1. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang kaya dalam segala hal. Tidak hanya keindahan
alamnya, pulau - pulaunya, tapi juga masyarakatnya. Dengan beragam suku, budaya, adat dan
bahasa [1]. Salah satunya Pulau Sumatera.
Secara Etomologi pariwisata berasal dari dua kata yaitu “ pari” yang berarti
banyak/berkeliling, sedangkan pengertian wisata berarti “pergi” [2]. Didalam kamus besar
indonesia pariwisata adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan rekreasi [3,4].
Sedangkan pengertian secara umum pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan
seseorang untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain dengan
meninggalkan tempat semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud mencari nafkah
di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata mata untuk menikmati kegiataan pertamasyaan
atau reakreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam [5,7]. Banyak negara yang
mengantungkan pendapatan pada sektor pariwisata karena industri pajak merupakann sumber
pajak dan pendapatan [8].
Dunia pariwisata yang saat ini sedang menjadi topik yang paling sering di bahas di
Indonesia bahkan di dunia merupakan aset penting dan salah satu devisa suatu negara yang
berkembang maupun negara maju. Keindahan alam dan buatan manusia sebagai mayoritas
sebuah negara memperlihatkan kepada wisatawan terhadap keindahan negaranya sendiri [9,10]
Pulau Sumatera terbagi atas 9 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Terdapat 13 kabupaten di Provinsi Lampung, yaitu : Lampung Barat, Lampung Selatan,
Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Pesawaran, Pringsewu,
Tanggamus, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan, Pesisir Barat. Dan terdapat 2
kota yaitu Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.
Provinsi Lampung berdiri sejak tanggal 13 Februari 1964 berdasarkan UU Nomor 14
Tahun 1954 dengan ibu kota Bandar Lampung. Memiliki pelabuhan samudera yang terletak di
Panjang, empat pelabuhan dermaga sungai yaitu, Pelabuhan Menggala, Pelabuhan Teladas,
Pelabuhan Wiralaga, dan Pelabuhan Sindang dan Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni
menghubungkan Pulau Sumatera dan Jawa [6].
Provinsi Lampung berada antara 3°45’ dan 6° lintang selatan serta 105°45’ dan 103°48’
bujur timur disebelah utara berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera
Selatan, disebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa, disebelah selatan dengan selat sunda dan
disebelah barat dengan Samudera Indonesia. Lampung menjadi penghubung utama lalu lintas
Pulau Sumatera dan Pulau Jawa maupun sebaliknya. Luas wilayah mencapai 35.376,50 km.
Lampung merupakan daerah beriklim tropis, dengan ciri – ciri cukup panas dan banyak turun
hujan. Suhu maksimum 33°C dan suhu minimum 22°C. Rata – rata kelembaban udara antara
80% - 88% dan pada daerah yang lebih tinggi kelembapan juga akan lebih tinggi.
Provinsi Lampung memiliki garis pantai yang cukup panjang. Wilayah daratan Provinsi
Lampung juga sangat bervariasi. Wilayah dataran rendah yang bergelombang hingga wilayah
pegunungan dengan perbukitan terbentang dari timur ke barat. Bagian tertinggi terdapat di
wilayah paling barat yang merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan. Bukit Barisan
1
merupakan rangkaian pegunungan vulkanik yang membentang disepanjang Pulau Sumatera dari
ujung Utara hingga Selatan.
Provinsi Lampung adalah salah satu wilayah di Pulau Sumatera yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk cukup tinggi. Pembauran antara penduduk asli dan pendatang telah
menghasilkan perkawinan silang yang semakin menambah keragaman budaya. Bertani adalah
mata pencaharian utama masyarakat Lampung. Hasil pertanian yang paling terkenal selain padi
dan jagung adalah lada, cengkeh, dan kopi.
Masyarakat Lampung asli memiliki struktur adat yang tersendiri. Bentuk masyarakat
hukum adat tersebut berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Secara
umum dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu masyarakat Saibatin dan masyarakat
adat Pepadun.
Masyarakat Lampung berdasarkan ikatan kekerabatannya dapat dibagi menjadi golongan-
golongan yang lebih kecil, yang lazimnya disebut Buay/Kebuayan.
Suku bangsa lampung yang beradat Pepadun dapat dibedakan menjadi :
a. Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga)
b. Tulang Bawang Mego Pak (Tulang Bawang Empat Marga)
c. Way Kanan Buay Lima (Way Kanan Lima Marga)
d. Sungkai Marga Bunga Mayang
e. Pubian Telu Suku (Pubiyan Tiga Suku)
Suku bangsa Lampung yang beradat Saibatin terdiri dari :
a. Melinting Rajabasa
b. Teluk Betung
c. Teluk Semangka
d. Krui dan Skala Bekhak
e. Ranau
Berdasarkan pembagian penduduk yang serba mendua ini maka Lampung dikenal sebagai
Propinsi Sang Bumi Ruwa Jurai yang dapat di artikan " Bumi Yang Dua dalam Kesatuan".
Di daerah Lampung dikenal berbagai peralatan dan perlengkapan adat yang
melambangkan status seseorang yang ditandai dengan pemilikan sebuah kain adat yaitu Kain
Tapis Lampung.
Penulis adalah mahasiswa transfer S1 yang berasal dari Lampung. Penulis memutuskan
untuk membahas Kain Tapis Lampung karena saat ini penenun dan penapis tradisional sudah
banyak berkurang bahkan kegiatan menapis mulai ditinggalkan dan mulai digantikan dengan
mesin yang durasi waktunya bisa lebih cepat berkali lipat. Semakin majunya jaman, terjadi pula
pergeseran kebiasaan, pola, adat, dan kebudayaan.
Berdasarkan jambore nasional yang telah diikuti oleh penulis pada tanggal 12-14 Januari
2018 di Kaliurang, dan terdapat beberapa pemateri pada saat seminar alam, ini dapat dikaitkan
dengan materi yang diberikan oleh Prof. Azril Azahari Ph.D. dengan tema “RESPONSIBLE
TOURISM: Pariwisata Berbasis Lingkungan” dan sub bab “Kearifan Lokal Sebagai Daya
Tarik”. Karena menurut penulis, Kain Tapis Lampung memiliki keunikan tersendiri dan juga
otentik.
2. Pembahasan
2
motif-motif seperti motif kait dan konci, pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia
yang telah meninggal, binatang, matahari, bulan, serta bunga melati. Setelah melewati rentang
waktu yang cukup panjang, akhirnya lahirlah kain tapis Lampung. Orang-orang Lampung terus
mengembangkan Kain Tapis sesuai dengan perkembangan zaman, baik pada aspek teknik dan
keterampilan pembuatannya, bentuk motifnya, maupun metode penerapan motif pada kain dasar
Tapis Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang
sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh tradisi
Neolithikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.
Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan
tapis ini. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.
Pertemuan dengan kebudayaan lain tersebut menyebabkan terjadinya akulturasi antara unsur-
unsur hias kebudayaan tempatan (lama) dengan unsur-unsur hias kebudayaan asing (baru).
Unsur-unsur asing yang datang tidak menghilangkan unsur-unsur lama, akan tetapi semakin
memperkaya corak, ragam, dan gaya yang sudah ada. Berbagai kebudayaan tersebut terpadu dan
terintegrasi dalam satu konsep utuh yang tidak dapat dipisahkan dan melahirkan corak baru
yang unik dan khas. Kebudayaan yang memberikan pengaruh pada pembentukan gaya seni hias
kain tapis antara lain, kebudayaan Dongson dari daratan Asia, Hindu-Budha, Islam, dan Eropa.
Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan
penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan
jaman bahari sudah mulai berkembang sejak jaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai
kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun
1500-1700.
Bermula dari latar belakang sejarah ini, imajinasi dan kreasi seniman pencipta jelas
mempengaruhi hasil ciptaan yang mengambil ide-ide pada kehidupan sehari-hari yang
berlangsung disekitar lingkungan seniman dimana ia tinggal. Penggunaan transportasi pelayaran
saat itu dan alam lingkungan laut telah memberi ide penggunaan motif hias pada kain kapal.
Ragam motif kapal pada kain kapal menunjukkan adanya keragaman bentuk dan konstruksi
kapal yang digunakan.
Dalam perkembangannya, ternyata tidak semua suku Lampung menggunakan Tapis
sebagai sarana perlengkapan hidup. Diketahui suku Lampung yang umum memproduksi dan
mengembangkan tenun Tapis sebagai sarana perlengkapan hidup adalah suku Lampung yang
beradat Pepadun.
3
3. Tapis Lampung dari Sungai Way Kanan : Tapis Jung Sarat, Tapis Balak, Tapis Pucuk
Rebung, Tapis Halom/Gabo, Tapis Kaca, Tapis Kuning, Tapis Lawok Halom, Tapis
Tuha, Tapis Raja Medal, Tapis Lawok Silung.
4. Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak : Tapis Dewosano, Tapis Limar Sekebar,
Tapis Ratu Tulang Bawang, Tapis Bintang Perak, Tapis Limar Tunggal, Tapis Sasab,
Tapis Kilap Turki, Tapis Jung Sarat, Tapis Kaco Mato di Lem, Tapis Kibang, Tapis
Cukkil, Tapis Cucuk Sutero.
5. Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego : Tapis Rajo Tunggal, Tapis Lawet Andak, Tapis
Lawet Silung, Tapis Lawet Linau, Tapis Jung Sarat, Tapis Raja Medal, Tapis Nyelem di
Laut Timbul di Gunung, Tapis Cucuk Andak, Tapis Balak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis
Cucuk Semako, Tapis Tuho, Tapis Cucuk Agheng, Tapis Gajah Mekhem, Tapis Sasap,
Tapis Kuning, Tapis Kaco, Tapis Serdadu Baris.
4
Gambar 2. Kain Tapis motif Pucuk Rebung
5
Tapis ini dapat dipakai pada upacara-upacara adat dan berasal dari daerah Menggala,
Lampung Utara.
6
gambar 3. Proses pembuatan motif
3. Penutup
A. Simpulan
Perkembangan dan perubahan juga terjadi pada bentuk fisik dan ragam motif Kain Tapis.
Hal ini secara mudah dapat dilihat dari semakin beragamnya derivasi produk Kain Tapis.
Beragamnya derivasi produk Kain Tapis merupakan bukti nyata bahwa kain ini selain memiliki
7
nilai budaya tinggi, juga memiliki nilai-nilai ekonomis. Ketika sebuah benda budaya telah
teridentifikasi dan disadari mempunyai nilai ekonomis, maka biasanya akan diikuti oleh
munculnya klaim-klaim untuk memiliki nilai ekonomis kain tersebut. Oleh karena itu, segenap
stakeholder berupaya untuk menjaga dan melindungi Kain Tapis, tidak saja pada eksistensinya,
tetapi juga nilai-nilai, seperti nilai ekonomis yang dikandungnya.
B. Saran
Sebagai generasi penerus bangsa Indonesia seharusnya menjaga, melindungi,
mengembangkan kain tapis, diantaranya mematenkan hak cipta, sosialisasi kain tapis, dan
eksplorasi nilai ekonomis Kain Tapis, supaya tidak terjadi klaim-klaim oleh negara lain. Dan
sebagai generasi muda, sudah sepantasnya kita melestarikan kebudayaan daerah masing –
masing agar tidak mati ditelan jaman yang semakin maju ini dan juga dapat terus dirasakan dan
dinikmati oleh generasi penerus atau anak cucu kita kelak.
Reference
[1] Soeroso, A., & Susilo, Y. S. (2014). TRADITIONAL INDONESIAN GASTRONOMY AS A
CULTURAL TOURISM ATTRACTION. Editorial Board, 45.
[2] Hadikusuma, H. dan Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat-Budaya Lampung: Mandar Maju.
Bandung.
[3] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi
globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota
Yogyakarta, 4, 3-11.
[4] Anonim. 1983. Adat Istiadat Daerah Lampung. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:
Jakarta.
[5] Wahyuni, S., & Khoirudin, R. (2016). ANALISIS OPTIMALISASI ASET PADA TERMINAL
MENGGALA DI KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG. Jurnal
Manajemen, 5(2).
[6] UU Nomor 14 Tahun 1954.
[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan
Daerah.
[8] Wisnumurti, A. (2010). INTEGRATING THE'FOUR LANGUAGE SKILLS'IN TEACHING
ENGLISH FOR TOURISM. Jurnal Kepariwisataan, 4(2), 20-25.
[9] Ahmad, H., & Sigarete, B. G. (2018). Preferensi Mahasiswa dalam Berwisata: Studi Kasus
Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM), Yogyakarta. Jurnal
Kepariwisataan, 12(1), 55-64.
[10] Soeroso, A., & Susuilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal
Yogyakarta. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied
Management, 1(2).