“LAMPUNG”
4C / 10
SURAKARTA
2017
Suku Lampung
Etnis Lampung yang biasa disebut (Ulun Lampung, Orang Lampung) secara
tradisional geografis adalah suku yang menempati seluruh provinsi Lampung dan sebagian
provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura,
Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir, Merpas di sebelah
selatan Bengkulu serta Cikoneng di pantai barat Banten.
Asal-usul ulun Lampung (orang Lampung) erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri.
Pada abad ke VII orang di negeri Cina sudah membicarakan suatu wilayah didaerah Selatan
(Namphang) dimana terdapat kerajaan yang disebut Tolang Pohwang, To berarti orang dan
Lang Pohwang adalah Lampung. nama Tolang, Po’hwang berarti “orang Lampung” atau
“utusan dari Lampung” yang datang dari negeri Cina sampai abad ke 7.Terdapat bukti kuat
bahwa Lampung merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Jambi dan
menguasai sebagian wilayah Asia Tenggara termasuk Lampung dan berjaya hingga abad ke-
11.
Dalam kronik Tai-ping-huan-yu-chi dari abad kelima Masehi, disebutkan nama-nama negeri di
kawasan Nan-hai (“Laut Selatan”), antara lain dua buah negeri yang disebutkan berurutan: To-
lang dan Po-hwang. Negeri To-lang hanya disebut satu kali, tetapi negeri Po-hwang cukup
banyak disebut, sebab negeri ini mengirimkan utusan ke negeri Cina tahun 442, 449, 451, 459,
464 dan 466. Prof. Gabriel Ferrand, pada tulisannya dalam majalah ilmiah Journal Asiatique,
Paris, 1918, hal. 477, berpendapat bahwa kedua nama itu mungkin hanya satu nama: To-lang-
po-hwang, lalu negeri itu dilokasikan Ferrand di daerah Tulangbawang, Lampung.
Prof. Purbatjaraka, dalam bukunya Riwajat Indonesia I,Jajasan Pembangunan, Djakarta, 1952,
hal. 25, menyetujui kemungkinan adanya kerajaan Tulangbawang, meskipun diingatkannya
bahwa anggapan itu semata-mata karena menyatukan dua toponimi dalam kronik Cina.
Adat-istiadat
Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung,
Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh,
Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh,
Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung,
empat kota ini ada di Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan
Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung
Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat
lampung, masing masing terdiri dari:
Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai,
Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur,
Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan).
Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan,
dan Wiralaga.
Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau
Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami
delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang
Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima
keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami wilayah adat: Negeri
Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi, Indor Gajah, Perja,
Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga
Mayang, Ketapang dan Negara Ratu.
Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat
lainnya)
Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi
Lampung.
Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):
Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
Nengah-nyampugh mak ngungkung, sakai-Sambaian gawi.
Bahasa Lampung
Bahasa Lampung, adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Provinsi
Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten.
Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan
ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Melayu , dan sebagainya.
Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api)
yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau
Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang beradat
Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun).
Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat
Lampung Pepadun).
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek
Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.
Aksara Lampung
Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki
hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku
kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda
fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tetapi tidak menggunakan tanda
dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda
mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had
Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan
Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus
konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah
KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan.
Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan
sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang
adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.
Dengan demikian Nuwou Sesat dapat diartikan sebagai tempat berkumpul untuk
bermusyawarah. Dalam perkembangan selanjutnya, Nuwou Sesat disebut juga Sesat Balai
Agung, yang juga digunakan sebagai tempat pertemuan adat sekaligus tempat pelaksanaan
upacara-upacara adat. Namun saat ini, lebih banyak digunakan sebagai tempat tinggal seperti
pada umumnya.
Konstruksi rumah
Rumah Adat Lampung Nuwou Sesat berbentuk rumah panggung dengan kayu sebagai bahan
bangunan utamanya. Rumah ini disangga dengan tiang-tiang penopang yang didirikan di atas
pondasi hingga lantai rumah. Berikut ini sekilas gambaran mengenai rumah adat Lampung:
Pembagian ruangan
Ketika memasuki Rumah Adat Lampung kita akan menemukan beberapa bagian, yaitu:
Pada setiap sisi Rumah Adat Lampung dihiasi ornamen-ornamen, ukiran dan aksara kuno yang
diambil dari Kitab Kuntara Raja Niti. Bebrapa diantaranya yaitu:
1. Pill-Pusanggiri yang artinya setiap manusia harus mempunyai rasa malu jika hendak
melakukan perbuatan yang hina menurut agama dan dapat melukai harga diri.
2. Juluk-Adek yang artinya setiap orang yang telah mendapatkan gelar adat sebaiknya
bersikap dan berkeperibadian yang sesuai.
3. Nemui-Nyimah yang artinya menjaga tali silaturahmi dengan saling mengunjungi sanak
keluarga serta bersikap ramah tamah terhadap tamu.
4. Nengah-Nyampur memiliki makna menjaga hubungan dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Sakai-Sambaian merupakan sikap saling tolong menolong dan bergotongroyong.
6. Sang Bumi Ruwa Jurai merupakan sebuah rumah tangga yang berasal dari dua garis
keturunan yaitu masyarakat beradat pepadun dan beradat sebatin. Meskipun terdapat 2
garis keturunan tetapi tetap bersatu.
Makanan Khas Lampung
Berbagai masakan khas Lampung sering terdengar oleh masyarakat Indonesia di manapun.
Tak berbeda jauh dengan ciri khas Palembang, selain memang lokasinya berdekatan
masyarakat Lampung juga mengadopsi masakan yang berbau ikan dan sambal asem manis.
Masakan khas Lampung adalah seruit, yaitu masakan ikan digoreng atau dibakar dan dicampur
dengan sambel terasi, tempoyak (olahan durian) ataupun mangga. Jenis ikan adalah besarnya
ikan sungai seperti belide, baung, layis dll, ditambah lalapan. Sedangkan minumannya adalah
serbat, terbuat dari jus buah mangga kwini. Di toko-toko makanan dan oleh-oleh, juga terdapat
makanan khas yaitu sambel Lampung, lempok (dodol), keripik pisang, kerupuk kemplang,
manisan dll.
Hidangan lalapan dalam sambal seruit bisa bervariasi, namun di Lampung dikenal berbagai
jenis tumbuhan yang cocok menjadi bahan lalapan. Selain timun, petai, kemangi, kol dan tomat.
Namun tersedia pula lalapan jagung muda, pepaya dan adas.
Masyarakat lampung sangat mempercayai bahwa jika ingin makan sebaiknya tidak sendiri.
Karena mencicipi masakan seruit tak ada hasilnya jika tidak dinikmati oleh teman-teman
ataupun banyak orang. Sehingga yang selalu ada dibenak mereka adalah siapa yang akan
diseruit jika tidak ada orang lain dan ingin nyeruit apa? Hal ini mungkin terjadi karena perkataan
ini berarti siapa yang akan dijahili dengan rasa pedasnya sambal dari seruit itu. Selain itu, ada
pula makanan khas Lampung, yaitu durian. Lokasi yang mudah dicari adalah Batu Putuk dan
Sukadanaham.
1. Tempoyak
Tempoyak adalah masakan yang berasal dari buah durian yang difermentasi. Tempoyak
merupakan makanan yang biasanya dikonsumsi sebagai lauk teman nasi. Tempoyak
juga dapat dimakan langsung (hal ini jarang sekali dilakukan, karena banyak yang tidak
tahan dengan keasaman dan aroma dari tempoyak itu sendiri) dan dijadikan bumbu
masakan. Tempoyak dikenal di Indonesia (terutama di Sumatera dan Kalimantan), serta
Malaysia.
Sejarah tempoyak
Tempoyak diriwayatkan dalam Hikayat Abdullah sebagai makanan sehari-hari penduduk
Terengganu. Ketika Abdullah bin Abdulkadir Munsyi berkunjung ke Terengganu (sekitar
tahun 1836), ia mengatakan bahwa salah satu makanan kegemaran penduduk setempat
adalah tempoyak. Berdasarkan sejarah yang ada dalam Hikayat Abdullah, tempoyak
merupakan makanan khas dari Malaysia.
Cara pembuatan
Adonan tempoyak dibuat dengan cara menyiapkan daging durian, baik durian lokal atau
maupun durian monthong (kurang bagus karena terlalu banyak mengandung gas dan
air). Durian yang dipilih diusahakan agar yang sudah masak benar, biasanya yang
sudah nampak berair. Kemudian daging durian dipisahkan dari bijinya, setelah itu diberi
garam sedikit. Setelah selesai, lalu ditambah dengan cabe rawit yang bisa mempercepat
proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak bisa terlalu lama karena akan
mempengaruhi rasa akhir.
Setelah proses di atas selesai, adonan disimpan dalam tempat yang tertutup rapat.
Diusahakan untuk disimpan dalam suhu ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam
kulkas (bukan freezer-nya) namun fermentasi akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak yang berumur 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal karena sudah asam
namun masih ada rasa manisnya. Sambal tempoyak biasanya dipadukan dengan ikan
Teri, ikan mas, ikan mujair ataupun ikan-ikan lainnya.
2. Lapis Legit
Lapis legit alias spekkoek menjadi kue wajib suguhan di hari Lebaran. Kue warisan
zaman kolonial ini memang tak pernah surut penggemarnya. Jika Anda tak punya cukup
waktu untuk membuat sendiri Anda bisa memesan dari toko-toko kue. Dari harga Rp
200.000,00 hingga Rp 550.000,00 seloyang. Rasanya yang legit seimbang dengan
harganya yang selangit! Silakan pilih! Aroma harum bumbu spekkoek menjadi ciri khas
kue lapis legit. Di zaman Belanda orang menyebut kue inispekkoek karena berlapis-lapis
sehingga rupanya mirip spek alias lemak babi. Sedangkan koek berarti kue. Dari awal
kue ini memang tergolong sebagai kue mewah. Untuk satu loyang lapis legit diperlukan
sekitar 300 gram mentega dan 30 butir telur ayam, sedangkan tepung terigu hanya
sekitar100 gram. Karena itu juga rasa kue ini sangat enak, lembut di lidah dengan
semburat rasa manis dan aroma harum bumbu lapis legit. Untuk membuat kue ini
sendiri diperlukan ketrampilan dan kesabaran karena lapisan demi lapisan harus
dikerjakan dengan teliti.
3. Kemplang
Kemplang adalah kerupuk khas dari lampung, sumatera selatan dan sekitarnya.Kerupuk
ini cukup istimewa karena tidak digoreng dengan minyak melainkan di panggang
sehingga tidak mengandung minyak goreng, ini bagus sekali buat yang mengurangi
goreng-gorengan.
Keenakan Kemplang sudah sangat terkenal karena disamping gurih juga tidak
mengenyangkan sehingga bisa dimakan sebagai cemilan. biasanya makan Kemplang
dengan cocolan sambel atau juga dengan cuka, rasanya muantep dijamin akan
membuat kita ketagihan.
Untuk mendapatkannya sekarang tidaklah sulit karena sudah banyak dijual di pasar
maupun di supermarket-supermarket. dilampung sendiri sangat mudah ditemukan
dengan harga mulai dari Rp. 1000 s/d Rp, 25.000 per bungkusnya tergantung
banyaknya dan kandungan ikannya.
Pakaian adat laki-laki suku Lampung umumnya cukup sederhana, yakni berupa baju lengan
panjang berwarna putih, celana panjang hitam, sarung tumpal, sesapuran dan khikat akhir.
Sarung tumpal adalah kain sarung khas Lampung yang ditenun menggunakan benang emas.
Sarung ini digunakan di luar celana, mulai lutut hingga pinggang. Setelah sarung, sesapuran
atau sehelai kain putih dengan rumbai ringgit diikatkan di luar sarung, sementara khikat akhir
atau selendang bujur sangkar dilingkarkan ke pundak menutupi bahu.
Baju adat pengantin laki-laki suku Lampung dilengkapi dengan beragam pernik perhiasan.
Sedikitnya ada 8 perhiasan yang biasanya dikenakan oleh laki-laki, di antaranya kopiah emas
beruji, perhiasan leher berupa kalung, perhiasan dada, perhiasan pinggang, dan perhiasan
lengan. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa perhiasan tersebut:
1. Kalung papan jajar adalah kalung dengan gantungan berupa 3 lempengan siger kecil
atau perahu yang tersusun dengan ukuran berbeda. Filosofi dari kalung ini adalah
simbol kehidupan baru yang akan mereka arungi dan dilanjutkan secara turun temurun.
2. Kalung buah jukum adalah kalung dengan gantungan berupa rangkaian miniatur buah
jukum sebagai perlambang doa agar mereka segera mendapatkan keturunan.
3. Selempeng pinang adalah kalung panjang berupa gantungan menyerupai buah atau
bunga.
4. Ikat pinggang yang bernama bulu serti dilengkapi dengan sebuah terapang (keris) yang
menjadi senjata tradisional khas Lampung.
5. Gelang burung adalah gelang pipih dengan aksesoris bentuk burung garuda terbang.
Gelang yang dikenakan di lengan tangan kanan dan kiri ini melambangkan kehidupan
panjang dan kekerabatan yang terjalin setelah menikah.
6. Gelang kano adalah gelang menyerupai bentuk ban. Gelang yang dikenakan pada
lengan kiri dan kanan di bawah gelang burung ini melambangkan pembatasan atas
semua perbuatan buruk setelah menikah.
7. Gelang bibit adalah gelang yang dikenakan di bawah gelang kano. Gelang ini
melambangkan doa agar segera mendapatkan keturunan.
Pakaian pengantin wanita adat Lampung tidak begitu berbeda dengan pakaian laki-lakinya.
Sesapuran, khikat akhir, sarung rumpai (tapis) juga terdapat pada pakaian pengantin wanita ini.
Akan tetapi, pada wanita terdapat perlengkapan-perlengkapan lain yang menambah nilai
filosofis dan estetis di antaranya selappai, bebe, katu tapis dewa sano. Selappai adalah baju
tanpa lengan dengan tepi bagian bawah berhias rumbai ringgit, bebe adalah sulaman benang
satin berbentuk bunga teratai yang mengambang, sedangkan katu tapis dewa sano adalah
rumpai ringit dari kain tapis jung jarat. Meski pakaian adat Lampung untuk wanita terkesan
sederhana, akan tetapi ada cukup banyak aksesoris yang harus dikenakan. Di antaranya siger,
seraja bulan, peneken, selapai siger, subang, kembang rambut, serta berbagai perhiasan leher
dan dada.
1. Siger Siger adalah mahkota emas khas yang dikenakan di kepala pengantin wanita.
Mahkota ini melambangkan keagungan adat budaya Lampung. Siger memiliki 9 ruji,
menandakan bahwa ada 9 sungai besar yang terdapat di Lampung, yaitu Way
Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Sunkai, Way Abung Pareng, Way
Tulang Bawang, Way Kanan, dan Way Mesuji.
2. Seraja Bulan Seraja bulan adalah mahkota kecil beruji 3 yang terletak di atas siger
dengan jumlah sebanyak 5 buah. Aksesoris pakaian adat Lampung ini memiliki filosofi
sebagai pengingat bahwa dahulu ada 5 kerajaan yang sempat berkuasa di Lampung,
yaitu kerajaan ratu dibelalau, ratu dipuncak, ratu dipunggung, ratu dipemangilan, dan
ratu darah putih. Selain itu, seraja bulan juga bisa melambangkan 5 falsafah hidup
masyarakat adat Lampung, di antaranya piil pesengiri (rasa harga diri), nemui nyimah
(terbuka tangan), nengah nyappur (hidup bermasyarakat), juluk adek (bernama
bergelar), dan sakai sembayan (gotong royong).
3. Subang Subang adalah perhiasan yang digantungkan di ujung daun telinga. Subang
biasanya berbentuk menyerupai buah kenari dan terbuat dari bahan emas. Pada subang
terdapat beberapa kawat kuning bulat lonjong yang berfungsi sebagai sangkuatan
umbai-umbai.
4. Perhiasan Leher dan Dada Beberapa perhiasan leher dan dada yang terdapat dalam
pakaian adat Lampung antara lain kalung buah jukum, kalung ringit, dan kalung
papanjajar. Kalung papanjajar adalah kalung dengan gantungan 3 lempengan siger kecil
atau perahu yang menjadi simbol kehidupan baru bagi para pengantin, kalung ringit
adalah kalung dengan aksesoris sembilan buah uang ringit, sedangkan kalung buah
jukum adalah kalung berbentuk menyerupai buah jukum yang dirangkai sebagai
simbolis agar mereka segera mendapat keturunan.
5. Perhiasan Pinggang dan Lengan Perhiasan pinggang berupa selempang pinang yang
digantungkan melintang dari bahu ke pinggang menyerupai bunga serta bulu serti
sebuah ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berwarna merah berhias kelopak
bunga dari kuningan. Perhiasan lengan berupa beragam jenis gelang, seperti gelang
burung, gelang kano, gelang bibit, dan gelang duri. Makna filosofis dari gelang-gelang
yang dikenakan wanita sama dengan gelang yang dikenakan pria.
Mata Tombaknya sama dengan keris yaitu memiliki pamor dan berlapis. Banyak tombak
Lampung ini dipandang memiliki kekuaan magis, apalagi jika tombak tersebut
merupakan benda pusaka warisan dari leluhur. Biasanya tombak yang demikian ini
dilengkapi dengan sarung untuk mata tombaknya, sedang tombak yang tidak memiliki
kekuatan magis, banyak tidak dilengkapi dengan sarung (wrangka/sakhung, lampung).
1. Tarian Sembah
4. Alat Musik Kompang Kompang adalah alat musik tradisional Lampung yang bentuknya
persis sama dengan rebana yang dikenal dalam kebudayaan Masyarakat Melayu di
tanah air (Baca : Alat Musik Tradisional Palembang). Kompang merupakan alat musik
ritmis yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan telapak tangan. Kompang
Lampung dibuat dari kayu bulat dan kulit kambing serta diikat menggunakan rotan.
Kompang mulai dikenal masyarakat ulun Lampung pada awal penyebaran budaya Islam
di Indonesia.
Masyarakat Lampung memiliki tradisi yang unik dalam permasalahan perkawinan. Tradisi
tersebut tidak hanya pada resepsi perhelatan perkawinan saja, tapi merupakan sistem
perkawinan secara keselutuhan. Dalam hal perkawinan yang telah diteradatkan di Paksi
Bejalan Di Way Sekala Bekhak ada 4 jenis Status Perkawinan, yaitu:
Sedangkan permintaaan si Muli kepada sang Mekhanai disebut Kiluan juga harus
dibayar/dipenuhi oleh sang Mekhanai Kiluan yang menjadi hak si Muli. Dalam Pelaksanaanya
sistem Nyakak atau Matudau ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
Cara Sabambangan : Cara ini si Muli dilarikan oleh mekhanai dari rumahnya dibawa
rumah adat atau rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat
sibujang dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang
kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis
meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak atau
mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya,
kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa, selain itu meninggalakan uang
pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang
besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi
lunik). Surat dan uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis
sampai di tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-
orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada
pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di kelurga
mereka dengan tujuan untuk dipersuntung oleh salah satu bujang anggota
mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah
ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan
(Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atau Ngebekhi
tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan secara adat
guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat dilaksankan sampai
ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula membayar uang penggalang
sila ke pihak adat si gadis.
Cara tekahang (sakicik Betik) : cara ini dilakukan terang-terangan. Keluarga bujang
melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan
si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak
bujang dan si gadis apabila telah mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan
tempat pernikahan uang djujor, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin),
bagaimana caranya penjemputan, kapan di jempu dan lain-lain. Yang berhungan
dengan kelancaran upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki
menjemput dan si gadis mengantar. Setelah sampai ditempat sibujang, pengantin putri
dinaikan kerumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang.
Sesudah itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system
kawin tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang
penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak pengantin
pria adalah :
1. Mengeluarkan uang jujur (bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin
wanita.
2. Pengantin membayar kontan mas kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang
sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan sibujang.keluarga pihak pria membayar
uang penggalang sila”Kepada kelompok adat si gadis
3. mengeluarkan Jajulang / Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada
keluarga si gadis jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh Bukha Katil
Gukhu Ngaji Katil Kuakha Sekarang keadaan ekonomi yang susah katil cukup satu.
4. Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.
Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria,
sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat
kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat
diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa
pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
Sistem perkawinan Cambokh Sumbay disebut juga Perkawianan semanda, yang sebenarnya
adalah bentuk perkawinan yang calo suami calon suami tidak mengeluarkan jujur (Bandi lunik)
kepada pihak isteri, sang pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung
jawabnya terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus
dan melaksankan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan
Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma, :
Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepad
pihak wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung jawab
meneruskan keturunan wanita di pihak isteri” (Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma,1990:82)
Di masyarakat Lampung saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam
sesuai dengan perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon isteri atau pihak
keluarga pengantin wanita.
Dalam perkawinan semanda/ Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah pihak isteri harus
mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa :
Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat tidak
kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami mampu membayarnya. Termasuk uang
penggalang Silapun tidak ada,
Selain dari kedua system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang banyak
dilakukan oleh banyak orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat justru
menentang atau berlawanan dengan adat system ini adalah “Sistem Kawin Lari atau kawin Mid
Naib” Sistem perkawinan ini maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud disini tidak
sama denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan hokum adat atau
penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke badan huku agama
islam yaitu Naib (KUA) untuk meminta di nikahkan, masalh adat tidak disinggung-singgung,
penyelesaian kawin seperti ini tidak ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-
kadang keluarga tidak tahu menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad nikah
berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara siapa yang
berhak anatara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang pria Cambokh Sumbay
/Semanda.
Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada kecocokan
dikarnakan beberapa hal diantaranya :
Sang Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis mendesak harus di
nikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan Si gadis.
Kawin lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila perkawinan ini
dilakukan secara adat atau dapat pula di simpulkan untuk menghemat biaya.
1. Cambokh Sumabay Mati manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh. Cambokh
Sumbay seperti ini merupaka cambokh sumbay yang murni karene Sang Pria datang
hanya membawa pakaian saja, segala biaya pernikahan titanggung oleh si Gadis, anak
keturunan dan harta perolehan bersama milik isteri sang pria hanya membantu saja,
apabila terjadi perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang isteri,
suami tidak dapat apa.
2. Cambokh Sumbay Ikhing Beli, cara semacam ini dilakukan karena Sang Bujang tidak
mampu membayar jujur (Bandi Lunik) yang diminta sang Gadis, pada hal Sang Bujang
telah Melarika Sang Gadis secara nyakak mentudau, selam Sang Bujang belum mampu
membayar jujur (Bandi Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang
dilakukannya. Apabila Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah
dilakukan acara adat dipihak Sang Bujang
3. Cambokh Sumbay Ngebabang, Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya keluarga
sigadis tidak akan mengambil bujang. Atau tidak akan memasukkan orang lain kedalam
keluarga adat mereka, akan tetapi karena terpaksa sementara masih ada keberatan –
kebneratan untuk melepas Si Gadis Nyakak atau mentudau ketempat orang lain, maka
di adakan perundingan cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby ini bersyarat,
umpanya batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi keberatan pihak
si gadis berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak tertua, ibunya sudah tiada bapaknya
kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan mewarisi tahta masih kecil, maka gadis
tersebut mengambil bujang dengan cara Cambokh Sumabay Ngebabang, berakhirnya
masa cambokh sumbay ini setelah adaik laki-laki tadi berkeluarga.
4. Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk, Cara semacam ini
dikarenakan antara pihak keluarga Sang Bujang dan Sang Wanita merasa keberatan
untuk melepaskan anak mereka masing-masing. Sedangkan perkawinan ini tidak dapat
di hindarkan, maka dilakukan permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say
Iwa khua penyesuk cambokh sumabi ini berarti “ Sang pria bertanggung jawab pada
keluarga isteri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri,
demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita menetap di tempat
sang suami
5. Cambokh Sumbay Khaja-Kaja, ini merupakan bentuk yang paling unik diantara cambokh
sumabay lainnya karena menurut adat Lampung Saibatin, Raja tidak boleh Cambokh
Sumbay, ini terjadi Cambokh Sumbay karena Seorang anak Tua yang harus mewarisi
tahta keluarganya Cambokh Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan
dalam adatnya, dan Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.
Untuk wadah dan sarana makanan dalam pesta perkawinan adapt lampung sai batin penulis
belum bisa menyelesaikannya karena narasumber (Raja Perbasa – Kedondong Kab.
Pesawaran) sudah meninggal dunia pada saat penulis belum selesai menuliskan artikel ini dan
penulis belum mendapatkan sumber-sumber yang lebih akurat.
2. UPACARA NAYUH/TAYUHAN
Nayuh adalah saat acara adat atau perayaan yang dilaksanakan oleh keluarga besar. Selain
Pernikahan, Tayuhan juga dihelat saat khitanan anak, mendirikan rumah, pesta panen dan
Nettah Adoq. Sebelum dilaksanakan Tayuhan dan Pangan maka lebih dahulu dilaksanakan
rapat keluarga atau rapat adat yang membahas tentang Tayuhan yang dinamakan Himpun.
Pada saat Nayuh inilah baru dipertunjukkan penggunaan perangkat serta alat-alat adat berupa
piranti adat di atas [di lamban] maupun piranti adat di bah [arak arakan] yang pemakaiannya
disesuaikan dengan ketentuan adat yang belaku. Penggunaan Piranti ini disesuaikan dengan
status Adoq atau Gelar Adat yang disandang.
Untuk persiapan Nayuh biasanya Keluarga besar akan memikul bersama kebutuhan bersama si
empunya Tayuhan yaitu dalam menyiapkan peralatan dan bahan bahan yang diperlukan.
Bahan bahan yang dimaksud seperti:
Tandang Bulung
Kecambai
Nyani Buwak
Nyekhallai Siwok
Khambak Bebukha
Begulai
Selain hal tersebut diatas, Keluarga besar dan khalayak dari pihak Baya maupun Kuakhi juga
memberikan bantuan berupa bahan bahan mentah yang disebut juga Setukhuk atau berupa
bahan makanan yang sudah dimasak dan siap hidang yang disebut Ngejappang.
3. UPACARA GAWI
Setiap daerah memiliki tradisi, dan setiap tradisi pasti menyisakan ceritanya sendiri. Upacara
perayaan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tak terkecuali di Lampung.
Upacara Adat Lampung untuk merayakan ritual kehidupan, baik merayakan kelahiran,
menjelang pernikahan atau momen lainnya dalam kehidupan. Salah satu tujuan dari upacara
adat ini adalah sebagai bentuk syukur atas segala nikmat dari Yang Kuasa. Upacara Gawi
biasanya digelar masyarakat yang mempunyai ekonomi yang sudah mapan karena
membutuhkan biaya yang cukup banyak
Upacara Jenis ini dilaksanakan sesuai dengan kehidupan sehari hari dalam setiap transformasi
kehidupan, sejak seseorang dalam kandungan sampai akhir hayat seseorang.
a. Masa Kehamilan
Kukhuk Limau/Belangekh
Upacara ini dilaksanakan saat masa kehamilan berumur lima bulan.
Ngekhuang Kaminduan
Upacara ini dilaksanakan saat masa kehamilan berumur lima bulan.
b. Masa Kelahiran
Betebus
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berumur tujuh hari, dimaksudkan untuk mendoakan bayi
dan menebus bayi dari dukun bersalin yang telah merawat bayi dari kandungan sampai
membantu kelahirannya.
Becukokh
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berumur empat puluh hari yaitu mencukur rambut bayi untuk
pertama kalinya dan dalam acara ini juga dilaksanakan Aqiqahan.
Ngekuk/Ngebuyu/Mahau Manuk
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berusia tiga bulan disaat bayi telah diberi makanan
tambahan.
Besunat
Dikenal juga istilah mandi pagi, khitanan bagi anak laki laki
d. Masa Dewasa
Kukhuk Mekhanai
Saat dimana seorang remaja pria telah memasuki masa akil balikh
Nyakakko Akkos
Upacara ini dilakukan bagi remaja perempuan, dalam kesempatan ini juga dilakukan acara
busepi yaitu meratakan gigidengan menggunakan asahan yang halus.