Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah asal usul Lampung dapat selesai pada
waktunya.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari beberapa sumber
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan terima kasih pada
semua yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Demikian, saya berharap semoga makalah Pendidikan Etika dan Kearifan Lokal tentang “Asal
usul Lampung” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, 15 September 2019

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................................................... 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................. 4
1.3 TUJUAN .......................................................................................................................................... 4
BAB II ISI .................................................................................................................................................... 5
2.1 ASAL KATA LAMPUNG .............................................................................................................. 5
2.2 SEJARAH LAMPUNG .................................................................................................................. 9
2.3 ADAT ISTIADAT LAMPUNG ................................................................................................... 12
2.4 KONDISI GEOGRAFI………………………………………………………………..................19
2.5 KOMPOSISI PENDUDUK………………………………...……………………........……...…21
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 22
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia terdiri atas 34 provinsi dengan masing-masing ibu kotanya. Dengan 34 provinsi
tersebut tentu Indonesia juga memiliki berbagai macam suku yang tersebar di segala penjuru
nusantara. Setiap suku mempunyai kebudayaan, adat istiadat, dan pandangan hidup yang berbeda-
beda. Dengan itu, makalah ini akan membahas salah satu kebudayaan dari 34 provinsi tersebut.
Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang kebudayaan yang hidup dan melekat dalam
masyarakat Lampung.
Lampung merupakan salah satu nama provinsi Indonesia yang terletak di pulau
Sumatera. Letak provinsi Lampung berada di bagian paling selatan pulau Sumatera dengan ibukota
Bandar Lampung. Lampung memiliki potensi alam yang sangat beragam. Selain sumber daya alam
yang begitu melimpah, letaknya yang berbatasan langsung dengan lautan membuat Lampung
memiliki potensi kekayaan laut yang sangat melimpah. Selain kekayaan alam yang melimpah,
Lampung juga memiliki kekayaan budaya yang tidak kalah tersohor bila dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lain di pulau Sumatera. Sebagai pendatang di Provinsi Lampung haruslah kita
mengenal daerah tersebut sebagai wujud peduli dan hormat kita terhadap tempat baru. Dalam mata
kuliah Pendidikan Etika dan Kearifan Lokal, mahasiswa dituntut untuk mengenal lingkungan
tempat tinggal yakni Provinsi Lampung.
Dalam perkembangannya, daerah Lampung yang memiliki wilayah seluas 35,288.35 km2
ini telah mengalami beberapa perubahan budaya dan pergeseran tata cara kehidupan, namun tetap
tanpa mengubah apa yang telah menjadi tradisi mereka yang telah dilestarikan secara turun
temurun. Untuk lebih jauh mengetahui mengenai kebudayaan yang ada pada daerah ini
maka akandijelaskan lebih rinci dan lengkap pada bab pembahasan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Darimana asal usul kata lampung?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Provinsi Lampung?
3. Bagaimana adat Istiadat Provinsi Lampung?
4. Bagaimana kondisi geografi Provinsi Lampung?
5. Bagaimana komposisi penduduk Provinsi Lampung?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui asal usul kata Lampung
2. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Provinsi Lampung
3. Untuk mengetahui adat istiadat Provinsi Lampung
4. Untuk memahami kondisi geografi Provinsi Lampung
5. Untuk menjelaskan komposisi penduduk Provinsi Lampung

4
BAB II
ISI
2.1 ASAL KATA LAMPUNG
Sejarah asal mula kata Lampung berasal dari beberapa sumber. Salah satu sumber menyebutkan
bahwa pada zaman dahulu provinsi ini bila di lihat dari daerah lain seperti melampung/terapung. Sebab
wilayahnya sendiri pada waktu itu sebagian besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan hanya dihubungkan
deretan Bukit Barisan di tanah Andalas. Karena daerah ini pada saat itu tampak terapung, lalu muncullah
sebutan lampung (melampung).

Sumber lain berdasarkan sebuah legenda rakyat menyebutkan, zaman dulu di daerah ini ada
seorang yang sakti mandraguna serta memiliki kepandaian yang sulit ada tandingannya bernama Mpu
Serutting Sakti. Sesuai dengan namanya, salah satu kesaktian Mpu tersebut dapat terapung diatas air.
Kemudian di ambil dari kepandaian Mpu Serutting Sakti itu, tersebutlah kata lampung (terapung).

Riwayat lain menyebutkan bahwa pada zaman dahulu ada sekelompok suku dari daerah
Pagaruyung Petani, dipimpin kepala rombongan bernama Sang Guru Sati. Suatu ketika Sang Guru Sati
mengembara bersama ketiga orang anaknya, masing-masing bernama Sang Bebatak, Sang Bebugis dan
Sang Bededuh. Karena kala itu tanah Pagaruyung sudah dianggap tak dapat lagi mampu memberikan
penghidupan yang layak, lalu ketiga keturunan ini akhirnya mencari daerah kehidupan baru.

Dalam riwayat ini disebutkan, Sang Bebatak menuju ke arah utara, menurunkan garis keturunan
suku bangsa Batak. Sang Bebugis menuju ke arah timur, menurunkan garis keturunan suku bangsa Bugis
dan Sang Bededuh menuju ke arah timur-selatan yang merupakan garis keturunan suku Lampung.

Singkat cerita, keturunan berikutnya dari Sang Guru Sati lalu tinggal di Skala Brak. Saat
rombongan tersebut memasuki sebuah daerah yang di sebut dengan Bukit Pesagi, Appu Kesaktian, salah
seorang ketua rombongan menyebut kata “lampung”; maksudnya menanyakan siapa bermukim di tempat
ini.

Kemudian dalam pertemuan ini, pertanyaan yang dilontarkan Appu Kesaktian di jawab oleh
Appu Serata Dilangit yang sudah lebih dulu menetap di sana dengan kata “wat” yang dalam bahasa
daerah berarti ada. Artinya, tempat tersebut ada yang menghuni. Karena terjadi selisih paham, kedua
tokoh itu bersitegang namun mereka akhirnya menjalin persaudaraan. Selanjutnya nama “lampung” selalu
diucapkan dan jadi nama tempat.

Versi lain dari cerita rakyat Lampung yang penuturannya hampir sama dengan kedatangan Appu
Kesaktian di Bukit Pesagi adalah cerita tentang Ompung Silamponga. Dalam kisahnya diceritakan, di
daerah yang sekarang dinamakan Tapanuli, dulu terjadi letusan gunung berapi. Karena letusan gunung
berapi itu cukup dahsyat, di tempat ini banyak penduduknya yang mati terkena semburan lahar panas
serta bebatuan yang disemburkan dari gunung berapi tersebut. Namun, meskipun letusan itu sangat hebat,

5
banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri. Letusan gunung api di daerah Tapanuli ini menurut
tuturannya membentuk sebuah danau yang kini di kenal dengan nama Danau Toba.

Adalah empat orang bersaudara, masing-masing bernama Ompung Silitonga, Ompung


Silamponga Ompung Silaitoa dan Ompung Sintalanga berhasil selamat dari letupan gunung berapi.
Mereka berempat menyelamatkan diri meninggalkan tanah Tapanuli menuju ke arah tenggara. Dalam
penyelamatan diri itu, keempat bersaudara tersebut naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat pulau
Swarna Dwipa yang sekarang bernama Pulau Sumatera. Siang malam mereka tidur diatas rakit terus
menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing dilautan tanpa tujuan yang pasti. Persediaan
makananpun dari hari ke hari semakin berkurang. Keempat bersaudara ini juga sempat singgah di pantai
untuk mencari bahan makanan yang diperlukan.

Entah apa sebabnya, suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga enggan diajak untuk
meneruskan perjalanan. Padahal ia pada waktu itu dalam keadaan menderita sakit. Merekapun turun ke
daratan dan setelah itu menghanyutkan Ompung Silamponga bersama rakit yang mereka naiki sejak dari
tanah Tapanuli. Berhari-hari Ompung Silaponga tak sadarkan diri diatas rakit.
Pada suatu ketika, Ompung Silamponga sadar begitu merasakan rakit yang ditumpanginya menghantam
suatu benda keras. Saat matanya terbuka, ia langsung kaget karena rakitnya telah berada di sebuah pantai
yang ombaknya tidak terlalu besar. Yang lebih mengherankan lagi, begitu terbangun badannya terasa
lebih segar. Segeralah dia turun ke pantai dengan perasaan senang. Ia tak tahu sudah berapa jauh berlayar
dan dimana saudaranya berada. Yang dia tahu, kini telah mendarat di suatu tempat. Kemudian Ompung
Silamponga tinggal di pantai tersebut. Kebetulan di pantai ini mengalir sungai yang bening. Pikirnya,
disinilah tempat terakhirnya untuk bertahan hidup, jauh dari letusan gunung berapi.

Setelah sekian lamanya Ompung Silamponga menetap di sini, yang menurut cerita tempatnya
terdampar itu sekarang bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung Barat, ia hidup sebagai petani.
Karena merasa sudah lama bertempat tinggal di daerah pantai, Ompung seorang diri akhirnya melakukan
perjalanan mendaki gunung dan masuk ke dalam hutan. Suatu ketika tibalah ia di sebuah bukit yang
tinggi dengan panorama yang indah. Pandangannya mengarah ke laut serta di sekitar tempat itu.

Kegembiraan yang dirasakannya, tanpa sadar dia berteriak dari atas bukit dengan menyebut
kata Lappung. Lappung dalam bahasa Tapanuli berarti luas. Keyakinannya, pastilah disekitar situ ada
orang selain dirinya. Dengan tergesa-gesa dia turun dari atas bukit. Sesampainya di tempat yang di tuju,
Ompung bertekad untuk menetap di dataran tersebut untuk selamanya.

Ternyata apa yang selama ini diyakininya memang benar, setelah cukup lama tinggal di sini,
Ompung akhirnya bertemu dengan penduduk yang lebih dulu menetap di tempat ini dengan pola hidup
yang masih tradisional. Tapi meskipun demikian, penduduk itu tidak mengganggu Ompung bahkan
diantara mereka terjalin tali persahabatan yang baik. Saat datang ajal menjemput, Ompung Silamponga
meninggal di dataran itu untuk selamanya. Daerah yang di sebut Lappung tersebut bernama Skala Brak.

Tuturan cerita rakyat di sini mengatakan, bahwa nama Lampung berasal dari nama Ompung
Silamponga. Namun ada pula yang menuturkan kalau nama Lampung di ambil dari ucapan Ompung saat
6
ia berada diatas puncak bukit begitu melihat dataran yang luas.
Versi berikutnya tentang asal-usul kata Lampung disebutkan bahwa Skala Brak merupakan
perkampungan pertama orang Lampung yang penduduknya dinamakan orang Tumi atau Buai Tumi.

Menurut Achjarani Alf dalam tulisannya tahun 1954 berjudul “Ngeberengoh” tentang istilah
kata Lampung, bahwa untuk menuliskan kata Lampung, selain orang Lampung yang beradat Sai Batin
maka mereka menuliskannya dengan sebutan Lampung dan bagi orang Sai Batin menyebutkannya dengan
sebutan `Lampung’ sebagaimana dalam bahasa Indonesia. Hal ini sama dengan sebutan “Mega-lo”
menjadi kata “Menggala”.

Sebelum ajaran agama Hindu masuk ke Indonesia, beberapa sumber menyebutkan bahwa di
daerah ini semasanya telah terbentuk suatu pemerintahan demokratis yang di kenal dengan sebutan
Marga. Marga dalam bahasa Lampung di sebut Mega dan Mega-lo berarti Marga yang utama. Dimana
masuknya pengaruh Devide Et Impera, penyimbang yang harus ditaati pertama kalinya di sebut dengan
Selapon. Sela berarti duduk bersila atau bertahta sedangan Pon/Pun adalah orang yang dimuliakan.

Ketika ajaran agama Hindu masuk ke daerah Selapon, maka mereka yang berdiam di Selapon ini
mendapat gelaran Cela Indra atau dengan istilah lebih populer lagi di kenal sebutan Syailendra atau
Syailendro yang berarti bertahta raja.

Berdasarkan catatan It-Shing, seorang penziarah dari daratan Cina menyebutkan, dalam lawatannya ia
pernah mampir ke sebuah daerah di tanah Swarna Dwipa (pulau Sumatera). Dimana di tempat itu walau
kehidupan penduduknya masih bersifat tradisional tapi sudah bisa membuat kerajinan tangan dari logam
besi (pandai besi) dan dapat membuat gula aren yang bahannya berasal dari pohon Aren. Ternyata tempat
yang disinggahinya tersebut merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Sriwijaya, yang mana kerajaan
besar ini sendiri gabungan dari Kerajaan Melayu dengan Tulang Bawang (Lampung).

Sewaktu pujangga Tionghoa It-Shing singgah melihat daerah Selapon, dari It-Shing inilah
kemudian lahir nama Tola P’ohwang. Sebutan Tola P’ohwang diambilnya dari ejaan Sela-pun. Sedangkan
untuk mengejanya, kata Selapon ini di lidah It-Shing berbunyi: So-la-po-un. Berhubung orang Tionghoa
itu berasal dari Ke’, seorang pendatang negeri Cina yang asalnya dari Tartar dan dilidahnya tidak dapat
menyebutkan sebutan So maka It-Shing mengejanya dengan sebutan To. Sehingga kata Solapun atau
Selapon disebutnya Tola P’ohwang, yang kemudian lama kelamaan sebutan Tolang Powang menjadi
Tulang Bawang.

Kerajaan Sriwijaya berbentuk federasi yang terdiri dari Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang
Bawang semasanya menerima pengaruh ajaran agama Hindu. Sedangkan orang Melayu yang tidak
menerima ajaran tersebut menyingkir ke Skala Brak. Sebagian lagi tetap menetap di Mega-lo dengan
budaya yang tetap hidup dengan ditandai adanya Aksara Lampung.

Di antara orang Sela-pon yang menyingkir ke Skala Brak, guna untuk merapatkan kembali
7
hubungan dengan orang Melayu yang pindah ke Pagaruyung, dilakukanlah pernikahan dengan seorang
wanita bernama “Tuanku Gadis”. Dari pernikahan tersebut, Selapon akhirnya mendapat istilah baru lagi
menjadi Selampung, dengan silsilahnya yang asli mereka gelari “Abung”.

Pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan agung yang wilayahnya sangat luas.
Rajanya yang pertama bernama Sri Jayanegara (680). Wilayah daerahnya meliputi sejumlah daerah di
Sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan Barat, bahkan nama Sriwijaya termashur hingga ke Malaysia dan
Singapura (konon di ambil dari nama panglima perang Sriwijaya yang mendarat di sana bernama
Panglima Singapura) sampai ke India.

Kemashuran Kerajaan Sriwijaya di tanah air meninggalkan beberapa bukti kejayaan, diantaranya
sebuah candi di Muara Takus Provinsi Jambi yang di kenal dengan Candi Muara Takus, makam raja-raja
di Bukit Siguntang, Bukit Besar Palembang, Sumsel serta sejumlah prasasti (batu bertulis) yang berada di
beberapa tempat, seperti: Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang, Prasasti Talang Tuo di
Palembang, Prasasti Telaga Batu di Palembang, Prasasti Bom Baru di Palembang, Prasasti Kota Kapur di
Pulau Bangka, Prasasti Karang Berahi di Jambi, Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan dan Prasasti
Nalanda di Mesium Nalanda di India.

Dari sejumlah berita-berita ini diketahui, Sriwijaya memperoleh kemajuan sekitar abad ke 7 dan 8
masehi dibawah pemerintahan Raja Balaputra Dewa dari Wangsa Syailendra. Kemajuan-kemajuan itu,
diantaranya: Membentuk armada laut yang kuat sehingga memberikan kemudahan bagi para pedagang
untuk singgah dan berdagang dengan aman; Kapal-kapal dagang Sriwijaya berlayar hampir ke seluruh
pelabuhan di Asia; Memberikan kesempatan pada putra-putri Indonesia untuk belajar sampai ke India
(Perguruan Tinggi Nalanda).

Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada sekitar abad ke 11 masehi. Lemahnya kerajaan
yang sempat jaya ini dikarenakan mendapat serangan dari Kerajaan Cola pimpinan Rajendrachola tahun
1025 dan munculnya Kerajaan Kediri yang mengadakan ekspedisi Pamalayu ke Sumatera.

Dari beberapa keterangan di peroleh bahwa kata Lampung telah berulang kali mengalami
perubahan. Semula sebelum Hindu dari India masuk ke Nusantara di sebut Selapon. Setelah Hindu masuk
mendapat gelaran Cela Indra atau Syailendra/Syailendro. Abad ke IV oleh It-Shing disebutkannya Tola
P’ohwang (Tulang Bawang). Abad ke VII di masa Tuanku Gadis mendapat gelaran Selampung yang
kemudian menjadi sebutan Lampung.

8
2.2 SEJARAH LAMPUNG
Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 31964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi
Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih
merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka
memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat
menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah
Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.

Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi
pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung ini
dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC
yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk
menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.

Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya
VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk
Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan
menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan
menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan
Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten.

Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah piagam dari
Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu
pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada
VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.

Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung
Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan ia
mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak
mendapatkan lada yag dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Lampung yang
dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk
begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih
mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.

Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah Kekuasaan
Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung tidak mutlak.

Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang" atau kadang-kadang
disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi (lada).

Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota
yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada dibawah koordinasi penguasaan Jenang Gubernur. Jadi
penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai
monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung
adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.
9
Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka dan tidak
mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah
jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk
Residen Belanda untuk Lampung.

Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda
merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang
menghasilkan persetujuan bahwa :

1. Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.

2. Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap tahun.

3. Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu
berada dibawah pengaruhnya.

Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan perlawanan-
perlawanan terhadap Belanda.

Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Inten,
namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak
buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 - 1830),
maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia
dan digantikan oleh Putranya Radin Imba Kusuma.

Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di
daerah Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak
berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda
dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.

Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini
menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau
Timor.

Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda
dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata
tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk tentara sewaan yang
terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah
Telukbetung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri
yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Inten II ini ditangkap dan
dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.

Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai
dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-
kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari
Telukbetung menuju Palembang.

10
Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik
setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan
melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada
awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi
Lampung.

11
2.3 ADAT ISTIADAT LAMPUNG

A. Adat istiadat masyarakat

Berdasarkan adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi ke dalam dua golongan besar, yakni
masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin atau Peminggir.

Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung,Jabung, Way Jepara,
Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh,Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang
Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh,Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura,
Muara Dua, Kayu Agung,empat kota ini ada di Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan
bahkan Merpasdi Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena
sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masingmasing terdiri dari:

 Paksi Pak Sekala Brak (Lampung Barat)


 Bandar Enom Semaka (Tanggamus)
 Bandar Lima Way Lima (Pesawaran)
 Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)
 Marga Lima Way Handak (Lampung Selatan)
 Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatera Selatan)
 Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatera Selatan)
 Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat)
 Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)

Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:

 Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai,Nyerupa).
Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur,Sukadana, Labuhan
Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
 Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan).Masyarakat
Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan dan Wiralaga.
 Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atauSuku Tambapupus, Minak
Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiamidelapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau,
Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, PadangRatu, Gedungtataan, dan Pugung.
 WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu limaketurunan Raja Tijang
Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami wilayah adat: NegeriBesar, Pakuan Ratu, Blambangan
Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
 Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi, Indor Gajah, Perja,Debintang)Masyarakat
Sungkay Bunga Mayang menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan Negara Ratu.

B. Falsafah Hidup Ulun Lampung


Falsafah Hidup Ulun Lampung tercantum dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:

12
 Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
 Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
 Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
 Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
 Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)

Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.

Sumber: Wikipedia
Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):

 Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri


 Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
 Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
 Nengah-nyampugh mak ngungkung, sakai-Sambaian gawi

C. Bahasa Lampung
Bahasa Lampung adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Provinsi Lampung, selatan
Palembang dan pantai barat Banten.Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan
dengan inimasih dekat berkerabat dengan bahasa Melayu , dan sebagainya. Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung
memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api) yangdipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai,
Darah Putih Rajabasa, Balau Telukbetung,Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang
beradat LampungSaibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek O
(nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat LampungPepadun). Dr Van Royen
mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan
Dialek Abung atau Nyow.

13
D. Aksara Lampung
Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan
dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf
hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah
tetapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda
mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had
Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had
Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing,
angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf
Induk berjumlah 20 buah. Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau
perubahan.Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang
dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarangadalah hasil dari penyempurnaan tersebut.

E. Baju adat Lampung

Sumber: https://www.romadecade.org/pakaian-adat-lampung/#!

Berikut penjelasan pakaian adat Lampung:


1. Kalung Papan Jajar
Pakaian ini merupakan sebuah kalung yang memiliki gantungan berwujud 3 lempengan perahu yang
disusun secara berbeda-beda. Aksesoris ini biasa dikenakan oleh laki-laki. Nilai-nilai filosofis yang
terkandung di dalamnya adalah simbol suatu kehidupan yang baru yang akan dijalani dan diwariskan
secara turun-temurun.

14
2. Kalung Buah Jukum
Kalung buah jukum merupakan sebuah kalung yang terdiri dari gantungan berupa serangkaian miniatur
buah jukum. Makna filosofis yang terdapat pada kalung ini adalah simbol doa agar para pengantin segara
mempunyai keturunan.

3. Selempeng Pinang
Aksesoris ini merupakan kalung berukuran panjang yang terdiri dari gantungan yang menyerupai buah
atau bunga.

4. Ikat Pinggang
Ikat pinggang atau sabuk untuk pakaian adat laki-laki ini bernama bulu serti dan dilengkapi sebuah
terapang (keris) yang merupakan senjata tradisional dari masyarakat Lampung.

5. Gelang Burung
Gelang burung ini berupa gelang pipih yang memiliki aksesoris menonjol, yakni bentuk garuda terbang.
Sesuai dengan namanya, garuda melambangkan ciri khas Indonesia. Gelang yang dipakai di lengan kanan
dan kiri tersebut memiliki makna akan sebuah kehidupan panjang dan kekerabatan yang erat setelah
melakukan pernikahan.

6. Gelang Kano
Ciri khas dari gelang ini adalah bentuknya yang menyerupai ban. Gelang kano yang dipakai di bawah
gelang burung ini memiliki makna filosofis, yakni melambangkan pembatas tentang semua perbuatan
buruk setelah melakukan pernikahan.

7. Gelang Bibit
Selain gelang kano, masih ada gelang lagi yang dikenakan di bawahnya, yakni Gelang Bibit. Gelang ini
merupakan sebuah simbol doa agar para pengantin segera mempunyai keturunan.

8. Siger
Siger merupakan sebuah mahkota emas yang khas dan dikenakan oleh kaum wanita pada pakaian adat.
Mahkota emas ini menyimbolkan 9 ruji yang menunjukkan 9 sungai yang dimiliki di wilayah Lampung,
yakni sungai Way Sekampung, Way Seputih, Way Abung Pareng, Way Kanan, Way Tulang Bawang,
Way Semangka, Way Sunkai, Way Mesuji, dan Way Kanan. Siger memiliki makna filosofis, yakni
sebagai simbol kebudayaan Lampung.

9. Seraja Bulan
Seraja bulan merupakan serangkaian mahkota kecil yang beruji 3 dan terletak di atas siger dengan
berjumlah 5 buah. Filosofi yang terkandung dalam pakaian ini adalah melambangkan bahwa dulu pernah
ada 5 kerajaan yang berkuasa di Lampung, yakni ratu dipuncak, ratu dipunggung, ratu dibelalau, ratu
dipemanggilan, dan ratu darah putih.

Selain itu seraja bulan juga memiliki makna filosofis lainnya yang menyimbolkan 5 falsafah hidup yang
dimiliki masyarakat Lampung, yakni harga diri, terbuka tangan, hidup bermasyarakat, bernama bergelar,
dan bergotong-royong.

15
10. Subang
Subang merupakan aksesoris yang dipakai di ujung daun telinga kaum wanita. Bentuk subang pada
umumnya terbuat dari emas dan menyerupai buah kenari. Pada bagian subang, dapat anda temui kawat
kuning berbentuk bulat lonjong yang digunakan sebagai sangkutan umbai-umbai.

11. Perhiasan Leher Dan Dada


Perhiasan yang terdapat pada leher dan dada pakaian wanita diantaranya adalah kalung buah jukum,
kalung papanjajar, dan kalung ringit. Sama seperti aksesoris laki-laki, kalung buah jukum merupakan
sebuah kalung yang terdiri dari gantungan berupa serangkaian minaiatur buah jukum.

Kalung papanjajar merupakan kalung yang memiliki gantungan berwujud 3 lempengan perahu yang
disusun secara berbeda-beda. Sedangkan kalung ringit merupakan kalung dengan sembilan buah uang
ringit.

12. Perhiasan Pinggang Dan Lengan


Di bagian pinggang dan lengan, dikenai pakaian selempang pinang yang digantung secara melintang dan
menyerupai bunga. Selain itu juga dikenakan sejenis ikat pinggang berbahan beludru yang berhias
kelopak bunga dengan berbahan kuningan. Perhiasan pada bagian lengan adalah gelang burung, gelang
kano, gelang bibit dan gelang duri.

F. Tarian Adat Lampung

Macam-macam Tarian Adat Provinsi Lampung

1. Tari Jangget
Tari Jangget melambangkan atau mempunyai makna bersifat keluhuran budi dan susila dari masyarakat
Lampung itu sendiri.

Tari Jangget memiliki beberapa macam, yakni:

 Tari Jangget Nyamuk Temui: Dibawakan oleh pemuda-pemudi Lampung, tarian ini
dilaksanakan ketika sedang menyambut tamu agung yang sedang berkunjung ke daerah
mereka.
 Tari Jangget Bakha: Tarian yang dibawakan oleh pemuda-pemudi ketika sedang bulan
purnama atau selesai panen, untuk mengekspresikan rasa syukur mereka terhadapa Yang
Di-atas.
 Tari Jangget Penganggik: Tetap dimainkan oleh pemuda-pemudi Lampung, tarian ini
dimainkan ketika mereka menerima anggota baru.
 Tari Jangget Pilangan: Dimainkan oleh pemuda-pemudi, tarian ini biasanya dimainkan
ketika anggota keluarga sedang melepas pergi salah satu anggotanya menikah dan pergi
meninggalkan desa ; mengikuti suami atau istri.
 Tari Jangget Agung: Dimainkan ketika ada upacara adat melantik kepala Adat baru di
desa.

16
2. Tari Melinting Tarian Khas Lampung Timur

Awalnya tarian ini hanya dipertontonkan untuk keluarga dan lingkungan kerajaan, namun pada tahun
1958 sudah berkembang luas menjadi tarian ke rakyat. Jadi semua masyarakat Lampung bisa menonton
Tarian Melinting ini.

Dahulu tarian ini bersifar tertutup, hanya untuk acara penting dan sakral saja tarian ini boleh di
selenggarakan, namun seiring waktu dan perkembangannya semakin meluas tarian ini langsung dimaknai
dengan rasa syukur dan kebahagiaan masyarakat Lampung atas apa yang mereka selalu dapatkan di
kehidupan.

Dibawakan oleh pemuda-pemudi Lampung, untuk jumlah biasanya Tari Melinting dibawakan oleh 8
penari, terdiri dari masing-masing 4 laki-laki dan 4 perempuan. Memiliki beberapa babak seperti babak
pembuka, babak kugawo ratu, babak knui melayang, dan babak penutup.

3. Tari Bedana – Tarian Adat Lampung Saat Khatam Al-Quran

Ada saat masuknya Islam di Indonesia, tarian ini awalnya hanya diselenggarakan saat ada keluarga yang
baru sajah khatam Al-Qur’an. Namun seiring perkembangan waktu, Tari Bedana bisa dipertontonkan
untuk seluruh masyarakat Lampung secara terbuka.

Bermakna ajaran Islam didalamnya dan mencerminkan sisi kehidupan dan sikap masyarakat Lampung,
Tari Bedana juga akrab dan ramah lalu sebagai simbol persahabatan dan pergaulan anak remaja di daerah
Lampung. Tarian Bedana merupakan pengekspresian perasaan gembira dan sukacita yang mendalam
dengan diiringi musik gamelan khas Jawa.

4. Tari Sigeh Pengunten – Tarian Adat Lampung Khas Pepadun


Tarian ini menggambarkan kegembiraan karena kedatangan tamu ke acara mereka. Selain berfungsi untuk
menjadi penyambutan, Tari Sigeh Pengunten ini menjadi pengucapan rasa terimakasih yang telah datang
ke acara. Tarian ini dilakukan oleh wanita dengan jumlah ganjil dimulai dari jumlah 5, 7, 9 , 11, dan
seterusnya.

Yang membuat tarian ini unik dan berbeda dari tarian Lampung lainnya yaitu, salah satu penari
membawa Tepak. Tepak adalah sebuah kotak yang berwana kuning keemasan berisi daun sirih, itu akan
diberikan kepada tamu.

17
5. Tari Merak Kenyangan
Memiliki penari dengan jumlah minimal tiga orang, Tari Merak memiliki fungsi masing-masing di
setiap gerakan penarinya. Diiringi lagu Macan Ucul, ada beberapa adegan waditra boning dipukul di
bagian kayunya yang amat keras sampat terdengar bunyinya. Itu mengartikan bahwa sepasang burung
merak sedang bermesaraan. Dipertunjukkan untuk penyambutan gelar adat Lampung.
6. Tari Halibambang – Tarian Adat Lampung Sekala Brak
Diambil dari dua kata yaitu Hali: Seperti, atau Bagaikan. Bambang: Kupu-kupu. Tari Hali bambang dapat
disimpulkan sebagai tarian yang menggambarkan kupu-kupu yang sedang berterbangan sambil
mengibaskan sayapnya dengan indah di alam yang bebas.
7. Tari Nyambai – Tarian Khas Lampung
Tercipta bersama saat Lampung memiliki kebiasaan menggelar acara meresmikan gelar adat, tarian ini
dipentaskan bersamaan dengan acara upacara perkawinan. Nama Nyambai diambil dari kata Cambai yang
Sirih. Sirih melambangkan kebersamaan atau keakraban di masyarakat Lampung.

Nyambai ini sendiri memiliki makna antara laki-laki dengan gadis dipertemukan untuk menyambung tali
silaturahmi, berkenalan dan menunjukkan kemampuan mereka dalam menari. Lalu karena kehadiran Tari
Nyambai itu sendiri untuk komunikasi dalam ajang cari jodoh bagi laki-laki dan si gadis tersebut.

8. Tari Piring Duabelas


Bermakna tarian sang ratu yang ditarikan saat menyambut para Ulu Balak yang pulang dari medan
perang. Ratu tersebut menyuguhkan tarian kepada Ulu Balak untuk menunjukkan rasa kegembiraan.
9. Tari Tupping – Tarian Drama Khas Lampung
Tarian satu ini menggambarkan semangat dan patriotisme pasukan tempur serta pengawal rahasia Radin
Inten, Radin Imba II, dan Raden Inten II di Kalianda, Lampung Selatan dalam melawan Belanda pada
masa penjajahan ratusan tahun silam. Didalam tarian ini banyak menampilkan seperti kestria, pelawak,
dan ada juga tokoh bijak sekaligus.

Tarian ini biasanya untuk menyambut tamu atau pernikahan. Jumlah penari dalam tarian Tupping
Lampung harus berjumlah 12 orang. Tidak boleh lebih maupun kurang. Karena pada jaman dahulu,
Tarian Tupping dianggap sangat sakral. Jadi, tidak boleh diubah dan di modifikasi sedikitpun.

Kepercayaan Lampung meyakini bahwa tupping-tupping tersebut memiliki arwah gaib yang tidak boleh
dipakai sembarangan orang. Bahkan sebelum memakai topeng ini, harus melakukan beberapa ritual
khusus dahulu.

Didalam sejarah terdapat 12 topeng itu memiliki fungsi dan makna nya tersendiri, itu juga
menggambarkan Raden Inten II dalam menyamarkan identitasnya saat reaksi melawan penjajahan
Belanda. Selain memiliki makna patriotisme, tarian Tupping sangat erat sekali dihubungkan dengan rasa
syukur masyarakat sekitar kepada sang Pencipta atas semua nikmat yang telah diberi.

18
2.4 KONDISI GEOGRAFI
Secara geografis Provinsi Lampung terletak antara 3045' Lintang Selatan dan 103050' –
105050' Bujur Timur dengan luas wilayah 35,376,50 km2 (“Gambaran Umum Lampung”). Provinsi
Lampung secara geografis terletak di ujung selatan Pulau Sumatera. Letaknya sangat strategis
karena provinsi ini menjadi sentral penghubung antara Jawa dan Sumatera. Di sebelah selatan,
provinsi dengan ibu kota Bandar Lampung ini bebatasan dengan Selat Sunda, kawasan yang harus
dilalui oleh siapapun yang hendak pergi dari Sumatera menuju Jawa atau sebaliknya. Di daerah
utara, Lampung berbatasan dengan provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah timur
berhadapan dengan Laut Jawa, dan di sebelah barat berhimpitan dengan Samudra Indonesia.
Bandarlampung adalah gabungan dari dua kota kembar, yakni Tanjungkarang dan Telukbetung.
Memiliki luas 35.288,35 km2, provinsi ini terdiri atas daerah pesisir, pulau kecil dan laut.
Luas seluruh daratannya mencapai 3.528.835 ha, sementara garis pantainya sepanjang 1.105 km.
Kawasan bagian barat merupakan daerah pegunungan yang menjadi bagian dari rangkaian Bukit
Barisan. Tercatat ada tiga buah gunung di sana dengan tinggi lebih dari 2.000 m dari permukaan
laut (dpl), yaitu Gunung Pesagi, Gunung Tanggamus, dan Gunung Tangkit Tebak. Provinsi ini juga
memiliki 70 pulau, terdiri atas 18 pulau berpenghuni dan 52 pulau lainnya tidak bertuan.

Jumlah
Desa/Kelurahan

Wilayah
2017 2015 2013
Lampung Barat 136 136 136

Tanggamus 302 302 302


Lampung Selatan 260 260 260

Lampung Timur 264 264 264


Lampung Tengah 314 314 307

Lampung Utara 247 247 247


Way Kanan 227 227 222

19
Tulang Bawang 151 151 151
Pesawaran 144 144 144

Pringsewu 131 131 131


Mesuji 105 105 75

Tulang Bawang Barat 96 96 80


Pesisir Barat 118 118 118

Bandar Lampung 126 126 126


Metro 22 22 22

2
Provinsi Lampung 643 2 643 2 585
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung

Secara topografis, Lampung terdiri atas daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan
>500 m dpl; daerah berombak sampai bergelombang dengan kemiringan 8%-15% dan ketinggian 300-
500 m dpl; daerah dataran alluvial dengan kemiringan 0%-3% dan ketinggian 25-75 m dpl; daerah
dataran rawa pasang surut dengan ketinggian 0,1-1 m dpl; dan daerah river basin. Meskipun demikian,
sebagian besar topografinya berada pada kemiringan kurang dari 15% sehingga membuat daerah
Lampung memiliki beberapa potensi alam yang dapat diandalkan

20
2.5 KOMPOSISI PENDUDUK
A. Ekonomi
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian terdiri dari:
• Sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) sebanyak 76,2%
• Sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, bangunan) sebanyak 9,3%.
• Sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan,jasa-jasa) sebanyak 14,5%.

B. Suku Bangsa
Penduduk Provinsi Lampung terdiri atas beragam suku bangsa yang dapat dibedakan menjadi
dua yaitu asli dan pendatang yang populasinya tersebar di berbagai daerah di Lampung. Berdasarkan
hasil sensus penduduk pada tahun 2000 didapatkan data komposisi penduduk berdasarkan suku
yang mendiami wilayah Lampung yaitu:

Nomor Suku Bangsa Jumlah (jiwa) Persentase

1 Jawa 4.113.731 61,88%


2 Lampung 792.321 11,92%
3 Sunda (termasuk Banten) 749.556 11,27%
4 36.292 3,55%
Semendo dan Palembang
5 754.989 11,35%
Suku bangsa lain
(Batak,Bengkulu,Bugis,Minang, dll)

JUMLAH 6.646.890 100%

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, 2000

21

Anda mungkin juga menyukai