Anda di halaman 1dari 7

IPTEKNI

A. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan, ilmu dan seni (IPTEKNI) adalah tiga ranah yang berbeda tapi
tidak dapat dipisahkan. Secara sederhana, ilmu adalah pengetahuan-pengetahuan yang
diperoleh melalui pengamatan dengan menggunakan metode berfikir ilmiah ( scientific
metode ) dan disusun secara sistematis. Ilmu bukan pengetahuan biasa yang mencakup
segenap bentuk yang diketahui yang didalam istilah Inggris disebut dengan knowledge.
Menurut Soekarto (2006), “ cirri-ciri ilmu pengetahuan itu adalah (1) pengetahuan/
knowlwdge (2) sistematis (3) menggunakan pemikiran (4) dapat dikontrol secara kritis
(obyektif).
Secara garis besar obyek ilmu itu terbagi dua yakni obyek materi dan obyek forma.
Obyek materi limu adalah yang membedakan antara satu bidang ilmu dengan lainnya.
SEdangkan obyek forma adalahproses yang dilalui untuk mendapatkan sebauh
ilmu.Berkaitan dengan ini seorang ilmuan biasanya menggunakan tiga landasan pokok yaitu
:
Pertama, antologi yakni yang berkaitan dengan pertanayaan apa. Kedua, epistemology
yakni yang berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Ketiga, aksiologi yakni berkaitan
dengan pertanyaan untuk apa. (Suriasumantri, 1985, 105).
Berdasarkan ini, ilmu bukanlah pengetahuan biasa yang mengandalkan pengamatan
indera semata tapi adalah pengetahuan yang diperoleh dari hasil kerjasama antara akal dan
panca indera. Dengan kata lain suatu ilmu dihasilkan dari perpaduan antara pengetahuan
yang bersifat ideal dan pengetahuan yang bersifat empiris.

B. Pembagian Ilmu
Dari segi subyeknya, ilmu pengetahuan dapat di kelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu ilmu pengetahuan eksak dan non eksak. Yang termasuk ke dalam ilmu
pengetahuan adalah ilmu-ilmu kealaman (natural sciences). Yang termasuk ilmu
pengetahuan non eksak adalah ilmu-ilmu non kealaman seperti ilmu-ilmu social dan
humaniora. Dari segi kegunaannya, ilmu pengetahuan dapat pula dibedakan kedalam dua
kelompok yaitu ilmu-ilmu murni (pure sciences) dan ilmu-ilmu terapan (applied sciences).

C. Teknologi
Teknologi adalah penerapan dari ilmu sebagai alat perpanjangan tangan bagi
manusia dalam mencapai maksudnya. Ilmu mengemukakan sejumlah prinsip, kaedah dan
teori yang diangkat dari hasil pengamatan serta pengalaman tentang gejala. Sedangkan
teknologi berbicara tentang bagaimana ilmu itu bisa di aplikasikan ke dalam tindakan yang
menghasilkan manfaat langsung bagi manusia.
Teknologi dapat di bedakan ke dalam dua bentuk. Pertama, teknologi sebagai proses
yakni pendayagunaan ilmu dan pengetahuan. Kedua, teknologi dalam bentuk hasil yakni
sebagai wujud kongrit dari pendayagunaan ilmu dan pengetahuan berupa produk-produk
tentu seperti peralatan dan perkakas. Dari sinilah lahirnya ungkapan bahwa teknologi itu
adalah perpanjangan manusia. Hal ini dibuktikan oleh terutama dalam kehidupan di zaman
modern ini saat ini, hampir setiap gerak langkah kehidupan bersentuhan dengan teknologi,
baik langsung maupun tidak. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ilmu itu barasal dari
filsafat dan berakhir dengan seni.

D. Seni
Seni adalah terjemahan dari kata “art” yang berasal dari bahasa latin “ars” yang
berarti kemahiran. Seni berguna untuk mengembangkan akal dan daya kreatif manusia
untuk menata kehidupan manusia supaya lebih luas, harmoni, indah, sejuk dan
menyenangkan. Berbeda dengan ilmu, seni tidak hanya bertumpu pada daya nalar tapi juga
pada rasa dan intuisi. Nilai keindahan sebuah karya seni bersifat subyektif dan relatif. Unsur
seni juga terdapat pada ilmu dan teknologi, dan secara epistemology sebenarnya konstruksi
sebuah ilmu inheren dengan seni/keindahan.
Seperti diungkapkan The Liang Gie dalam Gazaiba (1988:64) bahwa dikalangan
pemikir yunani, keindahan dalam pengertian yang luas dibedakan dalam tiga pengertian.
Pertama, indah yang terpadu dengan kebaikan (estetika yang berinteraksi dengan etika).
Kedua, indah estetik berdasarkan penglihatan (symmetria). Ketiga, indah estetik
berdasarkan pendengaran seperti musik. Selain itu keindahan terbagi dalam dua bagian.
Pertama, keindahan sebagai sifat (Kwalitas) yang sifatnya abstrak. Kedua, keindahan suatu
benda yang bersifat kongrit. Misalnya kata beauty adalah indah yang tidak berwujud dan
Beautifull adalah indah yang melekat pada suatu zat tertentu.

E. Sumber ilmu pengetahuan


Dalam khazanah pemikiran islam dikenal dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu.
Akal dan wahyu bukan untuk dipertentangkan melainkan untuk di kompromikan sebab
keduanya sama-sama anugrah Allah kepada manusia. Wahyu harus dapat membimbing akal
manusia dan bukan sebaliknya. Akal dalam posisi ini berfungsi sebagai daya untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut Harun Nasution (1986:13), akal dalam pengertian islam
tidaklah otak tetapi adalah daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia: daya
sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an, memperoleh ilmu pengetahuan dengan
memperhatikan alam sekitarnya.
Manusia diberi kebebasan mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntunan
Qur’an dan sunnah. Atas dasar itu ilmu dalam memikirkan islam ada yang bersifat abadi
( prenial knowledge ) tingkat kebenarannya bersifat mutlak karna bersumber dari wahyu dan
bersifat perolehan (aquired knowledge), tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relatif) karna
bersumber dari akal pikiran manusia.

F. Ayat Allah sebagai sumber ilmu


Secara garis besar ayat Allah dapat pula dibagi dalam dua kelompok. Pertama, ayat
yang diturunkan dalam bentuk wahyu-Nya kepada rasul yang disebut juga ayat tanziliyah
yakni Al-Qur’an adalah sabda Allah (the words of Allah) yang berisi sejumlah aturan dan
hukum tentang kehidupan semesta dan kemasyarakatan. Hukum yang berkaitan dengan
norma kehidupan manusia disebut syari’at Allah. Sedangkan hukum-hukum yang berkaitan
dengan tingkah laku dan fisik disebut sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum ketetapan
yang diberlakukan secara pasti oleh Allah pada setiap ciptaan-Nya. Atau yang dikenal oleh
ilmuan (scietist) dengan sebutan “hukum alam” dengan adanya hukum-hukum tersebut
manusia dapat melakukan penelitian dan eksperimen secara berulang-ulang hingga
melahirkan sebuah teori. Dari situlah berkembangnya ilmu pengetahuan.
Kedua, ayat-ayat Allah berupa hasil ciptaan-Nya yang terbentang di seluruh jagat
raya (the words of Allah) dimana manusia disuruh memperhatikan dan mengamatinya
untuk mendapatkan pengetahuan (Q.S.Ali Imran:190). Pengetahuan/ilmu yang diperoleh
manusia dari hasil pengamatannya tentang ayat Allah dalam bentuk yang kedua ini
melahirkan berbagai bidang serta cabang ilmu-ilmu kealaman seperti fisika, astronomi,
biologi, geologi, botani dsb. Pengamatan manusia tentang tingkah laku manusia secara
individu melahirkan ilmu psikologi. Sedangkan pengamatan seorang ilmuan tentang
manusia dalam kehidupan bermasyarakat melahirkan pula ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi,
ekonomi, politik dsb. Maka ilmu dalam perspektif Islam bersumber dari ayat Allah, dan
perkembangan suatu ilmu tergantung pada kemampuan seseorang dalam “membaca” ayat
Allah. Yang dimaksud dengan membaca dalam hal ini adalah memperhatikan dan meneliti
gejala serta tingkah laku makhluk Allah. Inilah tafsiran lain dari kata iqra (perintah
membaca) itu. Untuk mengetahui bagaimana sikap Islam terhadap ilmu pengetahuan akan
kita lihat pula bagaimana Al-Qur’an dan hadist berbicara tentang itu.

G. Pandangan Al-Qur’an dan Hadis tentang ilmu dan teknologi


1. Q.S Al-Alaq/96 ayat 1-5
“ bacalah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu yang menciptakan, dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang maha pemurah,
yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Kata “iqra” terambil dari kata qar’a yang makna asalnya adalah “menghimpun,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca baik teks tertulis
maupun tidak” (M. Quraish Shinap, 1996:433). Maka salah satu kunci pokok lahir dan
perkembangannya ilmu pengetahuan adalah membaca ayat Allah, baik yang tersurat
(qur’aniyah) maupun yang tersirat (kauniyah).

2. Q.S Al-Ghasiyyah/88 ayat 17-20:


“ Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan
langit bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi
bagaimana di hamparkan”
Ayat ini mengandung isyarat dan perintah agar manusia memperhatikan serta
mempelajari unta, langit, gunung dan bumi agar sampai kepada pengetahuan ciptaan tuhan
itu. Perintah tersebut dengan menggunakan kata yanzhuru yang mengandung pengertian
nazhar yang berarti penglihatan disertai daya fakir atau nalar. Karena pengetahuan itu
berkembang melalui penalaran ilmiah yang dikenal dengan metode deduktif dan induktif.

3. Q.S Al-Baqarah/2 ayat 31


“ Dan dia mengajarkan kepada adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakan kepada para malaikat lalu berfirman “sebutkanlah kepadaku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”
Menurut mufasir Al-Maraghi (2001:50), yang dimaksud nama-nama (asma) di
dalam ayat ini adalah sifat-sifat khusus atau karakteristik dan jenis-jenis ciptaan Tuhan,
yang dengan itu dapat diketahui korelasi yang signifikan antara benda dan sifat-sifatnya.

H. Dorongan Islam tentang Ilmu Pengetahuan


Islam adalah agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan memberikan
apresiasi yang tinggi terhadap orang-orang berilmu. Banyak sekali dijumpai ayat dan hadis
yang mengarah kepada hal itu antara lain:

a. Q.S Al-Mujadalah/58 ayat 11:


“Allah akan meninggalkan orang-orang beriman di antaramudan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
b. Q.S Fathir/35 ayat 28:
“sesungguhnya yang takut kepada kepada Allah di antara hamba-hambanya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha pengampun”
c. Q.S Az-Zumar/39 ayat 9
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran”.
d. Q.S Al-Jatsiyah/45 ayat 13:
“Dan dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya, (sebagai rahmat)dari pada-Nya. Sesungguhnya apa yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.
e. H.R Muslim dari Abu Hurairah
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga”
f. H.R Turmizi
“Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas
seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan
sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya
mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya peganglah dengan
teguh”
g. H.R Ibnu Majah dari Anas bin Malik
“mencari ilmu (belajar) adalah wajib atas setiap orang islam (muslim)
h. H.R Bukhari dari Ibnu Umar
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dengan sekali cabut dari
hamba-Nya melainkan dia akan mencabutnya dengan mengambil ulama(orang-
orang yang berilmu) sehingga tidak tersisa lagi seorang yang alim, manusia
akan mengambil orang-orang bodoh (tak berilmu) menjadi pemimpin, maka
mereka (orang-orang bodoh) itu akan ditanya (tentang suatu masalah), maka
mereka akan mengeluarkan fatwa tanpa berdasarkan ilmu, maka mereka telah
tersesat dan menyesatkan”.

I. Islam dan Seni


Ada sementara kalangan berpandangan bahwa seni tidak ada kaitannya dengan
agama dan sebaliknya, agama tidak ada kaitannya sama sekalidengan kesenia. Keduanya
saling terpisah dan berdiri sendiri. Kedua golongan ini pun sebenarnya tanpa disadari sudah
terjebak ke dalam faham sekuler (sekularisme). Pandangan semacam ini agaknya terlalu
simple dan merupakan kesimpulan yang gegabah. Anggapan bahwa seni tidak ada kaitannya
dengan agama dapat di duga muncul karena terbatasnya pengetahuan tentang agama
maksudnya Islam. Dan anggapan sebaliknya bahwa agama Islam tidak ada kaitannya
dengan seni dapat pula diduga muncul karena kedangkalan pemahamannya tentang Islam
sekaligus keterbatsan wawasan tentang seni itu sendiri.
Bila kita telusuri ajaran Islam yang berpangkal dari Al Quran dan hadits kita akan
menemukan pada kedua sumber tersebut pernyataan-pernyataan dasar tentang keindahan
dan dorongan kepada kebersihan, kerapian dan keindahan. Dalam Islam antara keindahan
dan kebaikan memang berbeda namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Keindahan yang
dinilai atau yang dihargai adalah keindahan yang dihargai terpadu dengan kebaikan.
Menurut Gazalba (1988 :64), Islam mengakui keindahan yang mengandung moral dan
menolak keindahan tanpa moral. Sedangkan kebaikan itu mesti pula terpadu dengan
kebenaran. Suatu perkara yang dinilai baik oleh masyarakat mungkin dinilai buruk oleh
masyarakta yang lain jika tidak terdapat perpaduan antara keindahan, kebaikan dan
kebenaran. Nilai yang benar adalah nilai yang digarisi oleh Yang Maha Benar yaitu Allah.
Dengan demikian antara kebaikan, kebenaran dan keindahan terdapat sebuah
perpaduan yang saling mengisi antara yang satu dengan yang lain. Islam menolak anggapan
bahwa seni adalah untuk seni yang tidak perlu dicampuradukkan dengan masalah moral,
karena itu sebuah pertunjukkan seni yang hanya mementingkan keindahan tanpa
mengindahkan nilai-nilai moral dan agama tidak dapat diterima sebagai seni Islam,
misalnya pertunjukkan yang mempertontonkan aurat (pornoaksi) dan menayangkan gambar-
gambar sensual (pornografi) yang biasa merangsang nafsu birahi. Seni yang Islami adalah
seni yang mempertimbangkan nilai-nilai, moral, etika dan agama serta bertujuan untuk
mendekatkan manusia kepada yang Maha Pencipta. Di dalam salah satu hadits disebutkan
bahwa ada dua golongan yang akan menghuni neraka, salah satu diantaranya adalah wanita-
wanita yang suka mempertontonkan auratnya di depan umum.
H.R.Muslim dari Abu Hurairah :
“ Ada dua golongan manusia penghuni neraka yang tak pernah aku menyaksikannya
yaiitu : sekelompok orang yang selalu membawa cemeti seperti ekor sapi. Dengan cemeti
itu dia memukuli orang lain. Dan wanita yang berpakaian tetapi telanjang yang
menggoyang-goyangkan pinggulnya serta menggerak-gerakkan kepalanya bagaikan punuk
sapi yang bergerak-gerak. Mereka itu tidak masuk surga bahkan tidak akan mencium
baunya karena bau surga hanya bias dicium dari jarak tertentu sekian dan sekian” (H.R
Muslim dari Abu Hurairah, CD Al Hadits al Syarif no.3971).
Sebaliknya, Islam menghargai keindahan dan didalam setiap ciptaan Allah terkandung
unsure keindahan, bahkan didalam salah satu hadits riwayat Muslim dan Ibnu Mas’ud
disebutkan , : “Rasul pernah pada suatu kali berkata bahwa kesombongan itu walau sekeci
apapun akan menghalangi sesorang masuk kedalam surga. Maka seseorang berkata
bagaimana bias ada orang yang menyukai pakaian serta sandal yang bagus ? Maka Rasul
bersabda : “ Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menukai keindahan. Kesombongan
itu adalah menentang kebenaran dan meremehkan orang lain” ( H.R. Muslim).
Nabi juga menyukai keindahan suara seseorang dalam mengumandangkan ayat-ayat Al
Quran sebagaimana sabdanya :
“ Dari al Barra bin ‘Azib, katanya Rasulullah SAW bersabda : “ Hiasilah Al Quran itu
dengan suaramu yang indah.” ( H.R. Abu Daud).
Berdasarkan hadits inilah ulama membolehkan Al Quran itu dibaca dengan suara serta
lagu yang indah yang sesuai dengan kesucian dan keagungan Al Quran itu sendiri. Maka
keindahan lagu Al Quran termasuk kedalam khazanah seni budaya Islam yang
dipertahankan sampai hari ini. Bahkan perkembangan seni baca Al Quran itu sangat pesat
dan kaya dengan jenis lagunya. Salah satu keistimewaan lagu Al Quran ialah ketetapan
penerapan nada meskipun tidak menggunakan pedoman not-not balok pada lazimnya dalam
seni suara. Lagu itu antara lain adalah lagu-lagu bayyati, shabah, hijaz, nawahand, rast,
sikka,dan jiharkah. Tidak terhitung pula banyaknya variasi yang menyertai masing-masing
jenis lagu tersebut. Al Quran yang dibaca dengan suara dan lagu yang indah selain
melahirkan getaran kedalam hati pendengarnya untuk mendekatkan kepada Allah. DApat
pula berfungsi sebagai media dakwah, seperti diungkapkan oleh Al Faruqi (1999 : 195),
walau umat Islam tidak pernah menganggapnya sebagi musik, lagu Al Quran adalah jenis
handasah al-swawt (arsitektur suara pen) yang terdengar hampir pada setiap kontek, dengan
segala macam hadirin di setiap sudut dunia. Bahkan ia merupakan pengalaman suara yang
bias dihindari bagi non muslim yan tinggal di daerah yang cukkup banyak penduduknya
beragama Islam. Karena itu, lagu Al Quran merupakan jenis handasah al-shauwt yang
paling menyebar dalam budaya Islam. Dari sana pula berkembangnya berbagai jenis
qasidah yang pada mulanya berasal dari puji-pujian atau sanjungan kepada Nabi
Muhammad sebagai ungkapan rasa cinta umat Islam kepada Rasulnya. Semuanya
merupakan bagian dari khazanah kekayaan seni Islam, seni yang lahir dan berkembang
karena diilhami oleh ajaran Islam.

J. Sikap sebagai ilmuan Islam


Apakah ilmu dapat membendung kecurangan atau keserakahan manusia terhadap
sesame manusia dan alam ? jawabnya bisa ya, bisa tidak. Ketika ilmu pengetahuan dan
teknologi diterapkan tanpa dipandu oleh moral dan agama maka yan gterjadi adalah
keserakahan, misalnya ilmu ekonomi yang menggunakan prinsip “ dengan modal yang
sekecil-kecilnya diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya”. Prinsip ini bila diterapkan
tanpa memperhatikan rambu-rambu moral dan agama maka seorang yang ahli dalam bidang
ilmu ekonomi akan melakukan cara apa saja guna meraih keuntungan yang berlipat ganda
pengeksploitasian sumber-sumber kekayaan alam tanpa memperhitungkan resiko bagi
generasi berikutnya untuk mencapai tujuan dimaksud akan dianggap suatu kemajuan dalam
perkembangan ekonomi bangsa. Ilmu hokum, yang pada awalnya bertujuan untuk
menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat, bila jatuh ditangan orang-orang yang
tidak peduli pada persoalan moral dan agama, maka pengetahuan di bidang hokum akan
berubah fungsi menjadi alat untuk meraih keuntungan pribadi meskipun dengan melanggar
rambu-rambu moral, etika, agama dan hokum itu sendiri, misalnya kejujuran,sifat amanah
dan rasa tanggung jawab kepada Allah.
Demikian pula dengan ilmu eksakta. Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dalam
bidang kimia dan fisika membawa manfaat yang banyak bagi kehidupan umat manusia.
Namun disamping kemajuan dalam bidang ilmu sekaligus telah membawa malapetaka yang
amat dahsyat bagi kehidupan manusia di jagad raya ini. Perang dunia I yang menghadirkan
bom kuman sebagai kutukan ilmu kimia dan perang dunia II memunculkan bom atom dan
menghancurkan Nagasaki dan Hiroshima adalah sebagai produk fisika. Dan tak terhitung
korban harta dan nyawa manusia saat terjadi serangan besar-besaran Amerika Serikat
terhadap Irak tahun 1991 dan 2003 karena ilmu pengetahuan telah disalahgunakan untuk
mengintervensi Negara lain guna memenuhi ambisi serta keserakahan yang tak terkendali.

K. Pentingnya norma dalam menerapkan IPTEK


IPTEk itu adalah sesosok makhluk yang tak punya kemauan sebagaimana
manusia. Pada tataran epistemology (proses penemuan kebenaran) IPTEK bersifat netral,
tak ada istilah Islam atau kafir terhadap IPTEK. Namun justru kenetralan dalam proses
penemuan kebenaran inilah yang mengharuskan ilmuan untuk bersikap dalam menghadapi
bagaimana ilmu digunakan. Dengan kata lain, pada tataran aksiologi (penerapan) ilmu dan
teknologi perlu diberi norma. Dengan demikian tidal ada lagi kata netral dalam
menggunakan ilmu dan teknologi itu.
Maka ilmu dengan demikian bukan saja telah menimbulkan gejala dehumanisasi
bahkan kemungkinan dapat mengubah hakekat kemanusiaan itu sendiri. Pemberian nilai
terhadap ilmu itu harus diawali dengan pertanyaan-pertanyaan antara lain : untuk apa
sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas wewenang penjelasan ilmu itu ?
bukankah tujuan ilmu itu untuk kemashlahatan dan peningkatan harkat dan martabat hidup
manusia ? Albert Einsten, seorang penemu bom atom pernah berkata :”Science without
religion is lame, religion without science is blind” (ilmu tanpa agama lumpuh, agama tanpa
ilmu buta). Dengan demikian, penggunaan istilah “ ilmu adalah untuk ilmu” sudah tidak
relevan lagi. Al Quran memandang ilmu sebagai sasaran peningkatan derajat manusia bila
ilmu itu dilandasi dengan iman ( Q.S.al Mujadalah [58] :11). Dalam salah satu hadits
Rasulullah disebutkan pula bahwa salah satu yang harus dipertanggungjawabkan manusia
dihadapan Allah nanti adalah tentang ilmu, kemanakah ilmu itu dipergunakan.

L. Iman sebagai landasan IPTEK


Dari semua penjelasan di atas, sebagai ilmuan yang beriman perlu melakukan
reorientasi tentang tujuan hidup manusia. Hidup harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan
berkarya (amal). Ilmu dan karya adalah penting, namun lebih penting menyadari untuk apa
ilmu dan karya itu. Kerja bukan semata untuk kerja tetapi bekerja untuk memelihara
eksistensi dan meningkatkan martabat manusia bukan sebaliknya. Hal itu hanya dapat
dicapai apabila semua itu dilandasi pada kesadarn iman. Kemudian dengan memelihara
hubungan veeertikal dengan Maha Kuasa (hablumminallah) dan memelihara hubungan
secara horizontal dengan sesama manusia (hablumminannas) agar tidak menimbulkan gejala
kemiskinan jiwa dan kehampaan spiritual (Q.S. Ali Imran : 112) seperti yang terlihat pada
sebagian masyarakat modern saat ini. “Hanya dengan menyerahkan diri dan mengikat diri
dengan Tuhan, dan berdiri di depan Tuhan manusia mempunyai eksitensi
autentik”( Drijarkara , 1978 :68). Demikian ungkapan Kierkegaard, seorang tokoh
eksistensialis. Sebaliknya sikap angkuh dan membelakangi Tuhan disertai pemujaan yang
berlebihan kepada makhluk, termasuk IPTEK, justru akan membuat manusia berada dalam
keterkurungan dan kehilangan arah yang membawa petaka luar biasa bagi kemanusiaannya.
Sebagai seorang ilmuwan muslim atau muslim yang berilmu hendaklah mempunyai
tanggungjawab moral terhadap ilmunya. Ilmuwan yang bertangggung jawab adalah
ilmuwan yang memiliki pertimbangan moral dan penerapan ilmunya. Seorang ilmuwan
muslim tidak hanya berpandangan bahwa ilmu adalah untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk
kemashlahatan umat manusia di jagat raya. Karena manusia adalah sebagai khalifah yang
dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada umat manusia dan Sang Pencipta,
semakin tinggi ilmunya semakin bertambah rasa takutnya kepada Allah. Itulah cirri
ilmuwan yang beriman (Dakosta)

Tugas-tugas

1. Jelaskanlah 4 ciri ilmu pengetahuan !


2. Tulislah 2 macam ayat Allah sebagai sumber pengetahuan !
3. Sebutkan salah satu hadits yang mendorong manusia untuk mencari ilmu !

Buku sumber :

Yuyun.S. Sumantri, 1987, Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.


Ismail Rafi al Faruqi, 1999, Seni Tauhid, Yokyakarta : Yayasan Bintang Budaya.
Sidi Gazalba, 1988, Islam dan Kesenian, Jakarta : Pustaka al Husna.
N. Drijarkara,S.J. Percikan Filsafat, Jakarta : PT. Pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai