“SUKU LAMPUNG”
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Budaya
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian,
kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kata
kebudayaan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan istilah culture dan dalam
bahasa Belanda disebut cultuur. Kedua kata ini berasal dari bahasa Latin colere, yang
berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani).
Dengan demikian, culture atau cultuur diartikan sebagai segala daya dan kegiatan
manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Melville J. Herkovits memandang
kebudayaan sebagai suatu yang superorganik karena kebudayaan yang turun-temurun
dari generasi ke generasi tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota
masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kelahiran dan kematian. Edward B.
Taylor melihat kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan tang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
B. Pengertian Suku
Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang mengidentifikasikan dirinya
dengan sesamanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama dengan merujuk
kepada ciri khas seperti budaya, Bahasa, agama dan perilaku. Suku bangsa terikat akan
identitas dan kesatuan kebudayaan serta hal-hal mendasar seperti asal-usul dan yang
lainnya. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa berarti sekelompok manusia yang
memiliki kesatuan budaya dan terikat oleh kesadaran dan identitas tersebut. Kesadaran
dan identitas biasanya dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Bahasa
Bahasa-bahasa yang digunakan di Lampung merupakan cabang Sundik yakni
berasal dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat. Bahasa ini digunakan tidak hanya
di propinsi Lampung saja namun bagian Selatan Palembang dan Pantai Barat Banten
juga menggunakan bahasa tersebut. Adapun aksara lampung yang disebut Had
Lampung (KaGaNga). Aksara ini ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf
Induk berjumlah 20 buah. Had Lampung ini dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu Aksara
Pallawa (India Selatan) berupa suku kata yang merupakan huruf hidup dan huruf Arab
menggunakan tanda-tanda fathah di baris atas dan tanda-tanda kasrah di baris bawah
tetapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda
di belakang dan masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Berdasarkan peta bahasa, bahasa Lampung memiliki dua subdialek.
1. Dialek Belalau (Dialek Api)
a. Bahasa Lampung Logat Belalau, dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang
berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu
Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong
dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda,
Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong
dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka,
Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau
Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung
Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di
Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
b. Bahasa Lampung Logat Krui, dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir
Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir
Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
c. Bahasa Lampung Logat Melinting, dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung
yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan
Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way
Jepara.
d. Bahasa Lampung Logat Way Kanan, dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung
yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan
Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
e. Bahasa Lampung Logat Pubian, dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang
berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan
Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan
Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan
Tanjung Karang Barat.
f. Bahasa Lampung Logat Sungkay, dipertuturkan Etnis Lampung yang
Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay
Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
g. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring, dipertuturkan oleh
Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring,
Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
2. Dialek Abung (Dialek Nyow)
a. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang
berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi,
Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di
Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih
Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan
Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota
Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di
Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
b. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung
yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan
Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan
Gedung Aji.
E. Sistem Kekerabatan
Masyarakat Lampung merupakan masyarakat dengan sistem menurut garis ayah
(Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut
Poyang asalnya masing-masing yang disebut “buay”. Setiap kebuayan itu terdiri dari
berbagai “jurai” dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang
terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha).
Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou
balak, lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan
yang disebut “paksi”. Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai
pemimpin yang disebut “penyimbang” yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang
mewarisi kekuasaan ayah secara turun temurun.
Hubungan kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima
kelompok. Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara
laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali
darah. Kedua, kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu
dari ayah) dan keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga,
kelompok baimenulung yang terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan
keturunannya. Keempat, kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu
bersaudara dan keturunannya. Kelima, kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan
wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan kerabatnya. Bentuk
perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk mulei),
dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak kerabat suami,
atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah kawin suami ikut pada
kerabat istri dan menetap di tempat istri.
Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu
cara kawin lari (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara pelamaran
orang tua (cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak
wanita. Perkawinan yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan
wanita anak saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut “ngakuk menulung”
atau dengan anak saudara wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak disukai
adalah pria dan wnaita anak saudara laki-laki ibu (ngakuk kelana) atau dengan anak
wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari) atau juga dengan anak dari saudara pria
nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih tidak disukai kawin dengan suku lain (ulun
lowah) atau orang asing. Apalagi berlainan agama (sumang agamou).
Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka
untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki
atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi) keturunan yang
putus (maupus). Jika tidak ada anak-anak saudara yang bersedia diangkat dapat
mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal saja disahkan dihadapan
kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai anak wanita, maka anak itu
dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/ anak wanita itu dijadikan
kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami (ngakuk ragah).
Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak akan menggatikan
kedudukan kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak
putus (mak mupus).
Sastra lisan Lampung juga mengenal warahan, semacam kisah rakyat yang
dituturkan seorang pewarah (semacam pengisah atau pendongeng) kepada seseorang atau
khalayak. Dalam perkembangannya, warahan dapat berbentuk puisi, puisi lirik, atau
prosa, tergantung dari kemampuan di pewarah dalam bertutur. Kalau kemudian ada
kreativitas yang berupaya memasukkan warahan dalam seni olah peran, teater modern, itu
karena memang dalam tradisi warahan, terdapat unsur-unsur olah vokal dan sesekali
pewarah menirukan gerak tokoh yang ia ceritakan, meskipun dalam bentuk yang sangat
sederhana.
I. Pakaian Adat
Pakaian adat Lampung adalah peninggalan budaya Lampung yang sangat khas
dan memiliki nilai seni yang tinggi. Pakaian adat ini sering digunakan para pengantin
sebagai simbol kebesaran budaya Lampung. Pakaian ini juga kadang digunakan dalam
pertunjukan seni tari daerah Lampung, seperti tari sembah, tari bedana, dan lain
sebagainya.
1. Pakaian Adat Laki-Laki
Pakaian adat laki-laki suku Lampung umumnya cukup sederhana, yakni
berupa baju lengan panjang berwarna putih, celana panjang hitam, sarung tumpal,
sesapuran dan khikat akhir. Sarung tumpal adalah kain sarung khas Lampung yang
ditenun menggunakan benang emas. Sarung ini digunakan di luar celana, mulai
lutut hingga pinggang. Setelah sarung, sesapuran atau sehelai kain putih dengan
rumbai ringgit diikatkan di luar sarung, sementara khikat akhir atau selendang bujur
sangkar dilingkarkan ke pundak menutupi bahu.
Baju adat pengantin laki-laki suku Lampung dilengkapi dengan beragam
pernik perhiasan. Sedikitnya ada 8 perhiasan yang biasanya dikenakan oleh laki-
laki, di antaranya kopiah emas beruji, perhiasan leher berupa kalung, perhiasan
dada, perhiasan pinggang, dan perhiasan lengan. Berikut ini adalah penjelasan dari
beberapa perhiasan tersebut:
a. Kalung papan jajar adalah kalung dengan gantungan berupa 3 lempengan siger
kecil atau perahu yang tersusun dengan ukuran berbeda. Filosofi dari kalung ini
adalah simbol kehidupan baru yang akan mereka arungi dan dilanjutkan secara
turun temurun.
b. Kalung buah jukum adalah kalung dengan gantungan berupa rangkaian
miniatur buah jukum sebagai perlambang doa agar mereka segera mendapatkan
keturunan.
c. Selempeng pinang adalah kalung panjang berupa gantungan menyerupai buah
atau bunga.
d. Ikat pinggang yang bernama bulu serti dilengkapi dengan sebuah terapang
(keris) yang menjadi senjata tradisional khas Lampung.
e. Gelang burung adalah gelang pipih dengan aksesoris bentuk burung garuda
terbang. Gelang yang dikenakan di lengan tangan kanan dan kiri ini
melambangkan kehidupan panjang dan kekerabatan yang terjalin setelah
menikah.
f. Gelang kano adalah gelang menyerupai bentuk ban. Gelang yang dikenakan
pada lengan kiri dan kanan di bawah gelang burung ini melambangkan
pembatasan atas semua perbuatan buruk setelah menikah.
g. Gelang bibit adalah gelang yang dikenakan di bawah gelang kano. Gelang ini
melambangkan doa agar segera mendapatkan keturunan.
2. Pakaian Adat Wanita
Pakaian pengantin wanita adat Lampung tidak begitu berbeda dengan pakaian
laki-lakinya. Sesapuran, khikat akhir, sarung rumpai (tapis) juga terdapat pada
pakaian pengantin wanita ini. Akan tetapi, pada wanita terdapat perlengkapan-
perlengkapan lain yang menambah nilai filosofis dan estetis di antaranya selappai,
bebe, katu tapis dewa sano.
Selappai adalah baju tanpa lengan dengan tepi bagian bawah berhias rumbai
ringgit, bebe adalah sulaman benang satin berbentuk bunga teratai yang
mengambang, sedangkan katu tapis dewa sano adalah rumpai ringit dari kain tapis
jung jarat.
Meski pakaian adat Lampung untuk wanita terkesan sederhana, akan tetapi ada
cukup banyak aksesoris yang harus dikenakan. Di antaranya siger, seraja bulan,
peneken, selapai siger, subang, kembang rambut, serta berbagai perhiasan leher dan
dada..
a. Siger
Siger adalah mahkota emas khas yang dikenakan di kepala pengantin wanita.
Mahkota ini melambangkan keagungan adat budaya Lampung. Siger memiliki 9
ruji, menandakan bahwa ada 9 sungai besar yang terdapat di Lampung, yaitu
Way Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Sunkai, Way Abung
Pareng, Way Tulang Bawang, Way Kanan, dan Way Mesuji.
b. Seraja Bulan
Seraja bulan adalah mahkota kecil beruji 3 yang terletak di atas siger dengan
jumlah sebanyak 5 buah. Aksesoris pakaian adat Lampung ini memiliki filosofi
sebagai pengingat bahwa dahulu ada 5 kerajaan yang sempat berkuasa di
Lampung, yaitu kerajaan ratu dibelalau, ratu dipuncak, ratu dipunggung, ratu
dipemangilan, dan ratu darah putih. Selain itu, seraja bulan juga bisa
melambangkan 5 falsafah hidup masyarakat adat Lampung, di antaranya piil
pesengiri (rasa harga diri), nemui nyimah (terbuka tangan), nengah nyappur
(hidup bermasyarakat), juluk adek (bernama bergelar), dan sakai sembayan
(gotong royong)
c. Subang
Subang adalah perhiasan yang digantungkan di ujung daun telinga. Subang
biasanya berbentuk menyerupai buah kenari dan terbuat dari bahan emas. Pada
subang terdapat beberapa kawat kuning bulat lonjong yang berfungsi sebagai
sangkuatan umbai-umbai.
d. Perhiasan Leher dan Dada
Beberapa perhiasan leher dan dada yang terdapat dalam pakaian adat Lampung
antara lain kalung buah jukum, kalung ringit, dan kalung papanjajar. Kalung
papanjajar adalah kalung dengan gantungan 3 lempengan siger kecil atau perahu
yang menjadi simbol kehidupan baru bagi para pengantin, kalung ringit adalah
kalung dengan aksesoris sembilan buah uang ringit, sedangkan kalung buah
jukum adalah kalung berbentuk menyerupai buah jukum yang dirangkai sebagai
simbolis agar mereka segera mendapat keturunan.
e. Perhiasan Pinggang dan Lengan
Perhiasan pinggang berupa selempang pinang yang digantungkan melintang dari
bahu ke pinggang menyerupai bunga serta bulu serti sebuah ikat pinggang yang
terbuat dari kain beludru berwarna merah berhias kelopak bunga dari kuningan.
Perhiasan lengan berupa beragam jenis gelang, seperti gelang burung, gelang
kano, gelang bibit, dan gelang duri. Makna filosofis dari gelang-gelang yang
dikenakan wanita sama dengan gelang yang dikenakan pria.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lampung . Diakses pada tanggal 18 Februari 2017.
http://daisymuutz.blogspot.co.id/2012/12/pakaian-adat-tradisional-daerah-lampung.html
Diakses pada tanggal 18 Februari 2017.
http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/05/pakaian-adat-lampung-gambar-dan.html
Diakses pada tanggal 18 Februari 2017.
LAMPIRAN
Peta wilayah Suku Lampung