Anda di halaman 1dari 9

Mepeed adalah tradisi seperti parade yang diikuti oleh para perempuan Bali yang mengusung

Gebogan yaitu rangkaian buah dan aneka jajanan tradisional Bali yang dihiasi dengan aneka
janur setinggi kurang lebih 1 meter yang dibawa secara berjalan kaki dari Banjar menuju ke Pura
Kahyangan Desa. Upacara Mepeed merupakan upacara persembahan untuk Tuhan masyarakat
Hindu Bali bernama Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Upacara Mepeed merupakan salah satu
rangkaian kegiatan upacara di pura yang bertujuan sebagai ungkapan rasa terima kasih umat
Hindu Bali kepada Sang Hyang Widhi Wasa dengan menghanturkan persembahan. Piodalan
biasanya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali jadi jika ingin melihat upacara ini pastikan
jadwalnya karena biasanya upacara ini berbeda di setiap desa. Acara iring-iringan dimulai dari
jam 3 sore, semua masyarakat desa memenuhi jalan untuk mengikuti upacara ini. Yang menarik
bukan cuma perempuan dewasa yang ikut parade tersebut tetapi anak-anak kecil desa juga ikut di
dalam barisan. Iring-iringan perempuan Bali yang membawa persembahan berupa buah-buahan
dijunjung di atas kepala, berbaris dengan memakai kostume kebaya dan berkain sarung serta ikat
pinggang khas Bali. Memang cantik dan penuh disiplin. Dikawal oleh para lelaki yang berkeris
di pinggang berbaju putih,berkain putih dan berdestar putih. Istilah 'Mepeed' bermakna berjalan
beriringan, karena warga tidak boleh datang secara perorangan. Adapun prosesi 'Mepeed' dibagi
menjadi dua gelombang yaitu tempek kauh, yakni warga yang bermukim di barat desa, dan
tempek kanginan, warga di timur desa. Jika ada sesajen yang dipersembahkan dalam keadaan
kotor atau ada yang patah, akan dikembalikan ke warga yang membawa, karena dinilai tidak
ikhlas dalam melakukan persembahan, tidak sampai disitu ada sanksi adat berupa denda dengan
menyerahkan uang kepeng sebanyak 1.800 buah.

Tradisi Meeped di Sukawati Bali

By Bali Tours Club Leave a Comment

Bagi wisatawan asing maupun lokal yang pernah berkunjung ke Bali, tentunya Desa Sukawati
sudah tidak asing lagi bagi mereka. Desa yang terkenal Memiliki pusat perbelanjaan oleh-oleh
khas Bali juga menjual beragam kerajinan tangan yang menjadi tujuan tour wajib selama di Bali.
Selain populer karena Pasar Sukawati sebagai pusat oleh-oleh, desa adat ini memiliki warisan
budaya dan tradisi unik dan menarik yaitu Tradisi Mepeed. Di Bali tidak semua desa menggelar
tradisi atau ritual tersebut, namun demikian Mepeed tentunya bukan sesuatu hal baru lagi.

Desa Sukawati sendiri berada dalam wilayah kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali.
Mepeed yang digelar di Sukawati ini adalah salah satu bagian warisan budaya dan tradisi unik
dari leluhur yang masih bertahan sampai saat ini di Bali. Sebagai tujuan wisata tentunya
menambah daya tarik kawasan Sukawati,  dan Bali pada umumnya, sehingga memantapkan Bali
sebagai destinasi wisata dunia yang wajib dikunjungi. Budaya dan tradisi yang dimiliki Bali
memang berkaitan dengan kegiatan ritual ataupun prosesi upacara agama, sehingga Bali bisa
memiliki taksu atau karisma di mata para pelancong.

Di Bali sendiri, tradisi mepeed sudah tidak asing lagi dan digelar di sejumlah tempat, seperti
diketahui biasanya mepeed adalah parade yang diikuti oleh para perempuan Bali, mereka
berjalan dalam satu baris ke belakang dengan mengusung sebuah gebogan yaitu sebuah sesajian
(banten upakara) dengan rangkaian buah dan jajanan tradisional Bali yang diatur bersusun
(bertingkat) berikut hiasan dari rangkaian janur, tingginya bisa mencapai hingga 1 meter. Namun
berbeda ketika saat anda menyaksikan mepeed di Sukawati yang digelar setiap enam bulan sekali
ini, mereka di rias menggunakan busana pakaian atau payas agung yang dipadukan dengan
pakem busana desa adat setempat.
Para peserta saat tradisi Mepeed di Sukawati tidak mengusung gebogan seperti pada umumnya,
dan juga tidak terbatas pada kaun ibu saja, ratusan warga yang ikut dalam ritual mepeed tersebut
diikuti oleh semua kalangan, baik itu laki-laki maupun perempuan mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa bahkan lansia, merekapun secara antusias berjalanan kaki beriringan atau berparade
mulai dari pura Dalem Sukawati hingga sampai Pura Beji Cengcengan yang merupakan wilayah
perbatasan desa Sukawati dengan wilayah desa Guwang. Para peserta dirias dengan pakaian
tradisional Bali model payas Agung, walupun sekarang berkembang jenis pakaian payas agung
modifikasi, namun mereka tetap bertahan dengan pakaian tradisonal dengan pakem khas
Sukawati.

baca juga: pakaian adat Bali >>>>

Jika anda ingin menyaksikan Tradisi Mepeed di Sukawati tentunya harus pada waktu yang tepat
karena ritual tersebut hanya digelar setiap 6 bulan sekali, dan dalam rangkaian pujawali atau
piodalan di Pura Dalem Gede Sukawati yang jatuh setiap Anggara Kliwon, wuku Tambir
(kalender Bali) anda bisa menanyakan juga kepada tour guide atau agen perjalanan anda, karena
dalam kalender masehi setiap tahunnya, tradisi tersebut tidak jatuh pada waktu ataupun tanggal
yang sama. Bagi wisatawan yang ingin lebih dekat dengan budaya Bali atau mereka yang hobi
fotografi tentu momen istimewa tersebut tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Upacara Pujawali di Pura Dalem Gede Sukawati nyejer (digelar) dalam waktu selama empat hari
berturut-turut dan selama 4 hari lamanya juga Tradisi Mepeed akan terus dilaksanakan oleh
penduduk Desa Sukawati. Pada pagi hingga siang akan diadakan gelar pujawali di Pura Dalem
Gede Sukawati dan pada menjelang sore hari krama banjar yang termasuk ke dalam Desa
Sukawati yang mendapat giliran mepeed akan bersiap-siap dengan tubuh yang dibalut parade
payas agung untuk memulai tradisi ini.

baca juga: piodalan – pujawali pura di Bali >>>>

Desa adat Sukawati terbagi kedalam 12 banjar,  dan akan dibagi menjadi empat kelompok,
sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 3 banjar. Pembagian menjadi 4 kelompok ini
supaya penduduk Desa Sukawati yang ingin ngayah (menjadi peserta mepeed) terbagi dengan
rata, mereka dikenal sebagai krama Penyatusan yang terbagi 4 diantaranya satusan Tebuana,
satusan Palak, satusan Telabah, satusan Gelumpang. Maka setiap harinya pengayah atau peserta
mepeed terdiri dari orang-orang yang berasal dari banjar yang berbeda. Para pengayah Tradisi
mepeed ini pun dapat dari kalangan apa saja dari anak-anak hingga lansia dapat ikut serta dalam
meramaikan tradisi ini, dengan demikian para pengayah Tradisi Mepeed ini tidak pernah dalam
jumlah sedikit.

Menurut penduduk setempat yang sudah pernah terlibat dalam Tradisi Mepeed, pada saat
berlangsungnya tradisi ini mereka selalu merasakan kegembiraan karena menurut mereka Tradisi
Mepeed ini merupakan bentuk sujud bhakti kepada Hyang Widhi atas segala sesuatu yang
diberikan beliau kepada Desa Sukawati dan untuk mempertahankan busana adat bali dengan
pakem Desa Sukawati. Selain itu dalam rangkaian upacara pujawali Pura Dalem Gede Sukawati,
tradisi Mepeed ini bertujuan untuk nunas toya (air suci) ke Beji Cengengan untuk digunakan
pada saat berlangsungnya pujawali.

Tradisi Mepeed ini berciri khas lelengisan yang memiliki arti kesederhanaan. Walaupun dalam
ini terlihat megah karena menggunakan parade payas agung namun unsur kesederhanaan dari
Tradisi Mepeed ini tidak boleh dihilangkan, seperti ciri khas kancut belakang untuk pengayah
putri. Di jaman sekarang pernah terjadi modifikasi terhadap busana yang digunakan pada saat
Meeped, menyebabkan banyak peserta meeped yang meninggalkan unsur kesederhanaan, untuk
membatasi hal itu agar tidak meluas, maka warga desa Sukawati tetap menggunakan busana
yang benar dan itu bisa disaksikan saat Tradisi Mepeed berlangsung.

lanjut baca: budaya dan tradisi unik di Bali >>>>

Terlihat barisan indah dengan busana payas agung membuat yang menyaksikanya terkagum-
kagum, apalagi wisatawan yang jarang menemukan suguhan budaya seperti ini. Barisan terdepan
diawali dengan pemuda yang membawa artibut lelontekan, tedung dan sarana lain. Selanjutnya
diikuti dengan ibu-ibu yang membawa perlengkapan untuk nyaba beserta pemangku yang akan
mengambil air suci setelahnya baru pengayah anak-anak hingga lansia yang sudah mepayas
agung, biasanya diurut dengan rendah ke tinggi atau dari anak-anak hingga dewasa. Tradisi
Mepeed juga diiringi dengan baleganjur yang berada pada barisan paling belakang.

Para pengayah yang ikut dalam Tradisi Mepeed harus berjalan dengan jarak kurang lebih 1,5 km
dengan tidak menggunakan alas kaki baik sandal maupun sepatu. Dimulainya perjalanan dari
Pura Dalem Gede Sukawati yang mana pada saat perjalanan akan melewati pusat pembelanjaan
yang terkenal di Desa Sukawati yaitu Pasar Sukawati. Banyak orang-orang yang berbelanja
disana terutama wisatawan yang pertama kali menjumpai tradisi ini merasa terpukau melihatnya
dan mereka tidak lupa untuk mengabadikan momen dengan cara berfoto dengan para pengayah.

baca juga: pasar sukawati >>>>

Setelah berjalan dengan jarak kurang lebih 1,5 km para pengayah sampailah di tujuan yaitu di
Pura Beji Cengceng untuk nunas tirta (air suci) yang nantinya akan digunakan pada saat upacara
pujawali. Setelah pengambilan air suci selesai akan dilanjutkan untuk kembali ke Pura dalem
Gede Sukawati. Walaupun berjalan tanpa menggunakan alas kaki tidak membuat para pengayah
mengeluh dalam prosesi Tradisi Mepeed ini.

Setelah para pengayah sampai pura, ibu-ibu yang sudah mendapat bagian untuk ngayah nari akan
segera bersiap-siap. Tarian permas adalah tarian yang biasanya mereka tarikan dan selama 4 hari
saat upacara pujawali di pura Dalem Gede Sukawati dilangsungkan. Penduduk setempat yakin,
dengan melaksanakan Tradisi Mepeed ini prosesi upacara pujawali akan berjalan dengan lancar
dan mereka yakin nantinya akan datang keberkahan untuk mereka.
Tradisi Mapeed, Pemandangan Langka Yang
Hanya Ada di Bali

Mapeed, salah satu tradisi unik di Pulau Dewata Bali,  tradisi di mana para perempuan Bali
mulai dari anak kecil, remaja, sampai orang dewasa berjalan beriringan secara rapi dan teratur
dengan membawa Gebogan. Gebogan sendiri adalah rangkaian buah dan aneka jajanan
tradisional Bali yang dihiasi daun janur dan disusun sedemikian rupa di atas tempat yang disebut
Dulang. Perempuan-perempuan tangguh tersebut mengusung Gebogan yang tingginya sekitar 1
meter dengan berjalan kaki dari Banjar menuju Pura Kahyangan Desa. Upacara ini dilakukan
umat Hindu di Bali sebagai ucapan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 

Istilah Mapeed memiliki makna berjalan beriringan, karena warga tidak diperbolehkan datang
secara perorangan. Adapun prosesi Mapeed dibagi menjadi 2 gelombang, gelombang pertama
untuk warga yang bermukim di barat desa (tempek kauh), dan gelombang kedua untuk warga
yang bermukim di timur desa (tempek kangin).

Upacara Mapeed hanya dilakukan pada hari-hari tertentu saja, seperti saat ada piodalan. Jika
anda beruntung dan datang tepat 10 hari setelah Hari Raya Kuningan, tradisi Mapeed bisa
menjadi momen terindah liburan anda. Jika anda benar-benar ingin melihat tradisi ini, lebih baik
cari tahu lebih jauh tentang hari pelaksanaannya, karena setiap daerah di Bali memiliki waktu
yang berbeda untuk melakukan upacara Mapeed ini. Bukan hanya waktunya yang berbeda,
tetapi cara mereka melaksanakan tradisi ini juga berbeda-beda di setiap daerahnya. Meskipun
begitu, tujuan dan maksud yang disertakan dalam upacara ini tentunya sama, yaitu bersyukur
atas kesejahteraan dan keselamatan yang diberikan Tuhan.
Tradisi Mapeed

Pemandangan menarik dan unik mengenai perempuan Bali dalam tradisi Mapeed, sering sekilas
bisa kita saksikan dalam kontek budaya dan pariwisata di Bali, dan juga menghiasi gambar
baliho, brosur dan juga pada header halaman website. Terlihat para perempuan mengenakan
busana adat, biasanya berkebaya putih, berbaris panjang dan beiringan, sambil mengusung
sebuah Gebogan (sesajen) yang terdiri dari susunan buah-buahan di atas kepalanya, prosesi ini
digelar sebagai ungkapan syukur kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.

Mapeed diartikan berjalan beriringan tidak boleh saling mendahului, dalam tradisi ini
pelaksanaan di masing-masing daerah atau desa berbeda-beda, seperti misalnya yang di Sukawati
dilaksanakan dengan hanya berjalan beriringan oleh para remaja putri dengan menggunakan
busana agung, ada juga berjalan bergandengan antara laki dan perempuan, terlihat seperti
sepasang putra dan putri raja, ini dilakukan di saat-saat ada upacara besar keagamaan di pura
setempat. Nah jika kebetulan anda liburan dan melakukan wisata tour di Bali dan beruntung
bertemu prosesi seperti ini, tentunya akan menjadi sebuah pengalaman menarik karena hanya
digelar pada hari-hari tertentu.

 
Tradisi mapeed merupakan salah satu budaya dan tradisi unik di Bali diwariskan secara turun
temurun sampai sekarang ini, itupun tidak dimiliki oleh semua desa pakraman di pulau Dewata
ini, namun hanya beberapa desa ternetu saja yang menjaga warisan leluhurnya. Seperti yang
lazim kita lihat adalah iringan ibu-ibu yang menggunakan pakaian adat seragam baik itu warna
baju (biasanya putih) dan sarung/kain, rambut disanggul bahkan selendang yang diikatkan
dipinggang juga seragam, kemudian mereka berjalan beriringan membawa banten gebongan
yang tingginya rata-rata sama menuju ke sebuah pura.

Selain karena sejumlah objek wisata unggulan di Bali, banyak budaya dan tradisi unik bisa 
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, sehingga banyak variasi hiburan yang bisa mereka
saksikan, menjadikan kegiatan liburan tidak akan membosankan. Prosesi tradisi Mapeed ini juga
menjadi bidikan objek kamera para photographer.

Anda mungkin juga menyukai