Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber
pendapatan bagi masyarakat daerah pantai. Wilayah Indonesia yang sebagian
besar (70%) perairan merupakan negara yang kaya rumput laut.Poncomulyoet al.
(1994).BBP2HP (2014), menyatakan rumput laut di ekspor ke Cina dan sebagian
ke Fillipina. Sebanyak 85% rumput laut yang bahwa pada tahun 2014 total ekspor
rumput laut Indonesia sebanyak 114.000 ton dan hampir seluruh di ekspor hanya
dalam bentuk mentah dan hanya 15% yang diolah didalam negeri. Karena itu
terdapat Opportunity cost dari ekspor tersebut yaitu potensi keuntungan yang
hilang karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan mengekspor dalam
bentuk sudah diolah.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas potensial Indonesia yang
digunakan sebagai bahan bakuberbagai industri. Rumput laut komersial yang
bernilai ekonomi tinggi dan dibudidayakan di Indonesia yaitu Gracilaria sp.
Sebagai penghasil agar (agarofit), Sargassum sp. sebagai penghasil alginat
(alginofit), dan Eucheuma sp. sebagai penghasil karagenan (karaginofit)
Anggadiredja et al. (2006).
Rumput laut bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai bukanlah
barang yang baru lagi.Mereka telah mengenal dan memanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan obat tradisional dan bahan makanan.
Dengan demikian berarti rumput laut mempunyai suatu bahan yang dapat
dimanfaatkan orang untuk kesehatannya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
penggunaan rumput laut dalam makanan sehari-hari.Makanan ringan, minuman,
jajanan atau cemilan tidak dapat lagi dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.
Namun sering kali cemilan yang dikonsumsi kurang baik, karena tidak memberi
kontribusi zat gizi yang beragam dan tentunya juga bisa diterima secara

organoleptik.Pembuatan sirup rumput laut ini dimaksudkan untuk meningkatkan


nilai tambah rumput laut melaluiinovasi olahan rumput laut.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktek kerja industri (PRAKRIN) di
perusahaan pengolahan diversifikasi hasil perikanan ini adalah :
Mengetahui tahapan pembuatan produk sirup rumput laut Euchemma cottoni.
Mengetahui dan memahami sanitasi dan hygiene yang diterapkan dalam
pengolahan produk sirup rumput laut di BBP2HP
Mengetahui dan memahami standar mutu yang mengacu pada Program
Menenjemen Mutu Terpadu (PMMT/HACCP) pada pengolahan produk sirup
rumput laut di BBP2HP
Mengetahui perhitungan analisa usaha pengolahan produk sirup dari rumput
laut

1.3 Manfaat
Manfaat mengikuti kegiatan ini yaitu dapat mengetahui cara pembuatan
sirup rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil pembuatan sirup rumput laut
Eucheuma cottonii diharapkandapat memberikan informasi mengenai proses
pembuatan dalam usaha skala kecil.Terutama untuk petani budidaya rumput laut
sehingga dapat meningkatkan nilai jual rumput laut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diversifikasi Pengolahan Hasil Perikanan


Pengolahan diversifikasi hasil perikanan adalah ilmu yang mempelajari
tentang pengolahan hasil perikanan dengan menerapkan teknologi tepat guna
antara daging ikan dengan bahan tambahan lain yang diterapkan pada
petani/pengusaha ikan, untuk mendapatkan Added value/nilai tambah pada produk
perikanan atau menampung hasil panen yang berlebih, serta hubungan antara yang
satu dengan lainnya (Anonimus,2013).
Diversifikasi merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi
ikan masyarakat. Diversifikasi ini bertujuan untuk memenuhi selera konsumen
yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada alternatif dan
penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi(Ismanadji dan
Sudari, 1985).
Macam-macam jenis diversifikasi olahan ikan dan rumput laut antara lain :
1. Nugget
11. Kue pai
2. Siomay
12. Snack mie bandeng
3. Ekado
13. Sirup
4. Rolade
14. Chesee stick
5. Kaki naga
15. Kulit pangsit
6. Risoles ikan tuna
16. Sabun transparan Rumput Laut
7. Fish stik
17. Sabun mandi Rumput Laut
8. Samosa
18. Shampoo Rumput Laut
9. Empek-empek
19. Pengharum ruangan Rumput Laut
10. Bakso ikan
20. Pasta gigi Rumput Laut
11. Sirup rumput laut

2.2 Rumput laut


Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber
pendapatan bagi masyarakat daerah pantai. Wilayah Indonesia yang sebagian
besar (70%) perairan merupakan negara yang kaya rumput laut.Poncomulyoet al.

(1994).BBP2HP (2014), menyatakan bahwa pada tahun 2014 total ekspor rumput
laut Indonesia sebanyak 114.000 ton dan hampir seluruh rumput laut di ekspor ke
Cina dan sebagian ke Fillipina. Sebanyak 85% rumput laut yang di ekspor hanya
dalam bentuk mentah dan hanya 15% yang diolah didalam negeri.Karena itu
terdapat Opportunity cost dari ekspor tersebut yaitu potensi keuntungan yang
hilang karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan mengekspor dalam
bentuk sudah diolah.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas potensial Indonesia yang
digunakan sebagai bahan baku berbagai industri. Rumput laut komersial yang
bernilai ekonomi tinggi dan dibudidayakan di Indonesia yaitu Gracilaria sp.
Sebagai penghasil agar (agarofit), Sargassum sp. sebagai penghasil alginat
(alginofit), dan Eucheuma sp. sebagai penghasil karaginan (Karaginofit)
Anggadiredja et al. (2006).
Rumput laut bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai bukanlah
barang yang baru lagi.Mereka telah mengenal dan memanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan obat tradisional dan bahan
makanan.Dengan demikian berarti rumput laut mempunyai suatu bahan yang
dapat dimanfaatkan orang untuk kesehatannya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
penggunaan rumput laut dalam makanan sehari-hari.Makanan ringan, jajanan atau
cemilan tidak dapat lagi dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.Namun sering kali
cemilan yang dikonsumsi kurang baik, karena tidak memberi kontribusi zat gizi
yang

beragam

dan

tentunya

juga

bisa

diterima

secara

organoleptik.Pembuatansirup rumput laut ini dimaksudkan untuk meningkatkan


nilai tambah rumput laut melaluiinovasi olahan rumput laut.
2.3 Pengertian Eucheuma cottonii

Gambar 1. Rumput laut Eucheuma cottoni


Eucheuma

cottonii

merupakan

jenis

rumput

laut

yang

banyak

dibudidayakan.Jenis rumput laut ini dapat dikonsumsi sebagai sirup rumput laut
maupun karaginan. Karaginan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan
farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil
(Nehen,1987).

2.4 Klasifikasi dan Morfologi Eucheuma cottoni


Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) penghasil karaginan.Jenis karaginan yang dihasilkan dari rumput
laut Eucheuma cottonii adalah Kappa-karaginan, sehingga jenis ini secara
taksonomi dinamai Kappaphycus alvarezii.Nama Cottonii umumnya lebih
dikenal dan umumnya dipakai dalam dunia perdagangan internasional (Sulastri,
2011). Berdasarkan klasifikasi taksonomi (Anggadiredja et. Al. ,2009), Eucheuma
cottonii digolongkan ke dalam :

Kingdom :Plantae
Division :Rhodophyta
Kelas :Rhodophyceae
Bangsa :Gigartinales
Suku :Solierisceae
Marga :Eucheuma
Jenis :Eucheuma cottonii (kappaphycus
Alvarezii)

Ciri-ciri Eucheuma cottonii yaitu thallus silindris, permukaan licin,


Cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda), serta berwarna hijau terang,
hijau Olive, dan cokelat kemerahan.Percabangan thallus berujung runcing atau
tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan- tonjolan), dan duri lunak/tumpul yang
melindungi Gametangia.Percabangan bersifat Alternatus (berseling), tidak teratur,
serta dapat bersifat Dichotomus (percabangan dua-dua) atau Trichotomus (system
percabangan tiga-tiga)(Anggadiredjaet. Al, 2009).
Eucheuma cottonii tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada
daerah yang selalu terendam air (subtidal), melekat pada substrat di dasar perairan
yang berupa batu karang mati, batu karang hidup atau cangkang moluska.
Umumnya mereka tumbuh dengan baik di daerah terumbu karang (reef) karena
tempat ini beberapa persyaratan untuk pertumbuhan terpenuhi, antara lain faktor
kedalaman, suhu, cahaya, substrat, dan gerakan air (Atmadja et. Al, 1996).
Proses pembuatan sirup rumput laut
Secara garis besar, proses pembuatan sirup rumput laut terdiri dari
beberapa tahap, yaitu tahap persiapan bahan, pencampuran dan pemanasan,
pengisian dan penutup botol, dan pendinginan.
Pada proses persiapan bahan utama dalam pembuatan sirup rumput laut
adalah sirup gula dan rumput laut, sedangkan bahan tambahan adalah CMC,
Prisa dan pewarna makanan. Dalam pembuatan sirup rumput laut, gula
ditambahkan dalam bentuk sirup gula terlebih dahulu, setelah itu pencampuran
sirup gula dengan rumput laut yang telah di blender.
2.7 Pembuatan sirup gula dan pencampuran rumput laut
Sirup gula terdiri dari dua komponen utama yaitu gula dan air yang di
masak dan dicampur dengan rumput laut dan CMC yang sudah di blender
hingga larut dengan sempurna. Menurut Bielig dan Werner (1986), sirup gula
atau juga disebut sirup sederhana dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu cara dingin
dan cara panas. Cara dingin dilakukan dengan mencampurkan atau melarutkan
gula dan air pada suhu ruang.Cara panas dilakukan dengan melarutkan gula dan

air sambil dipanaskan. Pemanasan berfungsi untuk mempercepat proses


pelarutan dan mengurangi jumlah mikroorganisme. Pembuatan sirup gula
biasanya dilakukan dengan cara panas sambil dilakukan pengadukan untuk
mempercepat proses pelarutan. Pemanasan dihentikan saat konsentrasi sirup gula
mencapai 650C (Campbell, 1950)

2.5 Kandungan gizi

No
1
2

Parameter
Air
Abu

Satuan
%
%

Asin
26,77
34,38

Tawar Alkali
18,62
15,13

Metode uji

21,75

SNI. 01-2891-1992

15,77

Butir 5.1
SNI. 01-2891-1992

Lemak

0,51

0,58

0,55

Butir 8.2
SNI. 01-2891-1992

Protein

1,87

2,09

1,71

Butir 8.2
Kjeldahj

Serat kasar

0,90

5,29

19,64

SNI. 01-2891-1992

Karbohidrat

35,57

58,29

40,58

Butir 1.1
Perhitungan

Energy

154,4

246,7

174,1

Perhitungan

Karagenan

23,68

20,97

20,97

Table 1. Kandungan Gizi Rumput Laut

2.2 Sanitasi dan Hygiene


Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang menitberatkan kepada kegiatan
usaha kesehatan hidup manusia.Sanitasi makanan adalah salah satu usaha untuk
pencegahannya. Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan
yang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai
usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktorfaktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit
(Purnawijayanti, 1999).
Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang
akan membantu memperbaiki, mempertahankan, atau mengembalikan kesehatan
yang baik pada manusia (Jenie, 1996). Sedangkan hygiene adalah ilmu yang
berhubungan dengan masalah kesehatan, serta sebagai usaha untuk memperbaiki
kesehatan. Dalam pengertian tersebut juga terkandung makna perlunya
perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar
terhindar dari sakit, kecelakaan ataupun prosedur kerja yang tidak memadai
(Purnawijayanti, 2001).
Sanitasi pangan ditunjukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam
tempat produksi, persiapan penyimpanan,penyajian makanan, dan air sanitasi.
Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat ensensial dalam setiap cara
penanganan. Program sanitasi yang dijalankan bukan untuk mengatasi masalah
kotornya lingkungan atau kotornya proses pengolahan bahan, tetapi untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah
terjadinya kontaminasi silang.
Prinsip dasar sanitasi meliputi dau hal, yaitu membersihkan dan
sanitasi.Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa
makanan dan tanah yang mungkin menjadi media baik bagi pertumbuhan
mikroba.Sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia dan metode fisika
untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan
alat dan mesin pengolah makanan.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab kontaminasi pada industri hasil
perikanan :
1. Cemaran (kontaminan) adalah benda atau bahan asing yang tidak dikehendaki
yang terdapat di dalam hasil olah.

2. Jenis-jenis cemaran (kontaminan) adalah :


a. Cemaran berupa tanah
Berpa tanah, pasir, kerikil, debu sangat mengganggu sifat indrawi selama
dikunyah dan tanah merupakan tempat hidupnyaberbagai macam mikroba.
Cemaran berupa tanah ini dapat terikut pada hasil perikanan saat :
Penangkapan udang disebabkan peralatan yang tidak bersih dan terdapat
kotoran yang akan mencemari, penangan udang pada saat pembongkaran
kapal plastik pelelangan, perlakuan pendahuluan sebelum pengangkutan,
penyimpanan, dan pengolahan karena kondisi bangunan, peralatan,
lingkungan produksi yang kotor dan berdebu, pekerja melalui berbagai
mekanisme dapat merupakan sumber cemaran tanah dari tangan, kaki,
serta anggota badan lain yang terkena tanah.
b. Cemaran bahan sisa pemungutan hasil
Pada waktu penanganan dan pengolahan diperoleh bahan sisa yang tidak
terpakai seperti sisik ikan, sisa kotoran, ekor dan lainnya.
c. Cemaran berupa wujud benda-benda asing
Bisa berasal dari pekerja, peralatan, atau bangunan serta cara kerja yang
kurang baik.
d. Cemaran serangga dan cemaran biologic lain.
e. Cemaran bahan kimia
Seperti logam berat, insektisida, peptisida, herbisida, dan lain-lain.
f. Cemaran mikrobiologik
Berupa cemaran mikroba yang bisa menurunkan mutu bahan. Pada saat
suhu tinggi dan suhu rendah pertumbuhan mikroba mengalami penurunan,
sedangkan pada suhu sedang (15,6C sampai 48,9C) pertumbuhan
mikroba berlangsung cepat.
2.4.1. Sanitasi dan hygiene bahan baku
Bahan baku merupakan objek dalam suatu proses pengolahan yang
mempunyai peranan yang cukup penting untuk menentukan suatu kebersihan
dalam industri pengolahan pangan, oleh karna itu perlu dilakukan suatu
penanganan yang baik sebelum dilakukan suatu pengolah terhadap bahan baku.
2.4.2. Sanitasi dan hygiene air
Air merupakan kebutuhan prinsip dalam sebuah industri pengolahan
makanan khusus pembekuan ikan. Sanitasi air perlu dilakukan dalam suatu
industri pembekuan ikan untuk menghindari terjadinya kontaminasi makanan
9

melalui air yang telah terkontaminasi dan air tersebut digunakan dalam proses
pengolahan pangan. Tujuan sanitasi air untuk proses pengolahan pangan ini untuk
menyediakan air memenuhi persyaratan serta menjamin tidak terjadinya
kontaminasi makanan oleh air yang digunakan selama tahap preparasi,
pengolahan maupun alat pekerja.
2.4.3. Sanitasi dan hygiene peralatan
Peralatan yang digunakan harus terlebih dahulu dicuci dan debersihkan,
sebelum proses tahapan pembekuan dilakukan. Peralatan harus bersihg, tidak
kotor, tidak terkena bakteri dan selalu dalam keadaan yang terjaga sanitasi serta
hygienenya.Peralatan seperti keranjang dan long pan dibersihkan dengan air
mengalir dan selalu disikat, agar lebih bersih dan higienis digunakan sabun food
grade. Meja proses dibersihkan menggunakan air yang mengalir setiap kali selesai
proses produksi. Peralatan yang sudah dibersihkan disususn rapi dengan bagian
bawah diberi pallet agar tidak bersentuhan langsung dengan lantai.
Menurut Jennie (1998), pada dasarnya system pembersihan peralatan meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Menghilangkan cemaran
2. Menghilangkan residu cemaran dan detergen atau bahan pembersih
3. Pembilas untuk menghilangkan cemaran dan detergen, pencucian peralatan dapat
menggunakan chlorine 10-25 ppm. Peralatan kontaminasi makanan selama proses
pengolahan pada peralatan merupakan kontaminasi makanan.
2.4.4.

Sanitasi dan hygiene alur proses


Setiap alur proses yang dilakukan selalu mengusahakan kebersihan cara
pengolahan produk. Cara penangannya selalu cepat dan melaksanakan sesuai
prosedur yang sebenarnya.

2.4.5. Sanitasi dan hygiene pekerja


Pekerja merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas produk,
pekerja yang baik akan memakai seragam dengan rapi, baju seragam bersih,
memakai peralatan diruang proses, selalu berhati-hati dalam menjaga kualitas dan
kesterilan produk.
2.4.6. Sanitasi dan hygiene lingkungan

10

Lingkungan juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas


bahan baku. Lingkungan yang bersih membuat pekerja dan semua yang
berpengaruh ikut merasa nyaman, sedangkan lingkungan yang kotor cenderung
memberikan kesan yang kurang nyaman terhadap lingkungan tersebut. Dalam
sanitasi dan hygiene lingkungan dilakukan pembersih ruang proses, mencuci
peralata-peralatan selesai digunakan.
2.4.6

PMMT/HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
kontroldalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas
identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi.
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang
aman bagi konsumen.Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan
adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan
mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem
pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir
diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya
sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu
produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi
perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan
banyak industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena
meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri
akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh
permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor. Penerapan HACCP dalam
industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen
perusahaan yang bersangkutan.Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses
maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah
diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation
Operational Procedure (SSOP).

11

2.4.7 Analisa usaha


Analisa usaha dalam industri merupakan suatu usaha untuk melihat
prospek usaha yang akan dijalankan dimasa mendatang sebagai salah satu upaya
untuk meminimalkan resiko kegagalan usaha. Secara lebih mudah, analisa usaha
dapat kita gunakan untuk memprediksi apakah usaha yang akan kita jalankan akan
mendapatkan keuntungan atau justru akan mengakibatkan kerugian. Dengan
analisa usaha ini pula, seorang pengusaha dapat menentukan tingkat keuntungan
dan meminimalisir segala sumber kerugian.
Analisa usaha yang dilakukan meliputi: Perhitungan biaya investasi, biaya
produksi, harga pokok, harga jual dan perkiraan pendapatan serta kriteria
kelayakan usaha yang meliputi: Break event point (BEP), Return of Investmen
(ROI), Benefit cost ratio (B/C) dan Pay Back Periode (PBP). Beberapa analisa
usaha secara sederhana adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan Biaya Investasi
Merupakan biaya yang digunakan untuk menjalankan proyek atau usaha

baru. Biaya investasi terdiri dari dua hal, yaitu:


Biaya investasi tetap, terdiri dari biaya bangunan dan peralatan serta perijinan

usaha
Biaya modal kerja (biaya veriabel), adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
membiayai kegiatan operasional usaha dalam jangka waktu tertentu.
2. Perhitungan Biaya produksi
Merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk proses produksi,
misalnya: pembelian bahan baku, biaya bahan baker, upah pekerja, sewa alat dan

sebagainya.Biaya produksi dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variable.


Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dengan perubahan

jumlah produksi. Misal biaya sewa gedung, biaya tenaga kerja tetap dll.
Biaya variable adalah biaya yang dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Misalnya,
biaya bahan baku, biaya kemasan, biaya tenaga kerja borongan/harian dll.

2. Penentuan Harga Pokok

Harga pokok terdiri dari:


Harga Pokok Penjualan (HPP), yaitu harga terendah yang tidak mengakibatkan
kerugian bagi produsen atau juga disebut dengan harga satuan produk, yang
diperoleh dari:

12

Total biaya pertahun


HPP=

Total biaya produksi

Harga Jual, merupakan harga pokok produk ditambah keuntungan yang


diinginkan produsen. Harga jual ditetapkan mengikuti harga pasar tetapi lebih
tinggi dibandingkan dengan HPP.
Harga Jual =

HPP + (% keuntungan yang diinginkan x HPP)

3. Perkiraan Pendapatan/laba
Pendapatan merupakan hasil perhitungan dari seluruh pendapatan
penjualan yang diperoleh dikurangi dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan.
Pendapatan/laba

= Total penjualan total biaya


= (jumlah produk x harga jual) total biaya

4. Analisa Kelayakan Usaha


Suatu bisnis usaha dikatakan layak jika memenuhi beberapa kriteria
kelayakan usaha dibawah ini:
A. Break Event Point (BEP)
Merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya
produksi, sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan. Dengan kata lain,
perusahaan dalam kondisi impas atau tidak untung dan tidak rugi. Oleh karena
itu, bila volume penjualan lebih kecil dari nilai BEP maka pengusaha mengalami
kerugian sebaliknya bila seorang pengusaha menginginkan untung maka
pengusaha harus memproduksi lebih dari nilai BEP, BEP juga dapat dipakai untuk
merencanakan tingkat keuntungan yang tidak dikehendaki.
Biaya tetap
BEP =
1 Biaya variabel
Total penjualan

13

Total biaya produksi


BEP =
Harga jual perkemasan

Break Event Point (BEP) dapat digunakan untuk :


1. Merencanakan

terlebih

dahulu

berapa

volume

produksi/penjualan

minimum agar tidak merugi, walaupun belum memperoleh keuntungan.


2. Mengetahui lebih dahulu berapa volume produksi/penjualan agar mulai
memperoleh keuntungan.
3. Merencanakan volume produksi/penjualan untuk memperoleh sejumlah
laba tertentu.
4. Memperkirakan jumlah rugi/laba yang akan diraih pada volume
produksi/penjualan tertentu.
5. Menentukan harga jual agar memproleh sejumlah laba tertentu pada
volume produksi/penjualan tertentu.
B. Return Of Investment (ROI)
ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap
jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu.Dengan analisa
ROI, perushaan dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam
mengembalikan modal yang telah ditanamkan. Factor factor yang
mempengaruhi besar kecilnya ROI antara lain :
1. Kemampuan pengusaha dalam menghasilkan laba.
2. Kemampuan pengusaha dalam mengembalikan laba.
3. Penggunaan modal dari luar untuk memperbesar perusahaan.
Rumus perhitungan ROI :
Laba Usaha
ROI =
Total Biaya Produksi

14

C. Pay Back Period (PBP)


Pay Back Period (PBP) adalah waktu untuk dapat mengembalikan semua
investasi yang telah dikeluarkan. PBP menunjukkan estimasi jangka waktu
pengembalian investasi industri. Perhitungan nilai PBP adalah sebagai berikut:
Nilai invesatasi
PBP =
Keuntungan pertahun
D. Benefit Cost Ratio (B/C)
Benefi cost ratio (B/C) adalah suatu alat untuk menilai kelayakan suatu usaha,
disamping menghitung tingkat keuntungan suatu. Fungsi nilai B/C ini sebagai
pedoman untuk mengetahui seberapa besar produksi pada periode berikut,
sehingga dapat menghasilkan keuntungan.Nilai B/C = 1 berarti usaha tersebut
belum mendapat keuntungan sehingga perlu pembenahan. Semakin kecil nilai
rasio maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan.
Hasil penjualan
B/C =
Total biaya produksi

15

16

BAB III
KEGIATAN PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek Kerja Industri (PRAKRIN) Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan, Sekolah Menengah Kejuruan 2 Bontang dilaksanakan selama 2 bulan
yaitu pada tanggal 17 Maret sampai 14 Mei 2015 di Balai Besar Pengembangan
dan pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP).Lokasi balai berada di Jalan. Raya
Setu No. 70 Cipayung, Jakarta Timur. Kantor dan laboratorium BBP2HP buka
setiap hari senin-jumat mulai pukul 07.30-15.00, pada hari jumat Balai perikanan
ini selalu mengadakan senam bersama dengan semua karyawan.
3.2 Lokasi Perusahaan
Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan adalah unit
pelaksana teknis di bidang pengujian penerapan hasil perikanan, yang berada
dibawah dan tanggung jawab kepada Direktur Jendral Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan.

Gambar 2.Lokasi BBP2HP

17

3.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan


1. Laboratorium Pengujian
Laboratorium penguji BBP2HP melakukan pengujian sesuai ISO/IEC
17025:2005 dan bertanggung jawab untuk melakukan pengujian baik ruang
lingkup yang telah terakreditasi maupun yang belum terakreditasi. Ruang
lingkup laboratorium penguji BBP2HP meliputi :
a. Laboratorium Mikrobiologi
Jenis pengujian yang sudah terakreditasi yaitu Angka Lempeng
Total (ALT), Coliform dan Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus
aureus, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio chloreae.
Jenis pengujian yang belum terakreditasi namun sudah menerapkan
ISO/IEC 17025:2005 yaitu, Listeria monocytogenes, Kapang dan Khamir,
parasit cacing dan analisa mikrobiologi air dengan metode membran filter
b. Laboratorium Organoleptik
Jenis

pengujian

yang

sudah

terakreditasi

yaitu,

Organoleptik/Sensori, Suhu Pusat, Bobot Tuntas,Filth (benda asing),


Kepekatan Saus Tomat dan Rasio Penyerapan Air (RPA).
Jenis pengujian yang belum terakreditasi namun sudah menerapkan
ISO/IEC 17025:2005 yaitu pemeriksaan kaleng (headspace, overlap, fisik
bagian luar dan dalam, kevakuman, dan salinitas), Viskositas, penentuan
mutu pasta ikan (uji tekstur, uji gigit, uji lipat), Formalin (Rapid Test),
Rhodamin (Rapid Test), dan Boraks (Rapid Test).
c. Laboratorium Kimia
Jenis pengujian yang sudah terakreditasi yaitu Proksimat (air, abu,
lemak, dan protein), logam berat Cd, Hg, Pb, Kloramfenikol (ELISA),
AOZ dan AMOZ (ELISA) dan Histamin (Spektroflurometer)
Jenis pengujian yang belum terakreditasi namun sudah menerapkan
ISO/IEC 17025:2005 yaitu Indol, Total Volatile Base (TVB), Trimetil
Amina (TMA), Urea, pH, Mineral (Fe, Cu, Ca, Mg, Na, dan K),
Kloramfenikol (HPLC), Tetrasilkin,Oxolinic Acid, Metabolit Nitrofuran
(LCMSMS), Sulfit, Polifosfat, Hidrogen Peroksida, Malachite Green dan

18

Leucomalachite Green, kandungan karagenan, agar dan alginate, kadar


garam, Histamin (HPLC) dan abu tak larut dalam asam.
d. Laboratorium Hayati
Jenis pengujian sudah menerapkan ISO/IEC 17025:2005 yaitu
Paralytic

Shellfish

Poisoning(PSP), Amnestic

Shellfish

Poisoning

(ASP),Diarretic Shellfish Poisoning (DSP), Ciguatera Fish Poisoning


(CFP), identifikasi plankton dan bentik, uji kualitas air (pH, COD, BOD,
kecerahan, dan salinitas).
2. Workshop Uji Terap Teknik pengolahan dan Pemasaran
Sarana dan prasarana untuk mendukung inovasi teknologi pengolahan
bernilai tambah, non konsumsi dan pengemasan; bimbingan teknis; magang;
penelitian; TOT (Training of Trainer) bagi pelaku usaha, petugas Dinas Perikanan
dan instansi terkait, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.
3. Mobil Alih Teknologi dan Informasi (ATI)
Sarana dan prasarana bergerak (mobile) untuk penyebarluasan informasi,
demonstrasi, pameran terkait dengan teknologi produk hasil perikanan, pengujian
dan sertifikasi produk serta klinik pelayanan pengembangan usaha pengolahan
hasil perikanan kepada masyarakat. Pelayanan mobil ATI telah melakukan
demonstrasi/apresiasi di 85 lokasi yang diikuti oleh 3580 peserta, mulai dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2014.

19

Gambar 3. Fasilitas BBP2HP


3.5 StrukturOrganisasi
Struktur organisasi Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil
Perikanan (BBP2HP) dapat dilihat pada gambar 4 :
Kepala BBP2HP
BAGIAN TATA USAHA
SUBBAGIAN PERENCANAAN
SUBBAGIAN INFORMASI
SUBBAGIAN UMUM

BIDANG PENGOLAHAN HASIL BIDANG


PERIKANAN
PENGUJIAN HASIL
PERIKANAN
BIDANG
MONITORING HASIL PERIKANAN

SEKSI TEKNOLOGI
SEKSI
PENGOLAHAN
MIKROBIOLOGI
PERENCANAAN
DAN ORGANOLEPTIK PENGOLAHAN
PERENCANAAN
SEKSI MONITORING
CEMARAN KIMIA

SEKSI SARANA DAN PRASARANA PENGOLAHAN


SEKSI KIMIA DAN HAYATI
SEKSI MONITORING CEMARAN BIOLOGI

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

20

Gambar 4. Struktur Organisasi BBP2HP


3.4 Lay Out

Gambar 5. Lay-out pengolahan BBP2HP

21

BAB IV
HASIL PRAKTEK

4.1 Alat dan Bahan


A. Alat yang digunakan dalam proses pembuatan Sirup Rumput Laut adalah:
No

Nama alat

Jumlah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

Panci
Mangkok plastik
Sendok
Meja kerja
Alat pengaduk
Timbangan elektrik
Penyaring
Blender
Kompor gas
Gelas ukur

1
4
1
1
1
1
1
1
1
1

22

to
p
lrR
u
L
k
s
h
b
m
P
a
ig
d
n
e
B
y
B. Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Sirup Rumput Laut aalah :
No

Nama bahan

Jumlah

1.
2.
3.
4.
5.

Bubur Rumput laut Eucheuma cottonii


Gula pasir
CMC (Carboxymethyl cellulose)
Air mineral
Pewarna dan Perisa makanan

20 %
200 gr
2,5 %
Secukupnya
Secukupnya

4.2 Alur proses

23

4.3 Proses pengolahan

A. Rumput laut Eucheuma cottonii

Gambar 6. Rumput laut Eucheuma cottoni

Rumput laut diawali dengan pencucian hingga bersih. Kemudian rumput


laut direndam dengan air 2 malam agar penyerapan air ke dalam rumput laut
berjalan optimal. Sampai rumput laut terlihat bersih, putih, dan segar.

24

B. Penimbangan Bahan

Gambar 7. Penimbangan bahan

Penimbangan dilakukan dengan cara menimbang semua bahan pembuatan


sirup rumput laut, untuk mengetahui jumlah berat bahan sirup rumput laut.
C. Pemblenderan

Gambar 8. Pemblenderan Rumput laut


Pemblenderan Rumput laut dilakukan dengan menambahkan CMC 2,5 %.
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan
tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat
air sehingga molekul molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh
CMC (Manife,1989).

25

D. Pemasakan dan Pencampuran dengan cara memanaskan

Gambar 9. Pemasakan dan Pencampuran denga cara memanaskan


Sirup gula terdiri dari 2 komponen utama yaitu gula dan air yang di masak
dan campuran rumput laut dengan CMC yang sudah di blender hingga larut
dengan sempurna. Menurut Bielig danWerner (1986), sirup gula atau disebut juga
sirup sederhana dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu cara dingin dan cara panas.
Cara dingin dilakukan dengan melarutkan gula dan air pada suhu
ruang.Cara panas dilakukan dengan melarutkan gula dan air pada suhu ruang.Cara
panas dilakukan dengan melarutkan gula dan air sambil dipanaskan. Pemanasan
berfungsi untuk mempercepat proses pelarutan dan mengurangi jumlah
mikroorganisme. Pembuatan sirup gula biasanya dilakukan dengan cara panas
sambil dilakukan pengadukan untuk mempercepat proses pelarutan. Pemanasan
dihentikan saat konsentrasi sirup gula mencapai 650C Brix (Campbell,1950).
B. Penyaringan sirup rumput laut

26

Gambar 10. Penyaringan sirup rumput laut


Proses penyaringan pada sirup rumput laut yaitu berfungsi untuk
menghancurkan gumpalan rumput laut yang belum terlarut semua dan selain itu
mengangkat sisah ampasnya. Penyaringan akan menahan zat padat yang mempunyai
ukuran partikel lebih besar dari pori saringan. Proses filtrasi yang dilakukan adalah
bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair kemudian disaring dan
menghasilkan ampas (residu).

C. Penambahan pewarna dan perisa nanas

Gambar 11. Penambahan pewarna dan perisa nanas

Setelah proses penyaringan dan larutan sirup rumput laut sudah jadi di diamkan
selama 3 menit. Penambahan perisa dan pewarna makanan 1-2% untuk
27

menghasilkan aroma dan warna.Perisa merupakan bahan tambah makanan berupa


preparat konsentrat, warna dari suatu produk makanan atau minuman merupakan
salah satu Lembe yang sangat penting. Warna merupakan LemberLa dasar untuk
menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat Lember petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan (deMan,1997).

D. Pengemasan dalam botol lalu dinginkan

Gambar 12. Pengemasan dalam botol lalu dinginkan

28

Proses pengisian sirup ke dalam botol harus dilakukan pada waktu sirup masih
panas (hot filling). Dengan tujuan agar sisa-sisa mikroorganisme yng masih
tersisah dalam botol dapat dihambat pertumbuhannya (Tressler dan Joslyn,
1961).Dalam menentukan kemasan botol yang digunakan harus aman dan tidak
berbahaya.

4.4 Analisa usaha

N
O

Uraian/item

Jumlah/
Quantit
y

Satuan
/Unit

II
1

Biaya Variabel
Bahan baku
Bubur Rumput

2.000

Gr

10.000/kg

24.000

2.
3.
4.
5.

Laut
Gula pasir
CMC
Air mineral
Pewarna

7.000
200
1.000
10.000

Gr
Gr
Gr
Gr

20.000/kg
5.000/50 gr
8.000/kg
5.000/50 gr

20.000
10.000
2.000
100.000

6.
2
3

makanan
Perisa makanan
Packing
Transportasi

Gr
unit
Hari

5,000/50 gr
200/unit
25,000

10.000
240.000
1.000.000
Rp 1.406.000

500.000

1.000.000
200,000
1,200,000

II

Biaya tetap
Tenaga kerja
Biaya listrik

10.000
1.200
40
Jumlah
2

Harga
satuan/Unit
price

Orang

Jumlah

Total harga/Total
price

Table 2. Analisa Usaha

Kapasitas produksi perhari rata-rata 1 kg sirup rumput laut atau jika diasumsikan
20 hari kerja dalam satu bulan = 20kg kue pai stiap harinya.

29

Produk sirup rumput laut dijual dalam kemasan botol plastik @20 gr rata-rata sebanyak
1.000 buah dalam 1 bulan dengan prediksi biaya

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai laporan praktik kerja
industri, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya dan saya banyak
berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi sempurnanya laporan praktik kerja industri ini.Semoga laporan
praktik kerja industri ini berguna bagi para pembaca pada umumnya.
5.2 Saran
Dalam praktek pembuatan sirup rumput laut di sarankan untuk menguji
konsentrasi gula yang digunakan pada pembuatan sirup rumput laut dengan
karakteristik sirup rumput laut.

30

LAMPIRAN

31

DAFTAR PUSTAKA

Nama penulis, tahun diterbitkan, judul tulisan/artikel, alamat website, waktu


mengakses.
Rante Cristina, 2015, pai rumput laut karya usaha kecil, edisi, cetakan, penerbit,
kota terbit.
Yuliana

Dewi,

2015,

rumput

laut

dan

masa

depanku

bersamanya,

www.mimpiindahku kelak, diakses tanggal 21 Oktober 2015.

32

Anggadiredja,J.T . 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya,Jakarta.


(www.penghasilkaregenofit.com), 22oktober 2015
Poncomulyo et al. 1994.BBP2HP 2014. Penebar rumput laut, Jakarta.
(www.rumputlaut.com), 1 januari 2016
Nehen,1987. Pengenalan jenis jenis rumput laut indonesia, Jakarta
(www.puslitbangoseonologi.com), 1 januari 2016
Anggadiredja J, T. 2009. Rumput Laut, Jakarta.
(www.penebarswadaya.com) 1 januari 2016
Atmadja et. Al, 1996. Klasifikasi rumput laut, Yogyakarta

Sulistyowaty, 2009.Rumput Laut.Penebar swadaya, Jakarta


Hadywijaya, 2006.Rumput Laut. Penebar swadaya, Jakarta

33

34

Anda mungkin juga menyukai