Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah : Konsep Dasar Bhs Indonesia SD

Dosen : Feby Inggriyani, M.Pd.


Hari / Tanggal : Selasa / 5 Maret 2019
Program Studi / Semester / Kelas : PGSD / IV / ABCD
Nama : Deggy
Npm : 175060070

SINTAKSIS
A. Pengertian Sintaksis

Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan
kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti:
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa inggris
digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahsa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001).
Manaf (2009: 3) menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang
membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah
frasa, klausa, dan kalimat.
Oleh karena itu sintaksis adalah bagian dari tatabahasa yang membahas tentang
kaidah penggabungan kata menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang disebut
frasa, klausa, dan kalimat, serta penempatan morfem suprasegmental (intonasi)
sesuai dengan struktur semantik yang diinginkan pembicara sebagai dasarnya.
B. Fungsi, Kategori, dan Peran Sintaksis
1. Fungsi

Supriyadi (2014: 2) menjelaskan bahwa fungsi kajian sintaksis terdiri atas beberapa
komponen, tiga hal yang penting adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan.
a. Subjek dan Predikat
Subjek adalah bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari
dengan pertanyaan ‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’. Predikat
adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan
dengan pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, siapa, berapa,
di mana, dan lain-lain. Subjek berupa frasa nomina atau pengganti frasa
nomina. Di sisi lain, predikat bisa berupa frasa nomina, frasa verba, frasa
adjektiva, frasa numeralia, atau pun frasa preposisi.
b. Objek dan Pelengkap
Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan
pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan
pengganti nomina. Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif
(memerlukan objek) atau semitransitif dan pelengkap.

Mengikuti predikat yang berupa verba intransitif (tidak memerlukan objek). Objek
juga dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi subjek.
c. Keterangan
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek,
predikat, objek atau pelengkap. Keterangan berupa frasa nomina, frasa
preposisi, dan frasa konjungsi. Keterangan mudah dipindah-pindah, kecuali
diletakkan di antara predikat dan objek atau predikat dan pelengkap.
2. Kategori

Supriyadi (2014: 4) menjelaskan bahwa kategori sintaksis sering pula disebut


kategori atau kelas kata. Empat kategori sintaksis utama adalah:
a. Verba atau kata kerja,
b. Nomina atau kata benda,
c. Adjektiva atau kata sifat, dan
d. Adverbial atau kata keterangan.
3. Peran

Supriyadi (2014: 4) menjelaskan bahwa suatu kata dalam konteks kalimat


memiliki peran semantik tertentu. Perhatikan contoh-contoh berikut.
(5) Farida menunggui adiknya.
(6) Pencuri itu lari.
(7) Penjahat itu mati.
Berdasarkan peran semantisnya, Farida pada kalimat (5) adalah pelaku, yakni orang
yang melakukan perbuatan menunggui. Adiknya pada kalimat (5) adalah sasaran,
yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Pencuri pada kalimat (6)
adalah juga pelaku - dia melakukan perbuatan lari. Akan tetapi, penjahat pada
kalimat (7) bukanlah pelaku karena mati bukanlah perbuatan yang dia lakukan,
melainkan suatu peristiwa yang terjadi padanya. Oleh karena itu, meskipun wujud
sintaksisnya mirip dengan kalimat (6), penjahat itu pada kalimat (7) adalah sasaran.
C. Frasa
Supriyadi (2014: 4) menjelaskan bahwa istilah frasa dalam bahasa Indonesia
sering disamakan dengan istilah kelompok kata. Dengan penyamaan tersebut,
terimpilkasi makna bahwa frasa itu selalu terdiri atas dua kata atau lebih.
Ramlan (2001: 139) menjelaskan bahwa frasa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampui batas fungsi atau jabatan.
Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai
subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan maka masih bisa disebut
frasa.
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat (Chaer, 2003:222).
1. Frasa Endosentrik
a. Frasa Endosentrik Zero
Supriyadi (2014:12) menjelaskan bahwa Frasa Endosentrik zero
Frasa ini terdiri atas satu unsur saja berupa kata dan satu unsur itu menjadi
inti. Pada kalimat:
Doni makan pisang.
terdiri atas tiga frasa, yakni frasa doni, makan, dan pisang yang masing-
masing frasa terdiri atas satu kata, yaitu doni, makan, dan pisang. Masing-
masing frasa tersebut sekaligus menjadi inti dari frasa yang bersangkutan.
Itulah yang disebut sebagai frasa endosentrik zero.
b. Frasa Endosentrik Koordinatif
Supriyadi (2014: 12) menjelaskan bahwa frasa ini terdiri atas unsur-
unsur yang memiliki kedudukan setara. Kesetaraannya itu dibuktikan oleh
kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung dan
atau atau, misalnya:
Rumah pekarangan
Suami istri
Dua tiga (hari)
Ayah ibu
c. Frasa Endosentrik Atributif
Supriyadi (2014: 12) menjelaskan bahwa frasa ini berbeda dengan
frasa endosentrik koordinatif, frasa golongan ini terdiri atas unsur-unsur
yang tidak setara. Oleh karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin
dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau, misalnya:
Pembangunan lima tahun
Sekolah inpres
Buku baru
Pekarangan luas
Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atas, ialah
pembangunan, sekolah, buku, dan penkarangan merupakan unsur pusat
(UP). UP adalah unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh
frasa, dan secara semantik merupakan unsur yang terpenting, sedangkan
unsur lainnya merupakan atribut.
d. Frasa Endosentris Apositif
Resmini (2010: 222) menjelaskan fase ini yakni fase yang unsurnya
bisa saling menggantikan dalam kalimat tapi tak dapat dihubungan dengan
kata dan dan atau misalnya:
Dalam kalimat Ahmad, anak Pak Sastro sedang belajar satuan Ahmad,
anak Pak Sastro, dan sedang belajar merupakan frasa. Frasa itu memiliki
sifat-sifat yang berbeda dengan frasa endosentrik yang koordinatif dan
atributif. Dalam frasa Ahmad, anak pak Sastro, dan sedang belajar unsur-
unsurnya tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau
dan secara semantik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Sastro,
sama dengan unsur lainnya, yakni sama dengan unsur Ahmad. Oleh karena
acuannya sama, maka unsur anak Pak Sastro dapat menggantikan unsur
Ahmad.
Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar
Ahmad - sedang belajar
- anak Pak Sastro sedang belajar
D. Klausa

Resmini (2010: 225) menjelaskan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau
tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang
menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri atas S dan P. Jika
mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. Jika tidak memiliki O dan Ket,
klausa terdiri atas P, O, dan Ket demikian seterusnya. Penanda klausa adalah P,
tetapi yang dianggap sebagai unsur inti klausa adalah S dan P.
Supriyadi (2014: 18) menjelaskan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas unsur S dan P, tetapi penanda klausa P. Unsur S dan P tersebut dapat
disertai objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (KET) ataupun tidak.
Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang
mengandung unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi
kalimat. (Manaf, 2009:13) menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan
kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan
intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat
berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.
Subjek (S) merupakan pelaku atau orang yang melakukan kegiatan tertentu
yang berupa kata benda seperti nama orang contoh: Budi, Gajah, Anggrek, sekolah,
dan lain-lain.
Predikat (P) merupakan unsur kalimat yang menyatakan kegiatan yang sedang
dilakukan oleh subjek yang biasanya merupakan kata-kata kerja. Misalnya:
memasak, bermain, menyanyi, dan lain-lain.
Objek (O) merupakan sesuatu yang dikenai tindakan oleh subjek atau sama
seperti subjek yaitu berupa kata-kata benda. Misalnya: Ayah, Harimau, pakian, dan
lain-lain
Keterangan (K) menjelaskan bagaimana, dimana, atau kapan peristiwa yang
dinyatakan dalam kalimat tersebut yang dapat berupa:
Keterangan tempat = di rumah, di sekolah, di pasar, dan lain-lain.
Keterangan tujuan = agar lulus ujian, untuk bertemu ibunya, supaya bersih, dan
lain-lain.
Keterangan alat = menggunakan pisau, mengendara motor, menggunakan sekop,
dan lain-lain.
Keterangan waktu = pada hari minggu, jam 9 malam, pada musim kemarau dan
lain-lain
Keterangan penyerta = bersama ayahnya, dengan ibunya, ditemani kakaknya, dan
lain-lain.
Pelengkap (Pel) merupakan usnusr kalimat yang fungsinya seperti objek (O)
tetappi yang membedakannya adalah pelengkap tidak bisa dirubah menjadi subjek
(S) pada kalimat pasif. Pelengkap biasanya terletak setelah predikat atau objek.
Supriyadi (2014: 19) mengkategorikan klausa berdasarkan tiga hal, yakni:
1. Berdasarkan unsur-unsur fungsinya.
a. S dan P
Contohnya seperti “Ibu tidak berlari-lari.” unsur ibu menempati fungsi S
dan unsur tidak berlari-lari menempati fungsi P.
b. O dan Pel
Contohnya seperti “Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni.”
terdiri atas tiga unsur fungsional, ialah pemerintah sebagai S, unsur akan
menyelenggarakan sebagai P, dan unsur pesta seni sebagai O. sedangkan
untuk contoh pel seperti “Orang tua anak itu berjualan bakmi” unsur
orang tua anak itu sebagai S atau O, unsur berjualan sebagai P, dan unsur
bakmi sebagai Pel.

c. Keterangan (K)
Contohnya seperti “Desa-desa itu musnah akibat taufan.” Unsur desa-
desa itu sebagai S, unsur musnah sebagai P, dan akibat taufan sebagai K.
2. Berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsurnya.
Apabila diperiksa lebih lanjut, ternyata unsur-unsur fungsi itu hanya dapat diisi
oleh golongan atau kategori kata atau frasa tertentu, atau dengan kata lain, kata
atau frasa yang dapat menempati fungsi-fungsi itu hanyalah kata atau frasa pada
golongan atau kategori tertentu. Tidak semua kategori kata atau frasa dapat
menduduki semua fungsi klausa. Pengkategorian klausa berdasarkan kategori
kata atau frasa yang menjadi unsur-unsur klausa disebut analisis kategorial.
Sudah tentu analisis kategorial tidak terlepas dari analisis fungsi, bahkan
sesungguhnya merupakan lanjutan dari analisis fungsi. Sebagai contoh diambil
kalimat: “Aku sudah menghadap komandan tadi.” Klausa kalimat itu jika
dianalisis secara fungsional, hasilnya sebagai berikut:
Aku sudah menghadap komandan tadi

S P O K

Unsur aku menduduki fungsi S, unsur sudah mengahadap mendduki fungsi P,


unsur komondan menduduki fungsi O, dan unsur tadi menduduki fungsi sebagai
K. Selanjutnya, jika kata atau frasa yang menduduki fungsi-fungsi itu diteliti,
ternyata bahwa kata yang menduduki fungsi S termasuk kategori N, frasa yang
menduduki fungsi P termasuk kategori V, kata yang menduduki fungsi O
termasuk kategori N, dan kata yang menduduki fungsi K termasuk kategori Ket.
Dengan kata lain, dalam klausa kalimat di atas itu S terdiri atas N, P terdiri atas
V, O terdiri atas N, dan K terdiri atas Ket. Jadi, jika klausa kalimat itu dianalisis
secara fungsional dan kategorial, hasilnya seperti ini:
Aku sudah menghadap komandan tadi
F S P O K
K N V N Ket
Dari pengamatan terhadap bahasa Indonesia dapat disimpulkan bahwa S selalu
terdiri atas kata atau frasa yang termasuk kategori N.
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
Di bidang makna S klausa kalimat menyatakan makna pelaku (pel), ialah yang
melakukan tindakan, P menyatakan makna tindakan (Tind), O menyatakan
makna penderita (Pend), yakni yang menderita akibat tindakan, K1 menyatakan
makna tempat (Temp), dan K menyatakan makna waktu (W). contohnya seperti
kalimat: “Aku menemani anakku di tempat tidur beberapa saat.”

Aku menemani anakku di tempat tidur beberapa saat

F S P O K1 K2

K N V N Ket Ket

M Pel Tind Pend Temp W


P menyatakan makna Tindakan Di sini P menyatakan makna tindakan atau
perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya. Pelakunya mungkin terdapat pada S,
mungkin terdapat pada K, bahkan mungkin juga terdapat pada P sebagai bentuk
klitika. Makna itu dapat ditentukan berdasarkan kemungkinan kata yang
menduduki fungsi P itu dijadikan bentuk suruh.
Selain yang di atas Supriyadi juda menggolongkan klausa menjadi tiga hal
(2014: 46), diantaranya:
1. Berdasarkan struktur internnya.
Unsur inti suatu klausa adalah S dan P. Namun, meskipun S merupakan
unsur inti unsur ini sering tidak hadir, mislanya dalam kalimat luas sebagai
akibat penggabungan klausa, dan dalam kalimat jawaban. Oleh karena itu, unsur
yang selalu ada pada klausa adalah P. Klausa yang terdiri atas S dan P disebut
sebagai klausa lengkap, sedangkan klausa yang tidak ber-S disebut sebagai
klausa tak lengkap.
Berdasarkan struktur internnya, klausa lengkap dapat dibedakan menjadi
dua golongan, yakni klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P, dan klausa
lengkap yang S-nya terletak di belakang P.
Yang pertama disebut klausa lengkap susun biasa, misalnya: “badan orang itu
sangat besar” badan orang itu menduduki fungsi S dan sangat besar
menduduki fungsi P.
Yang kedua disebut klausa lengkap susun balik atau klausa inversi, misalnya:
“sangat besar badan orang itu” sangat besar menduduki fungsi P dan badan
orang itu menduduki fungsi S.
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan p.
a. Klausa positif
Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata-kata negatif yang
secara gramatik menegatifkan atau mengingkarkan P. Kata-kata negatif itu
ialah tidak, tak, tiada, bukan, belum, jangan. Misalnya: mereka diliputi oleh
perasaan senang.
b. Klausa negatif
Klausa negatif adalah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara
gramatik menegatifkan P, kata-kata negatif itu adalah tidak, tak, tiada,
bukan, belum, jangan. Kata-kata negatif itu ditentukan berdasarkan adanya
kata penghubung melainkan yang menuntut adanya kata negatif pada klausa
yang mendahuluinya. Misalnya: Dia tidak langsung pulang, melainkan
berputar-putar di Jalan Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman.
3. Berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi p.
a. Klausa nomina
Klausa nomina adalah klausa yang predikatnya terdiri atas kata atau frasa
golongan nominan. Misalnya: ia guru IPS.
b. Klausa verba
Klausa verba ialah klausa yang predikatnya terdiri atas kata atau frasa
kategori verbal.
1) Klausa verba ajektif, klausa yang predikatnya dari kata golongan verba
yang termasuk kategori sifat sebagai pusatnya.
2) Klausa verba intransitif, klausa yang predikatnya dari kata golongan
kata kerja intansitif sebagai unsur intinya.
3) Klausa verba yang aktif, klausa yang predikatnya dari kata golongan
verba yang transitif sebagai unsur intinya.
4) Klausa verba pasif, klauasa ini P-nya terdiri atas verbal yang termasuk
golongan verba pasif atau terdiri atas frasa verba yang unsur pusatnya
berupa verba pasif.
5) Klausa verba yang reflektif, klausa yang predikatnya dari kata verba
yang tergolong kata kerja reflektif yakni verba bentuk meN- diikuti diri.
6) Klausa verba yang resiprok, klausa yang predikatnya dari kata golongan
verba yang termasuk kata kerja resiprok yakni verba yang berbentuk
saling meN- , (saling) beran, dan (saling) –meN-.
7) Klausa bilangan, klausa yang predikatnya dari kata atau frasa golongan
bilangan.
8) Klausa depan, klausa yang predikatnya dari kata atau frasa depan yang
diawali kata depan sebagai penanda.
c. Klausa preposisiona
Klausa preposisiona adalah klausa yang P-nya terdiri atas frasa
preposisiona, yakni frasa yang diawali oleh preposisi sebagai penanda.
Misalnya: beras itu dari atinggola.

Menurut Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut:


1. Klausa kalimat majemuk setara

Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan


yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih
yang tidak saling menerangkan. Misalnya: “Rima membaca kompas, dan adiknya
bermain catur.” Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya
bermain catur. Keduanya tidak saling menerangkan.
2. Klausa kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi


menerangkan klausa lainnya. Misalnya: “Orang itu pindah ke Jakarta setelah
suaminya bekerja di Bank Indonesia.” Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai
klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan klausa kedua suaminya bekerja di
Bank Indonesia merupakan klausa sematan (lazim disebut anak kalimat).
3. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa
atau lebih. Misalnya: “Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan
ibunya kawin lagi.” Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu. Dia pindah ke
Jakarta (klausa utama) Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan) Ibunya kawin
lagi (klausa sematan)
Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat).
Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)
E. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran


(Widjono:146). Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat
menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan
bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut: (1) satuan bahasa yang terbentuk atas
gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan frasa
dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang minimal mengandung
satu subjek dan prediket, (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan
awal, diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan
kesenyapan akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi
perintah, dan intonasi kagum. Dalam bahasa tulis, kalimat adalah satuan bahasa
yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi tanda koma (,), titik
dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final yaitu tanda
titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).

1. Ciri-ciri kalimat

Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut:


a. Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan
kesenyapan. Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
b. Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket.
c. Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap.
d. Mengandung pikiran yang utuh.
e. Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung
fungsi (subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan
menurut fungsinya.
f. Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
g. Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat
disusun dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan.
2. Fungsi sintaksis dalam kalimat
Alam kontruksi kalimat terdapat lima unsur fungsi, yaitu: subjek, predikat,
objek, pelengkap, dan keterangan. Unsur-unsur fungsi tersebut bukan semata-
mata untuk menganalisis/menguraikan kalimat atas dasar unsur-unsurnya,
tetapi juga untuk mengecek apakah kalimat yang dihasilkan memenuhi syarat
atau kaidah tatabahasa karena kalimat yang benar harus memiliki kelengkapan
unsur kalimat. Berikut diuraikan unsur-unsur fungsi kalimat tersebut.
a. Subjek
Subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada suatu kalimat di samping
unsur predikat. Dengan kata lain, subjek merupakan elemen atau unsur
kalimat yang menjadi pokok pembicaraan atau yang dijelaskan predikat.
Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut:
1) Jawaban apa atau siapa yang P.
2) Disertai kata itu.
3) Dapat didahului kata bahwa.
4) Mempunyai keterangan pewatas yang.
5) Tidak dapat didahului oleh preposisi (dari, dalam, di, ke, kepada, pada)
6) Berupa nomina atau frasa nomina.
b. Predikat
Predikat merupakan unsur utama suatu kalimat, di samping subjek. Predikat
dalam hal ini dapat dikatakan unsur atau elemen kalimat yang memberikan
penjelasan tentang subjek atau menrangkan subjek. Ciri-ciri predikat secara
terperinci adalah sebagai berikut:

1) Merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa atau bagaimana S


2) Berupa kata adalah atau ialah.
3) Berupa kata frasa verba
4) Berupa kata atau frasa nomina
5) Berupa kata adjektiva atau frasa adjektiva
6) Berupa kata numeralia
7) Berupa frasa preposisi
8) Dapat disertai kata-kata aspek atau modalitas
9) Dapat diingkarkan
c. Objek
Objek adalah unsur atau elemen kalimat penyerta predikat yang
tidak berfungsi sebagai predikat. Objek merupakan unsur kalimat yang
dapat diperlawankan dengan subjek. Objek juga merupakan unsur kalimat
yang bersifat wajib dalam susunan kalimat pasif ataupun dalam susunan
kalimat transitif, berpredikat verba, berawalan ber-, ke-an. Dengan kata lain,
objek hanya terdapat pada kalimat aktif transitif, yaitu kalilmat yang
sedikitnya mempunyai tiga unsur utama, subjek, predikat, dan objek. Ciri-
cirinya adalah sebagai berikut.
1) Penyerta Predikat, unsur objek penyerta predikat berada langsung di
belakang predikat.
2) Dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif, objek hanya terdapat dalam
kaimat aktif dan dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Walaupun
objek itu telah menjadi subjek, perannya tetap sebagai sasaran.
3) Tidak didahului preposisi, di antaranya predikat dan objek tidak dapat
disisipkan preposisi.
d. Pelengkap
Pelengkap adalah unsur atau elemen kalimat yang menyertai
predikat. Pelengkap dan objek memiliki kesamaan, yaitu menyertai
predikat, perbedaannya terletak pada oposisi kalimat pasif, pelengkap tidak
menjadi subjek dalam kaimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap di
belakang predikat kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek dalam
kalimat pasif, bukan pelengkap. Ciri-ciri pelengkap adalah sebagai berikut.
1) Penyerta Predikat
2) Tidak Didahului Preposisi
e. Keterangan
Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi
lebih lanjut tentang sesuatu yang dinyatakan dalam kalimat, misalnnya
memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, tujuan. Keterangan
dapat berupa kata, frasa, atau klausa. Keterangan yang berupa frasa dapat
ditandai oleh prepsisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap,
tentang, dan untuk. Keterangan yang berupa klausa disertai dengan kata
sambung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga.
Berikut diuraikan ciri-ciri keterangan:
1) Bukan unsur utama
2) Tidak terikat posisi

Jenis-jenis keterangan:
1) Keterangan Waktu, dapat berupa kata, frasa, atau klausa. Kalimat-
kalimat yang berisi keerangan waktu, sebenarnya bermacanmmacam
bergantung pada keterangan waktu itu. Seperti yang telah dibahas di
atas, bahwa keterangan waktu dapat menempati posisi bebas, di awal, di
tengah, atau di akhir kalimat. Di samping keteranga waktu yang dapat
menduduki posisi sebagaimana diterangkan di atas, ada pula.
2) Keterangan Tempat, berupa frasa yang menyatakan tempat yang
ditandai oleh preposisi di, pada dan dalam. Preposisi itu selalu
mendahului nomina yang menerangkan tempat. Seperti haknya
keterangan waktu, keterangan tempat mempunyai beberapa fungsi,
diantaranya mmberi keterangan pada subjek, objek dan seluruh keadaan
dalam kalimat.
3) Keterangan Cara, dapat berupa kata ulang, frasa, atau klausa yang
menyatakan cara. Keterangan ini ditandai oleh adanya kata dengan,
cara, dan dalam.
4) Keterangan Sebab, berupa frasa atau klausa. Keterangan sebab yang
berupa frasa ditandai oleh kata karena atau lantara, lantara, yang diikuti
oleh nomina atau frasa nomina.
5) Keterangan tujuan, berupa frasa atau klausa. Keterangan tujuan yang
berupa frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan
tujuan yang berupa klausa ditandai oleh adanya konjungsi supaya, agar,
atau untuk.
3. Kalimat tunggal
Resmini (2010: 240) menjelaskan bahwa kalimat tunggal merupakan
kalimat yang terdiri atas satu pola (SP, SPO, SPOK) atau kalimat yang hanya
terdiri atasa satu klausa.
a. Jenis kalimat tunggal
1) Kalimat nominal, kalimat tunggal yang predikatnya dari kata benda.
2) Kalimat verba, kalimat tunggal yang predikatnya dibentuk dari kata
kerja/ verba.
a) Kalimat intranditif, kalimat tunggal yang predikatnya tidak
memelurkan objek.
b) Kalimat ekatransitif, kalimat tunggal yang predikatnya hanya
memerlukan objek tanpa diikuti pelengkap.
c) Kalimat dwitransitif, kalimat tunggal yang predikatnya memerlukan
objek dan pelengkap.
d) Kalimat semitransitif, kalimat tunggal yang predikatnya dari
semitransitif.
e) Kalimat pasif, kalimat tunggal yang predikatnya biasanya dari kata
kerja berawalan di-.
f) Kalimat ajektiva, kalimat tunggal yang predikatnya dari kata sifat
atau ajektiva.
g) Kalimat preposisional, kalimat tunggal yang predikatnya dari kata
depan atau preposisi.
4. Kalimat berita

Resmini (2010: 242) menjelaskan bahwa kalimat berita adalah kalimat yang
digunakan bila kita ingin mengutarakan suatu peristiwa atau kejadian yang kita
alami dan atatu yang dialami orang lain. Yang berfungsi untuk memberitahukan
sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian
seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukan adanya perhatian.
Kalimat berita harus memiliki ola intonasi berita, dan terdapat kata-kata tanya,
ajakan, persilahan, dan larangan.
5. Kalimat tanya
Resmini (2010: 242) menjelaskan bahwa kalimat tanya berfungsi untuk
menanyakan sesuatu. Kalimat tanya dapat ditambahkan pada bagian kalimat yang
ditanyakan kecuali pada S. terdapat 3 kemungkinan ciri kalimat tanya, yang
maksudnya untuk menanyakan sesuatu, yaitu:
a. Menggunakan intonasi tanya,
b. Menggunakan kata tanya, dan
c. Menggunakan partikel –kah.

Jenis kata tanya yang biasa digunakan dalam kalimat tanya dapat dikelompokkan
menurut sifatnya, diantaranya:
a. Untuk menanyakan benda/hal: apa, untuk apa, tentang apa.
b. Untuk menanyakan manusia: siapa, dengan siapa, untuk siapa.
c. Untuk menanyakan jumlah: berapa, berapa banyak.
d. Untuk menanyakan pilihhan: mana, yang mana.
e. Untuk menanyakan tempat: di mana, ke mana, dari mana.
f. Untuk menanyakan temporal: bila, kapan, bilamana, apabila.
g. Untuk menanyakan kausalitas: mengapa, apa sebab, akibat apa.

Kalimat tanya terdiri atas tiga macam:


a. Kalimat tanya biasa, kalimat yang benar-benar menanyakan sesuatu.
b. Kalimat tanya retoris, kalimat yang menanyakan menggunakan ciri kalimat
tanya tetapi tidak perlu dijawab. Kalimat ini biasanya dipakai orang yang
berpidato sebagai cara untuk menarik perhatian pendengar.
c. Kalimat yang senilai perintah: bentuknya bertanya tetapi maksudnya
menyuruh.
6. Kalimat perintah

Resmini (2010: 243) menjelaskan bahwa kalimat perintah adalah kalimat yang
maksudnya menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Berdasarkan fugsinya dalam
hubungan situasi, kalimat perintah mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan
dari orang yang diajak berbicara. Kalimat perintah mempuyai bbeberapa jeni,
diantanya:
a. Suruhan, berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan menjadi
4 golongan: kalimat suruh yang sebenarnya, kaimat persilahan, kalimat
ajakan, dan kalimat larangan.
b. Permintaan
c. Memperkenalkan
d. Ajakan
e. Larangan
f. Bujukan
g. Harapan
7. Kalimat seru
Resmini (2010: 245) menjelaskan bahwa kalimat seru adalah kalimat yang
mengungkapkan perasaan kagum. Karena rasa kagum berkaitan dengan sifat, maka
kalimat seru hanya dibuat dari kalimat berita yang predikatnya adjektiva
(Depdikbud, 1998)
8. Kalimat majemuk

Resmini (2010: 245) menjelaskan bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang
di dalamnya terdapat lebih dari satu pola kalimat, misalnya: SP+ SP, SPO+ SPO,
atau kalimat yang di dalamnya terdapat induk kalimat (diiterangkan) dan anak
kalimat (menerangkan). Kalimat majemuk menurut Keraf (1982) terdiri atas 3 jenis,
diantaranya:

a. Kalimat majemuk setara


1) Kalimat majemuk setara penambahan, kalimat majemuk setara yang
menggunakan kata-kata penghubung dan, lagi pula, serta.
2) Kalimat majemuk setara pemilihan, kalimat majemuk setara yang
menggunakan kata-kata penghubung atau, baik….maupun.
3) Kalimat majemuk setara perlawanan, kalimat majemuk setara yang
menggunakan kata penghubung: tetapi, namun, padahal.
4) Kalimat majemuk setara sebab—akibat, kalimat majemuk setara yang
menggunakan kata penghubung: sebab, karena, berhubung, akibat.
b. Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat yang terdiri atas dua pola kalimat atau lebih, satu sebagai induk
kalimat (diterangkan) dan satu sebagai anak kalimat (menerangkan).
Kalimat majemuk bertingkan merupakan kalimat tunggal yang bagian-
bagiannya diperluas sehingga perluasan itu membentuk satu atau beberapa
pola kalimat baru .
c. Kalimat majemuk campuran.
Kalimat majemuk campuran merupakan kalimat yang terdiri atas sebuah
pola atasan dann sekurang-kurangnya dua pola bbawahan, atau sekurangg-
kurangnya du apola atasan dan satu atau lebih pola bawahan (Keraf, 1981).
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. EndeFlores: Nusa Indah.
Manaf, Ngusman Abdul, 2009. Sintaksis: Teori dan Terapannya dalam Bahasa
Indonesia. Padang: Sukabina Press.
Ramlan, M. 2001. Sintaksis. Yogyakarta: UP Kencono.
Resmini, N. Rosmana, I A. Basyuni, H. 2010. Kebahasaan I (Fonologi, Morfologi,
Semantik). Bandung: UPI.
Supriyadi. 2014. Sintaksis Bahasa Indonesia. Gorontalo: UNG Press
Widjono HS. 2007. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai