Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 disebutkan pada Pasal 32

ayat 1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban

dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan

mengembangkan nilai-nilai budayanya, dan ayat 2) Negara menghormati dan

memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Bahasa Lampung adalah salah satu bahasa daerah yang dimiliki dan menjadi

kebanggaan masyarakat daerah Lampung, yang juga merupakan bahasa daerah

yang dihormati dan dipelihara Negara sebagai kekayaan budaya nasional. Bahasa

Lampung digunakan oleh masyarakat “orang Lampung” yang berdomisili di

seluruh daerah Lampung dari utara dekat dengan perbatasan Sumatera Selatan

sampai Teluk Semangka di sebelah selatan dan terbagi dua dialek, yaitu dialek O

atau disebut dialek Nyow dan dialek A yang disebut juga dialek Api.

Mempelajari bahasa daerah Lampung, melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan

(Diklat) Bahasa Lampung bagi Calon Guru Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa

Lampung, yang akan membahas masalah bahasa Lampung, aksara dan sastra lisan

Lampung, dengan segala aspek kesejarahan dan perkembangannya, adalah bagian

dari upaya menjaga dan melestarikan Bahasa Lampung sebagai kekayaan budaya

nasional.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


2

Makalah ini berjudul Mengenal Sejarah dan Perkembangan Bahasa Lampung.

Dimaksudkan untuk memenuhi salah satu bahan/materi ajar kegiatan pendidikan

dan pelatihan (Diklat) Calon Guru Mata Pelajaran Muatan Bahasa Lampung, yang

dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Lampung Tahun Anggaran 2010.

Membahas bahan/materi ajar bahasa Lampung yang demikian luas dan banyak

aspek kebahasaan yang terkandung di dalamnya, adalah sulit untuk

menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini. Disamping itu karena

keterbatasan pengetahuan dan waktu, maka dalam makalah ini penyusun hanya

menguraikan sekilas lintas sekedar untuk mengenal hal-hal berikut: 1) Bahasa

Lampung, 2) Aksara Lampung, dan 3) Sastra Lisan Lampung serta 4) Upaya

Pelestarian Bahasa Lampung.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


3

BAB II

BAHASA LAMPUNG

2.1 Pengertian, Kedudukan dan Fungsi Bahasa Lampung

Dalam buku Encyclopedie Van Nederlands-Indie, disebutkan pengertian bahasa

Lampung ialah bahasa yang digunakan di daerah Keresidenan Lampung. Bekas

keresidenan Lampung yang setelah zaman kemerdekaan termasuk dalam daerah

Propinsi Sumatera Selatan, kemudian berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 1964 tanggal 8 Maret 1964 Keresidenan Lampung

berstatus sebagai daerah Propinsi Lampung, dengan merujuk kepada pengertian

tersebut, maka Bahasa Lampung dapat diartikan bahasa daerah yang digunakan di

daerah Propinsi Lampung. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Hilman

Hadikusuma (1988) bahasa Lampung adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat

daerah Lampung yang terdiri dari dua dialek, yaitu dialek O atau dialek Nyow,

dan dialek A atau dialek Api.

Bahasa Lampung adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Nusantara,

merupakan bahasa yang masih hidup dan dipelihara oleh masyarakat penuturnya.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Lampung berfungsi

sebagai (1) lambang kebanggaan daerah Lampung, (2) lambang identitas daerah

Lampung, dan (3) alat komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat etnik

Lampung. Didalam hubungannya dengan fungsi Bahasa Indonesia, bahasa

Lampung berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia, dan (2) alat

pengembangan serta pendukung kebudayaan Lampung.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


4

2.2 Dialek Bahasa Lampung

Ada beberapa pendapat para ahli bahasa mengenai dialek bahasa Lampung antara

lain:

1. Menurut Van Der Tuuk, bahasa Lampung dibagi dua dialek, yaitu dialek

Pubian dan dialek Abung;

2. Menurut Van Royen, bahasa Lampung terdiri dari dua dialek, dialek Nyow

dan dialek Api;

3. Menurut D.F.Walker, bahasa Lampung terbagi dua dialek yaitu dialek

Abung dan dialek Pesisir

4. Menurut Hilman Hadikusuma, Bahasa Lampung dibagi dua yaitu dialek O

dan dialek A.

Selanjutnya menurut Hilman Hadikusuma, dari kedua dialek tersebut berdasarkan

pembagian daerah pemakainya dapat dibagi sebagai berikut:

a. Dialek O atau dialek Nyow:

1. Sub dialek Abung

2. Sub dialek Tulangbawang

3. Sub dialek Kotabumi

4. Sub dialek Jabung

5. Sub dialek Menggala

b. Dialek A atau dialek Api:

1. Sub dialek Sungkai

2. Sub dialek Krui

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


5

3. Sub dialek Melinting

4. Sub dialek Kotaagung

5. Sub dialek Way Lima

6. Sub dialek Pubian

Orang Lampung sebagai penutur asli bahasa Lampung, dapat pula dibagi menurut

daerah dari utara dekat dengan perbatasan Sumatera Selatan sampai Teluk

Semangka di sebelah selatan, dengan menggunakan dialek bahasa masing-masing

sesuai dengan lingkungan daerahnya, yaitu dialek O atau disebut dialek Nyow dan

dialek A yang disebut juga dialek Api.

Dari kedua dialek tersebut dapat pula dibagi beberapa sub dialek antara lain:

1. Dialek O atau Nyow terdiri dari dialek Abung dan Tulangbawang

2. Dialek A atau Api terdiri dari dialek Sungkay/Way Kanan, Dialek Pesisir

dan Dialek Pubian

Daerah pemakai dialek O atau dialek Nyow meliputi:

a. Daerah Abung Siwo Mego meliptui daerah sepanjang way Abung, Way

Rarem,Kota Bumi dan sekitarnya, Way Terusan Gunung Batin dan

sekitarnya, Way Pengubuan Terbanggi Besar, Way Seputih Gunung Sugih

dan sekitarnya, Way Batang hari Sukadana, Way Sekampung dan

sekitarnya, Negara Ratu dan Muara Putih Natar dan sekitarnya.

b. Daerah Mego Pak Tulangbawang, meliputi sepanjang daerah Way

Mesuji, Pagar Dewa dan sekitarnya, sepanjang Way Tulangbawang dan

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


6

sekitarnya termasuk Menggala, Gunung Aji, Gunung Terang, Gunung

Batin dan sekitarnya.

Daerah pemakai bahasa Lampung dialek A meliputi:

a. Daerah Pesisir Pemanggilan meliputi bagian daerah pesisir selatan

Lampung, mulai dari daerah Teluk Betung, menyusur pantai sampai ke

Teluk Semangka, Way Semah, Way Lima, Talangpadang dan sekitarnya.

b. Daerah Pesisir Melinting, sebagian pesisir timur Lampung, Labuhan

Maringgai, pesisir selatan Lampung sekitar Rajabasa, Kalianda, Babatan

dan sekitarnya.

c. Daerah pesisir Belalaw, yaitu daerah sekitar Teluk Semangka, Tanjung

Cina, pantai barat Lampung:Ngaras,Biha,Krui dan sekitarnya, Liwa,

Ranau dan sekitarnya.

d. Daerah Way Kanan/Sungkai dan Bunga Mayang, termasuk daerah

Belambangan Umpu dan sekitarnya.

e. Daerah Pubian Teluk Suku, meliputi daerah Kedaton, Kurungan

Nyawa/Negeri Sakti, Gedung Tataan dan sekitarnya, Rantau Tijang,

Marga Kaya dan sekitarnya, Natar, Tegineneng, Haji Mena dan sekitarnya.

f. Daerah Komering, dikenal dengan bahasa Komering.

2.3 Bahasa Lampung bagian budaya

Salah satu aspek budaya yang juga sangat penting sebagai penanda hasil budi

daya dan ungkapan cipta rasa dan karsa manusia yang hidup dan berkembang di

dalam masyarakat sekaligus mempunyai peranan penting terhadap konteks

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


7

kebudayaan di dalam masyarakat adalah bahasa. Bahasa Lampung adalah salah

satu bahasa Daerah yang hidup yang dipergunakan oleh penduduk asli Lampung

dan dipelihara secara baik oleh masyarakat penuturnya dan digunakan sebagai alat

komunikasi antara anggotanya, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam

pelaksanaan acara adat.

Daerah Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera yang sejak 1964

berstatus sebagai daerah pemerintahan tingkat I dengan nama Provinsi Lampung

dan berpenduduk asli dan penduduk pendatang. Suku Lampung merupakan

penduduk asli memiliki sosio-kultural yang tercermin dalam kebiasaan hidup, adat

dan budayanya, sedangkan orang Lampung yang berasal dari Daerah lain,

memiliki suatu kebiasaan hidup sesuai dengan ciri khas daerah asalnya. Situasi

penduduk Daerah Lampung yang dua macam ini dikukuhkan dan tercermin dalam

lambang Daerah Lampung dengan slogan “Sang Bumi Ruwa Jurai.”

2.4 Tingkatan Bahasa Lampung

Menurut Hafifi Hasan (2003) bahwa dalam penggunaan bahasa Lampung “tidak

mengenal tingkat bahasa seperti bahasa tinggi, bahasa sedang dan bahasa kasar

(seperti halnya bahasa Jawa atau bahasa Sunda).” Bentuk-bentuk yang

membedakan tingkat pemakaian bahasa hanya terbatas pada kata ganti orang dan

beberapa jenis kata sebagai tanda hormat. Bahasa Lampung hanya merupakan

bahasa kerabat yang sangat terbatas pemakaiannya pada umumnya dipakai di

lingkungan penduduk asli, keluarga dan dalam upacara-upacara adat.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


8

Namun dalam penggunaan bahasa Lampung atau penuturan bahasa Lampung

ditinjau dari tingkat tutur bahasa, bahasa Lampung dapat dibagi sebagai berikut:

1. Cawa Khumaka/kici sanak, tingkat bahasa atau tutur yang paling rendah

atau dipakai oleh orang yang sedang marah atau emosi dan lain-lain;

2. Cawa pukhanti, tingkat bahasa atau tutur kata sehari-hari yang dipakai

dalam pembicaraan antara teman sebaya, di pasar atau dengan anak-anak

dan lain-lain;

3. Cawa betik/cawa helau, tingkat bahasa atau tutur bahasa menengah yang

dipakai dalam mengajar (mendidik), anak terhadap orangtua atau yang

muda terhadap yang lebih tua;

4. Cawa banggan, tingkat bahasa atau tutur yang halus dan dipakai dalam

majelis yang resmi, pada rapat adat, pertemuan dengan orang yang

dihormati atau dalam surat permohonan dan lain-lain;

5. Cawa bubahasa, tingkat bahasa atau tutur bahasa tertinggi yang bersifat

luhur dan saling memulyakan antara si pembicara, intonasi lebih rendah

dan lebiih jelas. Biasanya bubahasa /cawa bubahasa ini diakhiri kata atau

diikuti kata-kata “pun” dan dijawab dengan kata-kata “yu” atau “yew”

terutama dalam acara rapat kepala adat (himpun punyimbang).

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


9

BAB III

AKSARA LAMPUNG

3.1 Pengertian Aksara Lampung

Aksara, tulisan atau huruf adalah gambar yang terdiri dari garis-garis sederhana

dengan pola bentuk tertentu yang menjadi tanda bunyi bahasa. Aksara atau tulisan

Lampung termasuk rumpun tulisan KAGANGA seperti halnya tulisan Batak,

Bengkulu, Bugis dan Aceh. Tulisan ini biasa juga disebut tulisan Basaja, karena

kalau huruf-huruf tersebut berdiri sendiri masing-masing mengandung bunyi a,

berjumlah 19 huruf yaitu:

k g N p b m t vd n c j
ka ga nga pa ba ma ta da na ca ja

N y a l r s w h
nya ya a la ra sa wa ha

Sekarang berjumlah 20 buah huruf, yaitu dengan tambahan huruf Gha = H

Sedangkan bentuk antara aksara atau tulisan dahulu (kuno) dengan yang sekarang
terdapat perbedaan, termasuk perbedaan antara beberapa sub daerah. Cara
penulisannya sama dengan penulisan huruf Latin, yakni mulai dari kiri ke kanan.

3.2 Asal usul Aksara Lampung

Dari beberapa sistem aksara daerah yang terdapat di tanah air umumnya berinduk

dan berasal dari sistem tulisan yang datang dari India pada jaman kuno, ketika di

Indonesia untuk pertama kalinya muncul kerajaan Hindu. Atau dengan kata lain

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


10

semua aksara daerah yang terdapat di Indonesia berasal dari perkembangan aksara

“Dewdatt Beva Nagari” adalah suatu aksara yang dianggap suci, karena sering

dipakai untuk menulis kitab-kitab suci di dalam bahasa Sansekerta. Sekarang

aksara ini diakui secara resmi sebagai aksara Republik India, yang menurut para

ahli aksara Dewa Nagari itu berbentuk suku kata seperti “CARAKA” aksara Jawa.

Menurut Nicolas J.Krom (1883-1945) seorang ahli Arceology dan Sejarah Jawa

berbangsa Belanda, aksara Jawa itu berasal dari aksara “Pallawa” yang dibawa

orang-orang Hindu ke Jawa dan kemudian mempengaruhi kesusastraan Jawa

kuno, sebenarnya nama Pallawa adalah nama keluarga raja-raja di India yang

pernah berkuasa di Madras tahun 456 M.

Di Nusantara pada zaman kejayaan kerajaan Sriwijaya berkembang antara abad

ke- 7 sampai abad ke 13 dan selama 600 tahun itu tentu besar sekali pengaruhnya

dalam penyebaran agama Budha dengan menggunakan aksara Pallawa. Sejak

jatuhnya kerajaan Tulangbawang, banyak orang Lampung yang belajar agama

dan berhubungan dengan pusat kedudukan Sriwijaya. Dengan demikian secara

berangsur-angsur aksara itu memasuki daerah Lampung yang di dalam

perkembangannya seperti bentuk yang ada sekarang.

3.3 Bentuk Aksara Lampung

Aksara atau tulisan Lampung dilihat dari bentuk dan jumlahnya sudah terjadi

perubahan, yang terdiri dari tiga unsur:

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


11

a. Huruf induk, yang dalam bahasa Lampung disebut Kelabai Sughat, dahulu

berjumlah 19 buah, yaitu:

Bentuk Aksara Lampung (Lama)


k g N p bM m t d n c
ka ga nga Pa Ba ma ta da na Ca
j N y a l r s w h
ja nya ya A La Ra sa wa ha

Bentuk aksara Lampung yang lama masih banyak kita temukan pada lembaran-

lembaran kulit kayu atau tulisan-tulisan pada perunggu yang berisi piagam-

piagam lama.

Sedangkan huruf induk atau kelabai sughat yang sekarang terdiri dari 20 buah,

yaitu:

Aksara Nama Huruf Aksara Nama Huruf


k ka K j ja J
g ga G N nya Ny
G nga Ng y ya Y
p pa P a a A
b ba B l la L
m ma M r ra R
t ta T s sa S
d da D w wa W
n na N h ha H
c ca C H gha Gh

b. Anak huruf, yang dalam bahasa Lampung disebut benah sughat, terdiri atas

tiga bagian, yaitu:

1. Anak huruf atau benah sughat yang terletak di atas huruf induk, yaitu:

1). Ulan = bunyi i atau bunyi e ki A

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


12

2). Bicek = bunyi e ke

3). Bitan = bunyi o ko

4). Tekelubang = bunyi ng p

5). Rejunjung = bunyi gh b

6). Kananian = bunyi n n

2. Anak huruf atau benah sughat yang terletak di bawah huruf induk atau

kelabai sughat, yaitu:

1). Bitan di bah = bunyi u ______

2). Tekelungau = bunyi au ______

3). Rejunjung di bah = bunyi r ______

3. Anak huruf atau benah sughat yang terletak di samping kanan induk atau

kelabai sughat, yaitu:

1). Tekelingai = bunyi ai _____

2). Keleniah = bunyi h _____

3). Nengon, tanda bunuh atau tanda mati ______

4). Tanda titik ______

5). Tanda koma _______

6). Tanda seru _______

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


13

7). Tanda tanya

c. Tanda baca

Dalam tulisan atau aksara Lampung kuno dikenal tanda baca untuk

membunuh huruf atau nengon ( L ) dan tanda baca berhenti atau taghu (

. ), yaitu berupa lingkaran kecil yang dalam tulisan latin berupa tanda titik

( . ) tetapi pada saat sekarang, di samping tanda tersebut, semua tanda yang

ada pada huruf Latin, angka Arab, angka Romawi sudah dipakai atau

dipergunakan dalam huruf atau Aksara Lampung.

Ada pun bentuk dan cara menulisnya sebagai berikut:

1) Tanda titik .

2) Tanda koma ,

3) TTTTanda titik koma ;

4) Tanda seru !

5) Tanda tanya ?

BAB IV

SASTRA LISAN LAMPUNG

4.1 Pengertian Sastra Lisan Lampung

Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,

perasaan, ide, semangat, atau keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret

yang membangkitkan pesona dengan bahasa sebagai medianya. Dalam wujudnya,

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


14

karya sastra mempunyai dua aspek penting, yaitu isi dan bentuk. Aspek isi adalah

tentang pengalaman hidup manusia, sedangkan aspek bentuk adalah hal-hal yang

menyangkut cara penyampaian, cara pengarang memanfaatkan bahasa untuk

mewadahi isi karya sastra.

Sastra lisan adalah sastra yang hidup secara lisan, yang tersebar dalam bentuk

tidak tertulis, disampaikan dengan bahasa lisan. Sastra lisan Lampung merupakan

milik kolektif etnik Lampung dan bersifat anonym. Sastra ini banyak tersebar di

masyarakat dan merupakan bagian yang sangat penting dari kekayaan budaya

etnik Lampung. Sastra lisan Lampung merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dalam berbagai proses adat masyarakat Lampung. Sastra lisan yang disampaikan

dengan irama mengandung pesan moral atau suri tauladan tentang berbagai hal.

Dari sastra lisan tersebut, nilai-nilai budaya Lampung diwariskan secara turun

temurun.

Secara umum, sastra lisan dalam kehidupan etnik Lampung berfungsi sebagai (1)

pengungkap alam pikiran, sikap, dan nilai-nilai kebudayaan masyarakat Lampung,

(2) penyampai gagasan-gagasan yang mendukung pembangunan manusia

seutuhnya, (3) pendorong untuk memahami, mencintai, dan membina kehidupan

dengan baik, (4) pemupuk persatuan dan saling pengertian antar sesama, (5)

penunjang pengembangan bahasa dan kebudayaan Lampung, (6) penunjang

perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.

Sastra Lisan Lampung bagi masyarakat Lampung juga berfungsi sebagai alat

komunikasi untuk menyampaikan berita, nasehat, petuah atau menyampaikan

adeg/adok atau gelar dalam upacara adat khususnya dalam acara pernikahan.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


15

4.2 Jenis Sastra Lisan Lampung

Dari sekian banyak sastra lisan yang tumbuh, hidup dan berkembang di daerah

Lampung dan segi fungsi dan tata cara penyampaian isi sastra lisan Lampung

banyak memiliki kesamaan baik yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam

lingkungan orang Lampung yang berbahasa dialek O atau yang tumbuh, hidup

dan berkembang dalam lingkungan orang Lampung berbahasa dialek A.

Beberapa jenis sastra lisan Lampung, sebagaimana diuraikan berikut ini:

4.2.1 Ringget/Pisaan/Highing-highing/Wayak/Ngehahaddo/Hawiwang

a. Istilah Ringget dikenal di lingkungan masyarakat Abung, Menggala,

dan Melinting. Istilah Pisaan dikenal di lingkungan masyarakat

Lampung Pubian, Sungkai, dan Way Kanan. Istilah Highing-highing

dikenal di lingkungan masyarakat Lampung Pemanggilan Jelema Daya

(Komering). Istilah wayak/ngehahaddo/hahiwang dikenal

dilingkungan masyarakat Lampung Pesisir. Istilah atau namanya

berbeda-benda. Akan tetapi yang dimaksud oleh setiap istilah adalah

sama, yaitu salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi,

yang lazim digunakan untuk (1) pengantar acara adat, (2) pelengkap

acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, (3)

pelengkap acara cangget “tari adat”, (4) pelengkap acara muda-mudi

yang dikenal dengan acara Jagodamar/jagadamagh atau

kedayek/kedayok, (5) senandung pada saat meninabobokkan anak, dan

(6) pengisi waktu bersantai. Sastra ini disampaikan dengan cara

didendangkan.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


16

b. Fungsi Ringget/ Pisaan/ Highinh-highing/ Wayak/ Ngehahaddo/

Hawiwang berfungsi sebagai media untuk: (1) menyampaikan nasehat

kepada masyarakat, (2) menghibur baik hiburan untuk orang lain

maupun untuk diri sendiri, (3) menyampaikan cerita, dan (4)

meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kesenian daerah.

4.2.2 Bebandung

a. Bebandung adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung berbentuk

puisi yang berisi petuah-petuah atau ajaran yang berjenaan dengan

agama Islam. Bebandung lazim diungkapkan untuk melengkapi acara

cangget, dalam pertemuan-pertemuan resmi lainnya, untuk

meninabobokkan anak, atau untuk didengar sendiri sebagai pengisi

waktu bersantai. Pengungkapan bebandung dengan cara didendangkan.

Bebandung terdiri atas sejumlah bait yang masing-maing bait

memiliki sajak. Akan tetapi pola sajaknya tidak tetap. Pola bait yang

sastu tidak harus sama dengan pola sajak bait berikutnya. Hubungan

antar bait dalam sebiuh bebandung ada yang menunjukkan hubungan

berkait, yakni baris terakhir suatu bait dijadikan baris pertama bait

berikutnya dan ada pula yang tidak berkait.

b. Bebandung berisikan hal-hal yang berkenaan dengan agama Islam.

Perbuatan apa yang wajib dikerjakan dan perbuatan apa yang harus

dijauhi, perbuatan apa yang dapat mendatangkan pahala dan perbuatan

apa yang dapat mengakibatkan dosa. Ditinjau dari sudu isinya,

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


17

Bebandung dapat digolongkan kedalam puisi tradisional berbentuk

syair dan menurut pola persajakannya, bebandung dapat disamakan

dengan pantun.

c. Bebandung dapat berfungsi sebagai (1) alat untuk menyampaikan

petuah atau ajaran-ajaran yang berkenaan dengan agama Islam (fungsi

religious), (2) media untuk meningkatkan apresiasi masyarakat

terhadap kesenian Lampung, dan (3) media untuk menyaring

kebudayaan asing, yang pada era globalisasi ini sudah mulai

mengancam budaya tradisional.

4.2.3 Pattun/Segata/Adi-adi

a. Pattun/segata/adi-adi merupakan salah satu jenis sastra lisan Lampung

yang berbentuk puisi. Istilah pattun dikenal di lingkungan masyarakat

Lampung Abung, Menggala, Pubian, Sungkai, Way Kanan, dan

Melinting. Di lingkungan masyarakat Lampung Pesisir di kenal istilah

segata dan ada pula yang menggunakan istilah adi-adi.

b. Puisi jenis pattun/segata/adi-adi di kalangan etnik Lampung lazim

digunakan dalam acara yang sifatnya untuk bersukaria, seperti dalam

acara muda-mudi yang disebut dengan istilah kedayek/kedayok atau

jagodamar/jagadamagh. Di samping itu, di lingkungan masyarakat

Lampung Pepadun, pattun sering pula digunakan untuk melengkapi

acara cangget “tarian adat”.

c. Pattun/segata/adi-adi terdiri atas bait-bait yang bersajak. Masing-

masing bait terdiri atas empat baris (ada juga yang terdiri atas lima

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


18

baris karena divariasikan), Bait-bait Pattun/segata/adi-adi ada yang

baris pertama dan baris kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan

baris keempat merupakan isi. Akan tetapi, ada puka bait yang tidak

mempunyai sampiran, semua baris dalam satu bait merupakan isi.

Secara umum, isi Pattun/segata/adi-adi berupa ungkapan perasaan,

harapan, atau humor.

d. Pattun/segata/adi-adi dalam kehidupan masyarakat Lampung

berfungsi sebagai (1) media pengungkapan isi hati kepada seseorang

(dari si bujang kepada si gadis atau sebaliknya) , (2) alat penghibur

atau penghilang kejenuhan pada suasana bersantai, (3) pelengkap acara

cangget.

4.2.4 Pepaccur/Pepacogh/Wawancan

a. Sudah menjadi adat masyarakat Lampung bahwa pada saat bujang atau

gadis meninggalkan masa remajanya atau pada saat mereka memasuki

kehidupan berumah tangga, pasangan pengantin diberi gelar adat

sebagai penghormatan dan tanda bahwa mereka telah berumah tangga.

Gelar adat ini diterima dari clan bapaknya dan dari clan ibu. Pemberian

gelar dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah

ngamai atau nginai adek (di lingkungan masyarakat adat Lampung

dialet O), ngamai ghik ngini adok (di lingkungan masyarakat Lampung

dialek A), dan kebaghan adok atau nguwarghko adok (di lingkungan

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


19

masyarakat Lampung dialek A Pesisir). Isilah ngamai digunakan untuk

pengantin pria dan nginai/ngini digunakan untuk pengantin wanita.

Setelah gelar diberikan, si penerima gelar diberi nasihat atau pesan-

pesan. Nasihat atau pesan-pesan itu disampaikan dalam bentuk puisi

yang dikenal dengan istilah Pepaccur (di lingkungan masyarakat

Lampung dialek O), pepacogh (di lingkungan masyarakat Lampung

dialek A), dan wawncan (di lingkungan nasyarakat Lampung dialek A

Pesisir).

b. Papaccur/Pepacogh/Wawancan berisi pesan-pesan atau nasehat-

nasehat untuk seseorang yang diberi gelar adat. Secara umum nasehat-

nasehat itu berkenaan dengan kehidupan berrumahtangga,

bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama.

c. Papaccur/Pepacogh/Wawancan berfungsi sebagai media penyampaian

pesan atau amanat untuk kedua mempelai dalam upacara pesta

pernikahan dan sebagai media untuk melestarikan bahasa dan sastra

Lampung.

4.2.5 Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara

lisan. Peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi pada masa lalu

atau merupakan suatu kreasi semata yang didorong oleh keinginan untuk

menyampaikan pesan atau amanat tertentu atau merupakan suatu upaya

untuk member atau mendapatkan hiburan.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


20

Cerita rakyat merupakan suatu kekayaan bersama yang lahir atas dorongan

untuk berkomunikasi sesamanya. Dalam cerita rakyat terungkap berbagai

kreativitas berbahasa untuk mewujudkan nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat. Masyarakat etnik Lampung mempunyai banyak cerita yang

berbentuk prosa. Cerita-cerita itu dapat digolongkan menjadi enam jenis:

epos, sage, fable, legenda, mite, dan cerita yang semata-mata berdasarkan

atas fiksi.

BAB V

UPAYA PELESTARIAN BAHASA LAMPUNG

5.1 Krisis Pemakai Bahasa Lampung

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


21

Berbagai kalangan masyarakat Lampung mulai dari para pejabat, tokoh

masyarakat, budayawan, tokoh pendidikan, para pakar/ahli dari berbagai

perguruan tinggi baik negeri mau pun swasta yang ada di Propinsi Lampung,

mengkhawatirkan kemungkinan akan punahnya bahasa Lampung dari tanah

Lampung ini.

Hal ini dipicu oleh situasi kebahasaan di daerah Lampung, khususnya dialek yang

berkembang (Dialek O dan dialek A) dan daerah pemakai dialek masing-masing,

semakin berkurangnya pemakai dan penggunaan bahasa Lampung dalam

kehidupan pergaulan masyarakat sehari-hari, terutama dalam situasi informal baik

di lingkungan warga masyarakat, antar tetangga yang terdiri dari berbagai

etnik/suku bangsa yang heterogin, masyarakat petutur asli Lampung, lebih suka

menggunakan bahasa Indonesia, bahkan lebih cenderung menggunakan bahasa

suku pendatang.

Peristiwa demikian dapat kita lihat di banyak tempat lingkungan masyarakat

Lampung pendatang, sebagai contoh pada masyarakat Lampung pendatang yang

berasal dari Jawa (Serang), orang Lampung justru lebih suka menggunakan

bahasa Jawa (Banten), dari pada mengajak mereka berbahasa Lampung, hal ini

dilakukan untuk menunjukkan keakraban sesama warga. Situasi yang demikian

juga berlangsung sejak lama, dimana masyarakat Lampung pendatang bertahan

menggunakan bahasa daerah asalnya, mereka merasa tidak perlu untuk

mempelajari Bahasa Lampung, disebabkan justru penduduk asli Lampung telah

bersusah payah memahami bahasa Jawa (Banten). Maka dapat dipahami jika

frekuensi penggunaan bahasa Lampung sangat jarang digunakan dalam situasi

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


22

informal sebagai bahasa pergaulan sehari-hari di kalangan warga masyarakat

Lampung yang heterogin.

Dari kenyataan di atas, maka bahasa Lampung hanya banyak dipakai dalam

lingkungan keluarga, atau di saat berkomunikasi antar sesama suku Lampung.

Sebaliknya untuk keperluan komunikasi antar suku dan dalam situasi formal,

mereka menggunakan bahasa Indonesia, tetapi dalam pergaulan dengan

masyarakat Lampung yang berasal dari daerah lain menyebabkan berkurangnya

frekuensi pemakaian bahasa Lampung, yang akhirnya pemakaian bahasa

Lampung terbatas dalam situasi khusus yang bersifat etnis budaya. Bahkan dalam

situasi ini sering kali mereka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa

campuran atau justru menggunakan bahasa suku pendatang.

Peristiwa lain yang lebih menarik adalah perilaku bahasa para anak muda daerah

Lampung yang berkesempatan belajar atau bekerja di luar daerah Lampung, kalau

mereka kembali ke daerah Lampung, maka akan menggunakan bahasa daerah

dimana tempat mereka merantau, kalau mereka merantau ke Palembang mereka

menggunakan Bahasa Palembang, atau kalau merantau ke Bandung mereka

bangga menggunakan bahasa Sunda, demikian juga jika merantau ke Jawa Tengah

(Yogyakarta) mereka juga menggunakan bahasa Jawa. Hal demikian mempunyai

pengaruh yang sangat kuat, sehingga ketika mereka kembali ke daerah asalnya di

Lampung, mereka menjadi agak canggung berbahasa Lampung dengan sanak

keluarganya.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


23

Peristiwa lain yang lebih menarik lagi permasalahan frekuensi penggunaan

Bahasa Lampung sehari-hari dalam situasi informal, misalnya di pasar Bambu

Kuning, atau tempat perbelanjaan lainnya di Kota Bandar Lampung, maka dalam

percakapan yang dapat kita dengar adalah sangat sedikit yang menggunakan

bahasa Lampung, sebagian besar menggunakan bahasa Jawa misalnya untuk

masyarakat yang berbelanja di pasar sayuran Pasir Gintung, karena sebagian besar

pedagangnya orang Jawa, walau pun yang belanja adalah orang Lampung Asli,

tetapi mereka justru larut menggunakan bahasa Jawa.

Fakta tersebut membuktikan bahwa bahasa Lampung hanya banyak dipakai dalam

lingkungan keluarga, atau di saat berkomunikasi antar sesama suku Lampung.

Sebaliknya untuk keperluan komunikasi antar suku dan dalam situasi formal,

mereka menggunakan bahasa Indonesia. Pergaulan dengan masyarakat Lampung

yang berasal dari daerah lain menyebabkan berkurangnya frekuensi pemakaian

bahasa Lampung, yang akhirnya pemakaian bahasa Lampung terbatas dalam

situasi khusus yang bersifat etnis budaya. Bahkan dalam situasi ini sering kali

mereka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa campuran.

Bahkan terkadang terjadi perbedaan antara penutur asli yang bermukim di kota

dengan yang bermukim di desa, walaupun mereka sama-sama berasal dari satu

kerabat, hal tersebut terjadi mungkin karena ada pengaruh situasi lingkungan dan

perbedaan usia terhadap kuantitas penggunaan bahasa daerah Lampung, sehingga

untuk mencari jalan tengahnya mereka memilih menggunakan Bahasa Indonesia.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


24

Upaya pengajaran bahasa Lampung melalui dunia pendidikan juga mengalami

banyak kendala, berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh data masih

banyak kekurangan baik tenaga pendidik (guru), sarana dan prasarana dan situasi

kultur sekolah yang kurang mendukung. Banyak sekolah yang kekurangan guru

yang menguasai Bahasa Lampung, sehingga ada kecenderungan guru yang

bersangkutan hanya mengajarkan aksara Lampung saja, yaitu materi/bahan ajar

yang mereka kuasai, sementara untuk pengajaran Bahasa Lampung dan sastra

lisan Lampung kurang mendapat perhatian. Sarana dan prasarana pembelajaran

Bahasa Lampung terutama Buku Pelajaran Bahasa Lampung dan alat peraga

(kaset, CD pembelajaran interaktif) masih sangat kurang. Belum tercipta kultur

sekolah yang memungkinkan siswa dan staf guru dan tenaga kependidikan dapat

berkomunikasi menggunakan Bahasa Lampung.

Dari beberapa peristiwa yang disebutkan di atas membuktikan bahwa telah terjadi

krisis pengguna Bahasa Lampung, dikarenakan masyarakat penutur asli sebagai

pengguna bahasa Lampung sendiri kurang dapat memasyarakatkan Bahasa

Lampung di lingkungan sekitarnya, demikian halnya kekurang seriusan dalam

penanganan pengajaran Bahasa Lampung di satuan pendidikan, karena hal yang

demikian dikhawatirkan para pemakainya akan semakin sedikit, terpinggirkan dan

kemungkinan bahasa Lampung hanya tinggal sejarah, suatu saat akan punah dari

bumi Lampung ini.

5.2 Upaya Pelestarian Bahasa Lampung

Dalam upaya pembinaan melalui pendidikan dan pelatihan bagi calon guru dan

guru Bahasa Lampung, perlu lebih ditingkatkan baik kualitas maupun

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


25

kuantitasnya, serta tanggungjawab pembinaan bukan hanya dibebankan kepada

Dinas Pendidikan saja, tetapi juga melibatkan dinas/instansi terkait, melibatkan

seluruh lapisan masyarakat (baik masyarakat Lampung asli maupun masyarakat

Lampung pendatang), tokoh adat, LPTK dengan materi/bahan ajar yang lebih luas

dan mendalam meliputi seluruh aspek-aspek kebahasaan (bahasa Lampung),

sehingga seluruh pemakai bahasa Lampung yang bukan etnik Lampung

diharapkan tidak salah tutur dan sekaligus tidak salah mengartikannya.

Oleh sebab itu sangat perlu diupayakan penyelamatan terhadap bahasa-bahasa

daerah yang rawan dari kepunahan termasuk di dalamnya bahasa daerah

Lampung. Upaya ini dapat dilakukan dengan melalui kegiatan-kegiatan:

1. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) atau penataran bagi pendidik atau calon

guru mata pelajaran muatan lokal Bahasa Lampung mulai dari tingkat

Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah.

2. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Lampung dapat

dijadikan sebagai bahasa pengantar, bagi siswa kelas I sampai dengan

kelas III SD yang bahasa ibunya Bahasa Lampung.

3. Memperbanyak buku-buku pelajaran bahasa Lampung sesuai dengan

kurikulum yang berlaku, serta prasarana pembelajaran Bahasa Lampung

lainnya berupa multi media pembelajara dan alat peraga (kaset, CD

pembelajaran interaktif).

4. Menciptakan Kultur/Budaya Sekolah yang memungkinkan siswa dan staf

guru dan tenaga kependidikan dapat berkomunikasi paling tidak satu hari

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


26

tertentu dengan menggunakan Bahasa Lampung, misalnya setiap hari

Jum’at,

5. Upaya membiasakan berbicara dalam bahasa Lampung bukan hanya di

lingkungan keluarga atau dalam situasi yang bersifat etnis budaya saja,

tetapi juga digunakan dalam situasi formal dan informal dalam pergaulan

masyarakat Lampung.

6. Masih banyak upaya yang dapat dilakukan, baik oleh masyarakat,

pemerintah atau petugas yang berwenang apabila menghendaki lestarinya

bahasa Lampung.

7. Memperbanyak frekuensi pelaksanaan lomba-lomba, atau seni

pertunjukkan bernuansa budaya daerah Lampung yang menggunakan

media bahasa Lampung.

Makalah ini hanya merupakan pengantar materi/bahan ajar pelatihan bagi Calon

Guru Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Lampung, dengan harapan dapat

menjadi pengetahuan awal untuk lebih bersemangat lagi dalam mempelajari dan

mendalami materi/bahan ajar Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Lampung.

Mari kita tumbuhkembangkan semangat dengan semboyan yang dicanangkan oleh

Gubernur Propinsi Lampung Bapak Drs.H.Sjahruddin ZP,SH. , yaitu “Damun

mak gham sapa lagi, damun mak ganta kapan lagi, lapah gham jama-jama

ngelestariko Bahasa Lampung”.

DAFTAR PUSTAKA

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


27

Bakr, Baheram, 1984, Pelajaran Praktis Membaca dan Menulis Huruf Lampung,

Bandar Lampung, Depdikbud Prop.Lampung.

Hasan, Hafizi, 2003, Perkembangan Bahasa Lampung, Bandar Lampung,

Depdiknas.

Hadikusuma, Hilman, 1988, Bahasa Lampung, Jakarta, Fajar Agung.

Hadikusuma, Hilman, 1995, Pelajaran Bahasa Lampung Dialek Pesisir, Jakarta,

Fajar Agung.

Noeh, Moehammad, 1971, Pelajaran Membaca dan Menulis Huruf Lampung,

Bandar Lampung, Dinas P dan K Tk.I Lampung.

Perbasa, Raja, 1996, Pengajaran Bahasa Lampung, Bandar Lampung, PT Gunung

Pesagi.

Sanusi,A. Effendi, 2001, Sastra Lisan Lampung, Bandar Lampung, FKIP Unila.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


28

LAMPIRAN I: Contoh Ringget/Pisaan

RINGGET NASIHAT

1. Sikam ngucap Bismillah 5. Senei budayo daerah


Awal mulo cerito Penano munih bahaso
Mahap pun kirei kanan Dang aghat nutuk zaman
Katteu ajowat salah Rencano pemerintah
Harep maklum jejamo Tilah dig ham jejamo
Niat ngeneiken saran Kughuk di lem anggaran

2. Syukur Alkhamdulillah 6. Tutuk perintah Allah


Kabul segalo du’o Hadis Nabi penano
Masso berkat ja’ Tuhan Mangi selamat badan
Tinuk penajo kiwah Dang makai kawai ibah
Tebitto zaman tano Mak halok Dinah mato
Kak nayah kemajuan Jeng munnih kurang sopan
3. Sanak dapek sekulah 7. Tujeuan gham sekulah
Najin tepik di umo Nyesak ilmeu sai beguno
Di talang di pegunungan Sangeu di maso depan
Luwah lapah gham kiwah Indui Bapak gham susah
Anjak Lappung arung Jawo Gelik dau gelik bando
Penulang sekebiyan Tutuk mengan pikiran
4. Anying dang pai kelalah 8. Lamun penano kidah
Metei si anak mudo Majeu mundur dunio
Sebab metei harepan Di kedo ghang gattungan
Tulung dipilah-pilah Kak metei sebai ragah
Macem senei budayo Sai lagei mudo-mudo
Sai bakal mak keruan Sino kedau tanggungan
Sumber : Kohar Usman Sanusi

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


29

Lampiran II : Contoh Bebandung

GHUKUN IMAN

Ngejuk ingok di gham segala

Sanak tuha sebai semani

Ghukun iman enom pekagha

Sai musti gham yakini

Peghcaya di Allah sina utama

Kaban malaikat gham peghlu ngeghti

Luhot ghasul Ni dang sappai lupa

Mangi selamat di alam sang udi

Kitab-kitab Ni ghadu nyata

Ngissi amanat sai kak pasti

Ghani kiamat gham pasti tungga

Betik jahat anjak Illahi

Sumber : A.Effendi Sanusi

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


30

LAMPIRAN III : Contoh Pantun/Segata/Adi-Adi

PEKON SIKAM

‘Jak Danau Ranau


Tigoh pantai lawok Jawo
‘Jak Kayu agung
Sampai Teluk betung

Sinada sai pekon sikam


Sudada tiuh badan
Sinada sai pekon sikam
Sudada tiuh badan

Kak saka tinggal


Tanoh Lampung sai kayo
Nyak ghadu ngigham
Ngigham haga mulang

Sinada sai nuwa badan


Sudada lamban sikam
Sinada sai nuwa badan
Sudada lamban sikam
Sumber : A.Effendi Sanusi

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


31

LAMPIRAN IV : Contoh Pepaccur/Pepacogh/Wawancan

Peppacur

Syukur alkhamdulillah Hubungan gham di luwah


Tigeh judeumeu tano Ino perleu dibino
Dendeng segalo badan Perleu sakai sambayan
Kekalau metei wo tuah Najin kak sumang daerah
Ino sai upo duo Pagun jugo beguno
Kiluian adek Tuhan Tetangga kirei kanan

Sijo ngemik amanah Tumbuk ulun sai susah


Tetujeu di metei wo Tesambat suwo mahho
Anjak kaban kemaman Unjak ki lagei badan
Cubo dipilah-pilah Pudak selaleu wewah
Ki bakal ngemik guno Tehadep sapo jugo
Akuk jadei anggeuan Betikkah lakeu sai supan

Peghtama beibadah Adik wagheimeu nayah


Sembahyang wakteu limo Sai di nei atau sai di jo
Dang sappai ketinggalan Unyen perleu bimbingan
Kirim munih fatihah Jadei anak tuho mak mudah
Tehadep sai kak meno Io mustei bijaksano
Kipak sai lagei tengan Di lem segalo tindakan

Suwo pungeu tengadah Basing upo masalah


Kilui appun duso Perleu berecako
Serto selamat badan Jamo kaban wewagheian
Najin mak dapek kiwah Najin sepuluh mudah
Cukuplah sederhano Sebelas gham betanya
Asal mak kekurangan Mangi mak salah jalan

Baso caluk gham lapah Sijo akhir petuah


Dageu dang ghaccak bigo Ingekken dang lupo
Mato ninuk lakkahan Akuk jadei anggeuan
Nyo sai dibo pindah Nyo maknano kidah
Anjak alam dunio Seghem matei di gulo
Selain kain kafan Pahemken metei sayan

Sumber : A.Effendi Sanusi

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


32

LAMPIRAN V : Cerita Rakyat

ISTANA DI PUCUK GUNUNG TANGGAMUS

Sangon lagi zaman tumbai, di uncuk gunung Tanggamus ngedok puteghi sai

sikop nihan. Kabaghni iya tinggal di delom istana sai megah nihan. Kesikopan

puteghi hina teghkenal sappai sebeghang lawok. Kidang, mak ngedok sai pun

ghaja atau pengighan sai dapok ngeghediki apilagi buhasil ngakuk sang puteghi

jadi majuni. Sang puteghi jo tinggal tenggalan dilom istanani sai megah. Ya ji

kaya ghaya ghik ngedok kesaktian sai mak ngedok tandingani. Ya dapok beubah

jadi api ghiya. Ki ya haga jadi lemawong, ya jadi lemawong, ki ya haga jadi sanak

lunik, ya jadi sanak lunik .

Walaupun sakti ghik kaya ghaya, sang puteghi hijo mawat sombong. Malahan ya

kesohogh betik hati. Ulah lelakunn hino, kaban peghwatin sai lekok di sekitagh

cukut gunung Tanggamus ngejuluki sang puteghi hiji sebagai Puteghi Betik Hati.

Uncuk gunung Tanggamus penuh misteghi. Makkung ngedok sai pun jelma atau

jelema sai dapok tigoh di puccuk gunung hino. Hal seno layen ulah puccakni sai

ranggal ghiya, kidang ulah pulanni sai balak ghik lamon binatang buwas di

sekitagh gunung hino. Lamon pagha ghaja ghik pengighan sai nyuba nyambangi

haguk uncuk gunung Tanggamus haga ngedapokko sang puteghi. Kidang, tiyan

mawat mampu cakak sappai di uncuk gunung Tanggamus. Ki mak kesasagh, tiyan

selalu ngehadopi bahaya diteghkom lemawong atau dipatuk ulai.

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


33

puteghi. Debingi deghani halinu sang puteghi selalu tebayang-bayang di lom

pikeghanni. Saking lawangni di puteghi sang ghaja ghatong ghik ngusung kaban

pegawalni haguk Tanggamus. Delom peghittahni, iya ngayinko kaban pengawalni

guwai nyusul sang puteghi. Ki sang Puteghi mak haga, ghaja nyayinko kaban

pengawalni guwai nyulik Puteghi Betik Hati ghik diusung mit negeghi Cina.

Ghombongan ghaja jak Negeghi Cina ji ghatong ngegunakon kapal lawok. Tiyan

bulabuh di Teluk Semangka. Ghegoh jak kapal, ghombongan inji ngitoghi cukut

gunung Tanggamus. Manna mak nunggako ghanglaya guwai cakak mit uncuk

gunung Tanggamus, tiyan butanya jama peghwatin sai wat di sekitagh jenganan

hino. Kidang, jawaban sai dikeniko kaban peghwatin jama ghaja ghik kaban

pengawal-pengawal anjak negeghi Cina hino gegoh, “Ikam mak pandai ghanglaya

mit dudi. Diantara sikam mak ngedok sai pernah ghatong di istana Puteghi Betik

Hati hino.”

Penasaghan ulah mansa jawaban sai hampigh gegoh, ghaja ji butanya luwot ,

“Gheppa kuti pandai kik ya tinggal di puccak gunung Tanggamus?”

“Sang Puteghi ghisok ghatong ngebantu sikam kik dilanda kesusahan atawa kena

bencana,” jawab kaban peghwatin secara jujugh. “Api kuti mak peghnah nutuki

jappalni?”,lanjuk si ghaja tambah penasaghan. “Sina pattangan bagi sikam”,

timbal kaban peghwatin secagha pasti.

Ngedengi jawaban hino, ghaja ngehaman seghebbok. Kidang, utokni teghus

buputogh. “Mustahil mawat ngedok ghanglaya mit puccak gunung hinji. Pasti kuti

buhung”, penasaran ghaja tambah ngejadi.”Kik puskam mak peghcaya, tunggulah

seghebbok lagi. Waktu himbun di uncuk gunung sina lebon, Puskam dacok

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


34

ngeliyak istanani sang Puteghi sai helau nihan,” timbal kaban peghwatin di cukut

gunung Tanggamus guwai lebih ngeyakinko raja anjak Cina ghik pengawal-

pengawalni.

Nengis penjelasan sina, ghaja jadi tambah penasaran. Guwai ngebuktiko isi

ceghita kaban peghwatin sina, ghaja ngayunko pengawalni istighahat. Ya haga

nunggu sappai himbun di uncuk gunung sina lebon. Ya haga ngemastiko apikah

benogh di lambung gunung hino wat istana sang puteri sai kesohogh helau nihan.

Munni tiyan nunggu. Mataghani tambah langgagh. Cutik-cutik himbun di

lambung gunung tambah tipis. Seighing jama lebonni himbun sina, samagh-

samagh teliyak halinap istana di uncuk gunung Tanggamus. Tambah munni,

tambahcutik himbunni, tambah jelas munih kemegahan istana sai wat di lambung

gunung sina. Mata ghaja ghik pengawalni telalagh ngeliyak kilawan cahaya sai

tepattul anjak bangunan sina. Mak terasa, banguk tiyan bedecak kagum. Mak

munni anjak san, suwasana hening jadi ribut. Unyin sai ngedok di jenganan sina

bersoghak-soghai ghik mupubalahi kehelauan istana sai tiyan liyak.

“Gegohni mak teghlalu ghanggal,” cawa salah sai pengawal haguk ghajani.

“Hmm”, timbal ghaja meghangngoh anjak daya pukau bangunan sai

diliyakni.”Ganta, gham langsung cakak mit uncuk gunung”, lanjut ghaja sekaligus

meghittahko kaban pengawalni guwai cakak haguk uncuk gunung Tanggamus.

Seghaniyan penuh tiyan nyuba cakak haguk uncuk gunung Tanggamus. Kidang,

tiyan hanya buputogh-putogh di sekitagh cukut gunung Tanggamus. Nayah

“ngeghaya” tikus”, kidang selalu nyambung di titik atawa pok sai gegoh. Ki tiyan

ngeghimbas pulau haga ngeguwai ranglaya sai bahyu, tiyan mesti mulang di

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


35

jenganan asal tiyan ngebabat. Hasil ghimbasan tiyan mak ngedok kas, sai ghadu

tiyan ghimbas – ghadu digawangi—muloh jadi limuk. Ghenalah keghejaan tiyan

beghani-ghani, mak ngedok hasil. Sementagha sina, peghsediyaan makanan tiyan

tambah cutik.

Suwaktu bingi, ghatong bughatus-ghatus binatang buwas nyeghang tiyan sai lagi

bangik-bangikni pedom. Tiyan bela tekanjat, pugangan. Tiyan kebingungan ghik

mak dapok ngelawanni kaban binatang sina ulah kelom. Tiyan tegar, kucagh-

kacigh, ghegoh anjak cukuk gunung. Hampegh setengah pengawal ghaja sai mati.

Ulah mak mennya, kadu baghang usungan guwai sang puteghi teghtinggal di

tengah pulan.

Ghaja ghik kaban pengawalni muloh mit kapal. Di kapal lagi wat peghsediyaan

makanan. Seghadu mengan ghik istirahat, tuwoh pemikeghan di ulu ghaja haga

nyeghbu kaban perwatin sai wat di cukut gunung Tanggamus. Pikeghan sina

tuwoh ulah ya kesol mak dapok cakak ghik tungga sang puteghi di uncuk gunung,

sekaligus mancing sang puteghi supaya ghegoh anjak istanani. Hal sina sesuwai

jama penjelasan kaban peghwatin, “ Ki sikam delom kesusahan, sang puteghi

pasti ghatong”.

Ghani lagi kuwasan, ghaja ghik kaban pengawalni nyeghbu tiyuh di cukut gunung

Tanggamus. Ghupani, kaban peghwatin sangon ghadu siyap sediya peghang

cappuh mak dapok diilakko. Ditulung kekuwatan sang puteghi, kaban peghwatin

dapok ngalahko ghaja ghik pengawalni sai sangon ghadu palai. Mayat-mayat

jelema tiyan diumbanko mit lawok. Nughut ceghita mayat-mayat sudi tehanyuk

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho


36

tigoh Tulangbawang. Saking nayahni, mayat-mayat sina ngegunung jadi pulau sai

pulau sina, ganta, dicacak Pulau Cina”.

(Nara sumber: Hj.Sriyanti,Guru SDN 1 Durianpayung)

Mengenal Bahasa Lampung oleh Marsitho

Anda mungkin juga menyukai