Anda di halaman 1dari 67

A.

SEJARAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB)

Nusa Tenggara Barat sudah terukir sejak tahun 1958. Sebelumnya, wilayah
ini masuk ke dalam wilayah Negara Indonesia Timur saat Negara Indonesia
masih berupa Negara Republik Indonesia Serikat. Setelah adanya pengakuan
atas kedaulatan Negara Indonesia, provinsi ini menjadi bagian dari Provinsi
Sunda Kecil.

Pasca di plokamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, provinsi ini dalam


pemerintahannya banyak terjadi dinamika (perubahan). Setelah berupaya dalam
waktu yang panjang akhirnya melalui Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958
Tanggal 14 Agustus 1958, Provinsi Nusa Tenggara Barat resmi berdiri menjadi
bagian dari Provinsi di Indonesia. Dengan gubernur pertamanya yaitu AR. Moh.
Ruslan Djakraningrat .

Gambar: Peta Nusa Tenggara Barat

Sumber: https://www.siswapedia.com

Meski pembentukan provinsi NTB sendiri secara yuridis terjadi pada tanggal
14 Agustus 1958 namun penyelenggaraan pemerintahannya saat itu masih
menggunakan Undang-Undang lama yang dibuat saat Indonesia masih menjadi
RIS (Republik Indonesia Serikat). Adanya tumpang tindih ini berlangsung
selama kurang lebih 3 bulan yaitu sampai tanggal 17 Desember 1958. Pada
tanggal yang sama, terjadi pula likuidasi atas daerah Lombok dan Sumbawa

1
sehingga masuk ke dalam wilayah NTB sehingga menjadi seperti saat ini dengan
ibu kotanya adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok. Hari likuidasi
inilah yang secara resmi menandai terbentuknya Provinsi Nusa Tenggara Barat
hingga saat ini.

Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang beribukota di Mataram terbagi


dalam 8 kabupaten dan 2 kota, yaitu Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu,
Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok
Timur, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa
Barat, Kota Bima dan Kota Mataram. Kabupaten Sumbawa merupakan wilayah
dengan luas terbesar yaitu 6.643,98 Km2 (32,97%), sementara Kota Mataram
merupakan wilayah dengan luas terkecil yaitu 61,30 Km2 (0,30%).

Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau
Lombok dan Pulau Sumbawa dengan luas wilayah total sebesar 20.153,15 km2.
Pulau Lombok memiliki dataran seluas 4.738,70 km2 (23,51%) dan Pulau
Sumbawa memiliki luas dataran sebesar 15.414,37 km2 (76,49%). Selain dua
pulau besar, provinsi ini juga terdapat beberapa pulau-pulau kecil lainnya.

Secara astronomi, Provinsi NTB terletak diantara 115° 46′ – 119° 5′ Bujur
Timur dan 8° 10′ – 9° 5′ Lintang Selatan. Secara geografis wilayah ini disebelah
utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Laut Flores serta di sebelah selatan
berbatasan dengan Samudra Indonesia. Di sebelah barat berbatasan dengan Selat
Lombok atau Provinsi Bali dan di sebelah timur berbatasan langsung dengan
Selat Sape atau Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kependudukan di Pulau Lombok berasal dari suku Sasak sedangkan


kependudukan di Pulau Sumbawa berasal dari Suku Bima dan Suku Sumbawa.
Sebagian kecil penduduk lainnya juga berasal dari dari daerah lain (pendatang)
seperti dari Jawa, Bali, Sulawesi, Flores, Sumba dan Timor Timur.

Bahasa daerah yang digunakan ada tiga. Penduduk Pulau Lombok berbahasa
Sasak dengan dialek yang berbeda di beberapa bagian daerah Lombok.

2
Sedangkan di Pulau Sumbawa, bahasa asli yang digunakan oleh masyarakat
setempat yaitu bahasa Sumbawa dan bahasa Bima (Mbojo).

Sebanyak sekitar 96% penduduknya beragama Islam Ahlussunnah


Waljama’ah (Aswaja). Sebagian kecil beragama Islam beraliran wahabi (manhaj
salaf) sebagai akibat pengaruh pendudukan Dinasti Saud yang beraliran Wahabi
(manhaj salaf) atas wilayah Hijaz. Sebagian kecil lainnya beraliran Islam Wetu
Telu. Agama lainnya yang dianut oleh sebagian kecil masyarakatnya yaitu
nashrani, katholik, hindu dan budha.

Lambang Provinsi NTB berlatar belakang perisai yang di dalamnya terdapat


6 unsur pokok yaitu: Bintang yang
melambangkan Pancasila; Kapas dan Padi
yang melambangkan kemakmuran serta
melambangkan tanggal terbentuknya Provinsi
NTB; Menjangan yang menjadi hewan khas
daerah ini dan Gunung Rinjani yang
merupakan gunung tertinggi di provinsi ini;
serta kubah yang menjadi lambang ketaatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Gambar: Logo Nusa Tenggara Barat

Sumber: https://www.siswapedia.com

B. KEARIFAN LOKAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB)

Kearifan berasal dari kata arif. Arif memiliki dua arti, yaitu tahu atau
mengetahui. Arti kedua cerdik, pandai dan bijaksana. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).

Kata arif yang jika ditambah awalan “ke” dan akhiran “an” menjadi kearifan
berarti kebijaksanaan, kecendekiaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam
berinteraksi. Melayani orang, adalah orang yang mempunyai sifat ilmu yaitu

3
netral, jujur dan tidak mempunyai kepentingan antara, melainkan semata-mata
didasarkan atas nilai-nilai budaya dan kebenaran sesuai ruang lingkupnya.

Kata lokal, yang berarti tempat atau pada suatu tempat atau pada suatu tempat
tumbuh, terdapat, hidup sesuatu yang mungkin berbeda dengan tempat lain atau
terdapat di suatu tempat yang bernilai yang mungkin berlaku setempat atau
mungkin juga berlaku universal (Muin Fahmal, 2006).

Kearifan lokal diartikan sebagai “kearifan dalam kebudayaan tradisional”


suku-suku bangsa.

Kearifan dalam arti luas tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai
budaya, melainkan juga segala unsur gagasan, termasuk yang berimplikasi pada
teknologi, penanganan kesehatan, dan estetika. Dengan pengertian tersebut
maka yang termasuk sebagai penjabaran “kearifan lokal” adalah berbagai pola
tindakan dan hasil budaya materialnya.

Dalam arti yang luas itu maka diartikan, “kearifan lokal” itu terjabar dalam
seluruh warisan budaya, baik yang tangible maupun yang intangible.

Wacana seputar local wisdoms atau kearifan lokal, biasanya selalu


disandingkan dengan wacana perubahan, modernisasi, dan relevansinya. Hal ini
bisa dimaklumi sebab wacana diseputar kearifan lokal pada prinsipnya
berangkat dari asumsi yang mendasar bahwa, nilai-nilai asli, ekspresi-ekspresi
kebudayaan asli dalam konteks geografis dan kultural dituntut untuk mampu
mengekspresikan dirinya ditengah-tengah perubahan. Pada sisi lain ekspresi
kearifan lokal tersebut juga dituntut untuk mampu merespons perubahan-
perubahan nilai dan masyarakat.

Kearifan lokal itu tidak ingin hilang dari peredaran nilai sebuah masyarakat.
Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai- nilai luhur yang
terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal seperti tradisi, petatah-
petitih dan semboyan hidup.

4
Menurut Wales, sebagaimana dikutip oleh Nasiwan, kearifan lokal dapat dilihat
dari dua perspektif yang saling bertolak belakang. Yakni extreme acculturation
dan a less extreme acculturation.

a. Extreme acculturation memperlihatkan bentuk-bentuk tiruan suatu budaya


yang tanpa adanya proses evolusi budaya dan akhirnya memusnahkan
bentuk-bentuk budaya tradisional.
b. Less extreme acculturation adalah proses akulturasi yang masih menyisakan
dan memperlihatkan local genius adanya. Yakni adanya unsur-unsur atau
ciri-ciri tradisional yang mampu bertahan dan bahkan memiliki kemampuan
untuk mengakomodasikan unsur-unsur budaya dari luar serta
mengintegrasikannya dalam kebudayaan asli.

Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan
yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri.

1. Suku Bangsa

a. Suku Bayan
Suku Bayan merupakan
suku masyarakat yang berada
di Kabupaten Lombok Utara.
Daerah wisata suku Bayan
paling terkenal ialah Air
Terjun Gile (Batu Ko' atau
Batu Kerbau).

Gambar: Masyarakat Suku Bayan


Sumber: https://id.wikipedia.org

Menurut cerita rakyat setempat, dulu Sendang Gile adalah tempat


bidadari mandi jika sedang turun ke bumi. Pada zaman dahulu Bayan
dipimpin oleh seorang Raja atau disebut Datu Bayan yang bergelar

5
Susuhunan Ratu Mas Bayan Agung, silsilah menyebutkan bahwa Raja
Bayan bersaudara dengan tidak kurang dari 18 orang dari
hasil perkawinannya dengan beberapa istri dan selir, saudara-saudara Raja
Bayan kemudian menyebar dan beranak pinak ke seluruh pulau Lombok.
Sejarah mencatat dari hasil perkawinan Raja Bayan dengan istri
pertamanya mempunyai dua orang putra bergelar Pangeran Mas mutering
jagad dan Pangeran Mas mutering langit kedua pangeran inilah yang
kemudian meneruskan memerintah dan berkuasa di Bayan.

b. Suku Dompu
Suku ini berdiam di pulau
Sumbawa, Propinsi Nusa
Tenggara Barat dalam
wilayah kabupaten Dompu
dan tersebar dalam 4
kecamatan: Huu, Dompu,
Kempo, dan Kilo.

Gambar: Masyarakat Suku Dompu


Sumber: https://id.wikipedia.org

Kabupaten Dompu merupakan daerah berbukit-bukit dan daerah


vulkanik. Suku Dompu hidup berdampingan dengan orang Donggo, Bima,
Sasak, Melayu, Bugis, China, Arab, Bali, dan Timor. Bahasa mereka
disebut Nggahi Mbojo. Mereka hidup dari pertanian, perkebunan,
perikanan, beternak, berdagang, dan pegawai.

c. Suku Donggo
Suku Donggo (Dou Donggo) merupakan suku yang mendiami
kecamatan Donggo kabupaten Bima provinsi Nusa Tenggara Barat.

6
Populasi suku Donggo
diperkirakan lebih dari
20.000 orang. Istilah
"donggo" atau lengkapnya
"dou donggo" berarti "orang
gunung". Suku Donggo
sendiri terbagi dari 2
kelompok, yang dibedakan
berdasarkan daerahnya, yaitu

Gambar: Masyarakat Suku Donggo


Sumber: https://id.wikipedia.org
Donggo Ipa dan Donggo Ela. Daerah Donggo Ipa terletak di sebelah timur
teluk Bima, sedangkan suku Donggo Ela terletak di sebelah barat teluk
Bima. Perkampungan suku Donggo berada di pinggir jalan atau sungai.
Suku Donggo ini merupakan penduduk pertama yang menghuni daerah
Bima. Menurut peneliti bahwa suku Donggo ini memiliki bahasa dan adat
istiadat yang berbeda dengan suku Bima (Dou Mbojo). Suku Donggo
memiliki kesamaan dengan masyarakat daerah di Lombok bagian utara.

d. Suku Bima
Orang Bima berdiam di
Kabupaten Bima yang
terletak di Pulau Sumbawa,
sebagian lagi berdiam di
Kabupaten Dompu dan di
Pulau Sangiang, di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Jumlah
populasinya sekitar 400.000
jiwa.

Gambar: Masyarakat Suku Bima


Sumber: https://id.wikipedia.org

7
Bahasa Bima terdiri atas beberapa dialek, yaitu Bima, Bima Donggo,
dan Sangiang. Dalam kehidupan sehari-hari digunakan bahasa halus dan
kasar.Mata Pencaharian utama masyarakat Bima adalah bercocok tanam
di sawah dan perladangan berpindah (ngoho). Sebagian lagi hidup dari
meramu hasil hutan (ngupalade'de) dan menangkap ikan.

e. Suku Sasak
Orang Sasak mendiami
Pulau Lombok di deretan
pulau-pulau Nusa Tenggara
(Sunda Kecil). Jumlah
populasinya sekitar 1,8 juta
jiwa. Bahasa Sasak terdiri
atas beberapa dialek, yaitu
dialek Sasak Pejanggi, Sasak
Selaparang,

Gambar: Masyarakat Suku Sasak


Sumber: https://id.wikipedia.org

Sasak Bayan, Sasak Tanjong, Sasak Pujut, Sasak Sembalun, Sasak


Tebango, dan Sasak Pengantap. Bahasa Sasak juga mengenal tingkatan
bahasa, yaitu halus dalem, halus biasa, dan kasar (bahasa pasar).

f. Suku Sumbawa
Orang Sumbawa atau
Semawa mendiami
Kabupaten Sumbawa di
Pulau Sumbawa, Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Jumlah populasinya sekitar
190.000 jiwa. Mereka
menggunakan bahasa
Gambar: Masyarakat Suku Sasak
Sumber: https://id.wikipedia.org
8
Semawa yang terdiri atas beberapa dialek, yaitu dialek Semawa, Semawa
Taliwang, Semawa Baturotok atau Batulante, Ropang Suri, Selesek,
Lebah, Dodo, Jeluar, Tanganam, Geranta dan Jeruweh. Dalam kehidupan
sehari-hari dikenal bentuk bahasa halus dan bahasa kasar.

2. Adat istiadat
Adat-istiadat yang melekat pada masyarakat NTB diawali oleh Sejarah
kehidupan nenek moyangnya yang pernah dijajah dan dikuasai oleh orang-
orang hindu. Kekalahan kerajaan hindu membuat islam kembali
mendominasi di lingkungan masyarakat NTB. Interaksi yang terjadi antar
masyarakat membuat kebiasaan atau adat-istiadat yang ada saling mengisi
dan berbaur dengan erat antara yang satu dengan yang lainnya hinga tumbuh
dan berkembang sampai sekarang, misalnya saja perpaduan antara budaya
hindu dan budaya islam seperti selametan laut yang dilakukan dengan
menggelar zikir bersama yang disertai dengan perlengkapan sesajian yang
akan disantap bersama dan sejenisnya.
Di luar budaya hindu dan islam, budaya masyarakat NTB juga diperkaya
dengan beragam budaya masyarakat yang beragama kristen dan buda serta
agama konghucu yang dianut oleh sebagian masyarakat cina yang sudah
tinggal di NTB sejak zaman penjajahan terdahulu. Kedamaian hidup dalam
kerberagaman budaya yang ada tentu menjadi idaman setiap anggota
masyarakat NTB yang ada hingga saat ini.
Gejala kebudayaan dalam kehidupan masyarakat NTB yang sangat
dominan adalah ketergantungan dan kepatuhan masyarakat terhadap tokoh-
tokoh pemuka agama atau tokoh adat sebagai panutan dalam kehidupan
sehari-hari, karenanya pengaruh kehidupan masyarakat yang dilandasi sistem
patriakhis. Interprestasi ajaran agama yang belum tepat sering mempengaruhi
sikap dan pandangan masyarakat yang diimplementasikan pada sistem nilai
sosial dan budaya sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap
kedudukan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat.

9
3. Rumah Adat
Nusa Tenggara Barat (NTB) mempunyai rumah Dalam Loka sebagai
rumah asli provinsi tersebut. Dahulu rumah itu merupakan kediaman bagi raja
Sumbawa. Penamaan dari rumah adat ini diambil berdasarkan pada fungsi
dari rumah ini. Di mana
Dalam berarti istana dan loka
artinya dunia. Dahulu ini
digunakan sebagau tempat
tinggal.Bagu raja Sumbawa.
Di mana terdapat unsur Islam
pada rumah ini. Letaknya
pada bagian tiang yang ada
tulisan 99 Asmaul Husna.
Gambar: Rumah Adat Loka
Sumber: https://www.pewartanusantara.com

Ajaran Islam memang sangat lekat di provinsi ini.Tiang yang menyangga


Dalam Loka ini terbilang begitu unik. Di mana dari tiang yang menyangga
rumah tadi terdapat 2 tiang utama dengan ukuran yang lebih besar. Dua tiang
tadi diberi nama Bala Rea/ Graha Besar. Nah, untuk pembagian ruang hanya
dipisahkan oleh dinding dengan fungsi yang berbeda-beda. Diantaranya ialah
sebagai berikut:
a. Kuntul Agung. Berada pada bagian depan yang digunakan untuk tempat
bermusyawarah dan bebagai acara lainnya.
b. Lunyuk Mas. Ruangan ini merupakan ruangan yang diperuntukkan oleh
permaisuri, istri, staf penting saat upacara adat.
c. Ruang Dalam. Berada di sisi barat, dengan disekat menggunakan
kelambu. Biasanya dipakai sebagai tempat beribadah (shalat). Ada juga
yang terletak di bagian timur yang terdiri atas 4 kamar untuk tidur anak
raja. Sedangkan di bagian udara sebagai tempat tidur permaisuri dan
dayang-dayang.

10
d. Ruang Sidang. Di bagian belakang dari rumah adat terdapat ruang sidang.
Sesuai dengan namanya ruang ini dijadikan sebagai tempat sidang. Selain
itu juga digunakan sebagai tempat tidur dayang.
e. Kamar Mandi. Letaknya di luar bangunan yang bentuknya memanjang.
f. Bala Bulo. Tepat berada di sebelah Lunyuk Mas dan dibangun 2 lantai.
Di lantai 1 digunakan untuk anak-anak bermain. Sedangkan di lantai 2
adalah tempat untuk melihat pertunjukan bagi istri bangsawan, yang ada
di lapangan istana.
Tidak hanya pada pembagian ruang saja letak keunikan dari rumah adat
Nusa Tenggara Barat ini. Hiasan yang ada di dalamnya menjadi sebuah ciri
khas yang hanya bisa ditemukan di Rumah adat Dalam Loka ini. Hiasan
seperti, kebun istana (kanan alas), bala jam (rumah jam), bala bumi (gapura)
dan lonceng istana. Semuanya itu menjadi pelengkap dari keunikan dan ciri
khas rumah adat Nusa Tenggara Barat ini.

4. Pakaian Adat
Pakaian adat Sasak bagi perempuan disebut Lambung. Yaitu baju tanpa
lengan dengan kerah berbentuk hurup “V” dan sedikit hiasan di bagian gigir
baju. Pakaian ini menggunakan bahan kain pelung. Sabuk anteng (ikat
pinggang) yang dililitkan dan bagian ujungnya yang berumbai dijuntaikan di

Gambar: Rumah Adat Loka


Sumber: https://www.pewartanusantara.com

11
pinggang sebelah kiri. Bawahannya memakai kain panjang sampai lutut atau
mata kaki dengan bordiran di tepi kain dengan motif kotak-kotak atau
segitiga. Sebagai tambahan aksesoris, ditambahkan sepasang gelang dan
gelang kaki berbahan perak.Sowang (anting-anting) berbentuk bulat terbuat
dari daun lontar. Rambut diikat rapi dan sebagai aksen diselipkan bunga
cempaka dan mawar, atau bisa juga disanggul dengan model punjung
pliset. Untuk pakaian adat pria dari mulai kepala mengenakan ikat kepala
yang disebut capuq atau sapuk, sekilas melihat bentuk sapuk sasak tidak jauh
berbeda dengan ikat kepala dari Bali. Sapuk untuk penggunaan sehari-hari
selembar kain tenun berbentuk segitiga sama kaki, sedangkan untuk
keperluan upacara adat atau ritual khusus biasanya menggunakan sapuk jadi
atau perade yang berbahan Songket Benang Mas. Kemudian pria Sasak
mengunakan pegon sebagai baju. Pegon merupakan variasi dari jas Eropa.

5. Tari Tradisional
Banyak tari tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Barat,
diantaranya yaitu Tari Lenggo dan Tari Batu Nganga. Tari Lenggo ada dua
jenis yaitu Tari Lenggo Melayu Dan Lenggo Mbojo. Tari Siwe (tari
perempuan),
yaitu jenis tari yang dimainkan oleh para penari perempuan seperti lenggo
siwe (lenggo Mbojo), toja,
lengsara, katubu dan karaenta.
Tari Mone (tari laki-laki),
yaitu jenis tari yang dimainkan
oleh penari laki-laki, seperti
kanja, sere, soka, manca,
lenggo mone (lenggo melayu)
dan mpa’a sampari.
Gambar: Tari Monr (Tari Laki-laki)
Sumber: https://www.pewartanusantara.com

12
Lalu Tari Batu Nganga dimana Tari Batu Nganga merupakan sebuah tari
berlatar belakang cerita rakyat
yang mengisahkan tentang
kecintaan rakyat terhadap putri
raja yang masuk batu dan
permohonan mereka agar sang
putri dapat keluar dari dalam
batu.
Gambar: Tari Siwe (Tari Perempuan)
Sumber: https://www.pewartanusantara.com

6. Kerajinan
Provinsi ini memiliki
banyak kerajinan tangan yang
berasal dari daerah ini
diantaranya Gerabah
Banyumulek dan Kain Tenun
khas Nusa Tenggara Barat.
Gerabah Banyumulek adalah
kerajinan tangan khas Nusa
Tenggara Barat yang dibuat
dengan alat berupa lempengan
bulat yang dapat diputar
dengan tangan. Dan dapat
terbuat dari bahan tanah liat
dan tanah liat tersebut dibentuk
dengan alat pemutar, setelah
jadi tanah liat yang tadi sudah
dibentuk dijemur dan dibakar.
Gambar: Gerabah dan Kain Tenun
Sumber: https://www.pewartanusantara.com

13
Kain songket merupakan kain tenunan yang dibuat dengan teknik menambah
benang pakan, hiasan dibuat dengan menyisipkan benang perak, emas atau
benang warna di atas benang lungsi. Terkadang juga ada yang dihiasi dengan
manik-manik, kerang atau uang logam.

7. Upacara Adat
Ada beberapa upacara adat yang biasa di lakukan oleh masyarakat NTB
untuk memperingati hari-hari tertentu seperti : Upacara U’a Pua dan Upacara
Perang Topat.
a. Upacara U’a Pua merupakan sebuah tradisi masyarakat Lombok yang
dipengaruhi oleh ajaran Islam. Upacara U’a Pua dilaksanakan bersamaan
dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang juga dirangkai
dengan penampilan atraksi Seni Budaya masyarakat Suku Mbojo (Bima)
yang berlangsung selama 7 hari.Prosesi U’a Pua diawali dengan Pawai
dari Istana Bima yang
diikuti oleh semua
Laskar Kesultanan,
Keluarga Istana, Group
Kesenian Tradisional
Bima dengan dua Penari
Lenggo yang dilengkapi
dengan Upacara Ua Pua.

Gambar: Upacara U’a Pua


Sumber: https://id.wikipedia.org

Selama proses pawai berlangsung Group Kesenian terus memainkan


Genda Mbojo, Silu dan Genda Lenggo. Ketika memasuki Istana,
Penunggang Kuda menari dengan suka ria (Jara Sara’u), Sere, Soka dan
lain-lain sampai Ketua Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi
dengan Penari Lenggo. Pada sa’at itu diserahkan ”Sere Pua” dan Al-
Qur’an kepada Sultan.

14
b. Upacara Perang Topat adalah salah satu upacara yang dilakukan oleh
orang Sasak. Perang Topat adalah upacara ritual sebagai perwujudan rasa
terima kasih kepada tuhan atas kemakmuran berupa tanah yang subur,
banyak hujan. Upacara Perang Topat ditampilkan di Taman Lingsar oleh
Masyarakat Hindu, Masyarakat Sasak dengan saling melemparkan Topat

Gambar: Upacara Topat


Sumber: https://id.wikipedia.org

(Ketupat). Upacara ini berlangsung setelah selesai “Pedande” memuja


yaitu selama periode “Rokok Kembang Waru” sekitar pukul 17.30.
Perang Topat dilaksanakan setiap tahun pada saat purnama ke 6 menurut
Kalender Sasak atau sekitar Bulan Nopember –Desember.

8. Alat Musik
NTB pun memilikibanyak alat musik tradisional yang berasal dari daerah ini,
kali ini saya akan membahas beberapa alat music diantaranya :
a. Genggong pada umumnya hanya
memainkan lagu-lagu yang
berlaras Slendro. Untuk
membunyikannya, genggong
dipegang dengan tangan kiri dan
menempelkannya ke bibir.
Gambar: Genggong
Sumber: https://www.google.com

Tangan kanan memetik lidahnya dengan jalan menarik tali benang yang
diikatkan pada ujungnya. perubahan nada dalam melodi genggong

15
dilakukan dengan mengolah posisi atau merubah rongga mulut yang
berfungsi sebagai resonator
b. Idiokordo adalah Alat musik yang
seperti siter berdawai tiga dengan
cara di petik.Alat musik ini
disebut juga Tatabuhan.

Gambar: Tatabuhan
Sumber: https://id.wikipedia.org

c. Sarone adalah sebuah alat musik


tiup. Alat musik ini termasuk
golongan aerofon yang
berlidah. Sarone, dibuat dari dua
bahan pokok yaitu buluh ( jenis
bambu kecil) dan daun lontar.
Gambar: Sarone
Sumber: https://id.wikipedia.org

Terdapat lubang di alat music ini, ada yang berlubang 5 bahkan 6.

9. Objek Wisata
a. Pantai Senggigi
Pantai senggigi
merupakan salah satu
pantai yang terkenal di
Lombok. Pantai ini
terletak kurang lebih 12
kilometer dari pusat
kota Mataram (Ibukota
Provinsi NTB).
Gambar: Pantai Senggigi
Sumber: https://id.wikipedia.org

16
Pesisir pantai ini masih cukup asri dan pemandangan bawah lautnya
cukup indah, sehingga kita dapat melakukan aktivitas snorkeling atau
kano ketika ombak tidak terlalu besar. Suasana romantis pun dapat kita
temukan saat mataari terbenam dipantai ini. Di sekitar pantai senggigi
yang terbentang sepanjang 10 km ini dapat kita temukan berbagai hotel
berbintang serta hotel kelas melati yang harganya cukup terjangkau.
Selain itu, terdapat juga café, night club, serta pasar seni senggigi yang
berada di wilayah jalan raya Senggigi.
b. Batu Bolong
Masih berada di
wilayah Pantai
Senggigi, dapat kita
juga tempat yang
bernama Batu Bolong.
Tempat ini merupakan
batu karang yang
terdapat lubang
Gambar: Batu Bolong
Sumber: https://id.wikipedia.org

ditengahnya sehingga dinamakan Batu Bolong. Di tempat ini terdapat


sebuah pura yang dijadikan sebagai tempat sembahyang para umat hidhu.
Keunikan batu karang yang bolong itu menjadikan tempat ini banyak
dikunjungi wisatawan. Dan dari sini pula dapat terlihat pemandangan
Gunung Agung yang berada di Bali.
c. Gili Trawangan
Di Lombok, terdapat pulau-pulau kecil atau sering disebut gili oleh
masyarakat Lombok dan sekitarnya. Ada 3 (tiga) gili yang terkenal di

17
pulau Lombok, yaitu
Gili Trawangan, Gili
Meno, serta Gili Air.
Gili Trawangan
merupakan gili terbesar
dari ketiga gili yang ada
dengan panjang 3 km
dan lebar 2 km. Tempat
Gambar: Gili Trawangan
Sumber: https://id.wikipedia.org

ini dapat ditempuh sekitar setengah jam dari Bangsal (sebuah dermaga
yang terletak di wilayah Senggigi). Pulau ini terkenal dengan julukan
‘Party Island’ karena suasana pesta dapat kita jumpai setiap malam. Selain
itu, panorama bawah laut yang indah serta gradasi pantainya, membuat
pulau ini sering dikunjungi dan dijadikan tempat diving oleh wisatawan,
baik lokal maupun asing. Di pulau ini tidak terdapat kendaraan bermotor
karena sarana transportasi yang biasa digunakan adalah sepeda serta
cidomo (kereta kuda).
d. Taman Narmada
Selain pantai, Lombok
juga mempunyai tempat
wisata yang bernama
Taman Narmada.
Tempat ini terkenal
karena terdapat sumber
air yang dikatakan
sebagai sumber air awet
Gambar: Taman Narmada
Sumber: https://id.wikipedia.org

18
muda karena banyak yang percaya bahwa air tersebut berkhasiat untuk
awet muda. Taman Narmada terletak di 10 kilometer dari pusat kota.
Konon katanya, tempat ini merupakan replika dari Gunung Rinjani dan
dibangun oleh Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem. Tempat ini
dibangun karena raja tersebut sudah terlalu tua dan tidak dapat melakukan
ritual di Gunung Rinjani lagi. Taman ini terdiri dari beberapa bangunan
yang dulu digunakan sebagai tempat peristirahatan raja. Tempat ini cocok
dijadikan sebagai tempat rekreasi karena didalamnya juga terdapat kolam
renang serta outbound.
e. Gunung Rinjani
Gunung Rinjani
merupakan gunung
tertinggi ketiga di
Indonesia yang terletak
di bagian utara Pulau
Lombok. Gunung ini
menjadi salah satu
gunung terfavorit bagi
Gambar: Gunung Rinjani
Sumber: https://id.wikipedia.org

para trecking atau pendaki gunung karena keindahan panoramanya serta


keindahan Danau Segara Anak yang terletak di tengah-tengah gunung
tersebut. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 3.762 meter dpl. Untuk
menuju kesana, kita dapat menempuh dua rute, yaitu rute Senaru serta rute
Sembalun.

19
f. Air Terjun Sendang Gile
Air Terjun Sendang
Gile terletak di desa
Senaru dan masih berada
dalam kawasan Gunung
Rinjani. Tempat ini
dapat ditempuh sekitar 2
jam perjalanan dari kota
Mataram. Air terjun ini
Gambar: Air Terjun Sendang Gile
Sumber: https://id.wikipedia.org

memiliki ketinggian sekitar 31 meter, sehingga deburan airnya cukup


deras. Karena masih berada di daerah pegunungan, air di wilayah ini cukup
dingin. Suasana pegunungan serta suhu udara yang dingin dilokasi ini
dapat membuat kita betah untuk menikmati lokasi air terjun tersebut.
Namun sayangnya, untuk menuju dan meninggalkan tempat ini kita harus
melewati sekitar 315 anak tangga yang membuat tenaga kita cukup
terkuras. Namun, keindahan pemandangan yang kita dapatkan di tempat
ini akan membayar rasa lelah yang kita rasakan.
g. Pura Lingsar
Pura Lingsar adalah
salah satu objek wisata
historikal dan budaya di
daerah lombok
barat,pura ini terletak
sekitar 15 km dari
mataram, Nusa tenggara
Barat. Menurut cerita
Gambar: Pura Lingsar
Sumber: https://id.wikipedia.org

20
dari warga sekitar, pura ini dibangun sekitar tahun 1759 oleh Anak Agung
Ngurah. Anak agung ngurah ini adalah raja dari kerajaan karang asem pada
saat itu.
Dalam Pura ini mengalir sebuah mata air yang dianggap suci oleh sebagian
penduduk karena dipercaya mampu memberikan peruntungan. Di dalam
mata air tersebut, ada ikan julit (ikan yang mirip belut) yang berumur
ratusan tahun. Apabila seorang wisatawan mengunjungi kolam ini dan
ikan tersebut kebetulan keluar, ini menandakan kebaikan bagi wisatawan
itu. Karenanya, para wisatawan biasanya menggunakan berbagai cara agar
ikan tersebut bisa keluar, di antaranya memancingnya dengan sebutir telur.
h. Taman Air Mayura
Berkunjung ke
Provinsi Nusa Tenggara
Barat akan semakin
lengkap bila anda
menyempatkan diri
mampir ke Taman Air
Mayura. Mayura adalah
paduan unik dan khas
Gambar: Taman Air Mayura
Sumber: https://id.wikipedia.org

dari konsep taman, kolam serta pura ibadah. Bangunan yang masih kental
dengan corak Bali, Jawa dan Lombok ini dibangun pada masa ketika
Kerajaan Bali masih berkuasa di Pulau Lombok, tepatnya pada tahun 1744
M. oleh Raja A.A. Made Karangasem. Bangunan ini pada awalnya
bernama Taman Istana Kelepug. Nama tersebut diambil dari suara yang
muncul (kelepug-kelepug) karena derasnya air yang keluar dari mata air
di tengah kolam dalam taman tersebut.
Pada masa Kerajaan Mataram, taman ini mengalami proses renovasi
sekitar tahun 1866 yang dititahkan langsung oleh Raja A.A. Ngurah
Karangasem. Tidak hanya bangunan fisik, nama Istana Kelepugpun

21
diganti menjadi Istana Mayura. Kata mayura sendiri berasal dari
Bahasa Sansekerta yang berarti burung merak. Konon, pada masa Raja
A.A. Ngurah Karangasem, banyak ular berkeliaran di taman Istana
sehingga mengganggu aktivitas kerajaan. Beberapa penasehat
menyarankan agar di sekitar taman ini dipelihara burung merak yang suka
memangsa ular sehingga Istana menjadi aman.
Letaknya yang strategis serta nilai sejarah yang banyak terkandung di
dalamnya menjadikan lokasi wisata ini sering dikunjungi oleh wisatawan
baik lokal maupun mancanegara.

C. SUKU SASAK
1.Asal Usul

Gambar: Suku Sasak


Sumber: https://id.wikipedia.org

Suku Sasak telah menghuni Pulau Lombok selama berabad-abad,


Mereka telah menghuni wilayahnya sejak 4.000 Sebelum Masehi. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa orang Sasak berasal dari percampuran
antara penduduk asli Lombok dengan para pendatang dari Jawa. Ada juga
yang menyatakan leluhur orang sasak adalah orang Jawa.
Pulau Lombok merupakan kampung halaman Suku Sasak, terletak di
sebelah timur Pulau Bali, dipisahkan oleh Selat Lombok. Di sebelah barat
Pulau ini berbatasan dengan Selat Atas yang memisahkan pulau ini dengan

22
Pulau Sumbawa. Luas wilayah pulau yang termasuk ke dalam Provinsi Nusa
Tenggara Barat ini kurang lebih 5435 km2.
Bukti lainnya merujuk kepada aksara Sasak yang digunakan oleh orang
Sasak disebut sebagai “Jejawan”, merupakan aksara yang berasal dari
tanah Jawa, pada perkembangannya, aksara ini diresepsi dengan baik oleh
para pujangga yang telah melahirkan tradisi kesusasteraan Sasak.
Pendapat lain menyoal etimologi Sasak beranggapan bahwa kata itu berasal
dari kata sak-sak yang dalam bahasa sasak berarti sampan. Pengertian ini
dihubungkan dengan kedatangan nenek moyang orang Sasak dengan
menggunakan sampan dari arah barat. Sumber lain yang sering
dihubungkan dengan etimologi Sasak adalah kitab Nagarakertagama yang
memuat catatan kekuasaan Majapahit abad ke-14, ditulis oleh Mpu
Prapanca.
Dalam kitab Nagarakertagama terdapat ungkapan “lombok sasak mirah
adi” yangkurang lebih dapat diartikan sebagai “kejujuran adalah permata
yang utama”. Pemaknaan ini merujuk kepada kata sasak (sa-sak) yang
diartikan sebagai satu atau utama; Lombok (Lomboq) dari bahasa kawi yang
dapat diartikan sebagai jujur atau lurus; mirah diartikan sebagai permata
dan adi bermakna baik.
Sejarah Lombok sepertinya tidak dapat dipisahkan dari silih bergantinya
kekuasaan dan peperangan pada masa itu. Baik itu peperangan antar
kerajaan di Lombok sendiri, maupun peperangan yang ditimbulkan oleh
perluasan kekuasaan dari wilayah lain.
Konon, pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan di Medang
(Mataram Kuno), telah banyak pendatang dari Pulau Jawa ke Pulau
Lombok. Banyak diantara mereka kemudian melakukan pernikahan dengan
warga setempat sehingga keturunan-keturunan selanjutnya dikenal sebagai
suku sasak.
Selanjutnya, dalam catatan sejarah abad ke-14-15 Masehi, Pulau
Lombok ini kemudian berada di bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan
Majapahit. Bahkan kabarnya Maha Patih Gajah Mada sendiri yang waktu

23
itu datang ke Pulau Lombok untuk menundukan beberapa kerajaan yang ada
di Pulau itu.
Melemahnya pengaruh Majapahit membuka jalan bagi perkembangan
Islam ke daerah Lombok. Islam mungkin sudah sampai di Pulau lombok
jauh sebelumnya, tapi penyebaran yang signifikan muncul karena bantuan
para wali beserta kekuasaan Islam di tanah Jawa dan wilayah Makassar.
Selama kurun waktu abad ke-16-17 Islam bahkan telah berhasil menguasai
Kerajaan Selaparang, salah satu kerajaan yang cukup kuat di Pulau Lombok.
Islam kemudian menyebar di Lombok, meski masih tetap tercampur dengan
kebudayaan lokal.
Kerajaan Bali yang selalu berusaha menjadikan wilayah Lombok
menjadi kekuasaannya, berhasil menduduki Lombok Barat sekitar akhir
abad ke-I7 Masehi, kemudian melebarkan kekuasaannya terhadap hampir
seluruh wilayah Lombok setelah berhasil menaklukan Selaprang dan
memukul mundur pengaruh Makassar.
Belanda yang saat itu telah menguasai Sumbawa dibukakan jalan oleh
bangsawan Sasak untuk berkuasa di Lombok. Konon Kabarnya para
bangsawan sasak meminta campur tangan dari militer Belanda agar
memerangi dinasti Bali di Lombok.
Ketika akhirnya Belanda berhasil mengambil penguasaan Lombok dari
Kerajaan Bali, alih-alih mengembalikan Lombok kepada para bangsawan
Sasak, mereka justru menjadi penjajah baru di wilayah itu. Menurut Kraan
(1976) menyebutkan bahwa Belanda telah berhasil mengambil wilayah
yang sebelumnya berada di bawah Kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak
yang sangat tinggi pada penduduknya.
Antara Jawa-Bali-Lombok memang mempunyai beberapa kesamaan
budaya, selain karena faktor perluasan kekuasaan kerajaan-kerajaan yang
silih berganti, kedekatan wilayah yang memungkinkan penduduknya
dengan mudah berpindah dan terjadi akulturasi budayanya.
Pulau Lombok secara administratif terdiri dari lima Kabupaten dan Kota
yakni Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten
Lombok Timur, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kota Mataram. Kurang

24
lebih ada sekitar 3 juta jiwa yang mendiami pulau lombok, 80% di antaranya
adalah Suku Sasak.
Menurut Goris S., “Sasak” secara etimologi, berasal dari kata
“sah” yang berarti “pergi” dan “shaka” yang berarti “leluhur”. Dengan
begitu Goris menyimpulkan bahwa sasak memiliki arti “pergi ke tanah
leluhur”. Dari pengertian inilah diduga bahwa leluhur orang Sasak itu
adalah orang Jawa.

2.Bahasa Lokal
Bahasa Sasak merupakan bahasa ibu yang dituturkan oleh suku Sasak
yang menjadi etnis mayoritas di pulau Lombok, Indonesia. Bahasa ini
berkerabat dekat dengan bahasa Bali dan bahasa Sumbawa yang dituturkan
di pulau-pulau sekitar Lombok. Ketiganya merupakan bagian dari rumpun
bahasa Austronesia. Bahasa Sasak tidak memiliki status resmi; di Indonesia
bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang digunakan oleh penutur bahasa
Sasak dalam konteks formal dan tertulis.
Beberapa dialek bahasa Sasak memiliki tingkat kesalingpahaman yang
rendah. Bahasa Sasak mempunyai sistem tingkatan bahasa, mirip dengan
bahasa Jawa dan Bali. Setiap tingkatannya memiliki kosakata berbeda;
penggunaannya ditentukan oleh status sosial relatif penutur terhadap lawan
bicaranya.
Meski kini jarang ditemui dalam ragam tulisan, teks-teks tradisional bahasa
Sasak yang ditulis dengan medium lontar terkadang dibacakan pada acara-
acara adat tertentu. Sistem aksara bahasa Sasak hampir mirip dengan aksara
Bali.
Bahasa Sasak, terutama yang berkenaan dengan sistem aksaranya, memiliki
kedekatan dengan sistem aksara Jawa-Bali, sama-sama menggunakan aksara
Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Kendati demikian, secara pelafalan, bahasa Sasak ternyata
lebih memiliki kedekatan dengan bahasa Bali.
Menurut penelitian para etnolog yang mengumpulkan hampir semua
bahasa di dunia, menggolongkan bahasa Sasak kedalam rumbun bahasa

25
Austronesia Malayu-Polinesian, Juga ada kesamaan ciri dengan rumpun
bahasa Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
Bahasa Sasak yang digunakan di Lombok secara dialek dan lingkup
kosakatanya dapat digolongkan kedalam beberapa bahasa sesuai dengan
wilayah penuturnya; Mriak-Mriku (Lombok Selatan), Meno-
Mene dan Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), Ngeto-Ngete (Lombok
Tenggara), dan Kuto-Kute (Lombok Utara).

3.Kepercayaan
Kepercayaan asli suku Sasak adalah Boda, beberapa menyebutnya Sasak
Boda. Walapun ada kesamaan pelafalan dengan Buddha, namun sistem
kepercayaan Boda tidak memiliki kesamaan dan hubungan dengan
Buddhisme. Agama Boda orang Sasak ini justru ditandai dengan
penyembahan roh-roh leluhur mereka sendiri.
Beberapa agama seperti Hindu-Budha masuk kedalam suku ini ketika
kerajaan Majapahit masuk sehingga sebagian besar penduduk pulau Lombok
terutama suku Sasak menganut agama Islam. Agama kedua terbesar yang
dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk
keturunan Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana.
Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan
terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang
bermukim di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah
Nahdlatul Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga
pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat terendah hingga
perguruan tinggi.
Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di
kalangan mereka yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut
aliran Islam Wetu Telu (waktu tiga). Tidak seperti umumnya penganut ajaran
Islam yang melakukan salat lima kali dalam sehari, para penganut ajaran ini
mempraktikan salat wajib hanya pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi
karena penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara bertahap dan karena
suatu hal tidak sempat menyempurnakan dakwahnya.

26
Dan kemudian suku Sasak memeluk agama islam setelah peran Sunan Giri
dalam dakwahnya menyebarkan islam. Setelah perkembangan Islam,
kepercayaan Suku Sasak sebagian berubah dari Hindu menjadi penganut
Islam. Selanjutnya kepercayaan Suku Sasak diklasifikasikan tiga kelompok
utama; Boda, Wetu Telu, dan Islam (Wetu Lima).
Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah
pegunungan utara dan di lembah-lembah pegunungan Lombok bagian
selatan. Kelompok Boda ini konon adalah orang-orang Sasak yang dari segi
kesukuan, budaya, dan bahasa menganut kepercayaan asli. Mereka
menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari islamisasi di
Lombok.
Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan Hindu-
Bali dan Kejawen. Di antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu
menonjol. Hal itu didasarkan pada pandangan yang berakar pada kepercayaan
tentang kehidupan senantiasa mengalir.
Pada perkembangannya Wetu telu justru lebih dekat dengan Islam. Konon,
sekarang hampir semua desa suku Sasak sudah menganut Agama Islam lima
waktu dan meninggalkan Wetu telu sepenuhnya. Sementara sinkretisme
Islam-Wetu telu kini berkembang terbatas di beberapa bagian utara dan
selatan Pulau Lombok. Meliputi Bayan, dataran tinggi Sembalun, Suranadi di
Lombok Timur, Pujut di Lombok Tengah, dan Tanjung di Lombok Barat.
Istilah Islam-Wetu Telu diberikan karena penganut kepercayaan ini
beribadah tiga kali di bulan puasa, yaitu waktu Magrib, Isya, dan waktu
Subuh. Di luar bulan puasa, mereka hanya satu hari dalam seminggu
melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan atau Jumat, meliputi waktu
Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh pemimpin agama
mereka; para kiai dan penghulu.

27
4.Kebudayaan
a.Kemasyarakatan
a.Pelapisan Sosial
Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial
masyarakat:
1).Golongan Ningrat; Golongan ini dapat diketahui dari sebutan
kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini merupakan nama depan
dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah ”
lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan
apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah ”
mamiq “. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi
mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut ”
mamiq lale”.
2).Golongan Pruangse; kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini
adalah sebutan “ bape “, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah
menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum menikah tak
memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang
dari golongan ini lahir dengan nama si ” A ” maka ayah dari golongan
pruangse ini disebut/dipanggil ” Bape A “, sedangkan ibunya dipanggil
” Inaq A “. Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.
3).Golongan Bulu Ketujur; Golongan ini adalah masyarakat biasa yang
konon dahulu adalah hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di
Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah sebutan ” amaq ” bagi
kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah
”inaq“.

Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama
panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya
adalah tergantung pada anak sulungnya mereka. Seperti contoh di atas
untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai cucu,
maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku

28
untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat
Mamiq A dan Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.

b.Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada
umumnya adalah berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung
hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok terkecil
adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada
masyarakat lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :
1).Inaq adalah panggilan ego kepada ibu.
2).Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.
3).Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.
4).Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun
perempuan.
5).Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari
ibu dan ayah.
6).Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari
ayah atau ibu.
7).Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.
8).Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.
9).Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.

Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan


lombok selatan pada umumnya mencakup 10 generasi ke bawah dan
10 generasi ke atas tersebut sebagai berikut :

29
Generasi ke
Generasi ke Bawah
Atas
1. Inaq/amaq 1. Anak
2. Papuk 2. Bai
3. Balok 3. Balok
4. Tate 4. Tate
5. Toker 5. Toker
6. Keletuk 6. Keletuk
7. Keletak 7. Keletak
8. Embik 8. Embik
9. Mbak 9. Ebak
10. Gantung Siwur 10. Gantung
Siwur

b.Adat Isitadat
Adat istiadat dari suku sasak yang paling mudah dilihat adalah saat
proses pernikahan. Pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan
apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan
harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang
dikenal dengan sebutan meracik atau selarian.
Caranya cukup sederhana, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan
kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah, gadis itu dibawa. Mencuri
gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih
terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa ksatria
yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun jangan lupa aturan, mencuri
gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa
orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk
mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis
itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat
laki-laki.
Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke
pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya

30
dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis
itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. 'Nyelabar',
istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh
kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
Rombongan 'nyelabar' terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan
berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga
perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau
tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun
ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis.
Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu
yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.
Setelah selesai proses pernikahan, pihak keluarga lelaki akan
mengadakan pesta perkawinan ataupun di sebagian tempat kedua belah
pihak akan megadakan pesta kemudian di pernhujung hari pesta pihak
keluarga lelaki akan membawa rombogan sebanyak mungkin dengan
berpakaian adat dan diiringi musik tradisional untuk mengiringi kedua
mempelai bentandang ke rumah keluarga perempuan. dan setelah segalanya
selesai pihak kelurga lelaki sekali lagi akan bertandang kerumah penganti
perempuan sekali lagi untuk berkenal-kenalan dengan anggota keluarga
perempuan. Maka sempurnalah adat perkawinannya.

c.Tradisi
Kebudayaan yang akan dijelaskan terakhir adalah tradisi yang berkembang
di masyarakat suku sasak. Tradisi tersebut diantaranya seperti :

a. Bau nyale, legenga yang berkembang di suku sasak yang menceritakan


seorang putri yang berubah menjadi nyale (binatang laut sejenis cacing).
b. Rebo bontong, hari yang dipercaya sebagai suku sasak yang merupakan
hari dimana datangnya bencana serta penyakit. Akan ada upacaya yang
dilakukan untuk memperingati hal tersebut.
c. Berbubus batu, sebuah upacara yang dilakukan untuk meminta berkah
pada sang pencipta alam.

31
Beberapa kebudayaan suku sasak diatas sampai saat ini masih dilakukan dan
tetap menjadi panutan dalam menjalani kehidupan.

d.Kesenian
a. Tari Jangger
Kesenian tari jangger ini masih dipertahankan sebagai tontonan
yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan, sunatan, ulang
tahun dan Iain-lain. Kesenian ini merupakan tarian yang dilakukan oleh
perempuan yang melantunkan tembang-tembang yang di iringi oleh
musik gamelan Lombok.
Kesenian tari jangger ini sekarang pementasannya tidak hanya
dilakukan pada acara tertentu saja melainkan sudah masuk dalam
agenda yang dilakukan di kantor-kantor atau hotel-hotel dalam rangka
menghibur para tamu.
b. Tari Tandang Mendet
Tari tandang Mendet /tarian Perang merupakan salah satu tarian
yang ada sejak jaman kejayaan kerajaan Selaparang yang
menggambarkan oleh keprajuritan atau peperangan. Tarian ini
dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan
membawa tombak, tameng, kelewang (pedang) dan diiringi dengan
gendang beleq serta sair-sair yang menceritakan tentang keperkasaan
dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui di Sembalun.
Disebut Gendang Beleq karena salah satu alatnya adalah gendang
beleq (gendang besar). Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq
yang disebut gendang mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan),
berfungsi sebagai pembawa dinamika.
Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai
pembawa melodi masing- masing reog mama, terdiri atas dua nada dan
sebuah reog nina, sebuah perembak beleq yang berfungsi sebagai alat
ritmis, delapan buah perembak kodeq, disebut juga "copek". Perembak
ini paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh. Berfungsi
sebagai alat ritmis, sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah gong besar
sebagai alat ritmis, sebuah gong penyentak sebagai alat ritmis, sebuah

32
gong oncer sebagai alat ritmis dan dua buah bendera merah atau kuning
yang disebut telontek.
Menurut cerita, gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-
pesta kerajaan, sedang kalau ada perang berfungsi sebagai komandan
perang, sedang copek sebagai prajuritnya. Kalau perlu datu (raja) ikut
berperang, disini payung agung akan digunakan.
Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan.
Gendang Beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk.
Komposisi waktu berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan
duduk yang tidak mempunyai aturan.
Pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq akan
memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petuk, copek
dan lelontek.
c. Memaos
Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan hikayat
kerajaan masa lampau, satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang,
satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga dan satu or-
ang sebagai pendukung vokal.
Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa
lampau dan menanamkan nilai-nilai budaya generasi penerus. Kesenian
memaos ini keberadaannya hampir punah sehingga periu diangkat
kembali sebagai asset budaya daerah dan dapat dijadikan sebagai daya
tarik wisata khususnya wisata budaya.
d. Slober
Kesenian slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok
yang tergolong cukup tua, alat-alat musik nya sangat unik dan
sederhana yang terbuat dari pelepah enau yang panjang nya 1 jengkal
dan lebar 3 cm.
Kesenian slober didukung juga dengan peralatan lainnya yaitu
gendang, petuk, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober
diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan
Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober.

33
Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang
biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.

e.Pakaian Adat
Secara tradisional pakaian tradisional yang dikenakan penduduk daerah
Nusa Tenggara Barat dibedakan atas dua macam, yaitu yang dikenakan oleh
kaum pria dan oleh kaum wanita. Pakaian adat yang dikenakan bagi kaum
pria di daerah Lombok berupa tutup kepala, baju lengan panjang memakai
kain sarung sebatas dengkul yang ditenun, dan celana panjang, serta di
punggungnya terselip sebilah keris. Sedangkan kaum wanitanya mamakai
pakaian yang terdiri atas kebaya panjang dengan kain songket. Perhiasan
yang dipakai berupa hiasan bunga di kepala.
Suku sasak memiliki berbagai pakaian adat, baik pakaian adat
keseharian, pakaian adat resmi, maupun pakaian adat muslim. Adapun
wujudnya bisa anda lihat pada gambar di bawah ini:

Pakaian Adat Suku Sasak


Pakaian Adat Seharian Suku
SasakSuku Sasak

Pakaian Adat Muslim Suku


Sasak
Gambar: Pakaian Adat Suku Sasak
Sumber: https://www.google.com

34
f.Tarian Adat
a. Tarian Gandrung
Tarian Gandrung
merupakan tarian
yang dilakukan secara
berpasangan antara
penari wanita dan pria.
Tarian Gandrung
mirip dengan tarian
Gambar: Tarian Gandrung
Sumber: https://www.google.com
Gandrung dari Jawa Barat dan Bali tetapi ada beberapa perbedaan yang
menjadikan sebagai ciri khas tarian Gandrung dari sukus Sasak yakni
kostum, gerakan, dan penyajian pertunjukkan. Tarian ini awalnya
menjadi hiburan dari prajurit setelah pulang berperang dari medan
perang tetapi berjalannya waktu tarian ini dijadikan sebagai tradisi
masyarakat suku Sasak.

b. Tarian Rudat

Pertunjukan tarian
Rudat kental dengan
nuansa Islam mulai
dari kostum, gerakan,
maupun musik
pengiringnya. Tarian
ini ditampilkan dalam
acara Khitanan,

Gambar: Tarian Gandrung


Sumber: https://www.google.com

Maulid Nabi Muhammad SAW, Khatam Al-Qur’an, dan hari besar


Islam lainnya. Asal mula tarian ini belum diketahu tetapi banyak yang

35
berpendapat bahwa tarian ini berasal dari Turki dan ada sejak Islam
masuk di pulau Lombok.

c. Tarian Oncer

Tarian Oncer biasanya


akan dibawakan oleh
tiga kelompok penari
pria, masing-masing
kelompok adalah
penari kenceng, penari
petuk, dan penari
gendang. Gambar: Tarian Oncer
Sumber: https://www.google.com

Dimana penari kenceng terdiri dari 6 – 8 orang membawa kenceng, 1


orang membawa petuk, dan 2 orang membawa gendang. Tarian ini
merupakan tarian yang diciptakan oleh Muhammad Tahir yang berasal
dari desa Puyung, kecamatan Jonggat, kabupaten Lombok Tengah
tepatnya pada tahun 1960 M.

d. Tarian Gendang Beleq

Tarian Gendang
Beleq merupakan
tarian yang wajib
dilakukan oleh
masyarakat suku
Sasak dalam acara
Budaya dan acara
besar lainnya. Gambar: Tarian Gendang Beleq
Sumber: https://www.google.com

36
Dinamakan tarian Gendang Beleq karena penari membawa gendang
yang besar yang dalam bahasa Sasak “Beleq” yakni Besar. Tarian ini
merupakan peninggalan dari Kerajaan Selaparang yang pernah
menguasai sebagian wilayah timur pulau Lombok.

Tarian ini awalnya digunakan oleh para Mubaliq dalam berdakwah


untuk menyebar agama Islam di pulau Lombok, dimana saat itu jika
tarian ini dipertunjukan maka akan banyak warga yang berkumpul dan
setelah berkumpulnya warga kemudian para Mubaliq akan memberikan
pengetahuan Islam kepada warga. Kemudian pada masa Kerajaan
Selaparang, tarian ini digunakan oleh Kerajaan untuk melepaskan
prajurit yang akan bertempur di medan perang.

g.Mata Pencaharian
Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar orang
Sasak adalah dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian mereka
bertanam padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
kedele, sorgum. Selain itu, mereka mengusahakan kebun kelapa, tembakau,
kopi, tebu. Perternakan merupakan mata pencaharian sambilan. Mereka
beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain adalah usaha
kerajinan tangan berupa anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran,
tenunan, barang dari tanah liat, barang logam, dan lain-lain. Di daerah pantai
mereka juga menjadi nelayan. Dalam rangka mata pencaharian tadi mereka
menggunakan teknologi berupa pacul (tambah), bajak (tenggale), parang,
alat untk meratakan tanah (rejak), kodong, ancok, dan lain-lain.
Menurut data dari pemerintah Lombok Timur, mata pencaharian
penduduk di Kabupaten Lombok Timur sebagian besar dari sektor pertanian
(59,55 %), selebihnya dari sektor perdagangan, hotel , restauran 11,95 %;
jasa-jasa 9,14 %; industri 8,83 % dan lain-lain 10,53 %. Keadaan ini juga
diperlihatkan dari pola penggunaan lahan yang ada, yaitu permukiman 5,01
%; pertanian (sawah, lahan kering, kebun, perkebunan) 48 %; hutan 34 %;
tanah kosong (tanduns, kritis) 1 %; padang (alang, rumput dan semak) 9 %;
perairan 0,6 %; pertambangan 0,2 % dan lain-lain penggunaan 5 %.

37
Salah satu yang menjadi ciri khas dari suku sasak di Lombok – Nusa
Tenggara Barat adalah para wanita suku Sasak yang pandai menenun. Hasil
tenun yang terkenal yaitu Tenun Ikat yang dihasilkan oleh tangan-tangan
terampir wanita suku sasak. Bagi masyarakat suku sasak, kedewasaan
wanita yang siap untuk berkeluarga dapat dilihat dari seberapa pandai
wanita tersebut membuat kain tenun ikat. Ini bisa dijadikan acuan bahwa
wanita suku sasak yang sudah pandai menenun, dia sudah dianggap menjadi
wanita dewasa dan layak berkeluarga. Keahlian menenun juga akan
berdampak baik bagi kehidupan keluarga nantinya. Dengan pandai
menenun, wanita suku sasak dapat membantu perekonomian keluarga yang
biasanya para lelaki suku sasak hanya mendapatkan uang dari hasil
berkebun atau berladang.
Para wanita suku sasak sudah sejak dari kecil diajarkan bagaimana cara
menenun yang baik dan benar, wajar bila kita berkunjung ke Lombok dan
menemui banyak wanita-wanita tua yang masih terampil menenun, karena
dia sudah belajar menenun sejak kecil.
Kain tenun yang dihasilkan oleh suku sasak , Lombok – Nusa Tenggara
Barat dibuat dengan cara-cara yang masih sangat tradisional. Alat-alat
tradisional yang mereka pakai masih tetap sama seperti apa yang digunakan
oleh nenek moyang mereka. Bahan-bahan yang digunakam juga berasal dari
alam.
Mereka menggunakan benang-benang yang berasal dari serat-serat
tumbuhan seperti serat nanas, serat pisang, kapas dan dari kulit kayu.
Warna-warni dari kain berasal dari warna alami tanpa ada campuran bahan
kimia, namun dengan itu membuat kualitas kain tenun ikat yang dihasilkan
masyarakat suku sasak memiliki kualitas yang buruk, justru karena
keunikan dan kekhasannya yang berasal dari alam, kain tenun hasil
masyarakat suku sasak bernilai kualitas dan harga tinggi.
Pada awalnya, kerajinan tenun ikat digunakan untuk busana pesta,
busana pemimpin adat, maupun busana kaum bangsawan. Namun seiring
perkembangan jaman, kedudukan tenun ikat ini meluas menjadi salah satu
komoditi dari suku Sasak. Dan selain sebagai mata pencaharian sehari-hari,

38
kegiatan menenun ini juga mereka jadikan sebagai daya tarik bagi
wisatawan yang berkunjung, baik wisatawan local maupun wisatawan
mancanegara sangat meminati kain tenun ikat buatan masyarakat suku sasak
ini.

5.Arsitektur
Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya
sebagaimana tertulis dalam kitab Nagara Kartha Garna karangan Empu Nala
dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-
Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai
sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat
ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan
melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan suku Sasak
adalah bentuk bangunan rumah adatnya.
Rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom
masyarakat, seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Suku Sasak mengenal beberapa jenis bangunan sebagai tempat
tinggal dan juga tempat penyelanggaraan ritual adat dan ritual keagamaan.
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek).
Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu
jerami. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat
rumah adat tersebut didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk
menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang
terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu
berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian
rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang
baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun
rumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sempah, bekas sumur,
dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak
akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan

39
rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, hal tersebut merupakan
perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Rumah adat suku Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan,
menukik ke bawah dengan jarak 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah
(fondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang,
dindingnya dari anyaman bambu (bedek), hanya mempunyai satu berukuran
kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya dibagi menjadi ruang induk
meliputi bale luar ruang tidur dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta
benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah
sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem juga dilengkapi amben, dapur,
dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tanggan
lainnya) tersebut dari bambu ukuran 2x2 meter persegi. Kemudian ada
sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di
antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan
lantainya berupa campuran tanah kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa
macam, diantaranya adalah Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam,
Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan
tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.

1).Bale Tani
Adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang
berprofesi sebagai petani
2).Bale Jajar
Merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi
menengan ke atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang
membedakan adalah jumlah dalem balenya.
3).Sekepat
Berfungsi sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang
Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq / sekupat juga
digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda
yang datang midang (melamar).

40
4).Sekenam
Digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama,
penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal
keluarga.
5).Bale Bonter
Dipergunakan sebagai ternopat pesangkepan / persidangan adat, seperti:
tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya.
Umumnya bangunan ini dimiliki oleh para perkanggo /Pejabat Desa,
Dusun/kampung.
6).Bale Beleq Becingah
Adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale
Beleqdiperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga
sering juga disebut “Becingah”.
7).Bale Tajuk
Merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang
memiliki keluarga besar. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat
pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah
wawasan dan tata krama.
8).Bale Gunung Rate
Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng
pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk
menghindari banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

Rumah tinggal Suku Sasak disebut juga bale. Menurut masyarakat Sasak,
kata rumah atau bale memiliki dua pengertian. Pengertian pertama yaitu
sebagai tempat berteduh, melindungi diri dari bahaya, cuaca dingin, panas, dan
binatang-binatang buas. Pengertian kedua yaitu demi keselamatan jiwa, dan
kebahagiaan3. Oleh karena itu, rumah atau bale memiliki fungsi sebagai tempat
tinggal sebenarnya dan tempat tinggal lain sesuai fungsi yang dibutuhkan. Di
dalam pola permukiman tradisional milik Suku Sasak, terdapat juga bangunan
lain sebagai pelengkap rumah tinggal. Bangunan tersebut dibuat dengan sistem
panggung atau disebut beruga. Bangunan ini memiliki fungsi sosial yaitu

41
sebagai tempat duduk bersama keluarga, tempat menerima tamu, dan tempat
mengadakan selamatan atau upacara daur hidup. Bale mengina berarti “Rumah
Perempuan”. Sebutan tersebut muncul dari kebiasaan masyarakat bahwa
perempuan yang mengurus dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
rumah, serta hanya perempuan dan anak-anak yang boleh tidur di dalam rumah.

6.Ciri Khas Arsitektur

Gambar: Desa Sadek


Sumber: https://www.google.com

Seiring dengan perkembangan zaman, arsitektur vernakular di Indonesia


semakin jarang. Arsitektur vernakular adalah gaya arsitektur yang dirancang
berdasarkan kebutuhan lokal serta mencerminkan tradisi lokal.

Kini arsitektur vernakular hanya dapat ditemukan di daerah tertentu di


Indonesia yang masih memegang tradisi daerahnya. Salah satu contohnya
adalah Desa Sade Lombok.

42
Desa Sade merupakan
salah satu desa adat suku
Sasak yang masih
mempertahankan keaslian
tradisi, salah satunya adalah
rumah adat. Rumah adat
suku Sasak di dusun Sade
terdiri dari berbagai macam
Bale, di antaranya ialah Bale
Tani atau Bale Gunung Gambar: Denah Bale Tani
Rata. Sumber: https://www.google.com

Bale Tani
merupakan rumah
tinggal masyarakat yang
berprofesi sebagai
petani. I Gusti Ayu
Vadya Lukita S
mengatakan bahwa
bentuk arsitektur Bale
Tani memiliki makna
Gambar: Bale Tani Tampak Depan
yang dalam.
Sumber: https://www.google.com

Bentuk Bale Tani yang meninggi di bagian belakang melambangkan


hubungan manusia dengan Tuhan. Sosoran atap di bagian depan
melambangkan hubungan manusia dengan sesama. Bentuk arsitektur Bale Tani
menggambarkan hubungan antar sesama manusia, nenek moyang dan Tuhan
Yang Maha Esa harus seimbang.

43
Gambar: Bale Tani Dari Samping
Sumber: https://id.wikipedia.org

Interior Bale Tani


dibagi menjadi dua
bagian, yaitu Bale Luar
dan Bale Dalam. Bale
Luar menggambarkan
hubungan antar
Gambar: Bale Tani Tampak Dalam
manusia yang harus
Sumber: https://id.wikipedia.org
saling menghormati
dan mempertahankan sikap kekeluargaan.

Bale Dalem
menggambarkan
peran wanita yang
sangat penting dalam
sebuah keluarga,
karena di dalamnya
terdapat dapur dan
tempat tidur untuk
anak perempuan yang
masih perawan. Gambar: Bale Tani Tampak Dalam
Sumber: https://id.wikipedia.org

44
Bentuk pada Bale
Tani atau Bale
Gunung Rata juga
menggambarkan
kesamarataan derajat
semua manusia di
hadapan Tuhan juga
ajaran untuk saling
menghargai sesama
manusia. Gambar: Rumah Adat Bale Tani
Sumber: https://www.google.com

Jika kalian memperhatikan bangunan rumah adat lebih detail, maka kalian
dapat menemukan bahwa rumah adat yang berasal daru suku sasak ini di bangun
menggunakan nilai estetika. Orang yang berasal dari suku sasak dapat mengenal
beberapa jenis bangunan rumah adat yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk
tidur dan sebagainya, dan juga tempat penyelenggaraan ritual agama.

Dinding rumah suku sasak terbuat dari anyaman bambu, atap rumah suku
sasak terbuat dari jerami. Lantai rumah suku sasak terbuat dari tanah liat, tanah
liat tersebut sudah dicampur dengan abu jerami dan juga kotoran kerbau. Dengan
kalian menyampur tanah liat dengan kotoran dari kerbau, dapat membuat lantai
yang dari tanah liat itu mengeras seperti memakai semen.

Untuk membangun rumah, suku sasak hanya menggunakan bahan yang ada
di sekitar mereka. Jika mereka ingin menyambung kayu satu dengan kayu yang
lainnya. Mereka memakunya dengan menggunakan paku yang mereka buat
sendiri dari bambu. Rumah orang suku sasak hanya mempunyai satu pintu
dengan ukuran yang kecil dan juga sempit. Rumah suku sasak tidak mempunyai
jendela semua tertutup dengan rapat.

45
7.Macam-Macam Bangunan Rumah Adat
Bangunan rumah suku sasak terdiri dari berbagai macam dan jenis,
diantaranya yaitu bale jajar, bale tani, sekenam, bale bonter, bale tajuk, dan
masih banyak lagi.
1. Bale Tani

Bale tani merupakan jenis bangunan rumah sebagai tempat tinggal


masyarakat suku sasak yang memiliki pekerjaan sebagai petani. Di bale
tani lantai rumah bale tani ini
terbuat dari tanah, dan di
bangunan ini terdapat satu
ruangan untuk tempat serambi
dan satu ruangan lagi
digunakan sebagai tempat
untuk tidur atau beristirahat.
Gambar: Rumah Adat Bale Tani
Sumber: https://kangapip.com

Walaupun rumah bale tani ini secara umum digunakan untuk tempat
tidur atau beristirahat, tetapi orang suku sasak menggunakan bale tani
bukan untuk tempat tidur maupun istirahat. Bagian dalam bale tani
dipakai untuk tempat menyimpan barang atau untuk tempat tidur anak
perempuan mereka, sedangkan anggota keluarga yang lainnya, mereka
tidur di serambi.tempat untuk memasak mereka, mereka mempunya
ruangan tersendiri yang mereka sebut sebagai pawon.

2. Bale Jajar

Bale jajar adalah bangunan rumah suku sasak yang memiliki


ekonomi menengah ke atas. Rumah bale jajar ini hampir sama dengan
bangunan bale tani. Yang membedakan bangunan bale jajar dan bale tani
adalah bagian dalam bangunan balenya. Bagian dalam rumah bale jajar
terdapat dua kamar dan satu bagian serambi. Kedua kamar yang ada pada
bangunan ini di pisah dengan menggunakan lorong yang menuju ke
dapur.

46
Ukuran untuk kamar pada
bangunan bale ini tidak sama,
letak posisi pintu koridornya
diletakkan pada 1/3 dari
panjangnya bangunan bale
jajar tersebut. Bahan yang
digunakan untuk mendirikan
Gambar: Rumah Adat Bale Jajar
Sumber: https://kangapip.com

rumah bale jajar ini hanya membutuhkan tiang yang terbuat dari kayu,
dinding yang terbuat dari bedek, dan juga atap yang terbuat dari tanaman
alang-alang yang sudah dikeringkan.

Bangunan rumah bale jajar biasanya berada di pemukiman yang


memiliki halaman yang sangat luas. Bangunan rumah bale jajar juga
ditandai dengan keberadaan samba yang menjulang tinggi untuk
menyimpan kebutuhan rumah tangga suku sasak. Pada bagian depan bale
jajar ada sebuah bangunan yang memiliki ukuran lebih kecil dari pada
bale jajar, dan pada bagian belakang rumah bale jajar ada sebuah
bangunan yang dinamakan sekenam.

3. Bale Tajuk

Bale tajuk adalah salah satu jenis bangunan yang mana bangunan ini
ditempati oleh masyarakat suku sasak yang mempunyai keluarga besar.
Bentuk bale tajuk ini
berbentuk segi lima dengan
menggunakan tiang yang
berjumlah lima buah,
bangunan bale tajuk ini
biasanya terletak di tengah
lingkungan keluarga Santana. Gambar: Rumah Adat Bale Tajuk
Sumber: https://kangapip.com

47
Tempat bale tajuk ini digunakan untuk tempat berkumpulnya atau
pertemuan keluarga besar, untuk menambah taatnya pada sopan santun
dan juga menambah wawasan.

4. Sekenam

Bangunan sekenam ini di


bangun berbentuk hampir
sama dengan bentuk
bangunan sekepat, hanya saja
bangunan sekenam ini
memiliki tiang yang terbuat
dari kayu sebanyak 6 buah
Gambar: Rumah Adat Sekenam
Sumber: https://kangapip.com

tiang kayu yang terletak pada bagian belakang rumah. Sekenam ini
biasanya digunakan oleh masyarakat suku sasak sebagai tempat untuk
belajar mengajar adalah tata karma, penanaman nilai budaya dan
sekeman ini juga dapat digunakan sebagai tempat pertemuan internal
keluarga.

5. Bale Bonter

Bale bontar adalah salah


satu jenis bangunan
tradisional suku sasak yang
pada umumnya dimiliki oleh
pejabat desa. Bangunan bale
bonter biasanya dibangun
dengan posisi di tengah-
Gambar: Rumah Adat Bale Bonter
Sumber: https://kangapip.com

tengah pemukiman orang suku sasak. Bangunan adat yang satu ini
biasanya digunakan sebagai tempat persidangan adat.

48
Suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab
tersebut dilarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan,
maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu
bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya.

Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan
rumah adatnya. Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi,
melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi
penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya.Rumah adat Sasak pada
bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak
sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah.

Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari


anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada
jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang
meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan
harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah
sebelum dimakamkan.

Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat


menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu
ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada
sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale
luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya
berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu
jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale
luar dan bale dalem.

Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah
pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak
menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya,
pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga
tetapi juga kebutuhan kelompok.

49
Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak
teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk
setempat.Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan
Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan
dengan arsitektur Bali.

Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan
kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan
sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan
pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah
pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada
dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran
kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai.

Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna
menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di
Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa
dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.

Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan


perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur
hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati.

Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang
empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang
yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya.

Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan
anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti
bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan
sang adik.

Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua
lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang

50
muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah
untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di
antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya
menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam
(barat/kiblat).

Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif
pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung
mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah
dari sang tamu.

Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat


dan tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa
diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi
dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk
keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan
serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan
syukuran jika ada salah satu anggota keluarga meninggal.

Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan


terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga,
menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau
sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak
keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit.

Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri


diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri,
tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri,
bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri.

Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong


meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.Dalam
masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan
duniawi) secara bersamaan.

51
Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan
berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-
ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan,
arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya.

Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan


berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan,
geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan
bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti
arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik
tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan
secara turun temurun.

Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman


pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq.
Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik,
biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin
adat.

Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai
membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas
penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender
Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang
akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan)
untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan.

Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah


yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit,
kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.

Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak


juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka
meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada
yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas

52
bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada
posisi jalan tusuk sate atau susur gubug.

Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah
dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut
mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu
(maliq-lenget).

Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain:


kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami
dan alang-alang digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda
sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten
dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk
mengeraskan lantai.

D. SUKU Dompu
1.Asal Usul

Suku Dompu, merupakan salah satu suku yang bermukim di pulau


Sumbawa kabupaten Dompu provinsi Nusa Tenggara Barat. Suku Dompu di
pulau Sumbawa, berdiam di wilayah dengan empat kecamatan, yakni
kecamatan Huu, kecamatan Dompu, kecamatan Kempo dan kecamatan Kilo.

Selain suku ini yang bermukim di pulau Sumbawa, ada beberapa suku lain
yang juga hidup dan tinggal di pulau Sumbawa ini, di antaranya suku orang
Bima, Donggo dan Sasak yang merupakan suku asli Nusa Tenggara Barat.
Selain itu terdapat beberapa suku pendatang, di antaranya suku Melayu,
Bugis, China, Arab, Bali dan Timor.
Bahasa yang di gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa
Dompu, yang sering disebut juga sebagai bahasa Nggahi Mbojo.
Di ceritakan asal-usul Dompu, pada zaman dulu di wilayah ini adalah salah
satu daerah bekas kerajaan, yaitu Kerajaan Dompu. Yang merupakan salah
satu kerajaan yang paling tua. Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi
dan Purbakala, menuliskan, dari hasil penelitiannya mengambil kesimpulan

53
Kerajaan tersebut, merupakan salah satu kerajaan tua di wilayah timur
Indonesia.
Dalam catatan sejarah, sebelum berdirinya kerajaan di daerah ini, sudah
ada yang tinggal dengan beberapa kepala suku yang sering disebut sebagai
“Ncuhi” (Raja kecil).
Di waktu itu ada empat orang Ncuhi yang berkuasa, di antaranya:
a. Ncuhi Hu`u yang memerintah di daerah Hu`u (sekarang kecamatan Hu`u)
b. Ncuhi Soneo yang memerintah di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang
kecamatan Woja dan Dompu).
c. Ncuhi Nowa yang memerintah di Nowa dan sekitarnya.
d. Ncuhi Tonda yang memerintah di Tonda (sekarang wilayah desa Riwo
kecamatan Woja Dompu).
Di antara keempat suku atau Ncuhi tersebut yang paling terkenal adalah
Ncuhi
2.Bahasa Lokal
Bahasa daerah yang digunakan oleh suku Dompu yaitu bahasa mbojo atau
biasa juga disebut bahasa Bima Nggahi Mbojo, Namun, ada juga masyarakat
yang menggunakan bahasa Melayu, Bali, dan Sasak sebagai bahasa penutur di
kehidupan sehari-hari.
3.Kepercayaan

1. Sebelum Islam

Pada masa ini, keberadaan ncuhi (kepala suku) sangat berpengaruh,


karena diyakini mempunyai kemampuan dan ilmu-ilmu khusus, sehingga
dipercaya sebagai titisan parafu. Ncuhi mempunyai peran sebagai pemimpin
masyarakat, yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat pada saat itu.
Ncuhi sendiri yang mementukan kapan masa tanam dimulai, upacara
persembahan, juga sebagai sando (tabib). Karena perannya tersebut, maka
uma ncuhi (tempat tinggal ncuhi) berada ditengah-tengah kawasan
pemukiman. Di sekelilingnya adalah rumah para penduduk, kemudian areal
bercocok tanam serta hutan.

54
2. Sesudah Islam

Setelah agama Islam masuk ke wilayah Hu`u yang dibawa oleh ulama
dari Aceh yang bernama Ince Inta, maka kepercayaan parafu mulai bergeser
ke agama Islam. Apa yang diyakini dalam kepercayaan parafu, sebagian
besar tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam terutama dalam
memperlakukan alam dan lingkungan, yang berbeda adalah pada
pemaknaan dan penandaannya saja, dimana dalam kepercayaan parafu,
arwah leluhur memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat,
adanya pengkultusan terhadap beberapa tempat yang diyakini menjadi
tempat bersemayamnya parafu dan adanya upacara sesaji. Sedangkan
menurut nilai-nilai Islam, Allah SWT adalah mutlak yang harus di sembah,
sedangkan mata air, sungai dan hutan adalah sumber daya alam yang
diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang harus
dijaga dan dipelihara kelestariannya.
Karena itu, ruang-ruang imajiner yang sebelumnya ada dalam
kepercayaan parafu masih tetap dipertahankan, tetapi nama dan
pemaknaanya aja yang berbeda. Ruang di sekeliling mata air, sungai, muara
juga tepi pantai dipertahankan untuk ditumbuhi pohonpohon besar, yang
bertujuan untuk mempertahankan ketersediaan air, menjaga kelestarian
lingkungan dan juga sebagai sumber kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat.

4.Kebudayaan
a.Kerajinan
Kerajinan yang terkenal dari daerah Dompu, adalah kain tenun Muna,
yaitu kain songket Dompu. Biasanya kain songket Dompu ini dikerjakan
oleh pihak perempuan. Kain tenun ini terkenal karena keindahan dan
kehalusan kainnya.

55
b.Kesenian

Tari Dalam Istana

a. Tarian Sere

Tarian Sere merupakan


tarian klasik Istana Kerajaan
Bima yang diciptakan oleh
Sultan kedua Kerajaan Bima
(menjabat pada tahun 1640 –
1682 M) yakni Sultan Abdul
Kahir Sirajuddin.
Gambar: Tari Sere
Sumber: https://id.wikipedia.org

Tari ini terdiri dari dua orang penari pria yakni perwira Kesultanan
yang bersenjatakan perisai dan tombak. Pada pertunjukkan tarian ini
kerap melakukan lompat dan lari sebagai makna sedang melindungi
Kerajaan Bima dari serangan musuh. Arti nama Sere dalam bahasa
Mbojo yakni lari sambil melompat-lompat. Tarian ini biasanya
dipertunjukan saat acara Hanta Ua Pua atau acara Pemerintahan baik
kota/kabupaten maupun propinsi.

b. Tarian Lenggo

Tarian Lenggo dibagi


menjadi dua yakni tarian
Lenggo Melayu dan tarian
Lenggo Mbojo, tarian Lenggo
Melayu dibawakan oleh penari
pria dan tarian Lenggo Mbojo
dibawakan oleh penari wanita.
Gambar: Tari Lenggo
Sumber: https://id.wikipedia.org

56
Tarian Lenggo merupakan tarian klasik yang tumbuh dan berkembang
di Istana Bima dan hanya ditampilkan diacara tertentu kerajaan
Bima.Tarian Lenggo yang pertama kali diciptakan yakni tarian Lenggo
Melayu, dinamakan tarian Lenggo Melayu karena tarian ini diciptakan
oleh seorang Mubaliq dari suku Melayu yang berasal dari Sumatra Barat
yakni bernama Datuk Raja Lelo. Tarian Lenggo Melayu dibawakan oleh
penari pria dalam acara Hanta Ua Pua. Terinspirasi dari tarian Lenggo
Melayu maka Sultan Abdul Kahir Sirajuddin (Mantau Uma Jati) yang
merupakan Sultan Bima kedua dan menjabat pada tahun 1640 – 1682 M
menciptakan tarian Lenggo Mbojo yang dibawakan oleh penari wanita.

c. Tarian Bongi Monca

Tarian Bongi Monca


merupakan tarian selamat
datang atau penyambutan
tamu, tarian ini dilakukan
secara berkelompok oleh
penari wanita dengan gerakan
yang lembah lembut sambil
menerbakan beras kuning Gambar: Tari Bongi Monca
Sumber: https://id.wikipedia.org

sebagai simbol penghormatan dan pengharapan. Tarian ini biasa


ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu Istana Kerajaan Bima.
Nama Bongi Monca berasal dari bahasa Mbojo yakni Bongi atau
“Beras” dan Monca “Kuning” karena saat melakukan tarian ini
ditaburkan beras kuning maka tarian ini dinamakan tarian Bongi
Monca.

57
Tarian Luar Istana
Tarian luar istana adalah tari tradisional yang diciptakan oleh rakyat Bima.
Berikut ini daftar tarian tradisional luar istana Bima, yaitu:

a. Tarian Buja Kadanda

Tarian Buja Kadanda


(Mpa’a Buja Kadanda)
menggambarkan dua prajurit
yang sedang berperang,
dimana tarian ini akan
dibawakan oleh dua pria yang
mengenakan pakaian prajurit
Gambar: Tari Buja Kadanda
Sumber: https://id.wikipedia.org

dengan bersenjata tombak dan perisai. Tarian ini awalnya tumbuh dan
berkembang diluar Istana, artinya tarian ini murni diciptakan oleh
Rakyat. Berkat dukungan dari para seniman dan kerajaan Bima sehingga
tarian Buja Kadanda dapat dikenal oleh masyarakat luas khusunya
masyarakat Bima dan Dompu.

Tarian ini dinamakan Buja Kadanda karena berasal dari dua kata
yakni Buja dan Kadanda. “Buja” berarti Tombak sedangkan “Kadanda”
berarti berumbai bulu ekor kuda, artinya Tombak yang digunakan oleh
para penari terbuat dari berumbai bulu ekor kuda.

58
b. Tarian Sarembe Tembe

Tarian kolosal Saremba


Tembe ini sebenarnya
merupakan tarian garapan
baru yang dipadukan dengan
menggunakan kain (Tembe)
sebagai aksesorisnya. Tarian
Saremba Tembe
Gambar: Tari Sarembe Tembe
Sumber: https://id.wikipedia.org

mengingatkan tentang masyarakat Bima dan Dompu tempo dulu yakni


dalam kesahariannya masyarakat Bima dan Dompu menggunakan
Tembe Nggoli sebagai gaun atau pakaian yaitu Rimpu (bagi kaum
perempuan) dan Katente dengan Saremba (bagi kaum laki-laki).

Dimana Rimpu, Katente, dan Saremba adalah jenis pakaian pertama


masyarakat Bima dan Dompu saat kaum wanita Bima dan Dompu telah
mengetahui Medi Ra Muna (Menenun Kain) yang dilakukan secara
tradisional. Tarian Saremba Tembe juga menggambarkan suka cita
sekaligus rasa syukur atas keberhasilan melimpahnya hasil pertanian
masyarakat Bima dan Dompu.

Bagi anda yang ingin melihat secara langsung salah satu atau lebih
tarian tradisional suku Mbojo maka datanglah saat acara Hanta Ua Pua
suku Mbojo, acara pemerintahan kota/kabupaten maupun propinsi, serta
festival besar lainnya yang diadakan di kabupaten Bima, kota Bima, dan
kabupaten Dompu. Terimakasih telah menyimak artikel di website ini,
jangan lupa membagikan ke sosial media jika berkenan. Sedikit bantuan
Anda akan membuat khasanah wisata Indonesia makin dikenal.

59
c.Pakaian Adat

Pakaian adat dari suku Dompu dibedakan untuk perempuan dan laki-laki.
Pakaian adat perempuan terbagi menjadi dua, yang dibedakan sesuai fungsi
dan status sosialnya. Pertama, Rimpu Colo adalah pakaian yang digunakan
oleh perempuan yang sudah menikah. Bentuk pakaiannya menutupi seluruh

Gambar: Pakaian Adat Rimpu Colo dan Rimpu Mpida


Sumber: https://id.wikipedia.org

tubuh, yang terlihat hanya wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. Kedua
adalah Rimpu Mpida adalah pakaian yang digunakan perempuan yang masih
gadis (perempuan yang belum menikah). Rimpu sendiri adalah jilbab khas
suku Dompu. Dibutuhkan dua lembar kain sarung untuk membuat rimpu.
Makna dari rimpu selain menjadi sebuah tradisi yaitu bagi perempuan agar
menutup auratnya sehingga mampu menjaga diri dan dihormati orang lain.
Tradisi rimpu mulai dikenal
sejak masuknya Islam di
Bima yang dibawa oleh
tokoh-tokoh agama dari
Gowa Makassar. Pakaian
adat untuk laki-laki di suku
Gambar: Pakaian Adat Katente Tembe
Sumber: https://id.wikipedia.org

60
Dompu adalah Katente Tembe yaitu celana pendek dari kain, Pakaian ini
biasa digunakan ketika pergi ke sawah, dan ke gunung. Namun, pada saat ini
baju koko adalah pilihan kedua yang sering digunakan oleh laki-laki di Suku
Dompu.

d.Tarian Adat

Jenis-jenis tarian adat dari suku dompu yaitu:

1. Tari Sampela Ma Rimpu,


bercerita tentang gadis dari
suku Dompu yang akan
pergi ke suatu telaga serta
menggunakan rimpu kain
yang berwarna warni.
Gambar: Tarian Adat Sampela Ma Rimpu
Sumber: https://id.wikipedia.org

2. Tari Mama Ra Isi, adalah


tari penyambutan yang
dikhusukan untuk tamu.

Gambar: Tarian Adat Mama Ra Isi


Sumber: https://id.wikipedia.org

3. Tari Muna Ra Medi,


berkisah tentang proses
pembuatan kain yang
ditransformasi menjadi
sebuah tarian.
Gambar: Tarian Adat Muna Ra Medi
Sumber: https://id.wikipedia.org

61
e.Mata Pencaharian

Mata pecarian masyarakat suku Dompu adalah petani, pedagang, peternak,


dan nelayan. Hasil Pertanian di ataranya ialah ubi kayu, ubi jalar, kacang
kedelai, dan jagung, sedangkan hasil kebun di antaranya tembakau, kapuk,
kemiri, pinang, dan asam.

5.Arsitektur

Secara umum, struktur Uma Lengge berbentuk kerucut setinggi 5-7 cm,
bertiang empat dari bahan kayu, beratap alang-alang yang sekaligus menutupi
tiga perempat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk di
bagian bawah. Untuk bagian atap, terdiri atas atap uma atau butu uma yang
terbuat dari daun alang alang, langit-langit atau taja uma yang terbuat dari kayu
lontar, serta lantai tempat tinggal terbuat dari kayu pohon pinang atau kelapa.
Pada bagian tiang uma juga digunakan kayu sebagai penyangga, yang
fungsinya sebagai penguat setiap tiang-tiang Uma Lengge. Uma Lengge terdiri
dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk menerima tamu dan kegiatan
upacara adat. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur sekaligus dapur.
Sementara itu, lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan,
seperti padi.

Bentuk Lengge mirip bangunan rumah panggung yang dibangun


menggunakan bahan kayu dengan atap dari ilalang. Ukurannya sekitar 4 kali 4
meter, dengan tinggi hingga puncaknya mencapai 7 meter. Lengge ditopang
empat kaki kayu, setinggi 1 meter. Di atas kaki kayu itu, ada semacam bale-
bale tanpa dinding dengan 4 penyangga kayu setinggi 1,5 meter. Di atas bale-
bale, ada ruangan berdinding kayu, tempat penyimpanan persediaan pangan.
Atapnya dari ilalang yang berbentuk mengerucut ke atas.Ciri, struktur ruang
dan Pola Permukiman Lengge merupakan salah satu rumah adat tradisional
Bima yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak zaman purba.

Sejak dulu, bangunan ini tersebar di wilayah Sambori, Wawo dan Donggo.
Khusus di Donggo terutama di Padende dan Mbawa terdapat rumah yang

62
disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut sangat
runcing dan lebih runcing dari Lengge. Atapnya mencapai hingga ke dinding
rumah. Namun saat ini jumlah Lengge atau Uma Lengge semakin sedikit.

Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa Sambori yang


berjarak sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima. Meskipun ada juga di desa
lain seperti di Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro dalam wilayah kecamatan
Lambitu.Uma Lengge terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan
untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi
sebagai tempat tidur sekaligus dapur. Sedangkan lantai ketiga digunakan untuk
menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija dan umbi-umbian.Pintu
masuknya terdiri dari tiga daun pintu yang berfungsi sebagai bahasa
komunikasi dan sandi untuk para tetangga dan tamu.

Menurut warga Sambori, jika daun pintu lantai pertama dan kedua ditutup,
hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah sedang berpergian tapi tidak jauh
dari rumah. Tapi jika ketiga pintu ditutup, berarti pemilik rumah sedang
berpergian jauh dalam tempo yang relatif lama.Hal ini tentunya
merupakan sebuah kearifan yang ditunjukkan oleh leluhur orang-orang Bima.
Ini tentunya memberikan sebuah pelajaran bahwa meninggalkan rumah meski
meninggalkan pesan meskipun dengan kebiasaan dan bahasa yang diberikan
lewat tertutupnya daun pintu itu. Disamping itu, tamu atau tetangga tidak perlu
menunggu lama karena sudah ada isyarat dari daun pintu
tadi.Seiring perubahan zaman, Uma Lengge sudah banyak yang dipermark
disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Atapnya sudah banyak yang terbuat
dari seng. Fungsinya juga sudah banyak yang menjadi lumbung. Lengge-
lengge yang ada di wawo saat ini sudah banyak yang difungsikan sebagai
lumbung padi. Keberadaan lengge di kecamatan Wawo menjadi salah satu
obyek wisata budaya di kabupaten Bima. Banyak wisatawan manca negara
yang berkunjung ke Lengge Wawo untuk melihat dan meneliti
tentang sejarah Uma Lengge.

63
Lengge Sambori juga merupakan salah satu aset dan obyek wisata desa
adat yang telah dicanangkan oleh pemerintah Kabupaten Bima. Sambori
terletak di lembah gunung Lambitu yang sejuk dan dingin tanpa polusi udara.
Menurut penelian sejarah orang orang Sambori atau yang dikenal dengan nama
Dou Donggo Ele dan orang-orang Donggo Ipa atau di kecamatan Donggo
sekarang merupakan suku asli Bima.Denah pemukiman uma lengge terletak
berkumpul pada suatu tempat dengan rumah berjejeran tanpa adanya pagar
halaman karena letak uma lengge berdekatan dan berkelompok dengan uma
lengge lainnya.

6.Ciri Khas Arsitektur

Uma Lengge berukuran 2 x 2 meter dan tinggi bisa mencapai 5 meter.


Karena bentuknya yang kerucut bangunan tersebut tidak bocor oleh air hujan
walaupun atap dan dindingnya dari daun rumbia. Uma Lengge mempunyai
sirkulasi udara yang lancar dan suhu di dalamnya stabil sehingga tidak akan
pernah terjadi pembusukan bila menyimpan bahan pangan dari jenis umbi-
umban atau jenis lain, karena demikian Uma Lengge merupakan tempat yang
efektif untuk menabung hasil panen.

Menyimpan hasil pertanian pada Uma Lengge merupakan kebiasaan


mayarakat Wawo secara turun temurun. Pada mayarakat Wawo,
memiliki Uma Lengge adalah suatu keharusan. Kebiasaan ini tidak
membedakan antara kaum bangsawan dan kasta tertentu, hal ini dilihat dari
siapa yang ulet dan rajin bekerja pasti memiliki Uma Lengge atau lumbung.

Uma Lengge mempunyai ciri khusus yakni mempunyai dua tingkat, tingkat
yang paling atas sebagai tempat penyimpanan hasil panen yang dilindungi oleh
dinding dari rumbia sedangkan tingkat yang bawah biasa digunakan untuk
duduk atau tempat istirahat. Ciri inilah yang membedakannya dengan rumah
panggung atau rumah adat suku Mbojo pada umumnya

Untuk mengambil padi atau hasil panen di Uma Lengge hanya


diperkenankan bagi ibu-ibu karena mereka yang bisa mengetahui akan

64
kebutuhan keluarganya. Menaiki Uma Lengge diperlukan sebuah tangga dari
kayu atau pun dari bambu.

Jika sudah selesai menyimpan atau mengambil padi maka tangganya akan
dibawa kembali dan disimpan di tempat yang aman, hal ini dilakukan agar
terhindar dari aksi pencurian.

Setiap nama bagiannya punya fungsi masing- masing sesuai kearifan


budaya lokal. Oleh Masyarakat Wawo, membuat Uma Lengge dilakukan
secara gotongroyong, antara satu dengan yang lain saling membantu.

Pada setiap alat atau bahan bagunannya mempunyai nama tersendiri.


Nama alat dan bahan Uma Lengge pun hampir sama dengan nama bahan rumah
panggung atau rumah adat suku Mbojo.

65
DAFTAR PUSTAKA

http://suku-dunia.blogspot.com/2015/06/ragam-suku-di-nusa-tenggara-barat.html

https://www.siswapedia.com/sejarah-provinsi-nusa-tenggara-barat/

http://dunia-kesenian.blogspot.com/2015/04/sejarah-asal-usul-suku-sasak-
dan.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasak

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasak

https://sportourism.id/history/islam-wetu-telu-kepercayaan-suku-sasak-yang-
dilestarikan-sebagai-budaya

https://pkbmdaruttaklim.wordpress.com/2013/01/24/sistem-kepercayaan-nenek-
moyang-masyarakat-sasak/

https://mobillombok.com/info-lombok/tarian-tradisional-suku-sasak.html

https://pesona.travel/keajaiban/397/rumah-adat-suku-sasak

http://indarsaputra.student.umm.ac.id/2016/01/20/budaya-makanan-ciri-khas-
suku-sasak-lombok/

https://wisatalombokmurah.com/keunikan-rumah-adat-khas-sasak-di-desa-sade-
lombok/

https://www.google.com

https://pesona.travel/keajaiban/397/rumah-adat-suku-dompu

https://pesona.travel/keajaiban/397/rumah-adat-suku-dompu

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_dompu

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_dompu

66
67

Anda mungkin juga menyukai