SINTAKSIS
A. Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan
kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti:
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa inggris
digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahsa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001).
Manaf (2009: 3) menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang
membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah
frasa, klausa, dan kalimat.
Oleh karena itu sintaksis adalah bagian dari tatabahasa yang membahas tentang
kaidah penggabungan kata menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang disebut
frasa, klausa, dan kalimat, serta penempatan morfem suprasegmental (intonasi)
sesuai dengan struktur semantik yang diinginkan pembicara sebagai dasarnya.
B. Fungsi, Kategori, dan Peran Sintaksis
1. Fungsi
Supriyadi (2014: 2) menjelaskan bahwa fungsi kajian sintaksis terdiri atas beberapa
komponen, tiga hal yang penting adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan.
a. Subjek dan Predikat
Subjek adalah bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari
dengan pertanyaan ‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’. Predikat
adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan
dengan pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, siapa, berapa,
di mana, dan lain-lain. Subjek berupa frasa nomina atau pengganti frasa
nomina. Di sisi lain, predikat bisa berupa frasa nomina, frasa verba, frasa
adjektiva, frasa numeralia, atau pun frasa preposisi.
b. Objek dan Pelengkap
Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan
pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan
pengganti nomina. Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif
(memerlukan objek) atau semitransitif dan pelengkap.
Mengikuti predikat yang berupa verba intransitif (tidak memerlukan objek). Objek
juga dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi subjek.
c. Keterangan
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek,
predikat, objek atau pelengkap. Keterangan berupa frasa nomina, frasa
preposisi, dan frasa konjungsi. Keterangan mudah dipindah-pindah, kecuali
diletakkan di antara predikat dan objek atau predikat dan pelengkap.
2. Kategori
Resmini (2010: 225) menjelaskan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau
tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang
menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri atas S dan P. Jika
mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. Jika tidak memiliki O dan Ket,
klausa terdiri atas P, O, dan Ket demikian seterusnya. Penanda klausa adalah P,
tetapi yang dianggap sebagai unsur inti klausa adalah S dan P.
Supriyadi (2014: 18) menjelaskan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas unsur S dan P, tetapi penanda klausa P. Unsur S dan P tersebut dapat
disertai objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (KET) ataupun tidak.
Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang
mengandung unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi
kalimat. (Manaf, 2009:13) menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan
kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan
intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat
berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.
Subjek (S) merupakan pelaku atau orang yang melakukan kegiatan tertentu
yang berupa kata benda seperti nama orang contoh: Budi, Gajah, Anggrek, sekolah,
dan lain-lain.
Predikat (P) merupakan unsur kalimat yang menyatakan kegiatan yang sedang
dilakukan oleh subjek yang biasanya merupakan kata-kata kerja. Misalnya:
memasak, bermain, menyanyi, dan lain-lain.
Objek (O) merupakan sesuatu yang dikenai tindakan oleh subjek atau sama
seperti subjek yaitu berupa kata-kata benda. Misalnya: Ayah, Harimau, pakian, dan
lain-lain
Keterangan (K) menjelaskan bagaimana, dimana, atau kapan peristiwa yang
dinyatakan dalam kalimat tersebut yang dapat berupa:
Keterangan tempat = di rumah, di sekolah, di pasar, dan lain-lain.
Keterangan tujuan = agar lulus ujian, untuk bertemu ibunya, supaya bersih, dan
lain-lain.
Keterangan alat = menggunakan pisau, mengendara motor, menggunakan sekop,
dan lain-lain.
Keterangan waktu = pada hari minggu, jam 9 malam, pada musim kemarau dan
lain-lain
Keterangan penyerta = bersama ayahnya, dengan ibunya, ditemani kakaknya, dan
lain-lain.
Pelengkap (Pel) merupakan usnusr kalimat yang fungsinya seperti objek (O)
tetappi yang membedakannya adalah pelengkap tidak bisa dirubah menjadi subjek
(S) pada kalimat pasif. Pelengkap biasanya terletak setelah predikat atau objek.
Supriyadi (2014: 19) mengkategorikan klausa berdasarkan tiga hal, yakni:
1. Berdasarkan unsur-unsur fungsinya.
a. S dan P
Contohnya seperti “Ibu tidak berlari-lari.” unsur ibu menempati fungsi S
dan unsur tidak berlari-lari menempati fungsi P.
b. O dan Pel
Contohnya seperti “Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni.”
terdiri atas tiga unsur fungsional, ialah pemerintah sebagai S, unsur akan
menyelenggarakan sebagai P, dan unsur pesta seni sebagai O. sedangkan
untuk contoh pel seperti “Orang tua anak itu berjualan bakmi” unsur
orang tua anak itu sebagai S atau O, unsur berjualan sebagai P, dan unsur
bakmi sebagai Pel.
c. Keterangan (K)
Contohnya seperti “Desa-desa itu musnah akibat taufan.” Unsur desa-
desa itu sebagai S, unsur musnah sebagai P, dan akibat taufan sebagai K.
2. Berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsurnya.
Apabila diperiksa lebih lanjut, ternyata unsur-unsur fungsi itu hanya dapat diisi
oleh golongan atau kategori kata atau frasa tertentu, atau dengan kata lain, kata
atau frasa yang dapat menempati fungsi-fungsi itu hanyalah kata atau frasa pada
golongan atau kategori tertentu. Tidak semua kategori kata atau frasa dapat
menduduki semua fungsi klausa. Pengkategorian klausa berdasarkan kategori
kata atau frasa yang menjadi unsur-unsur klausa disebut analisis kategorial.
Sudah tentu analisis kategorial tidak terlepas dari analisis fungsi, bahkan
sesungguhnya merupakan lanjutan dari analisis fungsi. Sebagai contoh diambil
kalimat: “Aku sudah menghadap komandan tadi.” Klausa kalimat itu jika
dianalisis secara fungsional, hasilnya sebagai berikut:
Aku sudah menghadap komandan tadi
S P O K
F S P O K1 K2
K N V N Ket Ket
1. Ciri-ciri kalimat
Jenis-jenis keterangan:
1) Keterangan Waktu, dapat berupa kata, frasa, atau klausa. Kalimat-
kalimat yang berisi keerangan waktu, sebenarnya bermacanmmacam
bergantung pada keterangan waktu itu. Seperti yang telah dibahas di
atas, bahwa keterangan waktu dapat menempati posisi bebas, di awal, di
tengah, atau di akhir kalimat. Di samping keteranga waktu yang dapat
menduduki posisi sebagaimana diterangkan di atas, ada pula.
2) Keterangan Tempat, berupa frasa yang menyatakan tempat yang
ditandai oleh preposisi di, pada dan dalam. Preposisi itu selalu
mendahului nomina yang menerangkan tempat. Seperti haknya
keterangan waktu, keterangan tempat mempunyai beberapa fungsi,
diantaranya mmberi keterangan pada subjek, objek dan seluruh keadaan
dalam kalimat.
3) Keterangan Cara, dapat berupa kata ulang, frasa, atau klausa yang
menyatakan cara. Keterangan ini ditandai oleh adanya kata dengan,
cara, dan dalam.
4) Keterangan Sebab, berupa frasa atau klausa. Keterangan sebab yang
berupa frasa ditandai oleh kata karena atau lantara, lantara, yang diikuti
oleh nomina atau frasa nomina.
5) Keterangan tujuan, berupa frasa atau klausa. Keterangan tujuan yang
berupa frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan
tujuan yang berupa klausa ditandai oleh adanya konjungsi supaya, agar,
atau untuk.
3. Kalimat tunggal
Resmini (2010: 240) menjelaskan bahwa kalimat tunggal merupakan
kalimat yang terdiri atas satu pola (SP, SPO, SPOK) atau kalimat yang hanya
terdiri atasa satu klausa.
a. Jenis kalimat tunggal
1) Kalimat nominal, kalimat tunggal yang predikatnya dari kata benda.
2) Kalimat verba, kalimat tunggal yang predikatnya dibentuk dari kata
kerja/ verba.
a) Kalimat intranditif, kalimat tunggal yang predikatnya tidak
memelurkan objek.
b) Kalimat ekatransitif, kalimat tunggal yang predikatnya hanya
memerlukan objek tanpa diikuti pelengkap.
c) Kalimat dwitransitif, kalimat tunggal yang predikatnya memerlukan
objek dan pelengkap.
d) Kalimat semitransitif, kalimat tunggal yang predikatnya dari
semitransitif.
e) Kalimat pasif, kalimat tunggal yang predikatnya biasanya dari kata
kerja berawalan di-.
f) Kalimat ajektiva, kalimat tunggal yang predikatnya dari kata sifat
atau ajektiva.
g) Kalimat preposisional, kalimat tunggal yang predikatnya dari kata
depan atau preposisi.
4. Kalimat berita
Resmini (2010: 242) menjelaskan bahwa kalimat berita adalah kalimat yang
digunakan bila kita ingin mengutarakan suatu peristiwa atau kejadian yang kita
alami dan atatu yang dialami orang lain. Yang berfungsi untuk memberitahukan
sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian
seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukan adanya perhatian.
Kalimat berita harus memiliki ola intonasi berita, dan terdapat kata-kata tanya,
ajakan, persilahan, dan larangan.
5. Kalimat tanya
Resmini (2010: 242) menjelaskan bahwa kalimat tanya berfungsi untuk
menanyakan sesuatu. Kalimat tanya dapat ditambahkan pada bagian kalimat yang
ditanyakan kecuali pada S. terdapat 3 kemungkinan ciri kalimat tanya, yang
maksudnya untuk menanyakan sesuatu, yaitu:
a. Menggunakan intonasi tanya,
b. Menggunakan kata tanya, dan
c. Menggunakan partikel –kah.
Jenis kata tanya yang biasa digunakan dalam kalimat tanya dapat dikelompokkan
menurut sifatnya, diantaranya:
a. Untuk menanyakan benda/hal: apa, untuk apa, tentang apa.
b. Untuk menanyakan manusia: siapa, dengan siapa, untuk siapa.
c. Untuk menanyakan jumlah: berapa, berapa banyak.
d. Untuk menanyakan pilihhan: mana, yang mana.
e. Untuk menanyakan tempat: di mana, ke mana, dari mana.
f. Untuk menanyakan temporal: bila, kapan, bilamana, apabila.
g. Untuk menanyakan kausalitas: mengapa, apa sebab, akibat apa.
Resmini (2010: 243) menjelaskan bahwa kalimat perintah adalah kalimat yang
maksudnya menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Berdasarkan fugsinya dalam
hubungan situasi, kalimat perintah mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan
dari orang yang diajak berbicara. Kalimat perintah mempuyai bbeberapa jeni,
diantanya:
a. Suruhan, berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan menjadi
4 golongan: kalimat suruh yang sebenarnya, kaimat persilahan, kalimat
ajakan, dan kalimat larangan.
b. Permintaan
c. Memperkenalkan
d. Ajakan
e. Larangan
f. Bujukan
g. Harapan
7. Kalimat seru
Resmini (2010: 245) menjelaskan bahwa kalimat seru adalah kalimat yang
mengungkapkan perasaan kagum. Karena rasa kagum berkaitan dengan sifat, maka
kalimat seru hanya dibuat dari kalimat berita yang predikatnya adjektiva
(Depdikbud, 1998)
8. Kalimat majemuk
Resmini (2010: 245) menjelaskan bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang
di dalamnya terdapat lebih dari satu pola kalimat, misalnya: SP+ SP, SPO+ SPO,
atau kalimat yang di dalamnya terdapat induk kalimat (diiterangkan) dan anak
kalimat (menerangkan). Kalimat majemuk menurut Keraf (1982) terdiri atas 3 jenis,
diantaranya: