BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 disebutkan pada Pasal 32
Bahasa Lampung adalah salah satu bahasa daerah yang dimiliki dan menjadi
yang dihormati dan dipelihara Negara sebagai kekayaan budaya nasional. Bahasa
seluruh daerah Lampung dari utara dekat dengan perbatasan Sumatera Selatan
sampai Teluk Semangka di sebelah selatan dan terbagi dua dialek, yaitu dialek O
atau disebut dialek Nyow dan dialek A yang disebut juga dialek Api.
(Diklat) Bahasa Lampung bagi Calon Guru Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa
Lampung, yang akan membahas masalah bahasa Lampung, aksara dan sastra lisan
dari upaya menjaga dan melestarikan Bahasa Lampung sebagai kekayaan budaya
nasional.
dan pelatihan (Diklat) Calon Guru Mata Pelajaran Muatan Bahasa Lampung, yang
Membahas bahan/materi ajar bahasa Lampung yang demikian luas dan banyak
keterbatasan pengetahuan dan waktu, maka dalam makalah ini penyusun hanya
BAB II
BAHASA LAMPUNG
tersebut, maka Bahasa Lampung dapat diartikan bahasa daerah yang digunakan di
Hadikusuma (1988) bahasa Lampung adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat
daerah Lampung yang terdiri dari dua dialek, yaitu dialek O atau dialek Nyow,
Bahasa Lampung adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Nusantara,
merupakan bahasa yang masih hidup dan dipelihara oleh masyarakat penuturnya.
sebagai (1) lambang kebanggaan daerah Lampung, (2) lambang identitas daerah
Lampung, dan (3) alat komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat etnik
Lampung berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia, dan (2) alat
Ada beberapa pendapat para ahli bahasa mengenai dialek bahasa Lampung antara
lain:
1. Menurut Van Der Tuuk, bahasa Lampung dibagi dua dialek, yaitu dialek
2. Menurut Van Royen, bahasa Lampung terdiri dari dua dialek, dialek Nyow
dan dialek A.
Orang Lampung sebagai penutur asli bahasa Lampung, dapat pula dibagi menurut
daerah dari utara dekat dengan perbatasan Sumatera Selatan sampai Teluk
sesuai dengan lingkungan daerahnya, yaitu dialek O atau disebut dialek Nyow dan
Dari kedua dialek tersebut dapat pula dibagi beberapa sub dialek antara lain:
2. Dialek A atau Api terdiri dari dialek Sungkay/Way Kanan, Dialek Pesisir
a. Daerah Abung Siwo Mego meliptui daerah sepanjang way Abung, Way
dan sekitarnya.
Marga Kaya dan sekitarnya, Natar, Tegineneng, Haji Mena dan sekitarnya.
Salah satu aspek budaya yang juga sangat penting sebagai penanda hasil budi
daya dan ungkapan cipta rasa dan karsa manusia yang hidup dan berkembang di
satu bahasa Daerah yang hidup yang dipergunakan oleh penduduk asli Lampung
dan dipelihara secara baik oleh masyarakat penuturnya dan digunakan sebagai alat
Daerah Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera yang sejak 1964
penduduk asli memiliki sosio-kultural yang tercermin dalam kebiasaan hidup, adat
dan budayanya, sedangkan orang Lampung yang berasal dari Daerah lain,
memiliki suatu kebiasaan hidup sesuai dengan ciri khas daerah asalnya. Situasi
penduduk Daerah Lampung yang dua macam ini dikukuhkan dan tercermin dalam
Menurut Hafifi Hasan (2003) bahwa dalam penggunaan bahasa Lampung “tidak
mengenal tingkat bahasa seperti bahasa tinggi, bahasa sedang dan bahasa kasar
membedakan tingkat pemakaian bahasa hanya terbatas pada kata ganti orang dan
beberapa jenis kata sebagai tanda hormat. Bahasa Lampung hanya merupakan
ditinjau dari tingkat tutur bahasa, bahasa Lampung dapat dibagi sebagai berikut:
1. Cawa Khumaka/kici sanak, tingkat bahasa atau tutur yang paling rendah
atau dipakai oleh orang yang sedang marah atau emosi dan lain-lain;
2. Cawa pukhanti, tingkat bahasa atau tutur kata sehari-hari yang dipakai
dan lain-lain;
3. Cawa betik/cawa helau, tingkat bahasa atau tutur bahasa menengah yang
4. Cawa banggan, tingkat bahasa atau tutur yang halus dan dipakai dalam
majelis yang resmi, pada rapat adat, pertemuan dengan orang yang
5. Cawa bubahasa, tingkat bahasa atau tutur bahasa tertinggi yang bersifat
dan lebiih jelas. Biasanya bubahasa /cawa bubahasa ini diakhiri kata atau
diikuti kata-kata “pun” dan dijawab dengan kata-kata “yu” atau “yew”
BAB III
AKSARA LAMPUNG
Aksara, tulisan atau huruf adalah gambar yang terdiri dari garis-garis sederhana
dengan pola bentuk tertentu yang menjadi tanda bunyi bahasa. Aksara atau tulisan
Bengkulu, Bugis dan Aceh. Tulisan ini biasa juga disebut tulisan Basaja, karena
k g N p b m t vd n c j
ka ga nga pa ba ma ta da na ca ja
N y a l r s w h
nya ya a la ra sa wa ha
Sedangkan bentuk antara aksara atau tulisan dahulu (kuno) dengan yang sekarang
terdapat perbedaan, termasuk perbedaan antara beberapa sub daerah. Cara
penulisannya sama dengan penulisan huruf Latin, yakni mulai dari kiri ke kanan.
Dari beberapa sistem aksara daerah yang terdapat di tanah air umumnya berinduk
dan berasal dari sistem tulisan yang datang dari India pada jaman kuno, ketika di
Indonesia untuk pertama kalinya muncul kerajaan Hindu. Atau dengan kata lain
semua aksara daerah yang terdapat di Indonesia berasal dari perkembangan aksara
“Dewdatt Beva Nagari” adalah suatu aksara yang dianggap suci, karena sering
aksara ini diakui secara resmi sebagai aksara Republik India, yang menurut para
ahli aksara Dewa Nagari itu berbentuk suku kata seperti “CARAKA” aksara Jawa.
Menurut Nicolas J.Krom (1883-1945) seorang ahli Arceology dan Sejarah Jawa
berbangsa Belanda, aksara Jawa itu berasal dari aksara “Pallawa” yang dibawa
kuno, sebenarnya nama Pallawa adalah nama keluarga raja-raja di India yang
ke- 7 sampai abad ke 13 dan selama 600 tahun itu tentu besar sekali pengaruhnya
Aksara atau tulisan Lampung dilihat dari bentuk dan jumlahnya sudah terjadi
a. Huruf induk, yang dalam bahasa Lampung disebut Kelabai Sughat, dahulu
Bentuk aksara Lampung yang lama masih banyak kita temukan pada lembaran-
lembaran kulit kayu atau tulisan-tulisan pada perunggu yang berisi piagam-
piagam lama.
Sedangkan huruf induk atau kelabai sughat yang sekarang terdiri dari 20 buah,
yaitu:
b. Anak huruf, yang dalam bahasa Lampung disebut benah sughat, terdiri atas
1. Anak huruf atau benah sughat yang terletak di atas huruf induk, yaitu:
2. Anak huruf atau benah sughat yang terletak di bawah huruf induk atau
3. Anak huruf atau benah sughat yang terletak di samping kanan induk atau
c. Tanda baca
Dalam tulisan atau aksara Lampung kuno dikenal tanda baca untuk
membunuh huruf atau nengon ( L ) dan tanda baca berhenti atau taghu (
. ), yaitu berupa lingkaran kecil yang dalam tulisan latin berupa tanda titik
( . ) tetapi pada saat sekarang, di samping tanda tersebut, semua tanda yang
ada pada huruf Latin, angka Arab, angka Romawi sudah dipakai atau
1) Tanda titik .
2) Tanda koma ,
4) Tanda seru !
5) Tanda tanya ?
BAB IV
perasaan, ide, semangat, atau keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret
karya sastra mempunyai dua aspek penting, yaitu isi dan bentuk. Aspek isi adalah
tentang pengalaman hidup manusia, sedangkan aspek bentuk adalah hal-hal yang
Sastra lisan adalah sastra yang hidup secara lisan, yang tersebar dalam bentuk
tidak tertulis, disampaikan dengan bahasa lisan. Sastra lisan Lampung merupakan
milik kolektif etnik Lampung dan bersifat anonym. Sastra ini banyak tersebar di
masyarakat dan merupakan bagian yang sangat penting dari kekayaan budaya
etnik Lampung. Sastra lisan Lampung merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam berbagai proses adat masyarakat Lampung. Sastra lisan yang disampaikan
dengan irama mengandung pesan moral atau suri tauladan tentang berbagai hal.
Dari sastra lisan tersebut, nilai-nilai budaya Lampung diwariskan secara turun
temurun.
Secara umum, sastra lisan dalam kehidupan etnik Lampung berfungsi sebagai (1)
dengan baik, (4) pemupuk persatuan dan saling pengertian antar sesama, (5)
Sastra Lisan Lampung bagi masyarakat Lampung juga berfungsi sebagai alat
adeg/adok atau gelar dalam upacara adat khususnya dalam acara pernikahan.
Dari sekian banyak sastra lisan yang tumbuh, hidup dan berkembang di daerah
Lampung dan segi fungsi dan tata cara penyampaian isi sastra lisan Lampung
banyak memiliki kesamaan baik yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam
lingkungan orang Lampung yang berbahasa dialek O atau yang tumbuh, hidup
4.2.1 Ringget/Pisaan/Highing-highing/Wayak/Ngehahaddo/Hawiwang
sama, yaitu salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi,
yang lazim digunakan untuk (1) pengantar acara adat, (2) pelengkap
didendangkan.
4.2.2 Bebandung
memiliki sajak. Akan tetapi pola sajaknya tidak tetap. Pola bait yang
sastu tidak harus sama dengan pola sajak bait berikutnya. Hubungan
berkait, yakni baris terakhir suatu bait dijadikan baris pertama bait
Perbuatan apa yang wajib dikerjakan dan perbuatan apa yang harus
dengan pantun.
4.2.3 Pattun/Segata/Adi-adi
masing bait terdiri atas empat baris (ada juga yang terdiri atas lima
baris pertama dan baris kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan
baris keempat merupakan isi. Akan tetapi, ada puka bait yang tidak
cangget.
4.2.4 Pepaccur/Pepacogh/Wawancan
a. Sudah menjadi adat masyarakat Lampung bahwa pada saat bujang atau
Gelar adat ini diterima dari clan bapaknya dan dari clan ibu. Pemberian
dialet O), ngamai ghik ngini adok (di lingkungan masyarakat Lampung
dialek A), dan kebaghan adok atau nguwarghko adok (di lingkungan
Pesisir).
nasehat untuk seseorang yang diberi gelar adat. Secara umum nasehat-
Lampung.
Cerita rakyat adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara
lisan. Peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi pada masa lalu
atau merupakan suatu kreasi semata yang didorong oleh keinginan untuk
Cerita rakyat merupakan suatu kekayaan bersama yang lahir atas dorongan
epos, sage, fable, legenda, mite, dan cerita yang semata-mata berdasarkan
atas fiksi.
BAB V
perguruan tinggi baik negeri mau pun swasta yang ada di Propinsi Lampung,
Lampung ini.
Hal ini dipicu oleh situasi kebahasaan di daerah Lampung, khususnya dialek yang
etnik/suku bangsa yang heterogin, masyarakat petutur asli Lampung, lebih suka
suku pendatang.
berasal dari Jawa (Serang), orang Lampung justru lebih suka menggunakan
bahasa Jawa (Banten), dari pada mengajak mereka berbahasa Lampung, hal ini
bersusah payah memahami bahasa Jawa (Banten). Maka dapat dipahami jika
Dari kenyataan di atas, maka bahasa Lampung hanya banyak dipakai dalam
Sebaliknya untuk keperluan komunikasi antar suku dan dalam situasi formal,
Lampung terbatas dalam situasi khusus yang bersifat etnis budaya. Bahkan dalam
situasi ini sering kali mereka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa
Peristiwa lain yang lebih menarik adalah perilaku bahasa para anak muda daerah
Lampung yang berkesempatan belajar atau bekerja di luar daerah Lampung, kalau
bangga menggunakan bahasa Sunda, demikian juga jika merantau ke Jawa Tengah
pengaruh yang sangat kuat, sehingga ketika mereka kembali ke daerah asalnya di
keluarganya.
Kuning, atau tempat perbelanjaan lainnya di Kota Bandar Lampung, maka dalam
percakapan yang dapat kita dengar adalah sangat sedikit yang menggunakan
masyarakat yang berbelanja di pasar sayuran Pasir Gintung, karena sebagian besar
pedagangnya orang Jawa, walau pun yang belanja adalah orang Lampung Asli,
Fakta tersebut membuktikan bahwa bahasa Lampung hanya banyak dipakai dalam
Sebaliknya untuk keperluan komunikasi antar suku dan dalam situasi formal,
situasi khusus yang bersifat etnis budaya. Bahkan dalam situasi ini sering kali
Bahkan terkadang terjadi perbedaan antara penutur asli yang bermukim di kota
dengan yang bermukim di desa, walaupun mereka sama-sama berasal dari satu
kerabat, hal tersebut terjadi mungkin karena ada pengaruh situasi lingkungan dan
banyak kekurangan baik tenaga pendidik (guru), sarana dan prasarana dan situasi
kultur sekolah yang kurang mendukung. Banyak sekolah yang kekurangan guru
yang mereka kuasai, sementara untuk pengajaran Bahasa Lampung dan sastra
Bahasa Lampung terutama Buku Pelajaran Bahasa Lampung dan alat peraga
sekolah yang memungkinkan siswa dan staf guru dan tenaga kependidikan dapat
Dari beberapa peristiwa yang disebutkan di atas membuktikan bahwa telah terjadi
kemungkinan bahasa Lampung hanya tinggal sejarah, suatu saat akan punah dari
Dalam upaya pembinaan melalui pendidikan dan pelatihan bagi calon guru dan
Lampung pendatang), tokoh adat, LPTK dengan materi/bahan ajar yang lebih luas
1. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) atau penataran bagi pendidik atau calon
guru mata pelajaran muatan lokal Bahasa Lampung mulai dari tingkat
pembelajaran interaktif).
guru dan tenaga kependidikan dapat berkomunikasi paling tidak satu hari
Jum’at,
lingkungan keluarga atau dalam situasi yang bersifat etnis budaya saja,
tetapi juga digunakan dalam situasi formal dan informal dalam pergaulan
masyarakat Lampung.
bahasa Lampung.
Makalah ini hanya merupakan pengantar materi/bahan ajar pelatihan bagi Calon
Guru Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Lampung, dengan harapan dapat
menjadi pengetahuan awal untuk lebih bersemangat lagi dalam mempelajari dan
mak gham sapa lagi, damun mak ganta kapan lagi, lapah gham jama-jama
DAFTAR PUSTAKA
Bakr, Baheram, 1984, Pelajaran Praktis Membaca dan Menulis Huruf Lampung,
Depdiknas.
Fajar Agung.
Pesagi.
Sanusi,A. Effendi, 2001, Sastra Lisan Lampung, Bandar Lampung, FKIP Unila.
RINGGET NASIHAT
GHUKUN IMAN
PEKON SIKAM
Peppacur
Sangon lagi zaman tumbai, di uncuk gunung Tanggamus ngedok puteghi sai
sikop nihan. Kabaghni iya tinggal di delom istana sai megah nihan. Kesikopan
puteghi hina teghkenal sappai sebeghang lawok. Kidang, mak ngedok sai pun
ghaja atau pengighan sai dapok ngeghediki apilagi buhasil ngakuk sang puteghi
jadi majuni. Sang puteghi jo tinggal tenggalan dilom istanani sai megah. Ya ji
kaya ghaya ghik ngedok kesaktian sai mak ngedok tandingani. Ya dapok beubah
jadi api ghiya. Ki ya haga jadi lemawong, ya jadi lemawong, ki ya haga jadi sanak
Walaupun sakti ghik kaya ghaya, sang puteghi hijo mawat sombong. Malahan ya
kesohogh betik hati. Ulah lelakunn hino, kaban peghwatin sai lekok di sekitagh
cukut gunung Tanggamus ngejuluki sang puteghi hiji sebagai Puteghi Betik Hati.
Uncuk gunung Tanggamus penuh misteghi. Makkung ngedok sai pun jelma atau
jelema sai dapok tigoh di puccuk gunung hino. Hal seno layen ulah puccakni sai
ranggal ghiya, kidang ulah pulanni sai balak ghik lamon binatang buwas di
sekitagh gunung hino. Lamon pagha ghaja ghik pengighan sai nyuba nyambangi
haguk uncuk gunung Tanggamus haga ngedapokko sang puteghi. Kidang, tiyan
mawat mampu cakak sappai di uncuk gunung Tanggamus. Ki mak kesasagh, tiyan
pikeghanni. Saking lawangni di puteghi sang ghaja ghatong ghik ngusung kaban
guwai nyusul sang puteghi. Ki sang Puteghi mak haga, ghaja nyayinko kaban
pengawalni guwai nyulik Puteghi Betik Hati ghik diusung mit negeghi Cina.
Ghombongan ghaja jak Negeghi Cina ji ghatong ngegunakon kapal lawok. Tiyan
bulabuh di Teluk Semangka. Ghegoh jak kapal, ghombongan inji ngitoghi cukut
gunung Tanggamus. Manna mak nunggako ghanglaya guwai cakak mit uncuk
gunung Tanggamus, tiyan butanya jama peghwatin sai wat di sekitagh jenganan
hino. Kidang, jawaban sai dikeniko kaban peghwatin jama ghaja ghik kaban
pengawal-pengawal anjak negeghi Cina hino gegoh, “Ikam mak pandai ghanglaya
mit dudi. Diantara sikam mak ngedok sai pernah ghatong di istana Puteghi Betik
Hati hino.”
Penasaghan ulah mansa jawaban sai hampigh gegoh, ghaja ji butanya luwot ,
“Sang Puteghi ghisok ghatong ngebantu sikam kik dilanda kesusahan atawa kena
bencana,” jawab kaban peghwatin secara jujugh. “Api kuti mak peghnah nutuki
buputogh. “Mustahil mawat ngedok ghanglaya mit puccak gunung hinji. Pasti kuti
seghebbok lagi. Waktu himbun di uncuk gunung sina lebon, Puskam dacok
ngeliyak istanani sang Puteghi sai helau nihan,” timbal kaban peghwatin di cukut
gunung Tanggamus guwai lebih ngeyakinko raja anjak Cina ghik pengawal-
pengawalni.
Nengis penjelasan sina, ghaja jadi tambah penasaran. Guwai ngebuktiko isi
nunggu sappai himbun di uncuk gunung sina lebon. Ya haga ngemastiko apikah
benogh di lambung gunung hino wat istana sang puteri sai kesohogh helau nihan.
lambung gunung tambah tipis. Seighing jama lebonni himbun sina, samagh-
tambahcutik himbunni, tambah jelas munih kemegahan istana sai wat di lambung
gunung sina. Mata ghaja ghik pengawalni telalagh ngeliyak kilawan cahaya sai
tepattul anjak bangunan sina. Mak terasa, banguk tiyan bedecak kagum. Mak
munni anjak san, suwasana hening jadi ribut. Unyin sai ngedok di jenganan sina
“Gegohni mak teghlalu ghanggal,” cawa salah sai pengawal haguk ghajani.
diliyakni.”Ganta, gham langsung cakak mit uncuk gunung”, lanjut ghaja sekaligus
Seghaniyan penuh tiyan nyuba cakak haguk uncuk gunung Tanggamus. Kidang,
“ngeghaya” tikus”, kidang selalu nyambung di titik atawa pok sai gegoh. Ki tiyan
ngeghimbas pulau haga ngeguwai ranglaya sai bahyu, tiyan mesti mulang di
jenganan asal tiyan ngebabat. Hasil ghimbasan tiyan mak ngedok kas, sai ghadu
tambah cutik.
Suwaktu bingi, ghatong bughatus-ghatus binatang buwas nyeghang tiyan sai lagi
mak dapok ngelawanni kaban binatang sina ulah kelom. Tiyan tegar, kucagh-
kacigh, ghegoh anjak cukuk gunung. Hampegh setengah pengawal ghaja sai mati.
Ulah mak mennya, kadu baghang usungan guwai sang puteghi teghtinggal di
tengah pulan.
Ghaja ghik kaban pengawalni muloh mit kapal. Di kapal lagi wat peghsediyaan
makanan. Seghadu mengan ghik istirahat, tuwoh pemikeghan di ulu ghaja haga
nyeghbu kaban perwatin sai wat di cukut gunung Tanggamus. Pikeghan sina
tuwoh ulah ya kesol mak dapok cakak ghik tungga sang puteghi di uncuk gunung,
sekaligus mancing sang puteghi supaya ghegoh anjak istanani. Hal sina sesuwai
pasti ghatong”.
Ghani lagi kuwasan, ghaja ghik kaban pengawalni nyeghbu tiyuh di cukut gunung
cappuh mak dapok diilakko. Ditulung kekuwatan sang puteghi, kaban peghwatin
dapok ngalahko ghaja ghik pengawalni sai sangon ghadu palai. Mayat-mayat
jelema tiyan diumbanko mit lawok. Nughut ceghita mayat-mayat sudi tehanyuk
tigoh Tulangbawang. Saking nayahni, mayat-mayat sina ngegunung jadi pulau sai