun dapat pula relatif sama. Ada beberapa hal berbeda, namun da
hal-hal lain yang relatif sama. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif, seseorang perlu
memahami perbedaan budaya dan menghidari sifat etnosentris yaitu kecenderungan untuk
menilai budaya lain berdasar nilai, standar, dan perilaku yang ada dalam budayanya.
Komunikasi bisnis antarbudaya akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi
bisnis dalam suatu perusahaan, yang mana diantara para pelaku komunikasi ini terdapat
perbedaan budaya. Pembahasan diawali dengan pemahaman budaya asing, hambatan bahasa,
dan reaksi etnosentrik.
a. Pemahaman Budaya Asing
Semua manusia menganut budayanya sendiri-sendiri. Manusia belajar berpikir, merasa,
mempercayai, dan mengusahakan sesuatu yang layak dicapai menurut budayanya
(Mulyana & Rakhmat: 18). Budaya tercermin dalam pola-pola bahasa, objek materi,
persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan

politik ekonomi, dan teknologi. Dari sini muncul orang Filipina berbahasa Tagalog, ada
rumah Joglo dari Jawa, ada orang makan daging ular, ada orang menghindari minuman
keras, dan ada kebiasaan mengubur orang yang meninggal. Dari bentuk-bentuk di atas,
digunakan manusia untuk melakukan penyesuaian diri dengan budaya tertentu.
Budaya secara pasti mempengaruhi seseorang sejak dalam kandungan hingga meninggal
dunia, bahkan perlakuan setelah meninggalpun masih dipengaruhi oleh budaya. Lebih
dari itu, budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, karena budaya menentukan siapa
berbicara dengan siapa, tentang apa, bagaimana orang melakukan coding pesan, makna
yang dimiliki untuk pesan tertentu, dan kondisi-kondisi untuk mengirim, memperhatikan,
dan menafsirkan pesan. Seluruh perilaku seseorang ditentukan oleh budaya di mana
orang tersebut berada.
Dalam suatu budaya biasanya terdiri dari beberapa subbudaya (subculture). Subbudaya
adalah suatu komunitas rasial, etnik, regional, ekonomi atau sosial yang memperlihatkan
pola perilaku yang membedakan dengan subbudaya lainnya dalam suatu budaya atau
masyarakat yang melingkupinya (Mulyana & Rakhmat: 19). Sebagai contoh, dalam
budaya Indonesia terdiri dari subbudaya Jawa, Sunda, Betawi, Batak, Dayak, Sasak dan
lain-lain. Di Amerika Serikat subbudayanya terdiri dari imigran asal Timur, kelompok
Yahudi, kaum miskin perkotaan, para penganut Hindu, kelompok mafia dan lain-lain.
Selain subbudaya seperti dijelaskan di atas, ada juga suatu kelompok masyarakat lain
yang tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai subbudaya, tetapi mempunyai ciri
yang mencolok dari subbudaya yang telah ada. Kelompok masyarakat ini disebut
subkelompok menyimpang (deviant subculture) (Mulyana & rakhmat: 19). Contoh
subkelompok ini adalah kaum homoseks, para germo, kelompok pelacur, para pecandu
obat bius, dan sekte agama yang dilarang. Ciri utama subkelompok ini adalah nilai-nilai,
sikap, dan perilakunya bertentangan dengan nilai-nilai, sikap, dan perilaku mayoritas
masyarakat itu. Mereka biasanya juga mempunyai bahasa atau istilah-istilah yang hanya
dipahami oleh kelompoknya sendiri.
Setiap subbudaya atau subkelompok merupakan suatu entitas sosial yang merupakan
bagian dari budaya dominan. Subbudaya dan subkelompok tersebut bersifat unik dan
menyediakan seperangkat pengalaman, latar belakang, nilai-nilai sosial, dan harapan bagi
anggota-anggotanya yang tidak dapat diperoleh dari budaya dominan. Dengan demikian
komunikasi antara orang-orang dalam suatu budaya dominan yang nampaknya serupa,
ternyata ada perbedaannya juga. Karena mereka mempunyai perbedaan-perbedaan dalam
nilai, sikap, latar belakang, dan pengalaman.
Dalam kehidupan masyarakat terdapat banyak ragam budaya. Budaya yang paling
dipahami adalah budaya yang dianut oleh orang-orang yang hidup bersama kita. Orang
yang hidup di Indonesia secara umum akan memahami budaya Indonesia dengan lebih
baik dibanding dengan orang dari luar Indonesia. Lebih itu dikenal pula kelompok etnik,
yang sering disebut budaya daerah. Masyarakat yang hidup atau bertempat tinggal di
Jawa Tengah dan Yogyakarta akan memiliki budaya Jawa, sedang mereka yang tinggal di
Sumatera Barat akan memiliki budaya Minang. Selain itu dikenal kelompok-kelompok

agama, profesi, dan kelompok-kelompok masyarakat lain yang mempunyai bahasa dan
kebiasaan tertentu.
Budaya yang dimiliki olah masyarakat seperti dijelaskan di atas, dapat mempengaruhi
komunikasi dengan berbagai cara. Secara umum budaya mempengaruhi komunikasi
melalui: stabilitas, kompleksitas, komposisi, dan penerimaan (Bovee & Thill: 59).
Stabilitas
Kondisi budaya dapat stabil namun dapat pula berubah, dan perubahan yang
terjadi dapat perlahan atau tiba-tiba. Stabil tidaknya budaya masyarakat akan
mempengaruhi cepat lambatnya proses pengiriman dan penerimaan pesan.
Masyarakat Jawa yang hidup dalam budaya yang relatif stabil akan lebih lambat
dalam mengirim maupun menerima pesan. Berbeda dengan masyarakat Jakarta,
mereka lebih cepat dalam mengirim dan menerima pesan, karena berada pada budaya
yang lebih dinamis.
Kompleksitas
Budaya satu berbeda dengan budaya lain dalam hal penerimaan informasi atau
pesan yang disampaikan. Di Jerman dan Amerika, informasi disampaikan dalam
kode yang bersifat eksplisit, misalnya dengan kata-kata. Namun di Jepang sebagian
besar pesan disampaikan secara implisit, misalnya melalui bahasa tubuh dan tekanan
suara. Dalam kondisi seperti ini penerima informasi lebih kompleks, karena tidak
hanya menyangkut apa yang diucapkan tetapi juga dengan memperhatikan bahasa
tubuh yang dikirimkan.
Komposisi
Suatu budaya yang dominan dapat tersusun dari banyak subbudaya yang
berlainan, namun dapat pula merupakan suatu budaya yang homogen. Contohnya
budaya Indonesia terdiri dari berbagai subbudaya seperti: jawa, Sunda, Betawi,
Madura, Minang, Batak dan lain-lain. Sedangkan Jepang merupakan budaya yang
paling homogen dibanding dengan budaya lainnya (Mulyana & Rakhmat: 205).
Penerimaan
Budaya satu berbeda dengan budaya lain dalam hal penerimaan terhadap orang
asing. Ada budaya yang kurang terbuka terhadap kehadiran orang asing, lebih
terbuka, dan ada budaya yang bersahabat dan kooperatif dengan orang asing.
Perbedaan ini mempengaruhi tingkat kepercayaan dan terbuka tidaknya komunikasi
dengan budaya tersebut.
Pemahaman budaya asing menekankan pada proses pengiriman dan penerimaan pesan
diantara orang-orang yang berbeda budayanya. Dengan memahami perbedaan-perbedaan
ini akan menjamin keberhasilan dalam melakukan komunikasi antarbudaya dalam suatu

perusahaan. Para komunikator akan lebih efektif jika mereka dapat mengidentifikasi
perbedaan, kemudian mampu menerima pesan dengan persepsi penerima seperti yang
diinginkan pengirim. Kursus formal mengenai komunikasi antarbudaya ini nampaknya
belum ada, namun orang-orang yang akan terlibat dalam komunikasi antarbudaya perlu
memahami budaya asing tersebut, sehingga komunikasi dapat efektif. Lebih dari itu,
apabila budaya tersebut juga menyangkut perbedaan bahasa maka mereka perlu
mempelajari atau menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak.
b. Memahami Perbedaan Budaya
Budaya masyarakat akan mempengaruhi bagaimana seseorang mengirim dan menerima
pesan. Ketika seseorang berkomunikasi, mereka cenderung menggunakan asumsi
budayanya sendiri, dimana mengangap orang lain mempunyai budaya, bahasa, dan
persepsi seperti dirinya. Dengan demikian kita memperlakukann orang lain seperti kita
ingin diperlakukan. Namun demikian, apabila yang diajak berkomunikasi tersebut
kebetulan orang yang berbeda budaya dengan sender, maka audience akan menerima
pesan seperti persepsinya sendiri. Sehingga memperlakukan orang lain seperti kita ingin
diperlakukan tidaklah cukup.
Pemahaman ini memunculkan cara pandang baru dalam berhubungan dengan audience,
sender perlu memahami budaya audience dan memperlakukan sebagaimana merka ingin
diperlakukan. Untuk itu sender perlu meningkatkan pemahaman budaya asing tersebut
dari beberapa aspek berikut: kontekstual, etikal, sosial, dan non verbal.
Perbedaan dari aspek kontekstual
Perbedaan kontekstual merupakan salah satu aspek yang membedakan antara budaya
satu dengan budaya lain. Konteks budaya (cultural context) merupakan pola dari
isyarat fisik, stimuli lingkungan, dan pesan implisit yang dikirimkan dalam
komunikasi diantara anggota budaya tersebut. Dengan demikian antaran budaya satu
akan berbeda dengan budaya lain dalam aspek kontekstual.
Dalam analisis lebih lanjut, perbedaan kontekstual ini tidak selalu berada pada dua
kutub yang saling bertentangan, namun dapat digambarkan dalam satu garis
kontinum. Bagaimana perbedaan kontestual dari beberapa negara dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar
Konteks budaya pada tingkat rendah
Konteks budaya pada tingkat rendah artinya bahwa pada budaya tersebut lebih
menekankan pada komunikasi verbal baik secara lisan maupun tertulis dan kurang
memperhatikan pada pesan non verbal. Dalam prakteknya apa yang ingin
disampaikan dan tindakan yang diharapkan dari audience dinyatakan secara
eksplisit dalam kalimat. Orang dengan konteks budaya rendah jika ada yang

menyela sementara ia belum selesai berbicara akan mengatakan tunggu sampai


saya selesai berbicara. Orang-orang dari Jerman, Skandinavia dan Amerika pada
umumnya dengan konteks budaya pada tingkat rendah.
Konteks budaya pada tingkat tinggi
Konteks budaya pada tingkat tinggi artinya bahwa budaya tersebut kurang
menenkankan pada komunikasi verbal, tetapi lebih menekankan pada komunikasi
non verbal dan situasi yang dibentuk dalam menyampaikan pesan. Sender
mengharapkan audience memahami pesan yang disampaikan secara tidak
langsung dari kata-kata yang disampaikan dan bahasa tubuh (gesture) yang
menyertainya. Di dalam masyarakatnya sendiri aturan hidup sehari-hari tidak
dinyatakan secara eksplisit dan langsung, tetapi dengan mempelajari isyaratisyarat seperti bahasa tubuh, intonasi suara, dan tatapan mata dan bagaimana
memberikan tanggapan yang diharapkan. Negara-negara yang masyarakatnya
termasuk dalam konteks budaya tinggi adalah Jepang, China, Arab. .
Konteks budaya pada tingkat menengah
Konteks budaya pada tingkat sedang artinya bahwa pada budaya tersebut
penyampaian pesan dengan komunikasi verbal maupun non verbal pada tingkat
yang relatif sama. Dalam menyampaikan pesan, inti pesan dinyatakan secara
eksplisit dan sekaligus disertai dengan komunikasi non verbal. Negara-negara
dengan konteks budaya pada tingkat menengah misalnya Italia dan Spanyol.

Meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu negara terletak pada garis kontinum
dari konteks budaya pada tingkat rendah sampai pada tingkat tingfgi, namun dalam suatu
negara itu sendiri dapat ditemukan masyarakat dengan konteks budaya yang berbada.
Sebagai contoh, di Indonesia dapat dikatakan berada pada konteks budaya tingkat
menengah. Namun di lingkungan akademik, seprti perguruan tinggi dan sekolah, dalam
komunikasinya mereka cenderung dengan konteks budaya pada tingkat rendah. Hal ini
disebabkan pada lingkungan akademik esensi pesan dinilai sangat penting, sehingga
pesan harus dinyatakan secara eksplisit. Selain itu, karena dunia akdemik ltingkatan
sosialnya sosialnya relatif sama, sehingga dalam berkomunikasi mereka relatif lebih
bebas.
Perbedaan kontekstual seperti dinyatakan di atas, akan mempengaruhi masyarakat dengan
berbagai cara seperti dalam pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, dan negosiasi
Pengambilan keputusan. Perbedaan budaya menyebabkan perbedaan pada proses
pengambilan keputusan. Pada masyarakat dengan konteks budaya rendah, biasanya
pengambilan keputusan dilakukan secepat dan seefisien mungkin, termasuk dalam
keputusan bisnis. Mereka cenderung menekankan pada pencapaian persetujuan yang
menjadi pokok bahasannya atau permasalahn utamanya. Sementara itu pada masyarakat

dengan konteks budaya tinggi pengambilan keputusan relatif lama, karena mereka akan
mempertimbangkan seluruh aspek, termasuk hal-hal lain yang menyertai pokok
bahasanya.
Penyelesaian masalah. Pada masyarakat dengan konteks budaya rendah seperti Jerman
dan Amerika, dalam menyelesaiakan masalah mereka memilih penyelesaian secara
terbuka dalam konfrontasi dan perdebatan. Namun dalam masyarakat dengan konteks
budaya tinggi, mereka menghindari perdebatan dengan cara keluar dari ruang atau arena
perdebatan atau menggunakan pihak ketiga untuk menjembatani kepentingan kedua
pihak. Hal lain yang dapat dilakukan untuk menghindari perdebatan adalah kedua pihak
saling mengajukan proposal, kemudian masing-masing pihak menanggapi proposal
lawannya baik dengan proposal ulang atau dalam pertemuan secara langsung.
Negosiasi. Pada masyarakat dengan konteks budaya rendah, dalam negosiasi mereka
memandang bahwa pihak lain dapat dipercaya, namun mereka cenderung kurang
memperhatikan hubungan pribadi dengan pihak lain dan fokus pada permasalahan
utamanya. Sementara itu pada masyarakat dengan konteks budaya tinggi mereka lebih
menyukai negosiasi dengan suasana kekeluargaan atau persahabatan. Mereka
menekankan pada hubungan jangka panjang, dan kurang menekankan pada keuntungan
ekonomi jangka pendek.
b. Perbedaan dari aspek hukum dan etika
Budaya juga mempengaruhi perilaku masyarakat dalam hukum dan etika. Hal ini dapat
kita temui bahwa sistem hukum yang berlaku disuatu negara akan berbeda dengan negara
lain. Di beberapa negara seperti Indonesia, Enggris, dan Amerika menganut asas praduga
tak bersalah, seseorang dinyatakan tidak bersalah sampai ia terbukti bersalah. Sementara
itu di negara Jerman, Meksiko, dan Turki yang menganut Napolionic Code, seseorang
dinyatakan bersalah, sampai orang tersebut terbukti tidak bersalah. Dunia bisnis
berkepentingan memahami sistem hukum yang berlaku di suatu negara, terutama jika
menghadapi tuntutan hukum di negara tersebut.
Perbedaan konteks budaya juga dapat dilihat dalam mengadakan kontrak ataum perjan
jian. Masyarakat dengan konteks budaya rendah menekankan pada komunikasi verbal,
sehingga dalam membuat perjanjian lebih menekankan pada apa yang tertulis secara
eksplisit dan akan mengikuti isi perjanjian dengan secara ketat. Sementara itu masyarakat
dengan konteks budaya tinggi cenderung memandang hukum secara lebih fleksibel,
kurang memperhatikan kata-kata yang tersurat dalam perjanjian dan lebih
memperhatikan pada janji atau jaminan personal dari pihak lain.
Berbicara mengenai etika, akan terdapat perbedaan bahkan pada masyarakat dalam satu
negara yang budayanya relatif sama. Komunikasi antara budaya akan memunculkan
perbedaan etika yang lebih besar. Di Indonesia suap merupakan hal yang dilarang oleh
hukum, sementara di negara lain seperti China pelaku bisnis membayar semacam suap
dalam bentuk buili, di Kenya membayar kitu kodogo, di Asia Tengah membayar
baksheesh dan banyak lagi contoh lainnya. Pemahaman ini akan membantu pelaku

bisnis dalam menjalankan aktivitasnya di negara lain. Meskipun demikian etika tidak
hanya menyangkut suap, sehingga pelaku bisnis di negara lain perlu mempelajari dan
memahami etika dengan lebih mendalam.
Melihat pentingnya pemahaman etika dalam dunia bisnis, di mana perbedaan etika antara
budaya satu dengan buidaya lain juga cukup signifikan, beberapa ahli berusaha
menyusun pedoman etika dalam berkomunikasi. Untuk mengupayakan agar suatu pesan
tidak melanggar nilai etis, Guo-Ming Chen dan William J. Strarosta menyusun prinsip
dasar yang terdiri dari:
Mencari kesamaan latar belakang. Lebih baik mencari hal-hal yang menjadi
kesamaan kedua pihak, dari pada mencari perbedaan dan mempertentangkannya.
Sedangkan untuk memperjelas pertukaran informasi, kedua pihak perlu bersikap
fleksibel.
Mengirim dan menerima pesan tanpa penilaian. Untuk memperlancar komunikasi,
kedua pihak perlu menyadari bahwa kedua budaya memang berbeda, namun
keduanya harus mempercayai pihak lain.
Mengirim pesan secara jujur. Pesan yang dikirim hendaknya jujur dan apa adanya.
Seandainya penerimaan pesan oleh pihak lain itu berbeda dari yang dimaksudkan
sender, hal itu semata-mata karena mereka berbeda budanya, bukan disebabkan oleh
pesannya sendiri yang tidak benar.
Menunjukkan respek pada budaya lain. Cara menunjukkan respek atau rasa hormat
pada budaya lain dapat dilakukan dengan memperlakukan mereka sesuai martabat
manusia. Tipu muslihat dan memperdaya merupakan contoh tindakan yang tidak
respek pada budaya lain.
c. Perbedaan dari aspek sosial
Perbedaan budaya juga dapat dilihat dari perbedaan dalam aspek atau perilaku sosial
masyarakatnya. Perilaku dalam bersosialisasi masyarakat secara umum dikelompokkan
menjadi dua, yaitu apakah dalam bersosialisasi menggunakan ketentuan formal atau
menggunakan ketentuan informal. Pada masyarakat yang dalam sosialisasinya
menggunakan ketentuan formal ditunjukkan dari apa yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan pada situasi sosial, seperti dalam jamuan makan, naik kendaraan, berjalan
bersama dan lain-lain.
Kebalikannya, ketentuan informal hanya dapat diketahui melalui pengamatan dan
kemudian meniru perilaku tersebut. Beberapa ketentuan informal dapat dilihat dari
bagaimana masyarakat memandang dalam hal materi, menilai status dan peran,
mendefinisikan tatakrama, dan menilai waktu.
Pandangan terhadap materi. Beberapa budaya memandang bahwa kepemilikan
terhadap materi akan menimbulkan superioritas, dapat menyelesaikan berbagai

persoalan, dan mereka yang bekerja keras lebih baik dari pada yang tidak. Orangorang Amerika dan Jepang pada umumnya bekerja lebih lama dibanding orang-orang
dari Jerman dan Italia. Pandangan ini disebut dengan pandangan meterialistik.
Sedangkan masyarakat yang tidak setuju dengan pandangan materialistik mereka
lebih menekankan pada kebahagiaan hidup. Berbeda dengan masyrakat dengan
pandangan meterialistik, masyarakat ini menyukai kerja, namun tidak mau bekerja
malampui batas, dan menginginkan adanya keseimbangan hidup .
Menilai peran dan status. Peran (role) merupakan sejumlah perilaku yang diharapkan
(Skinner & Ivancevich: 239). Budaya akan menentukan peran yang dimainkan
seseorang, termasuk siapa berkomunikasi dengan siapa, apa yang dikomunikasikan,
dan dengan cara apa komunikasi dilakukan. Berkaitan dengan peran ini, seseorang
mempunyai persepsi bagaimana seharusnya seseorang berperilaku dalam situasi
tertentu. Dengan demikian ketika berhubungan dengan orang lain seseorang sudah
mempunyai gambaran kira-kira seperti apa penerimaan atau reaksi orang tersebut
atau gambaran tentang bagaimana persepsi mereka terhadap sesuatu. Dalam budaya
Jepang dimana perempuan kurang mendapat peran dalam dunia kerja, maka orang
Jepang pada umumnya kurang menghargai kepada rekan bisnisnya yang perempuan.
Status merupakan posisi yang berhasil dicapai seorang individu dalam suatu
kelompok atau masyarakat (Loudon & Bitta: 200). Di Amerika konsep status
disimbulkan dengan keberhasilan dalam bidang material, sedang di Jerman status
lebih dicirikan oleh penguasaan seseorang pada keahlian, ketrampilan, atau
kecerdasan dalam bidang tertentu. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa konsep
status antara budaya satu dapat berbeda dengan budaya lain. .
Seiring dengan perjalanan waktu, konsep status di Indonesia mengalami pergeseran.
Pada tahun 1950an, orang yang dapat bekerja di instansi pemerintah mempunyai
status yang lebih tinggi dibanding mereka yang bekerja di lembaga swasta. Namun
dengan meningkatkan keterlibatan swasta dalam bidang perekonomian pandangan ini
mengalami pergeseran. Status orang Indonesia pada umumnya lebih ditentukan oleh
faktor material dan kedudukannya dalam pekerjaan.
Mendefiniskan tatakrama. Tatakrama yang berlaku di megara atau di budaya satu
akan berbeda dengan budaya lain. Tatakrama ini menyangkut seluruh aspek
kehidupan, jadi akan menyangkut bisnis maupun non bisnis. Orang Indonesia
terbiasa menanyakan apakah lawan bicaranya sudah menikah atau belum dan sudah
punya anak atau belum, atau anaknya berapa. Sementara pertanyaan seperti ini
untuk orang-orang Amerika dan Eropa merupakan hal yang tidak pantas ditanyakan.
Sebaliknya, orang Amerika terbiasa menanyakan how was your weekend, namun
orang Indonesia yang tidak mengenal budaya weekend, merasa asing dengan
pertanyaan itu, dan tidak tahu harus menjawab apa. Di India, orang dapat datang ke
rumah kapan saja, bahkan tanpa pemberitahuan lebih dulu. Sementara itu, untuk
negara-negara Arab, memberikan hadiah untuk istri rekan bisnis dinilai tidak sopan,
hadiah sebaiknya diberikan kepada anaknya. Dalam prakteknya banyak sekali

tatakrama yang berlaku, sehingga proses belajar budaya lain akan berlangsung terus,
terutama pada budaya di mana kita akan berinteraksi.
Menilai waktu. Budaya Amerika dan Jerman memandang waktu demikian penting,
sehingga harus dimanfaatkan secara efisien. Dalam suatu pertemuan bisnis,
pertemuan dimulai tepat waktu, menggunakan waktu rapat secara efisien, dan
berusaha mengakhiri rapat seperti yang dijadwalkan. Hal ini juga tercermin pada saat
melakukan komunikasi bisnis, mereka menitikberatkan pada hal-hal yang penting
saja, dan kemudian menyudahi komunikasi tersebut. Sedangkan dalam budaya
Indonesia khususnya Jawa, dalam berkomunikasi pendahuluan dipandang sangat
penting, sehingga pendahuluan ini memakan waktu yang panjang, dan setelah itu
baru menyampaikan ide pokoknya. Lebih dari itu, mereka kurang menghargai waktu
dan bersikap fleksibel dalam penggunaan waktunya.
d. Perbedaan dari aspek non verbal
Perbedaan aspek non verbal menjadi salah satu pembeda budaya satu dengan budaya
lain. Oleh karena itu memaknai pesan non vrbal tidak bisa hanya berdasar dari
pemahaman akan budayanya sendiri. Ada beberapa aspek non verbal yang ditunjukkan
apda saat berkomunikasi, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu dalam konsep jarak dan bahasa tubuh.
Konsep Jarak
Yang dimaksud dengan jarak personal adalah seberapa dekat seseorang harus
berada dari orang lain dalam proses komunikasi. Dalam komunikasi, orang Indonesia
dan Jepang menganggap jarak yang cukup kira-kira satu meter. Namun Amerika
Latin menganggap jarak itu terlalu jauh, sehingga dalam komunikasi mereka akan
mengambil jarak kurang dari itu.
Apa implikasi konsep jarak ini dalam melakukan komunikasi bisnis? Seseorang dari
konsep jarak yang berbeda tidak dapat meminta orang lain untuk mengambil jarak
seperti yang diinginkan. Namun dengan memahami bahwa lawan bicaranya
mempunyai konsep jarak yang berbeda, mereka akan belajar menerima dan
memakluminya. Lebih dari itu, apabila lawan bicara kemudian memahami konsep
jarak yang kita anut, maka dalam proses komunikasi selanjutnya masing-masing akan
mengambil jarak yang kompromistik, sehingga dapat diterima oleh kedua belah
pihak.

Bahasa Tubuh
Dalam proses komunikasi bahasa tubuh akan melengkapi atau mempertegas bahasa
verbal. Nampaknya relatif sederhana, namun pemahaman yang keliru mengenai
bahasa tubuh dapat menyebabkan salah komunikasi. Sehingga pada saat

berkomunikasi dengan orang asing, perlu diperhatikan bahasa verbalnya terlebih


dahulu. Kalau sudah menangkap apa yang disampaikan secara verbal, kemudian
melengkapi dengan pemahaman bahasa tubuh. Namun dalam kasus dimana lawan
bicara memang menggunakan bahasa tubuh dalam berkomunikasi, tuna wicara atau
peserta komunikasi tidak mempunyai pemahaman bahasa yang sama, maka satusatunya jalan hanya dengan memahami bahsa tubuh.
Pada saat berkomunikasi dengan orang asing, dan orang asing tersebut menggunakan
bahasa kita, perlu dipahami pula apakah orang asing tersebut memahami bahsa tubuh
kita. Karena pemahaman bahasa tubuh berbeda dengan pemahaman bahasa verbal
pada umumnya. Ada baiknya belajar perbedaan bahasa tubuh dengan memperhatikan
bagaimana pada saat mereka berbicara diikuti dengan bahasa tubuh yang
menjelaskan bahasa verbalnya. Dalam budaya Amerika, menatap mata pada saat
berkomunikasi mengandung makna menghargai lawan bicaranya. Namun bagi orang
Jawa, menatap mata berarti kurang suka dengan yang dikomunikasikan, dan sikap
menunduk pada saat diajak berbicara menunjukkan penghormatan atau respek.
e. Reaksi Etnosentris
Sebelum membahas lebih jauh bagaimana pengaruh etnosentrik terhadap komunikasi,
pertama-tama perlu dipahami apa pengertian etnosentris. Etnosentrik atau etnosentrik
merupakan kecenderungan untuk menilai kelompok lain dengan standar, perilaku, dan
adat atau kebiasaan dalam kelompoknya, serta melihat kelompok lain lebih rendah
dibanding kelompoknya sendiri (Mulyana & Rakhmat: 77). Makin besar kesamaan
kelompok lain dengan kelompoknya, makin dekat mereka dengan kelompok tersebut.
Seseorang cenderung melihat kelompoknya sendiri, negeri sendiri, dan budaya sendiri
yang paling baik dan paling bermoral. Dalam komunikasi dengan budaya lain, etnosentris
seringkali muncul dan menimbulkan masalah tersendiri. Lebih dari itu, etnosentris ini
dapat menjadi akar permasalahan rasialisme.
Apabila dalam komunikasi seseorang memberikan reaksi yang bersifat etnosentris, maka
orang tersebut tidak menerima atau tidak memahami adanya perbedaan budaya. Orang
tersebut berasumsi bahwa orang lain akan bertindak seperti dirinya, akan mempunyai
asumsi-asumsi yang sama, dan akan menggunakan bahasa serta simbul-simbul yang sama
pula. Jika mereka tidak seperti yang diasumsikan, mereka dianggap salah atau dinilai
inferior (lebih rendah). Dalam proses komunikasi yang seperti ini, menyebabkan
kemungkinan yang besar bahwa pesan tidak dipahami dengan baik, atau bahkan proses
komunikasi tidak berjalan lancar, karena orang merasa tersinggung.
Yang perlu dipahami oleh mereka yang melakukan proses komunikasi antarbudaya
adalah bagaimana mengatasi reaksi etnosentris? Berikut ini beberapa cara yang dapat
digunakan untuk menghindari reaksi etnosentris.
Menerapkan asas kesamaan

Tidak ada budaya yang inferior dan tidak ada pula budaya yang lebih
superior, selain itu tidak ada budaya yang salah dan tidak ada budaya yang paling
benar. Dengan demikian pelaku komunikasi harus menghargai budaya pihak lain, dan
menerapkan budaya sendiri untuk kelompoknya sendiri.
Menerapkan kaidah emas
Yang dimaksud kaidah emas yaitu memperlakukan orang lain seperti kita
ingin diperlakukan oleh mereka (Mulyana & Rakhmat: 72). Cara ini menggunakan
nilai kelompoknya sebagai dasar perilakunya terhadap orang lain. Cara ini relatif
mudah, karena tidak perlu memahami nilai yang dianut oleh orang lain.
Menerapkan kaidah timah
Kaidah timah menyatakan bahwa seseorang harus memperlakukan orang
lain sebagaimana mereka pantas memperlakukan diri mereka sendiri (Mulyana &
Rakhmat: 72). Cara ini berbeda dengan cara emas, karena untuk memperlakukan
orang lain dengan menggunakan nilai orang lain tersebut. Cara ini juga relatif lebih
sulit, karena harus memahami terlebih dahulu nilai orang lain.
3. MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Mengapa sender perlu memahami budaya yang dimiliki oleh komunikan receiver?
Karena budaya akan mempengaruhi persepsi seseorang, termasuk persepsi terhadap apa yang
dikomunikasikan. Apabila apa yang dikomunikasikan dipersepsikan secara berbeda,
dikatakan komunikasi tidak efektif. Karena tidak mencapai maksudnya, yaitu receiver tidak
mempersepsikan pesan yang dikirimkan seperti apa yang dipersepsikan oleh pengirimnya.
a. Belajar Budaya Asing
Belajar budaya asing yang dimiliki oleh receiver merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan komunikasi antar budaya. Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk
belajar budaya asing yaitu dengan membaca buku dan artikel, dan bertanya pada orang
yang mengenal atau pernah berinteraksi dengan budaya tersebut. Selain itu untuk
memahami budaya asing dengan lebih tajam, perlu memfokusdkan pada hal-hal khusus
seperti: ritual, nilai yang dianut, agama, kebiasaan, dan bahkan sistem politik yang
berlaku dinegara atau wilayah itu.
Belajar dari budaya Indonesia, di mana di dalamnya terdiri dari berbagai subbudaya,
maka dalam mempelajari budaya asing perlu mempertimbangkan adanya subbudayasubbudaya di dalamnya. Karena subbudaya-subbudaya yang ada didalamnya bisa jadi
mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dari budaya yang lebih besar atau budaya
induknya. Sebagai conoth, oang asing yang belajar budaya Indonesia akan mengatakan
bahwa orang Indonesia cenderung introvet, namun orang Jawa Timur cenderung
ekstrovet bahkan dalam tingkat yang relatif sama dengan orang-orang Eropa maupun
Amerika.

Mengingat bahwa frekuensi dan intensitas komunikasi dengan budaya asing


semakin lama semakin tinggi, maka banyak ahli mengembangkan tips untuk
berkomunikasi dengan budaya asing. Salah satunya adalah Zhao dan Parks dalam
artikelnya yang berjudul Self Assessment of Communication Behavior: An Experiential
Learning for Intercultural Business Communication.
Asumsikan bahwa budaya asing itu berbeda sampai terbukti adanya kesamaan. Hal
ini merupakan langkah kehati-khatian, sehingga tidak dengan mudah dan cepat
menganggap bahwa budayanya sama.
Komunikasi merupakan tanggungjawab. Dengan demikian berhasil tidaknya proses
komunikasi akan tergantung pada upaya kita untuk mewujudkannya. Kita tidak
akan membiarkan proses komunikasi berjalan seadanya atau bahkan menganggap
bahwa komunikasi merupakan tanggung jawab orang lain, sehingga kita bersifat
pasif saja.
Menghindari penilain (judgment). Dengan dan simaklah apa yang dikatakan, dan
tanggapilah secara proporsional. Jangan memberikan penilaian sebelum
mendengar informasi secara keseluruhan.
Tunjukkan rasa hormat (respect). Respek dapat ditunjukkan dengan berbagai cara,
tergantung budayanya, misalnya melalui cara berjabat tangan, kontak mata, jarak
dalam komunikasi, dan isyarat.
Gunakan empati. Sebelum mengirim pesan, asumsikan jika yang menerima pesan
tersebut adalah diri kita sendiri. Bagaiman perasaan dan sikap kita jika kita
menerika pesan tersebut? Hal ini untuk menghindari agar kita jangan seenaknya
sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Jangan cepat putus asa. Ketika kita berkomunikasi dengan orang yang berbeda
budayanya, jangan cepat putus asa, orang lain yang kita ajak berkomunikasi juga
menghadapi situasi yang sama. Coba ulangi sekali lagi, atau gunakan kalimat
yang berbeda.

Kirimkan pesan yang jelas. Untuk dapat mengirim pesan dengan jelas dapat disusun
kalimat yang sederhana (bukan kalimat majemuk) dan diperjelas dengan non
verbal.
Tips ini dapat digunakan satu atau kombinasi diantaranya sesuai dengan kebutuhan.
Dengan menggunakan tips ini diharapkan komunikasi dengan orang dari budaya yang
berbeda dapat berjalan dengan lancar.
b. Mengatasi Hambatan Bahasa
Dalam menjalin hubungan bisnis internasional, bahasa merupakan salah satu masalah
penting yang harus diatasi. Pembahasan mengenai bagaimana mengatasi hambatan
bahasa dalam komunikasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hambatan komunikasi lisan
dan hambatan komunikasi tertulis.
Hambatan komunikasi tertulis
Seperti telah dibahas diatas, salah satu bentuk perbedaan budaya adalah
bahasa. Yang perlu diperhatikan yaitu apabila bahasa yang digunakan antara pengirim
(sender) dan penerima (receiver) pesan berbeda. Dalam kondisi seperti ini
komunikasi hendaknya menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak.
Yang termasuk dalam komunikasi tertulis adalah menulis dan membaca, sedang yang
termasuk komunikasi bisnis tertulis misalnya korespondensi dan pesan pemasaran.
Korespondensi
Untuk korespondensi antara orang Yogyakarta yang menggunakan bahasa Jawa
dan orang Bandung yang menggunakan bahasa Sunda, dapat dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Dalam kasus bisnis internasional, di mana
pedagang mebel antik dari Jepara harus berkorespondensi dengan orang Jepang,
dapat menggunakan bahasa Inggris. Pemilihan bahasa Inggris karena bahasa ini
merupakan bahasa internasional, sehingga dipahami oleh sebagain besar
masyarakat dunia.
Pesan pemasaran
Dalam menyampaikan pesan-pesan pemasaran, perusahaan biasanya
menggunakan bahasa yang dipahami oleh konsumen tersebut. Misalnya produk
Quaker Oatmeal yang diproduksi di Amerika dan dipasarkan di Indonesia, dalam
kemasannya dituliskan pesan-pesan pemasaran dalam bahasa Indonesia.
Tujuannya untuk memudahkan konsumen memahami pesan pemasaran yang
dikirim pihak perusahaan.

Lebih dari itu, penentuan ke dalam bahasa mana saja suatu pesan pemasaran akan
disusun pada umumnya didasarkan pada produk tersebut utamanya ditujukan ke
konsumen mana. Misalnya minyak angin cap Kampak yang diproduksi oleh PT
Yahu Utama Tangerang. Produk ini utamanya ditujukan ke konsumen Indonesia.
Namun karena minyak itu juga ditujukan ke konsumen China perantauan di
beberapa negara, maka pesan pemasaran juga ditulis ke bahasa China. Selain itu
untuk menjangkau konsumen yang lebih luas, yang tidak memahami bahasa
Indonesia maupun bahasa China, pesan pemasaran diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab dan Inggris.
c) Hambatan komunikasi lisan
Dalam bahasa lisan, masalah-masalah komunikasi yang muncul relatif lebih banyak
dari komunikasi tertulis. Hal ini dapat dipahami, karena menulis dan membaca
bahasa asing relatif lebih mudah dari pada berbicara dan mendengarkan dalam
bahasa asing. Mengapa demikian? Karena dalam berbicara dan mendengarkan waktu
yang digunakan untuk memikirkan apa yang didengar dan apa yang akan dikatakan
relatif singkat, dan informasi dikirim secara berturut-turut dalam jumlah yang
banyak. Selain itu, komunikasi lisan sifat hubungan antar sender dan receiver adalah
resiprokal (timbal balik) dimana suatu saat seseorang menjadi sender, namun
kemudian berganti menjadi receiver. Pada saat menjadi receiver, ia harus
memberikan umpan balik secara spontan, sehingga harus memahami makna saat itu
juga dan harus memberikan umpan balik pada saat itu juga.

Hal lain yang menjadi kendala dalam komunikasi dengan orang yang mempunyai
perbedaan bahasa, yaitu meskipun orang lain dapat berbahasa kita, namun
pengucapannya (pronunciation) yang digunakan mungkin tidak tepat. Misalnya
orang Jepang yang berbasaha Indonesia, mereka akan memgucapkan bahasa
Indonesia dengan pronunciation yang tidak tepat, sehingga sulit dipahami.
d. Meningkatkan efektivitas komunikasi dengan budaya asing
Setelah mempelajari budaya asing dan berusaha mengatasi hambatan bahasa, langkah
selanjutnya adalh meningkatkan efektifitas komunikasi dengan budaya asing. Karena
komunikasi dengan budaya asing dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan, maka
untuk meningkatkan efektifitasnya juga harus dilakukan sesuai dengan caranya.
Meningkatkan Ketrampilan tulis
Komunikasi bisnis dalam bentuk tulis dapat terjadi dalam korespondensi
bisnis, yaitu ketika perusahaan mengirim dan menerima surat bisnis. Dalam
menerima pesan, pahami isi atau inti pesan, sehingga perbedaan dalam gaya dan

pendekatan dalam penulisan surat bisnis tidak menjadi fokus dalam komunikasi
bisnis. Sementara itu dalam mengirimkan surat bisnis, pahami bagaimana budaya
mereka atau kebiasaan mereka dalam mengirimkan surat bisnis, kemudain
sesuaikan surat yang akan dikirim tanpa mengubah esensi pesan yang akan
disampaikan.
Namun demikian untuk meningkatkan efisiensi komunikasi tertulis
dengan audience yang berbeda budayanya dapat menggunakan pedoman berikut
(Bovee & Thill: 70).
Gunakan bahasa Inggris. Tujuan dari penggunaan bahasa Inggris adalah
menggunakan bahasa Internasional, sehingga masing-masing pihak tidak ada
yang merasa terpaksa harus menggunakan bahasa dari pihak lain.
Buatlah pesan bisnis secara jelas. Untuk menyampaikan suatu pesan, gunakan
istilah yang spesifik dan berikan contohnya secara nyata.
Tuliskan alamat yang dituju secara jelas dan gunakan cara penulisan alamat
yang lazim di negara tersebut. Hal ini dapat dolakukan dengan melihat
penulisan alamat yang dilakukan oleh mereka dalam berkorespondensi.
Menyebut angka secara jelas. Jika dalam pesan bisnis mengandung angka, maka
angka tersebut selain dituliskan dalam lambang (misal 100 000) juga disebut
atau dituliskan (misal seratus ribu).
Hindari penggunaan kata-kata yang tidak biasa digunakan, istilah khusus yang
hanya dipahami kelompok atau kalangan tertentu. Untuk penggunaan
singkatan hendaknya dilengkapi dengan kepanjangan dari singkatan tersebut.
Buatlah kalimat yang singkat dan sederhana, sehingga dapat dipahami oleh
orang yang berbeda bahasanya maupun berbeda budayanya.
Susunlah paragraf yang pendek, di mana pada satu paragraf tersebut hanya
mengandung satu topik atau satu pokok bahasan. Pada umumnya paragraf
yang pendek ini terdari dari kira-kira 8 sampai sepuluh baris.
Gunakan elemen transisi (penghubung), sehingga audience lebih mudah dalam
menerima keseluruhan pesan. Katapenghubung yang biasa digunakan adalah
sebaqgai tambahan, pertama, kedua, terakhiur dan sebagainya.
Meningkatkan Ketrampilan Lisan
Masalah selanjutnya adalah bagaimana komunikasi lisan yang berbeda bahasanya.
Berikut ini beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk berkomunikasi antara
orang-orang yang berbeda bahasanya (Bovee & Thill: 67).

Hilangkan gangguan
Cara menghilangkan gangguan dapat dilakukan dengan mengucapkan kata-kata
secara jelas. Usahakan dalam satu kalimat hanya terdapat satu pokok pikiran saja.
Sehingga mudah dipahami oleh penerima.
Cari umpan balik
Perhatikan dengan seksama tanda-tanda bahwa audience sebetulnya tidak
memahami dengan baik apa yang disampaikan. Selain itu perhatikan umpan balik
yang diberikan secara implisit.
Ubah bentuk kalimat
Apabila audience nampak tidak memahami apa yang disampaikan, yang dapat
dilakukan antara lain dengan mengubah bentuk kalimat. Untuk memperjelas
pemahaman audience, jangan mengulangi kalimat yang sama tetapi nadanya
dipertinggi atau volume suaranya diperkeras. Selain itu gunakan kata-kata yang
sesederhana mungkin.
Bicaralah pelan dan ubah bentuk kalimat apabila perlu
Bicara pelan membantu audience dalam memahami pesan
yang diterimanya. Apabila sudah diupayakan berbicara pelan, namun nampaknya
audience belum memahami juga, coba ubah bentuk kalimat, misalnya dari pasif
menjadi aktif atau berikan contohnya. Hendaknya sender tidak mengulang kalimat
dengan suara yang lebih keras.
Gunakan kata-kata yang akurat dan obyektif
Pemilihan kata harus akurat dan tidak berlebih-lebihan.
Selain itu kata-kata yang digunakan bersifat obyektif, bukan berdasar impresi
tertentu. Sedapat mungkin menghindari penggunaan kata-kata seperti: fantastik,
menakjubkan, dan sejenisnya karena kata-kata itu berlebihan.
Membiarkan orang lain berbicara
Pada saat orang lain berbicara, biarkan orang tersebut
menyelesaikan pembicaraannya, setelah ia selesai baru memberikan umpan balik.
Memotong pembicaraan memungkinkan seseorang kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan pokok pikiran yang penting, karena belum sempat disampaikan
sudah dipotong. Selain itu, memotong pembicaraan orang termasuk tindakan yang
tidak sopan. Dalam kasus khusus, di mana seseorang berbicara panjang lebar dan
isi pembicaraannya tidak konseptual, dimungkinkan untuk memotong
pembicaraan orang tersebut. Meskipun begitu, pemotongan harus disampaikan
secara baik dan tidak emosional.

Dalam bisnis global persyaratan pemahaman bahasa asing tidak dapat dihindari
lagi. Interaksi dengan orang asing bukan hanya karena dalam perusahaan
mempekerjakan orang-orang dari berbagai negara, tetapi perusahaan global juga
berhubungan dengan pemasok, pelanggan, agen, distributor, pesaing, dan hukum
dari berbagai negara. Bahasa internasional adalah bahasa Inggris, sehingga
pemahaman bahasa Inggris merupakan hal yang penting, namun dalam bisnisbisnis tertentu diperlukan penguasaan bahasa lain. Dalam perkembangan ekonomi
di Indonesia, di mana pada tahun 1996 terdapat 265 (49,76%) perusahaan asing
berasal dari Jepang, maka pemahaman bahasa Jepang menjadi signifikan dalam
komunikasi bisnis.
4. MODEL KOMUNIKASI ANTARABUDAYA
Komunikasi antarbudaya terjadi apabila pengirim pesan (sender) adalah anggota budaya
tertentu sedang penerima (receiver) anggota budaya yang lain. Dalam komunikasi yang
demikian, akan muncul masalah-masalah di mana suatu pesan disandi (encoding) dalam
suatu budaya dan harus disandi ulang (decoding) dalam budaya lain. Hal ini perlu mendapat
perhatian, karena budaya mempengaruhi orang dalam berkomunikasi seperti dijelaskan di
atas.
Bagaimana terjadinya komunikasi antar budaya digambarkan pada gambar 3.1. berikut.
Gambar 3.1. Model komunikasi antarbudaya
Sumber; Mulyana & Rakhmat: 21.
Gambar tersebut menunjukkan adanya komunikasi antara tiga budaya, yaitu budaya A, B,
dan C. Budaya A dan budaya B relatif sama, masing-masing diwakili oleh satu segi empat
dan satu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat
berbeda dengan kedua budaya yang pertama, perbedaan ini ditunjukkan dengan perbedaan
bentuk yang mewakilinya, yakni bentuk lingkaran. Perbedaan bentuk budaya ini dapat
dilihat pertama kali pada saat ia melingkupi individu-individu yang ada di dalamnya.
Selain bentuknya, perbedaan budaya perbedaan budaya juga terletak pada individu-individu
yang terbentuk dari budaya itu. Dalam model/gambar di atas ditunjukkan dengan isi dari
lingkaran. Perbedaan individu-individu dari budaya A dan B relatif kecil, di mana kedua
individu dari budaya tersebut digambarkan dengan segi delapan takberaturan. Namun
individu pada budaya C berbeda jauh dari kedua budaya itu, yang digambarkan dengan
lingkaran yang tidak utuh. Perbedaan ini menunjukkan dua hal, pertama: ada pengaruhpengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya
merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi individu, individu-individu dalam budaya
tersebut mempunyai sifat-sifat yang berbeda-beda.
Proses encoding dan decoding dalam komunikasi antarbudaya ditunjukkan dengan panahpanah yang menghubungkan antara budayasatu dengan budaya lain. Panah-panah
menunjukkan pengiriman pesan dari seorang individu dari suatu budaya ke individu dari

budaya lain. Ketika pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi (encoding) pesan itu
mengandung makna yang dikehendaki oleh pengirim pesan. Hal ini ditunjukkan oleh panah
yang meninggalkan suatu budaya akan mengandung pola yang sama seperti yang ada pada
individu encoding. Dan ketika pesan tersebut sampai pada budaya dimana pesan tersebut
disandi ulang (decoding) pesan akan mengalami suatu perubahan. Dengan demikian
pengaruh budaya dari pihak penerima telah menjadi bagian dari makna pesan. Dalam
komunikasi antarbudaya, makna yang terkadung dalam pesan semula telah berubah selama
tahap decoding. Oleh karena itu perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki pihak
penerima tidak mengandung makna-makna yang sama seperti yang dimiliki pengirim pesan.
Tingkat atau derajat pengaruh budaya dalam komunikasi antarbudaya menunjukkan tingkat
perbedaan antarbudaya satu dengan budaya yang lain. Di dalam gambar, tingkat perbedaan
antarbudaya ditunjukkan dengan perubahan pola dari panah-panah pesan. Perubahan panah
dari budaya A ke budaya B atau sebaliknya lebih kecil dibanding perubahan panah dari
budaya A ke budaya C. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesamaan yang lebih besar antara
budaya A dan budaya B. Perilaku komunikatif, makna, dan decoding antara budaya A dan B
relatif sama, oleh karena itu menghasilkan makna yang mendekati makna seperti yang
dimaksudkan oleh pengirim. Tetpai karena budaya C berbeda dari kedua budaya tersebut,
maka makna yang diterima berbeda dari makna yang dimaksudkan oleh pengirim, dan lebih
menyerupai budaya C.
Gambar atau model diatas mengindikasikan banyaknya ragam perbedaan budaya dalam
komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam berbagai situasi, yang
berkisar dari interaksi antara orang-orang yang berbeda budayanya secara ekstrem sampai
interaksi antara orang-orang yang budayanya sama tetapi subbudaya atau subkelompoknya
berbeda. Besarnya perbedaan antara budaya satu dengan budaya lain tergantung tingkat
keunikan satu budaya dibanding dengan budaya lainnya. Contoh komunikasi antarbudaya
disini digambarkan seorang petani Jawa yang berkomunikasi dengan petani Amerika.
Keduanya mempunyai persamaan yakni pekerjaan sebagai petani dan kehidupan pedesaan.
Namun perbedaan muncul dari faktor-faktor seperti: penampilan fisik, agama, filsafat, sikapsikap sosial, bahasa, dan derajat perkembangan teknologi. Perbedaan akan lebih kecil apabila
dibandingkan dengan budaya Jawa yang tinggal di pedesaan dengan yang tinggal di
perkotaan. Contoh lain adalah perbedaan budaya antara budaya Inggris dan Canada. Tingkat
perbedaan keduanya relatif kecil, karena adanya persamaan dalam hal: penampilan fisik,
bahasa, tingkat perkembangan teknologi, dan sikap-sikap sosialnya.
PERTANYAAN DISKUSI
1. Apa yang dimaksud dengan budaya? Berikan contohnya!
2. Jelaskan pentingnya komunikasi antarbudaya dalam bisnis!
3. Berikan gambaran budaya yang berbeda di tempat kerja!
4. Bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi?
5. Gambar dan jelaskan model komunikasi antarbudaya!

6. Sebut dan jelaskan ciri-ciri atau karakteristik yang membedakan perbedaan budaya satu
dengan budaya lainnya!
7. Bagaimana mengatasi hambatan bahasa dalam proses komunikasi?
8. Mengapa suatu produk seringkali dilengkapi dengan keterangan yang menggunakan lebih
dari satu bahasa?
9

Apa yang dimaksud dengan reaksi etnosentrik?

10. Bagaimana cara menghindari etnosentrik tersebut?

Anda mungkin juga menyukai